Anda di halaman 1dari 21

PENDAHULUAN

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi sinus paranasalis. Penyebab


utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Secara
epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila.
Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada (maksilaris,
etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung
selama 3 minggu atau kurang) maupun kronis (berlangsung selama 3-8 minggu
tetapi dapat berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun). Bila
mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua
sinus paranasal disebut pansinusitis.
Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maxilla dan sinusitis
ethmoid, sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid lebih jarang
ditemukan. Pada anak hanya sinus maxilla dan sinus ethmoid yang berkembang
sedangkan sinus frontal dan sinus sphenoid mulai berkembang pada anak berusia
kurang lebih 8 tahun.
Sinus maxilla merupakan sinus yang paling sering terinfeksi, oleh karena
(1) merupakan sinus paranasal terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar
sehingga sekret dari sinus maxilla hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar
sinus maxilla adalah dasar akar gigi (processus alveolaris), sehingga infeksi pada
gigi dapat menyebabkan sinusitis maxilla, (4) ostium sinus maxilla terletak di
meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah
tersumbat.

TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus
yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksillaris, sinusitis ethmoid,
sinusitis frontalis, dan sinusitis sphenoidalis. Bila mengenai beberapa sinus
disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut
pan sinusitis.
1.2. Etiologi

Seperti yang diketahui, terdapat banyak faktor menjadi penyebab sesuatu


penyakit timbul, antaranya faktor internal seperti daya tahan tubuh yang menurun
akibat defisiensi gizi yang menyebabkan tubuh rentan dijangkiti penyakit dan
faktor eksternal seperti perubahan musim yang ekstrim, terpapar lingkungan yang
tinggi zat kimiawi, debu, asap tembakau dan lain-lain.
Faktor-faktor lokal tertentu juga dapat menjadi predisposisi penyakit
sinusitis, berupa deformitas rangka, alergi, gangguan geligi, benda asing dan
neoplasma. Adapun agen etiologinya dapat berupa virus, bakteri atau jamur.

Virus
Sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas,
infeksi virus yang lazim menyerang hidung dan nasofaring juga
menyerang sinus. Mukosa sinus paranasalis berjalan kontinyu dengan
mukosa hidung dan penyakit virus yang menyerang hidung perlu dicurigai
dapat meluas ke sinus. Antara agen virus tersering menyebabkan sinusitis
antara lain: Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus dan
adenovirus.

Bakteri
Organisme penyebab tersering sinusitis akut mungkin sama dengan
penyebab otitis media. Yang sering ditemukan antara lain: Streptococcus
pneumonia, Haemophilus influenza, Branhamella cataralis, Streptococcus
alfa, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Penyebab dari
sinusitis kronik hampir sama dengan bakteri penyebab sinusitis akut.

Namun karena sinusitis kronik berhubungan dengan drainase yang kurang


adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi
yang terlibat cenderung bersifat opportunistik, dimana proporsi terbesar
merupakan bakteri anaerob (Peptostreptococcus, Corynobacterium,
Bacteroides, dan Veillonella).

Jamur
Biasanya

terjadi

pada

pasien

dengan

diabetes,

terapi

immunosupresif, dan immunodefisiensi misalnya pada penderita AIDS.


Jamur penyebab infeksi biasanya berasal dari genus Aspergillus dan
Zygomycetes.
1.3. Epidemiologi
Setiap 1 dari 7 orang dewasa di Amerika Serikat dideteksi positif sinusitis
dengan lebih dari 30 juta manusia didiagnosa sinusitis setiap tahun. Sinusitis lebih
sering terjadi dari awal musim gugur dan musim semi. Insiden terjadinya sinusitis
meningkat seiring dengan meningkatnya kasus asma, alergi, dan penyakit traktus
respiratorius lainnya. Sinusitis lebih sering diderita oleh anak-anak dan dewasa
muda akibat rentannya usia ini dengan infeksi Rhinovirus.
1.4. Klasifikasi
a. Berdasarkan perjalanan penyakit
Akut : beberapa hari sampai 4 minggu
Subakut : 4 minggu sampai 3 bulan
Kronik : lebih dari 3 bulan
b. Berdasarkan letaknya
Sinusitis maksilaris
Sinusitis ethmoidalis
Sinusitis frontalis
Sinusitis sfenoidalis

1.5. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
kelancaran klirens dari mukosiliar di dalam kompleks osteo meatal (KOM).

Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang
berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernapasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak
dan lendir tidak dapat dialirkan karena ostium sinus tersumbat. Maka terjadi
tekanan negatif di dalam rongga sinus terjadinya transudasi, yang mula-mua
cairan serosa. Gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia
menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih
kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen.
Kondisi inilah yang disebut rhinosinusitis non-bacterial.

Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir
sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan
jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi dapat
menjadi manifestasi klinik dari penyakit sinusitis. Polipoid berasal dari edema
mukosa, dimana stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang
sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, dimana mukosa yang
sembab makin membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil.

1.6. Gejala Klinis

Wald mencatat bahwa gejala flu biasa membaik dalam 5 sampai 7 hari,
dan jika gejala menetap lebih dari 10 hari, gejala cenderung menjadi sekunder ke
salah satu sinusitis akut atau gejala persisten dari sinusitis kronis. Gejala sinusitis
kronis berlangsung lebih dari 3 minggu. American Academy of Otolaryngology
membagi kategori gejala untuk menegakan rinosinusitis, yaitu kategori gejala
mayor dan minor. Menurut durasi gejala, rinosinusitis didefinisikan sebagai akut
bila gejala berlangsung 4 minggu atau kurang, subakut bila gejala hadir selama 4
sampai 12 minggu, atau kronis untuk gejala yang berlangsung lebih dari 12
minggu.
Sinusitis akut
Sinusitis akut umumnya dimulai dari infeksi saluran pernafasan atas oleh
virus yang melebihi 10 hari. Organisme yang umum menyebabkan sinusitis akut
termasuk Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza dan Moraxella
catarrhalis. Diagnosis dari sinusitis akut dapat ditegakkan ketika infeksi saluran
napas atas oleh virus tidak sembuh selama 10 hari atau memburuk setelah 5-7
hari.
Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi
virus, terdapat transudasi di rongga-rongga sinus, mula-mula serous yang
biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Selanjutnya diikuti oleh
infeksi bakteri , yang bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus
merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi
purulen.
Sinusitis akut berulang terjadi dengan gejala lebih dari 4 episode per tahun
dengan interval bebas penyakit lain. Eksaserbasi akut rinosinusitis didefinisikan
sebagai memburuknya gejala pada pasien yang sudah didiagnosis rhinosinusitis
secara tiba-tiba, dengan kembali ke gejala awal setelah perawatan. Untuk
mendiagnosis rhinosinusitis memerlukan 2 faktor mayor atau 1 faktor mayor 2
faktor minor. Jika hanya 1 faktor mayor atau 2 faktor minor ini harus dimasukkan
dalam diagnosis diferensial.

SIGNS AND SYMPTOMS ASSOCIATED WITH DIAGNOSIS OF RHINOSINUSITIS (1996


RHINOSINUSITIS TASK FORCE)

Gejala Mayor
Nyeri atau rasa tertekan pada muka

Gejala Minor
Sakit kepala

Kebas atau rasa penuh pada muka

Demam (pada sinusitis kronik)

Obstruksi hidung

Halitosis

Sekret hidung yang purulen, post nasal drip

Kelelahan

Hiposmia atau anosmia

Sakit gigi

Rhinorea

Batuk
Nyeri, rasa tertekan atau rasa penuh pada
telinga

Sinusitis kronik
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Selama
eksaserbasi akut, gejala mirip dengan sinusitis akut, selain itu gejala berupa suatu
perasaan penuh pada wajah dan hidung, dan hipersekresi yang seringkali
mukopurulen. Kadang-kadang hanya satu atau dua dari gejala-gejala dibawah ini
yaitu : sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok,
gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan ke
paru seperti bronkitis (sino-bronkitis), bronkiektasi, dan yang penting adalah
serangan asma yang meningkat dan sulit diobati.
Hidung biasanya sedikit tersumbat, dan tentunya ada gejala-gejala faktor
predisposisi, seperti rinitis alergika yang menetap, dan keluhan-keluhannya yang
menonjol. Pasien dengan sinusitis kronik dengan polip nasi lebih sering
mengalami hiposmia dan lebih sedikit mengeluhkan nyeri atau rasa tertekan
daripada yang tidak memiliki polip nasi.Bakteri yang memegang peranan penting
dalam patogenesis rinosinusitis kronik masih kontroversial. Organisme yang

umum terisolasi pada sinusitis kronik termasuk Staphylococcus aureus, bakteri


anaerob dan gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa.

1.7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Gejala subyektif : Gejala sistemik yaitu : demam dan rasa lesu, serta gejala lokal
yaitu :hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke
nasofaring (postnasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagihari,
nyeri di daerahsinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain.
1. Sinusitis Maksilaris
Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Gejala sinusitis maksilaris
akut berupa demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya
reda dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin. Wajah terasa bengkak,
penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu
naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan
menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat
keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk.7

2. Sinusitis Etmoidalis
Sinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali
bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Dari anamnesis didapatkan nyeri yang
dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri di bola
mata atau di belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis,

post nasal drip dan sumbatan hidung. Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan
pada pangkal hidung.
3. Sinusitis Frontalis
Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan
memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga
menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila
disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supra orbita. Pemeriksaan fisik,
nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi di atas daerah sinus yang terinfeksi
merupakan tanda patognomonik pada sinusitis frontalis.
4. Sinusitis Sfenoidalis
Sinusitis sfenoidalis dicirikan oleh nyeri kepala yang mengarah ke
verteks kranium. Penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis dan
oleh karena itu gejalanya menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya.

Gejala Obyektif : Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan


kelopak matabawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak
mata atas, pada sinusitis ethmoid jarang timbul pembengkakan kecuali jika

terdapat komplikasi.
Pada rhinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema,
pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior
tampak nanah di meatus medius,sedangkan pada sinusitis ethmoid
posterior dan sinusitis sphenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.
(Pada sinusitis akut tidak ditemukan polip,tumor maupun komplikasi
sinusitis. Jika ditemukan maka kita harus melakukan penatalaksanaan yang

sesuai).
Pada rinoskopi posterior tampak pus di nasofaring (post nasal drip).
Pada posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang
lebih 5 menit, dan provokasi test, yakni suction dimasukkan pada hidung,
pemeriksa memencet hidung pasien kemudian pasien disuruh menelan
ludah dan menutup mulut dengan rapat. Jika positif sinusitis maksilaris,
maka akan keluar pus dari hidung.

Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk


mengevaluasi sinus paranasal adalah; pemeriksaan foto kepala dengan
berbagai posisi yang khas, pemeriksaan tomogram dan pemeriksaan CTScan. Dengan pemeriksaan radiologis tersebut para ahli radiologi dapat
memberikan gambaran anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan
patologis pada sinus paranasalis dan struktur tulang sekitarnya, sehingga
dapat memberikan diagnosis yang lebih dini.

Pemeriksaan foto kepala


Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal
terdiri atas berbagai macam posisi antara lain:
a. Foto kepala posisi anterior-posterior ( AP atau posisi Caldwell)
Foto ini diambil pada posisi kepala meghadap kaset, bidang
midsagital kepala tegak lurus pada film. Idealnya pada film tampak
pyramid tulang petrosum diproyeksi pada 1/3 bawah orbita atau pada
dasar orbita. Hal ini dapat tercapai apabila orbito-meatal line tegak
lurus pada film dan membentuk 1500 kaudal.

Foto kepala posisi Caldwell

Foto konvensional caldwell posisi PA menunjukkan air fluid level pada


sinus maxillaris merupakan gambaran sinusitis akut
b. Foto kepala lateral
Dilakukan dengan film terletak di sebelah lateral dengan
sentrasi di luar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar
sinus maksilaris berhimpit satu sama lain.

Foto lateral menunjukkan gambaran air fluid level di sinus


maksilla
Pada sinusitis tampak :
- penebalan mukosa
- air fluid level (kadang-kadang)
- perselubungan homogen pada satu atau lebih sinus para nasal
- penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus
kronik)
c. Foto kepala posisi waters

10

Foto ini dilakukan dengan posisi dimana kepala menghadap


film, garis orbito meatus membentuk sudut 370 dengan film. Pada
foto ini, secara ideal piramid tulang petrosum diproyeksikan pada
dasar sinus maxillaris sehingga kedua sinus maxillaris dapat
dievaluasi sepenuhnya. Foto Waters umumnya dilakukan pada
keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan dapat
menilai dinding posterior sinus sphenoid dengan baik.

d. Foto kepala posisi Submentoverteks


Foto diambil dengan meletakkan film pada vertex, kepala
pasien menengadah sehingga garis infraorbito meatal sejajar
dengan film. Sentrasi tegak lurus film dalam bidang midsagital
melalui sella turcica kearah vertex. Posisi ini biasa untuk melihat
sinus frontalis dan dinding posterior sinus maxillaris.

e. Foto posisi Rhese

11

Posisi Rhese atau oblique dapat mengevaluasi bagian


posterior sinus ethmoidalis, kanalis optikus, dan lantai dasar orbita
sisi lain.

f. Foto kepala posisi Towne


Posisi ini diambil dengan berbagai variasi sudut angulasi
antara 300-600 ke arah garis orbitomeatal. Sentrasi dari depan kirakira 8 cm diatas glabela dari foto polos kepala dalam bidang
midsagital.proyeksi ini paling baik untuk menganalisis dinding
posterior sinus maxillaris, fisura orbitalis inferior, kondilus
mandibularis dan arkus zigomatikus posterior.

Pemeriksaan CT-Scan
Pemeriksaan CT-Scan sekarang merupakan pemeriksaan yang
sangat unggul untuk mempelajari sinus paranasal, karena dapat
menganalisis dengan baik tulang-tulang secara rinci dan bentuk-bentuk
jaringan lunak, irisan axial merupakan standar pemeriksaan paling baik
yang dilakukan dalam bidang inferior orbitomeatal (IOM). Pemeriksaan
ini dapat menganalisis perluasan penyakit dari gigi geligi, sinus-sinus
dan palatum, terrmasuk ekstensi intrakranial dari sinus frontalis.

12

Foto normal CT Scan sinus Maxilla

Foto CT scan posisi coronal memperlihatkan gambaran sinusitis maxilla dengan


penebalan dinding mukosa di sinus maxilla kanan

Pemeriksaan MRI
MRI memberikan gambaran yang lebih baik dalam membedakan
struktur jaringan lunak dalam sinus. Kadang digunakan dalam kasus
suspek tumor dan sinusitis fungal. Sebaliknya, MRI tidak mempunyai
keuntungan dibandingkan dengan CT Scan dalam mengevaluasi sinusitis.
MRI memberi hasil positif palsu yang tinggi, penggambaran tulang yang
kurang, dan biaya yang mahal. MRI membutuhkan waktu lama dalam
penyelesaiannya dibandingkan dengan CT Scan yang relatif cukup cepat
dan sulit dilakukan pada pasien klaustrofobia.
MRI mungkin merupakan pilihan terbaik untuk mendeteksi dan
mengenali mukokel. MRI dengan kontras merupakan teknik terbaik
untuk mendeteksi empiema subdural atau epidural.

Foto MRI normal sinus

13

MRI menunjukkan ekstensi intraorbital sinus ethmoid bagian kanan

1.8 Diagnosis Banding


Gejala

Sinusitis akut

Sinusitis kronik

Rinitis alergi

Common cold

ISPA bakteri

Migr

Nyeri
Wajah
Waktu

Ada, berat

Ada, tidak dominan

Jarang

Tidak ada

Tidak ada

Kada

> 10-14 hari, < 4


minggu

>12 mggu
Hilang timbul

Tidak pasti

7-10 hari

10-14 hari

Berva

Sekret

Kental, tebal,
putih-kuning-hijau
Ada

Encer tipis,
bening
Jarang

Agak encer
bening putih
Jarang

Kental putihkuning-hijau
Ada

Tidak

PND

Kental putihkuning-hijau
Ada

Demam

Ada

Kadang

Tidak ada

Kadang

Ada

Kada

Batuk

Kronik

Kronik

Kadang

Ada

Ada

Tidak

gejala

Sinusitis akut

Sinusitis
kronik

Rinitis alergi

Common cold

ISPA bakteri

Migrain

Sakit
kepala

Ada

Tidak ada

Jarang

Jarang

Kadang

Nyeri
hebat

Sakit gigi

Sinusitis
maksilaris
Ada

Sinusitis maksilaris

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Kadang

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Ada

Ada

Kadang

Ada

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Kadang

Ada

Ada

Ada

Tidak ada

Nafas
berbau
Hidung
tersumbat
bersin

14

Tidak

khas

Gejala pada
hidung
cenderung
bilateral

Timbul gejala di
tempat lain

Gejala pada hidung cenderung unilateral

Sakit
kepala
hebat,
berdenyut
-denyut

1.9 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah :
1) Mempercepat penyembuhan
2) Mencegah komplikasi
3) Mencegah perubahan menjadi kronik

Antibiotik merupakan kunci dalam penatalaksanaan sinusitis supuratif


akut. Amoksisilin merupakan pilihan tepat untuk kuman gram positif dan negatif.
Vankomisin untuk kuman S. pneumoniae yang resisten terhadap amoksisilin.
Pilihan terapi lini pertama yang lain adalah kombinasi eritromicin dan
dulfonamide atau cephalexin dan sulfonamide.
Terapi antibiotic harus diteruskan minimum 1 minggu setelah gejala
terkontrol. Lama terapi rata-rata 10 hari. Karena banyaknya distribusi ke sinussinus yang terlibat, perlu mempertahankan kadar antibiotika yang adekuat bila
tidak, mungkin terjadi sinusitis supuratif kronik.
Tindakan lain yang dapat dilakukan untuk membantu memperbaiki
drainase dan pembersihan secret dari sinus. Untuk sinusitis maxillaris dilakukan
pungsi dan irigasi sinus, sedangkan untuk sinusitis ethmoidalis frontalis dan
sinusitis sphenoidalis dilakukan tindakan pencucian Proetz. Irigasi dan pencucian
dilakukan 2 kali dalam seminggu. Bila setelah 5 atau 6 kali tidak ada perbaikan
dan klinis masih tetap banyak secret purulen, maka perlu dilakukan bedah radikal.
Antibiotik parenteral diberikan pada sinusitis yang telah mengalami
komplikasi seperti komplikasi orbita dan komplikasi intrakranial, karena dapat
menembus sawar darah otak. Ceftriakson merupakan pilihan yang baik karena

15

selain dapat membasmi semua bakteri terkait penyebab sinusitis, kemampuan


menembus sawar darah otaknya juga baik.
Pada sinusitis yang disebabkan oleh bakteri anaerob dapat digunakan
metronidazole

atau

klindamisin.

Klindamisin

dapat

menembus

cairan

serebrospinal. Antihistamin hanya diberikan pada sinusitis dengan predisposisi


alergi. Analgetik dapat diberikan. Kompres hangat dapat juga dilakukan untuk
mengurangi nyeri.
Untuk pasien yang menderita alergi, pengobatan alergi yang dijalani
bermanfaat. Pengontrolan lingkungan, steroid topical, dan imunoterapi dapat
mencegah eksesarbasi rhinitis sehingga mencegah perkembangannya menjadi
sinusitis.
1.8.1.Dekongestan

Dekongestan Oral (Lebih aman untuk penggunaan jangka panjang)


Phenylproponolamine dan pseudoephedrine, yang merupakan agonis alfa

adrenergik. Obat ini bekerja pada osteomeatal komplek


Dekongestan topikal
Phenylephrine Hcl 0 , 5 % dan oxymetazoline Hcl 0,5 % bersifat
vasokonstriktor lokal.Obat ini bekerja melegakan pernapasan dengan
mengurangi oedema mukosa.

1.8.2.Anti Histamin dan Kortikosteroid

Antihistamin serta kortikosteroid diberikan lebih khusus untuk penderita


sinusitis yangdicetuskan karena keadaan rhinitis alergi.

1.8.3.Anti Histamin

Antihistamin golongan II yaitu Loratadine. Anti histamingolongan II


mempunyai keunggulan, yaitu lebih memiliki efek untuk mengurangi
rhinore, danmenghilangkan obstruksi, serta tidak memiliki efek samping
menembus sawar darah otak

1.8.4.Kortikosteroid

16

bisa diberi oral ataupun topikal, namun pilihan disini adalah kortikosteroid
oralyaitu metil prednisolon, efek samping berupa retensi air sangat
minimal, begitupula denganefek terhadap lambung juga minimal.
Tindakan bedah sederhana pada sinusitis maksilaris kronik adalah

nasoantrostomi ataupembentukan fenestra nasoantral.


Irigasi Antrum
-

Jalur insersi trokar pada irigasi antrum maksilaris biasanya di bawah


konka inferior

Sebelumnya dilakukan kokainisasi membran mukosa (jarum menembus


meatus inferior ditusukkan)

Jalur Alternatif
Pendekatan sublabial di mana jarum ditusukkan jarum ditusukkan lewat celah
bukalis gusi menembus fossa insisiva.
Irigasi antrum maksilaris dilakukan dengan mengalirkan larutan salin hangat
melalui fossa incisivus ke dalam antrum maksilaris. Cairan ini kemudian akan
mendorong pus untuk keluar melalui ostium normal.

17

Ekmoidektomi dilakukan pada sinusitis etmoidalis. Frontoetmoidektomi eksternal


dilakukan pada sinusitis frontalis. Eksplorasi sfenoid dilakukan pada sinusitis
sfenoidalis. Pembedahan sinus endoskopik merupakan suatu teknik yang
memungkinkan visualisasi yang baik dan magnifikasi anatomi hidung dan ostium
sinus normal bagi ahli bedah, teknik ini menjadi populer akhir-akhir ini.
Indikasi Pembedahan
1. Sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat
2. Sinusitis kronik + kista /kelainan irreversibel
3. Jika sudah ada komplikasi ke orbita atau intrakranial.
4. nyeri yang hebat akibat sekret yang tertahan oleh sumbatan dapat menjadi
indikasi untuk melakukan pembedahan
5. Polip ekstensif
6. Komplikasi sinusitis dan sinusitis jamur

18

1.8. Komplikasi
Sinusitis merupakan suatu penyakit yang tatalaksananya berupa rawat jalan.
Pengobatan rawat inap di rumah sakit merupakan hal yang jarang kecuali jika ada
komplikasi dari sinusitis itu sendiri. Walaupun tidak diketahui secara pasti, insiden
dari komplikasi sinusitis diperkirakan sangat rendah. Salah satu studi menemukan
bahwa insiden komplikasi yang ditemukan adalah 3%. Sebagai tambahan, studi
lain menemukan bahwa hanya beberapa pasien yang mengalami komplikasi dari
sinusitis setiap tahunnya. Komplikasi dari sinusitis ini disebabkan oleh
penyebaran bakteri yang berasal dari sinus ke struktur di sekitarnya. Penyebaraan
yang tersering adalah penyebaran secara langsung terhadap area yang mengalami
kontaminasi.
Komplikasi dari sinusitis tersebut antara lain:
a) Peradangan atau reaksi edema yang ringan
b) Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif
menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk
c) Abses subperiosteal. Pus terkumpul di antara periorbita dan dinding
tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis
d) Abses periorbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan
bercampur dengan isi orbita

19

e) Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat


penyebaran bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus di
mana selanjutnya terbentuk suatu tromboflebitis septic
f)Abses Subperiosteal
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya
antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis
kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.
CT scan merupakan suatu modalitas utama dalam menjelaskan derajat
penyakit sinus dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan
kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronik
atau berkomplikasi.
1.9. Prognosis
Sinusitis akut memiliki prognosis yang sangat baik, dengan perkiraan 70%
penderita sembuh tanpa pengobatan. Sedangkan sinusitis kronik memiliki
prognosis yang bervariasi. Jika penyebabnya adalah kelainan anatomi dan telah
diterapi dengan bedah, maka prognosisnya baik.lebih dari 90% pasien membaik
dengan intervensi bedah, namun pasien ini kadang mengalami kekambuhan.19

SINUSITIS JAMUR
Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, jarang ditemukan.
Angka kejadian meningkat seiring dengan meningkatnya pemakaian antibiotic,
kortikosteroid, obat-obat imunosupresan dan radioterapi. Factor predisposisi
antara lain DM, neutropenia, AIDS, dan perawatan yang lama di RS. Jenis jamur
yang sering menyerang adalah spesies Aspergilus dan Candida.
Perlu diwaspadai adanya sinusitis jamur bila ditemukan:
-

Sinusitis unilateral yang sukar disembuhkan dengan antibiotic


Adanya gambaran kerusakan tulang dinding sinus
Atau bila ada membrane berwarna putih keabu-abuan pada irigasi antrum

20

Klasifikasi:
1. Sinusitis bentuk invasive
a. Invasive akut fulminant : ada invasi jamur ke jaringan dan
vascular, sering terjadi pada pasien DM tidak terkontrol, pasien
dengan

imunosupresi

seperti

leukemia

atau

neutropenia,

pemakaian steroid lama dan terapi imunosupresan. Infeksi dapat


menyebar dengan cepat dan dapat merusak dinding sinus, jaringan
orbita dan sinus kavernosus. Di kavum nasi mukosa berwarna birukehitaman da nada mukosa konka atau septum yang nekrotik.
Sering berkahir dengan kematian.
b. Invasive kronik : terjadi pada pasien dengan gangguan imunologik
atau metabolik seperti DM. bersifat kronis progresif dan bisa juga
menginvasi sampai ke orbita atau intracranial, tetapi gambaran
klinisnya tidak sehebat bentuk fulminant karena perjalanan
penyakitnya lebih lambat. Gejalanya seperti sinusitis bacterial,
tetapi secret hidungnya kental dengan bercak-bercak kehitaman,
bila dilihat dari mikroskop terdapat koloni jamur.
2. Sinusitis bentuk noninvasive atau misetoma
Merupakan kumpulan jamur didalam rongga sinus tanpa invasi kedalam
mukiosa dan tidak mendestruksi tulang. Sering mengenai sinus maksila.
Gejala klinis menyerupai sinusitis kronis berupa rinorea purulent, post
nasal drip, dan napas bau. Kadang-kadang ada massa jamur di kavum nasi.
Pada operasi ditemukan materi jamur berwarna coklat kehitaman dan
kotor dengan atau tanpa pus didalam sinus.
Terapi
-

Sinusitis jamur invasive : pembedahan, debrideman, anti jamur sistemik


dan pengobatan terhadap penyakit dasar. Obat standar adalah amfoterisin

B, bisa ditambah rifampisin atau flutosin agar lebih efektig


Misetoma : terapi bedah

21

Anda mungkin juga menyukai