Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Sinusitis adalah radang sinus paranasal. Bila terjadi pada beberapa sinus,
disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai seluruhnya disebut
pansinusitus. Yang paling sering terkena adalah sinus maksila kemudia
etmoid, frontal, dan sfenoid. Hal ini disebabkan sinus maksila adalah sinus
yang terbesar, letak otsiumnya lebih tinggi dari dasar, dasarnya adalah dasar
akar gigi sehingga dapat berasal dari infeksi gigi, dan otsiumnya terletak di
meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga sering
tersumbat (Gluckman).
Sinusitis adalah peradangan pada sinus parsial (Smeltzer, 2001)
Sinusitis adalah peradangan pada membrane mukosa sinus (Long, 1996)
Sinusitis adalah peradangan selaput lender rongga sinus disekitar hidung
(Massie, 2000)
Berdasarkan perjalanan penyakit terbagi atas :
- Sinusitis Akut, bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu.
- Sinusitis Subakut, bila infeksi beberapa minggu sampai beberapa bulan
- Sinusitis Kronik, bila infeksi beberapa bulan sampai beberapa tahun
(menurut Cauwenberger, bila sudah lebih dari 3 bulan).

Berdasarkan gejalanya disebut akut bila terdapat tanda-tanda radang akut,


subakut bila tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus
masih reversibel, dan kronik bila perubahan tersebut sudah ireversibel,
misalnya menjadi jaringan granulasi atau polipoid (Adams).
B. Patofisiologi
a) Etiologi
Menurut (Cody,1996. Hal.230) :
1) Adanya sumbatan dalam hisung karea :
Tulang-tulang yang bengkok, polip hidung, pembesaran selaput
lender hidung, adanya benda asing, tumor hidung
2) Adanya infeksi menahun hidung
(a) Alergi
(b) Infeksi, organ-organ disekitar hidung seperti infeksi amandel
(tonsilitis), infeksi adenoid, infeksi tenggorok (farimitus) dan
infeksi gigi dirahang atas
(c) Faktor lain seperti berenang/menyelam, trauma, polusi udara
adapat mengakibatkan perubahan-perubahan pada selaput lender
dan kerusakan rambut halus/siliasinus (Cody, 1996)
Sinusitis Akut
Penyebabnya dapat virus, bakteri, atau jamur. kuman penyebab
sinusitis akut tersering adalah streptococcis pneumoniae dan
haemophilus influenzae yang ditemukan pada 70% kasus.
Dapat disebabkan rinitis akut; infeksi faring, seperti faringitis,
adenoidistis, tonsilitis akut; infeksi gigi molar MI, M2, M3 atas, serta
premolar P1, P2; berenang dan menyelam; trauma; dan barotrauma
Faktor predisposisi obstruksi mekanik seperti debiasi septum, benda
asing di hidung, tumor, atau polip. Juga rinitis alergi, rinitis kronik,
polusi lingkungan, udara dingin dan kering (Gluckman).
1) Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran
pernafasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza Virus, dan
Parainfluenza virus).
2) Bakteri
Didalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam
keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya
Streptococcus pneumoniae, Haemophils Influenzae). Jika sistem
pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat
pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya
tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam
sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
3) Infeksi Jamur
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita
gangguan sistem kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.

Pada penderita rhinitis alergi dan juga penderita rhinitis vasomotor:

1) Septum nasi yang bengkok


2) Tonsilitis yang kronik.

Sinusitis Kronik
Sinusitis kronik umumnya suka disembuhkan dengan terapi
medikamentosa saja. Harus dicari faktor penyebab dan predisposisinya.
a) Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
b) Alergi.
c) Karies dentis (gigi geraham atas)
d) Septum nasi yang bengkok sehingga menganggu aliran mukosa.
e) Benda asing di hidung dan sinus paranasal.
f) Tumor di hidung dan sinus paranasal.

b) Proses Penyakit
Polusi bahan kimia, alergi dan defisiendi imunologik menyebabkan silia
rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa hidung. Perubahan ini
mempermudah terjadinya infeksi. Terdapat edema konka yang
mengganggu drainase secret, sehingga silia rusak. Jika silia sudah rusak
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri, misalnya
streptococcus pneumonia, haemophilus influenza dan strapilococus
aureos (Mansjoer, 1999)
Jika sudah terjadi peradangan maka sinusitis dilakukan tindakan operasi
fungsional endoscopy sinus surgery dan cadwell-luc dengan jaringan
yang diangkat yaitu polipnasi dan konka dan menyebabkan perdarahan
pada rongga hidung sehingga diharuskan di pasang tampon dan secara
tidak langsung hidung menjadi buntu dan sesak untuk bernafas (Long,
1997)
Kesehatan sinus di pengaruhi oleh oatium-ostium sinus dan lancarnya
klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga
mengandung substansi antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama
udara pernafasan.
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila
terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga
silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi
tekanan negative di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya
transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini biasa di anggap sebagai
rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari
tanpa pengobatan. Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul
dalam dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan
multiplikasi bakteri secret menjadipurulen keadaan ini disebut sebagai
rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi antibiotic.
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena faktor predisposisi),
inflamasi berlanjut terjadi hipoksia dan bacteri anaerob berkembang.
Mukosa semakin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang
terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu
hipertrofi, polipoid ataau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini
mungkin di perlukan tindakan operasi. Klasifikasi dan mikrobiologi:
consensus intermational tahun 1995 membagi rinosinusitis hanya akut
dengan batas sampai 8 minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu.
Consensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4
minggu,subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronikjika lebih
dari 3 bulan. Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya
merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak terobati secara
adekuat. Pada sinusitis kronik adanya factor predisposisi harus dicari
dan di obati secara tuntas.
Menurut sebagai penelitian, bacteri utama yang di temukan
padasinusitis akut adalah streptococus pneumonia (30-50%).
Hemopylus influenzae (20-40%) dan moraxella catarrhalis (4%). Pada
anak, M.Catarrhalis lebih banyak di temukan (20%). Pada sinusitis
kronik . faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang
ada lebih condong ke arah bakteri negative gram dan anaerob.

c) Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Sinusitis Akut
Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas
(terutama pada anak kecil), berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari
jam 7 hari. Gejala subyektif terbagi atas gejala sistemik, yaitu demmam
dan rasa lesu, serta gejala lokal, yaitu hidung tersumbat, ingus kental
yang kdang berbau dan mengalir ke nasofaring (post nasal drip),
halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari, nyeri di daerah
yang terkena sinus, serta kadang nyeri alih ke tempat lain. Pada sinusitis
maksila, nyeri terasa dibawah kelopak mata dan kadang menyebar ke
alvelolus, hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan
telinga. Pada sinusitis etmoid, nyeri di pangkal hidung dan kantus
medius, kadang kadang nyeri di bola mata atau belakangnya, terutama
bila mata digerakan. Nyeri alih di pelipis. Pada sinusitis frontal, nyeri
terlokasi di dahi atau di seluruh kepala. Pada sinusitis sfenoid, rasa nyeri
di verteks, oksipital, retro orbital, dan di sfenoid.
Gejala obyektif, tampak pembekakan di daerah muka. Pada sinusitis
maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal
terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pdaa sinusitis etmoid jarang
bengkak, kecuali bila ada komplikasi.
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema.
Pada sinusitis maksila, frontal, dan etmoid anterior tampak mukosa di
meatus medius. Pada sinusitis etmoid posterior dan pada sfenoid,
tampak nanah keluar dari meatus superior. Pada rinoskopi posterior
tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
Pada anak demam tinggi (<39°C), ingus purulen, dan sebelumnya
menderita saluran nafas atas; patut dicurigai adanya sinusitis akut,
terutama jika tampak edema periorbital yang ringan. Khusus pada anak-
anak, gejala batuk lebih hebat di siang hari tetapi terasa sangat
menganggu pada malam hari, kadang disertai serangan mengi. Keluhan
sinusitis akut pada anak kurang spesifik dibandingkan dewasa. Anak
sering tidak mengeluh sakit kepala dan nyeri muka. Biasanya yang
terlibat hanya sinus maksila dan etmoid.

Manifestasi Klinis Sinusitis Subakut


Sama dengan sinusitis akut, hanya tanda-tanda radang akutnya sudah
reda. Pada rinoskopi anterior tampak sekret purulen di meatus medius
atau superior. Pada rinoskopi tampak sekrek purulen di nasofaring.

Manifestasi Klinis Sinusistis Kronik


Gejala subyektif bervariasi dari ringan sampai berat, seperti :
Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan nasofaring
(post nasal drip). Sekret di nasofaring secara terus-menerus akan
menyebabkan batuk kronik.
 Gejala faring, berupa rasa tidak nyaman di tenggorokan.
 Gejala telinga, berupa gangguan pendengaran akibat sumbatan
tuba Eustachius.
 Nyeri kepala, biasanya pada pagi hari dan berkurang di siang hari.
Mungkin akibat penimbunan ingus dalam rongga hidung dan
sinus, serta statis vena pada malam hari.
 Gejala mata, akibat penjalaran infeksi melalui duktus
nasolakrimalis.
 Gejala saluran nafas, berupa batuk dan kadang komplikasi di paru.
 Gejala saluran cerna, dapat terjadi gastroenteritis akibat mukopus
yang tertelan.

Manifestasi Klinis Sinusistis Maksila Akut

Gejala : demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri


tekan, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan
bercampur darah.

Manifestasi Klinis Sinusistis Etomid Akut

Gejala : sekret kental dan hidung ke nasofaring, nyeri diantara dua mata,
dan pusing.

Manifestasi Klinis Sinusistis Frontal Akut

Gejala : demam, sakit kepala yang hebat pada siang hari tapi berkurang
setelah sore hari, sekret kental dan penciuman.

Manifestasi Klinis Sphenoid Akut

Gejala : nyeri di bola mata, sakit kepala, dan terdapat sekret di


nasofaring.

Manifestasi Klinis Sinusistis Kronis

Gejala : flu yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang


berbau, selalu terdapat ingus di tenggorokan, terdapat gejala di organ
lain, misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk kering,
dan sering demam.
Hasil pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat
pembengkakan di muksa. Pada rinoskopi interior dapat ditemukan
sekret kental purulen dari meatus medius atau meatus superior. Pada
rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke
tenggorokan.

Menurut (Cody, 1996. Hal. 231)

1) Febris >37oC
2) Pilek kentas berbau, bias bercampur darah
3) Nyeri
(a) Pipi biasanya unilateral
(b) Kepala biasanya homolateral, terutama pada sore hari
(c) Gigi (geraham atas) homolateral
4) Hidung
(a) Buntu
(b) Suara bindeng
5) Edema periorbital (Cody, 1991)
6) Saluran cerna seperti gastroenteritis
7) Rasa tidak nyama ditenggorokan
8) Gangguan pendengaran akibat sumbatan tuba custachius (Mansjoer,
1994)
d) Pemeriksaan Penunjang
Sinusitis Akut
Transiluminasi adalah pemeriksaan termudah, meskipun keberananya
diragukan. Terutama berguna untuk evaluasi penyembuhan, dan pada
wanita hamil, untuk menghindari bahaya radiasi. Bermakna bila hanya
salah satu sisi sinus sakit, sehingga tampak lebih suram dibandingkan
sisi yang normal. Penilaian dilakukan dengan memberikan tanda positif
+ untuk normal sampai ++ untuk suram. Dilakukan untuk sinus maksila
dan sinus frontal. Untuk sinus maksila, lampu dimasukan ke dalam
mulut dan bibir dikatupkan, pada sinus normal tampak gambaran bulan
sabit dan terang dibawah mata. Untuk sinus frontal, lampu diletakan di
sudut medial atas orbita dan terlihat gambaran cahaya di dahi.
Pemeriksaan foto rontgen yang dibuat, yaitu posisi Waters,
posteroanterior (PA), dan lateral. Dengan posisi ini maka pada sinusitis
akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa dan gambaran air
fluid level. Dapat dilakukan pemeriksaan kultur kuman dan uji resistensi
dari sekret rongga hidung.

Sinusitis Subakut
Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit tampak suram atau
gelap.
Sinusitis Kronik
Pemeriksaan mikrobiologik biasanya menunjukan infeksi campuran
bermacam-macam bakteri, kuman anaerob atau lebih sering ditemukan
campuran dengan aerob. Untuk membantu menegakkan diagnosis dapat
dilakukan pemeriksaan transiluminasi untuk sinus maksila dan sinus
frontal, ridiologi, pungsi sinus maksila, suniskopi sinus maksila.
Pemeriksaan histopatologi, nasoendoskopi meatus medius dan meatus
superior. Tomografi komputer diindikasikan untuk evaluasi sinusitis
kronik yang tidak membaik dengan terapi. Sinusitis dengan komplikasi,
evaluasi preopratif, dan jika ada dugaan keganasan. Magnetic
Resonance Imaging (MRI) lebih baik daripada tomografi komputer
dalam resolusi jaringan lunak dan sangat baik untuk membedakan
sinusitis karna jamur, neoplasma, dan perluasan intraranialnya, namun
resolusi tulang tidak tergambar baik dan harganya mahal.
e) Komplikasi
Menurut (mansjoer, 1999. Hal. 40)
1) Osteomilitis dari abses suporiostal paling sering pada sinusitis
frontal dan sering pada anak-anak
2) Kelainan orbita terjadi karena sinusitis parental yang berdekatan
dengan orbita yang paling sering sinusitis etmoid, penyebaran
melalui trombo flebitis atau perkontinu 1 tahun, kelainan yang dapat
timbul adalah edema palpebral, sekulitis orbita, abses orbita dan
thrombosis sinus kavernosus
3) Kelainan intracranial, seperti meningitis, abses otak dan thrombosis
singus karvenosus dapat timbul
4) Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektatis yang
disebut sebagai sinebronkitis dan asma bronchial
5) Fistula oroantral dapat timbul sekunder terhadap komplikasi, sinus
maksilaris, disertai eresi gigi molar atau premolar maksila
6) Radang tenggorok dan infeksi amandel yang berulang yang
diakibatkan oleh lender yang mengalir ke tenggorokan
7) Infeksi telinga tengah yang dapat berakibat keluarnya lender dari
telinga dan gangguan pendengaran

Dengan penemuan antibiotik, komplikasi sinusitis menurun dengan


nyata. Biasanya terjadi pada sinusitis akut atau kronik dengan
eksaserbasi akut. Osteomielitis dan abses superiostal paling sering pada
sinusitis frontal dan sering pada anak-anak. Pada sinusitis maksila dapat
timbul fistula oroantal. Kelainan orbita terjadi akibat paranasal yang
berdekatan dengan orbita. Yang paling sering sinusitis ermoid.
Penyebaran melalui tromboflebitis atau perkontinuitatum. Kelainan
yang dapat timbul adalah edema palpebra, selulitis orbita, abses orbita,
dan trombosis sinus kavernosus.
Komplikasi berupa kelainan intrakranial, seperti meningitis, abses otak,
dan trombosis sinus kavernosus dapat timbul. Juga kelainan paru, seperti
bronkitis kronik dan bronkiektasis, yang disebut sebagai sinobronkitis.
Dapat juga timbul asma bronkial. Bila terdapat tanda-tanda komplikasi
ini, maka pasien harus dirujuk dengan segera. Tanda bahaya lain adalah
gejala sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid akut yang berat. Bila gejala
sinusitis tidak reda dengan pengobatan, terutama bila serangan timbul
lebih dari 4-6 kali per tahun, gejela menetap antara 2 serangan, dan
diperkirakan ada masalah lain yang mendasarinya maka sebaiknya
pasien juga dirujuk, karna mungkin diperlukan tindakan pembedahan.
f) Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan ialah menghilangkan gejala, memberantas infeksi
dan menghilangkan penyebab. Pengobatan dapat dilakukan dengan
Cara konservatif dan pembedahan. Pengobatan konservatif terdiri dari:
1) Istirahat yang cukup dan udara di sekitarnya harus bersihdengan
kelembaban yang ideal, 45%-55% ,
2) Antibiotika yang adekuat paling sedikit selama 2 minggu.
3) Analgetika untuk mengatasi rasa nyeri.
4) Dekongestan untuk memperbaiki saluran yang tidak boleh diberikan
lebih daripada 5 hari karena dapat terjadi rebound congestiondan
rinitis medikamentosa. Selain itu pada pemberian dekongestan
terlalu lama dapat timbul rasa nyeri, rasa terbakar, dan rasa kering
karena atrofi mukosa dan kerusakan silia.
5) Antihistamin jika ada faktor alergi.
6) Kortikosteroid dalam jangka pendek jika ada riwayat alergi yang
cukup para. Pengobatan operatif dilakukan hanya jika ada gejala
sakit yang kronis, otitis media kronik, bronkitis kronis atau ada
komplikasi seperti abses orbita atau komplikasi abses intrakranial.
Prinsip operasi sinus ialah untuk memperbaiki saluran sinus
paranasalis yaitu dengan cara membebaskan muara sinus dari
sumbatan. Operasi dapat dilakukan dengan alat sinuskopi ( 1-“ ESS=
Functional Endoscopic Sinus Surgery). Teknologi balon sinuplasti
digunakan sebagai perawatan sinusitis. Teknologi inin sama dengan
balon angioplasti untuk jantung, menggunakan kateter balon sinus
yang kecil dan lentur atau fleksibel untuk membuka sumbatan
saluran sinus, memulihkan saluran pembuangan sinus yang normal
dan fungsi-fungsinya. Ketika balon mengembang ia akan secara
perlahan mengubah struktur dan memperlebar dinding-dinding dari
saluran tersebut tanpa merusak jalur sinus.
1. Terapi

a. Terapi Sinusitis Akut

Berupa antibiotik selama 10-14 hari, namun dapat diperpanjang sampai


semua gejala hilang. Pemilihannya hampir selalu empirik karena kultur
nasal tidak dapat diandalkan dan aspirasi sinus maksila merupakan
kontraindikasi. Jenis amoksisilin, ampisilin, eritromisin,
sefaklormonohidrat, asetil sefuroksim, trimetoprimsulfametoksazol,
amoksisilin-asam klavulanat dan klaritomisin telah terbukti secara
klinis. Jika dalam 48-72 jam tidak ada perbaikan klinis diganti dengan
antibiotik untuk kuman yang menghasilkan betalaktamase, yaitu
amoksisilin atau ampisilin di kombinasi dengan asam klavulanat.
Diberikan pula dekongestan untuk memperlancar drainase sinus dapat
diberikan sistemik maupun topikal. Khusus yang topikal dibatasi
selama 5 hari untuk menghindari terjadinya rinitis medika mentosa.
Dekongestan sistemik yang sering digunakan hanya dua jenis yaitu
pseudofedrin dan fenilpropanolamin. Efek sampingnya adalah
stimulasi susunan saraf pusat dan kardiovaskular, serta peningkatan
tekanan darah pada pasien dengan hipertensi yang labil. Sebaiknya
jangan diberikan sebagai dosis malam hari dan kurangi dosis beberapa
jam sebelum tidur. Pemberian antihistamin pada sinusitis akut purulen
tidak dianjurkan karena merupakan penyakit infeksi dan dapat
menyebabkan sekret menjadi kental dan menghambat drainase sinus.
Bila perlu diberikan analgesik untuk menghilangkan nyeri, mukolitik
untuk mengencerkan sekret, meningkatkan kerja silia dan merangsang
pemecahan fibrin.

b. Terapi Sinusitis Subakut

Mula-mula diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik yang


bersprektum luas atau yang sesuai dengan resistensi kuman selama 10-
14 hari juga obat-obat simptomatis berupa dekongestan lokal atau obat
tetes hidung untuk memperlancar drainase selama 5-10 hari karena bila
terlalu lama dapat menyebabkan rinitis medikamentosa. Dapat pula
diberikan analgesi antihistamin dan mukolitik. Bila perlu dapat
dilakukan diatermi. Diatermi dilakukan dengan sinar gelombang
pendek sebanyak 5-6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki
vaskularisasi sinus. Jika belum membaik dilakukan pencucian sinus.
Pada sinusitis maksila dapat dilakukan tindakan pungsi, irigasi atau
antrostomi yaitu lubang di meatus inferior yang menghubungkan
hidung dengan sinus maksila. Pada sinusitis etmoid, frontal dan sfenoid
yang letak muaranya dibawah dilakukan tindakan pencucian sinus
dengan cara Proetz yang prinsipnya membuat tekanan negatif dalam
rongga hidung dan sinus paranasal.

c. Terapi Sinusitis Kronik

Terapi medikamentosa memiliki peran terbatas karena umumnya


disebabkan obstruksi sinus yang persisten. Diberikan tepai obat-obat
simptomatis dan antibiotik selama 2-4 minggu untuk mengatasi
infeksinya. Antibiotik dipilih yang mencakup anaerob seperti Penisilin
V. Klindamisin atau augmentin merupakan pilihan yang tepat bila
penisilin tidak efektif steroid nasal topikal seperti beklometason
berguna sebagai antiinflamasi dan antialergi. Untuk membantu
memperbaiki drainase dan pembersihan sekret dapat dilakukan pungsi
atau antrostomi dan irigasi untuk sinusitis maksila, sedangkan untuk
sinusitis etmoid frontal dan sfenoid dapat dilakukan pencucian Proetz.
Dilakukan 2 kali dalam seminggu bila setelah lima atau enam kali tidak
ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak sekret purulen berarti
mukosa sinus sudah ireversibel sehingga perlu dilakukan operasi
radikal.
Tujuan terapi sinusitis ialah :
1) Mempercepat penyembuhan.
2) Mencegah komplikasi.
3) Mencegah perubahan menjadi kronik.
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga
dranase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. Antibiotik dan
dekongestan memrupaka terapi pilihan pada sinusitis akut bacterial,
untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta
membuka sumbatan astium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah
golongan penisilin seperti amoksilin. Jika diperkirakan kuman telah
resisten atau memproduksi betalaktamase, maka dapat diberikan
amoksilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada
sinusitis antibiotic diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik
sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic yang sesuai
untuk kuman negative gram dan anaerob.

Selain dekongestan oran dan topical, terapi lain dapat diberikan jika
diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, teroid oral/topical, pencucian
rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Antihistamin
tidak rutin diberikan, karna sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan
secret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan
antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz
displacement therapy juga merupak terapi tambahan yang bermanfaat.
Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan
alergi yang berat.

Tindakan operasi. Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS)


merupakan oprasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan
oprasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah
sinus terdahulu karena memberikan radikal. Indikasinya berupa :
sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang irreversible; polip
ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.

2. Tindakan Medis Yang Bertujuan Untuk Pengobatan Sinusitis


1) Pembedahan Sinus Endoskopi Fungsional
Jika terapi non-operatif gagal,mungkin diperlukan bedah sinus
endokopik fungsional (fungsional endoscopicsinus surgery, FESS).
Tujuan utama FESS adalah kembalinya ventilasi sinus dan bersihan
mukosiliar.FESS biasanya dilakukan sebagai prosedur rawat jalan
dengan anestesi lokal (dengan atau tanpa sedasi) atau klien dalam
keadaan anestesia umum. Endoskop fiberoptik kecil dilewatkan
melalui rongga hidung dan ke dalam sinus untuk memungkinkan
visualisasi langsung sinus untuk mengangkat jaringan yang sakit dan
meluaskan ostia sinus.

2) Sfenoetmoidektomi Eksternal

Sfenoetmoidektomi Eksternal adalah prosedur bedah yang


dilakukan untuk mengangkat mukosa yang sakit dari sinus
ethmoidalis atau sfenoidalis. Insisi kecil dibuat diatas sinus
etmoidalis pada lateral septum nasal,dan mukosa yang sakit
diangkat. Balutan nasal dan etmoidal diinsersi. Plester tekan mata
biasanya diberikan untuk mengurangi edema periorbital
3).Antrostomi Nasal (Jendela Nasal-Antral)
Penempatan lubang secara pembedahan dibawah turbinat
inferiorguna memberikan aerasi pada antrum dan memungkinkan
drainase bahan purulen pada sinusitis kronik.

g) Pengkajian
Biodata : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Suku, Bangsa,
Pendidikan, Pekerjaan.
A. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama : Biasanya penderita mengeluh nyeri kepala
simus, tenggorokan
2) Riwayat Penyakit Sekarang
3) Riwayat Penyakit Dahulu :
a) Pasien pernah menderita penyakit akut dan
perdarahan hidung atau trauma
b) Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
c) Pernah menderita sakit gigi geraham
4) Riwayat Keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh
anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya
dengan penyakit klien sekarang.
5) Riwayat Psikososial
a) Intra personal : Perasaan yang dirasakan klien
(cemas/sedih)
b) Inter personal : Hubungan dengan orang lain

B. Pola Fungsi Kesehatan

1). Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat untuk


mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa
memperhatikan efek samping.
2). Pola nuutrisi dan metabolisme

Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi


gangguan pada hidung

3). Pola istirahat dan tidur :


Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena
klien sering pilek
4). Pola persepsi dan konsep diri
Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan
konsep diri menurun.
5). Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat
pilek terus menerus (baik purulen, serous, mukopurulen)
6). Pemeriksaan Fisik
a) Status kesehatan umum : Keadaan umum, tanda-tanda
vital,kesadaran
b) Pemeriksaan Fisik Data Fokus Hidung : Nyeri tekan pada
sinus, rinoskopi (mukosa merah dan bengkak)

1. Data Subyektif

1) Observasi nares :
a) Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset,
frekuensinya
b) Riwayat pembedahan hidung atau trauma.
c) Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis,
jumlah, frekuensi, lama.
2) Sekret Hidung
a) Warna, jumlah, konsistensi secret.
b) Epitaksis.
c) Ada beberapa krusta/nyeri hidung.
3) Riwayat sinusitis
a) Nyeri kepala, lokasi dan beratnya.
b) Hubungan sinusitis dengan musim/cuaca.
4) Gangguan umum lainnya : kelemahan.

2. Data Obyektif

1) Demam, drainage ada : serous.


a) Mukkpurulen
b) Purulen
2) Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral
pada hidung dan sinus yang mengalami radang atau
pucat, odema keluar dari hidung atau mukosa sinus.

3) Kemerahan dan odema membran mukosa.


4) Pemeriksaan penunjung :
a) Kultur organisme hidung dan tenggorokan
b) Pemeriksaan rontgen sinus.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a) Nyeri : kepala, tenggorakan, sinus berhubungan


dengan peradangan pada hidung.
b) Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis
(irigasi sinus/operasi)
c) jalan nafas berhubungan dengan Ketidakefektifan
obstruksi atauadanya secret yang mengental.
d) Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hidung
buntu, nyeri sekunder peradangan hidung.
e) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhuan
berhubungan dengan nafsu makan menurun sekunder
dari peradangan sinus.
f) Gangguan konsep diri berhubungan dengan bau
pernafasan dan pilek.

h) INTERVENSI KEPERAWATAN
Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi, mengatasi masalah-masalah yang telah
diidentifikasikan dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan
menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara
menyelesaikan masalah yang efektif dan efisien. (Rohmah, 2009)
1) Diagnosa: Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan
peradangan pada hidung.

a) Tujuan : nyeri klien berkurang atau hilang.


b) Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan
berkurang atau hilang.
c) Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat nyeri klien dalam
menentukan tindakan selanjutnya.

b. Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya.

Rasional : Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien


berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri.

c. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi.

Rasional : Klien mengetahui tehnik distraksi dan relaksasi


sehingga dapat mempraktekannya bila mengalami nyeri.

2) Diagnosa:Cemas berhubungan dengan kurangnya


pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan
medis (irigasi/operasi)

a) Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang.

b) Kriteria Hasil : Klien mengetahui dan mengerti tentang


penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
c) Intervensi :

a. Kaji kecemasan klien.

Rasional : untuk menentukan tindakan selanjutnya.

b. Perlihatkan rasa empati.


Rasional : untuk memudahkan penerimaan klien terhadap
Informasi yang diberikan.
c.Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang
dideritanya
perlahan, tenang serta gunakan kalimat yang jelas, singkat
mudah dimengerti.
Rasional : untuk meningkatkan pemahaman klien tentang
Penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien
lebih
Kooperatif.
d.Observasi tanda-tanda Vital
Rasional : untuk mengetahui perkembangan klien.

3) Diagnosa : Jalan nafas tidak efektifan berhubungan dengan


(penumpukan secret hidung) sekunder dari peradangan sinus.

a) Tujuan : jalan nafas efektif setelah secret (seous,


purulen)dikeluarkan.

b) Kriteria Hasil : klien tidak bernafas lagi melalui mulut dan jalan
nafas kembali normal terutama melalui hidung.

c) Intervensi :

a. Kaji penumpukan secret yang ada.

Rasional : untuk mengetahui tingkat keparahan dan tindakan

Selanjutnya.

b. Observasi tanda-tanda vital.

Rasional : untuk mengetahui perkembangan klien sebelum

Oprasi.

c. Kolaborasi dengan tim medis untuk pembersihan secret.

Rasional : untuk kerjasama menghilangkan penumpukan secret.

4)Diagnosa: Gangguan pemenuhan nutrisi kuarang dari kebutuhan


berhubungan dengan nafsu makan menurun sekunder dari
peradangan sinus.
a) Tujuan : kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi.

b) Kriteria Hasil : klien mampu menghabiskan porsi makanannya


dan berat badan tetap (seperti sebelum sakit) atau bertambah.
c) Intervensi :
1) Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien.
Rasional : untuk mengetahui kekurangan nutrisi klien.
b. Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyakit.
Rasional : dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan
Memotivasi meningkatkan pemenuhan nutrisi.
c. Catat intake dan ouput makanan klien.
Rasional : untuk mengetahui perkembangan pemenuhan
Nutrisi klien.
d. Anjurkan makan sedikit-sedikit tapi sering.
Rasional : dengan sedikit tapi mengurangi.
e. Sajikan makanan secara menarik.
Rasional : untuk meningkatkan selera makan klien,

5) Gangguan isrirahat dan tidur berhubungan dengan hidung buntu,


nyeri sekunder dari proses peradangan.

a) Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman.


b) Kriteria Hasil : Klien tidur 6-8 jam sehari.
c) Intervensi :
a.Kaji kebutuhan tidur klien.
Rasional : mengetahui permasalahan klien pemenuhan
Kebutuhan istirahat tidur klien.
b. Ciptakan suasana yang nyaman.
Rasional : agar klien dapat tidur dengan tenang.
c.Anjurkan klien bernafas lewat mulut.
Rasional : pernafasan tidak terganggu.
d. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat.
Rasional : pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung.
i) PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Beberapa pedoman dalam pelaksanaan keperawatan (kozier et
al,..1995) adalah sebagai berikut :
1) Berdasarkan respon klien.
2) Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan,
standar pelayanan profesional, hukun dak kode etik
keperawatan.
3) Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia.
4) Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi
keperawatan.
5) Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana
intervensi keperawatan.
6) Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu
dalam upaya meningkatkan peran serta untuk merawat diri
sendiri (self care)
7) Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan
status kesehatan.
8) Dapat menjaga rasa aman, harga diri dan melindungi klien.
9) Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan.
10) Bersifat holistik.
11) Kerjasama dengan profesi lain.
12) Melakukan dokumentasi.
j) EVALUASI
Langkah terakhir dalam proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi pasien. Dengan prinsip dokumentasi SOAP yaitu :
S : Subjektif, menggambarkan pendokumentasian hanya
pengumpulan data klien melalui anamnase, tanda gejala subjektif yang
diperoleh dari hasil bertanya dari pasien atau keluarga. Catatan ini
berhubungan dengan masalah sudut pandang pasien. Ekspresi pasien
mengenai kekhawatiran dan keluhannya dicatat sebagai kutipan langsung
atau ringkasan yang berhubungan dengan diagnosa.
O : Objektif, menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan
fisik klien, hasil lab, dan test diagnostic lain yang dirumuskan dalam data
focus untuk mendukung assessment. Tanda gejala objektif yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan. Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, auskultasi
dan perkusi. Data ini memberi bukti gejala klinis pasien dan fakta yang
berhubungan dengan diagnosa.
A : Assesment, masalah atau diagnosa yang ditegakkan berdasarkan
data atau informasi subjektif maupun objektif yang dikumpulkan atau
disimpulkan. Karena keadaan pasien terus berubah dan selalu ada informasi
baru baik subjektif maupun objektif, dan sering diungkapkan secara terpisah
pisah, maka proses pengkajian adalah suatu proses yang dinamik. Sering
menganalisa adalah sesuatu yang penting dalam mengikuti perkembangan
pasien dan menjamin suatu perubahan baru cepat diketahui dan dapat diikuti
sehingga dapat diambil tindakan. Menggambarkan pendokumentasian hasil
analisa dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi.
P : Planning, membuat rencana asuhan saat ini dan akan datang untuk
mengusahakan tercapainya kondisi pasien yang sebaik mungkin atau
menjaga/mempertahankan kesejahteraannya. Proses ini termasuk kriteria
tujuan tertentu dari kebutuhan pasien yang harus dicapai dalam batas waktu
tertentu, tindakan yang diambil harus membantu pasien mencapai kemajuan
dalam kesehatan dan harus mendukung rencana dokter jika melakukan
kolaborasi.

Anda mungkin juga menyukai