Oleh:
Irwina Angelia Silvanasari, S.Kep
NIM 082311101052
1.3 ETIOLOGI
Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung selama 3 minggu atau
kurang) maupun kronis (berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat
berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun) (Susanto, Edi,
2009).
1.4 KLASIFIKASI
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, sinusitis terbagi atas:
a. Sinusitis akut
Bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu.
b. Sinusitis subakut
Bila infeksi beberapa minggu sampai beberapa bulan.
c. Sinusitis kronik
Bila infeksi beberapa bulan sampai beberapa tahun.
Jika berdasarkan gejalanya, sinusitis terbagi atas:
a. Sinusitis akut
Bila terdapat tanda-tanda radang akut
b. Sinusitis subakut
Bila tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus
masih reversibel.
c. Sinusitis kronik
Bila perubahan histologik mukosa sinus ireversibel, misalnya
menjadi jaringan granulasi atau polipoid.
1.5 PATOFISIOLOGI
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks
osteomeatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa
yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous
superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh
sel epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba
serta mengandungi zatzat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan
tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Cairan
mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya
berlebihan.
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis
terjadinya sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi
obstruksi ostium sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi,
yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan
cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan
menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus.
Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi
karena infeksi bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda
sehingga jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak. Pulpa terbuka maka
kuman akan masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga
membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput
periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung
lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat
meluas dan mencapai tulang alveolar menyebabkan abses alveolar.
Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila sehingga memicu
inflamasi mukosa sinus. Disfungsi silia, obstruksi ostium sinus serta
abnormalitas sekresi mukus menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus
sehingga terjadinya sinusitis maksila. Dengan ini dapat disimpulkan
bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga faktor, yaitu
patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah
satu dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan
sinusitis
b. Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang
timbul dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus
maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya
tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis,
kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur
sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan
pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral.
Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan
gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama
dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat. Prinsip terapi
adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua
mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau
obliterasi sinus.
c. Komplikasi Intra Kranial
1) Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat
adalah meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat
menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang
berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau
melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara
ethmoidalis.
2) Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula
interna kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses
ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala
dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan
intra kranial.
3) Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan
arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama
dengan abses dura.
4) Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus
terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara
hematogen ke dalam otak.
Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif,
drainase secara bedah pada ruangan yang mengalami abses dan
pencegahan penyebaran infeksi.
d. Osteomielitis dan abses subperiosteal
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang
frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat
sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.
Sinusitis
Peradangan Abnormalitas
Nafsu
makan sekresi mukus
menurun
Respon inflamasi
Sekret
mengental
Ketidakseimb
angan nutrisi
Nyeri akut Hipertermi kurang dari
Ketidakefektifan
kebutuhan Gangguan
bersihan jalan
tubuh pernapasan
napas
Sering
Gangguan pola
terbangun
tidur
malam hari
3. PROSES KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian keperawatan pada klien dengan sinusitis meliputi:
1) Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan
2) Riwayat Penyakit sekarang
3) Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus,
tenggorokan.
4) Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung
atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menderita sakit gigi geraham
5) Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota
keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan
penyakit klien sekarang.
6) Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7) Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksanahidup sehat
Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa
memperhatikan efek samping
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan
pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
Biasanya klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering
pilek
INTERVENSI RASIONAL
INTERVENSI RASIONAL
INTERVENSI RASIONAL
INTERVENSI RASIONAL
4. DAFTAR PUSTAKA
Damayanti dan Endang. 2002. Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan
Leher, edisi. 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Ghorayeb B. Sinusitis. Dalam Otolaryngology Houston. Diakses dari
www.ghorayeb.com/AnatomiSinuses.html [16 September 2013].
Hueston, W.J., 2002. Sinusitis. In: Hueston’s. Respiratory disorder. 3rd ed.
USA: McGraw-Hill. 83-102
Kumar, P. and Clark, M., 2005. The Special Senses. Clinical Medicine. 6th
ed. Philadelphia : Saunders Elsevier. 1153-1155
Mangunkusumo E, Soetjipto. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Jakarta: FKUI
Mangunkusumo, Endang, dkk. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Jakarta:
Penerbit Media Ausculapius FK UI
Perhati. 2006. Fungsional endoscopic sinus surgery. HTA Indonesia
Susanto, Edi. 2009. Sinusitis Frontalis.
http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/09/sinusitis_frontalis_files
_of_drsmed.pdf [diakses tanggal 16 September 2013].
Wikipedia. Sinusitis. Diakses dari www.wikipedia.org/wiki/sinusitis [16
September 2013].