SINUS PARANASALIS
Dosen Pembimbing : Kasimin, SH, M.Kes
DI SUSUN OLEH :
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberi
rahmat dan karunianya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah ini. Dimana tugas makalah ini penulis sajikan dalam bentuk baku
dan sederhana. Adapun judul tugas makalah ini adalah “Teknik Radiografi
Sinus Paranasalis”.
PENULIS
2
DAFTAR ISI
Kata pengantar ………………………………………………………….…...2
c. Tujuan ……………………………………..………………............4
1) Sinus Maksila.............................................………………….........8
2) Sinus Frontal………………......................................……….........8
1) Kesimpulan......................................................................................20
2) Saran ...............................................................................................20
Daftar Pustaka ...................................................................................................21
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sinus adalah rongga udara yang terdapat dia area wajah yang terhubung dengan
hidung. Fungsi dari rongga sinus adalah untuk menjaga kelembapan hidung dan menjaga
pertukaran udara di daerah hidung. Rongga sinus sendiri terdiri dari 4 jenis, yaitu Sinus
Frontal yang terletak di atas mata dibagian tengah dari masing masing alis. Sinus
maxillary yang terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung. Sinus Ethmoid
terletak diantara mata tepat di belakang tulang hidung. Sinus Sphenoid terletak di
belakang sinus ethmoid dan di belakang mata.
Dalam rongga sinus terdapat lapisan yang terdiri dari bulu bulu halus yang
disebut dengan cilia. Fungsi dari cilia ini adalah untuk mendorong lendir yang di
produksi di dalam sinus menuju ke saluran pernafasan. Gerakan cilia mendorong lendir
ini berguna untuk membersihkan saluran nafas dari kotoran ataupun organisme yang
mungkin ada. Ketika lapisan rongga sinus ini membengkak maka cairan lendir yang ada
tidak dapat bergerak keluar dan terperangkap di dalam rongga sinus. Jadi sinusisitis
terjadi karena peradangan di daerah lapisan rongga sinus yang menyebabkan lendir
terperangkap di rongga sinus dan menjadi tempat timbulnya bakteri, keadaan ini lah
yang disebut sinusitis.
Penyebab sinusitis menurut Lucas seperti yang dikutip Moh. Zaman, etiologi
sinusitis sangat kompleks, hanya 25% disebabkan oleh infeksi, sisanya yang 75%
disebabkan oleh alergi dan ketidakseimbangan pada sistem saraf otonom yang
menimbulkan perubahan perubahan pada mukosa sinus. Sinusitis dapat menyebabkan
seseorang menjadi sangat sensitif terhadap beberapa bahan, termasuk perubahan cuaca
pencemaran alam sekitar. Pasien sinusitis biasanya datang ke dokter dengan keluhan
sakit kepala (cephalgia) pada daerah sinus dan bernafas menggunakan mulut.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah teknik pemeriksaan secara radiografi pada sinus paranasalis?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan mempelajari teknik radiografi yang digunakan pada sinus
paranasalis
2. Dapat mengetahui dan melakukan teknik pemeriksaan pada sinus paranasalis
4
BAB II
PEMBAHASAN MATERI
Keterangan :
Pada gambar 1 tampak kerangka luar hidung yang terdiri dari dua tulang
hidung, processus frontal tulang maksila, kartilago lateralis superior, sepasang kartilago
lateralis inferior dan tepi anterior kartilago septum nasi. Tepi medial kartilago lateralis
superior menyatu dengan kartilago septum nasi dan tepi atas melekat erat dengan
permukaan bawah tulang hidung serta processus frontal tulang maksila. Tepi bawah
kartilago lateralis superior terletak di bawah tepi atas kartilago lateralis inferior. Hidung
berbentuk piramid, kira-kira dua per lima bagian atasnya terdiri dari tulang dan tiga per
lima dibawahnya tulang rawan.
Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks, agak ke atas dan belakang dari
apeks disebut batang hidung atau dorsum nasi, yang berlanjut sampai ke pangkal hidung
dan menyatu dengan dahi, yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu di
5
posterior bagian tengah bibir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik
pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung.
Dasar hidung dibentuk oleh processus palatina (1/2 bagian posterior) yang
merupakan permukaan atas lempeng tulang tersebut.
Keterangan :
1. Cartilage alarm
a. Medial curs
b. Lateral curs
2. Spins hidings anterior
3. Fibro alveolar
4. Cartilage sepal
5. Suture intermaksilaris
Pada tulang tengkorak, lubang hidung yang berbentuk segitiga disebut apertura
piriformis. Tepi latero superior dibentuk oleh kedua tulang hidung dan processus frontal
tulang maksila. Pada gambar dua memperlihatkan tonjolan di garis tengah hidung yang
disebut spina hidungis anterior. Bagian hidung bawah yang dapat digerakkan terdiri dari
dua tulang alar (lateral inferior) dan kadang-kadang ada tulang sesamoid di lateral atas.
Tulang rawan ini melengkung sehingga membuat bentuk nares. Kedua krus medial
dipertemukan di garis tengah oleh jaringan ikat dan permukaan bawah septum oleh kulit.
Di dekat garis tengah, krus lateral sedikit sedikit tumpang tindih dengan kartilago
lateralis superior. Krus medial saling terikat longgar dengan sesamanya.
Tulang hidung merupakan tulang yang rata, yang satu dengan yang lain
bersendi di garis tengah menuju jembatan hidung, masing-masing tulang berbentuk
empat persegi panjang yang mempunyai dua permukaan dan empat pinggir. Nares
anterior menghubungkan rongga hidung dengan dunia luar. Nares anterior lebih kecil
dibandingkan dengan nares posterior yang berukuran kira-kira tinggi 2,5 cm dan lebar
1,25 cm.
6
Gambar 3. Permukaan medialis tulang hidung kiri (Bajpai, 1991)
Keterangan :
1. Pinged superior
2. Pinged medial is Dan Krista maxillaries
3. Foramen vaskuler
4. Sulkus untuk nervus ethmoidalis
5. Pinggir lateral
7
tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus
mempunyai muara ke rongga hidung.
a. Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus maksila
berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan permukaan fasial os
maksila yang disebut fossa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-
temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding
superiornya adalah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris
dan palatum. Ostinum sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial
sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infindibulum etmoid.
b. Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal berasal dari sel-sel resesus frontal
atau dari sel-sel infundibulum etmoid.Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak
simetris, satu lebih besar dari pada lainnya dan dipisahkan oleh sekret yang
terletak di garis tengah.
8
Rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisakan oleh tulang
yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus
frontal mudah menjalar ke daerah ini.
c. Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi
dan akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi
bagi sinus-sinus lainnya. Bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di
bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cm dan
lebarnya 0.5 cm di bagian anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut
resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar
disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang
disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan
atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan
pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sisnusitis maksila.
d. Sinus Spenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid
posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid.
Ukuran tingginya 2cm, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya
bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nerbus di
bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan
tampak sebagai indentasi pada dinding sinus etmoid.
9
C. Indikasi Pemeriksaan Radiologi Nasal Bone dan Sinus
Paranasal
a. Fraktur
Fraktur nasal adalah terjadinya diskontinuitas jaringan tulang (patah
tulang) yang biasanya disebabkan benturan keras.
b. Polyp nasi
Polyp nasi adalah seperti pembengkakan tumbuh didalam hidung atau
sinus namun bukan kanker.
c. Sinusitis
Sinusitis adalah inflamasi atau peradangan pada mukosa sinus paranasal,
dimana mukosa tampak oedema (bengkak) danadanya bendungan.
10
2. Perkenalan Diri
a. Radiografer memperkenalkan diri dengan memberi salam, menyebutkan nama
dan unit tugasnya kepada pasien
b. Contoh : “ selamat pagi nama saya Ridwan, saya Radiografer yang akan
melakukan pemeriksaan radiologi kepada bapak / ibu “
7. Persiapan Alat
a. Pesawat sinar-X siap pakai + bucky
b. Kaset radiografi dan Imejing plate ukuran 18x24 cm
c. Marker, plester dan gunting
d. Meteran
e. Lead apron
1. Proyeksi Lateral
a. Posisipasien (PP)
Pasien semiprone atau duduk dengan kepala diposisikan true lateral.
b. Posisiobjek (PO)
11
1) Kepala diposisikan true lateral sehingga MSP kepala sejajar dengan
bidang film
2) Mengatur interpopulari line (IPL) tegak lurus dengan kaset / meja
pemeriksaan.
3) Nasal bonespadatengahkaset.
c. Pengaturan sinar dan eksposi :
1) Arah sumbu sinar/central ray (CR) : Tegak lurus terhadap
kaset
2) Titik bidik/central point (CP) : Pada pertengahan
nasal bones
3) Focus film distance (FFD) : 100 cm
4) Faktor eksposi : 55kVp, 18mAs, grid,
kaset 18 x 24 cm
d. Kriteria Radiograf :
1) Tampak nasal bones pada proyeksi lateral
2) Nasal Bones tidak rotasi
3) Tampak soft tissue nasal pada sisi yang dekat dengan kaset
4) Luas lapangan sesuai ukuran obyek yang diperiksa
2. Proyeksi Tangential
a. Posisi Pasien (PP)
12
Pasien diposisikan tiduran/ posisi duduk
b. Posisi Objek (PO)
1) Memposisikan MSP kepala pasien dengan anterior dagu pada
pertengahan kaset
2) Glabelloalveolar line tegak lurus terhadap kaset
3) Memposisikan kepala pasien sehingga MSP tegak lurus pada kaset.
c. Pengaturan sinar dan eksposi :
1) Arah sumbu sinar/central ray (CR) : Arah sinar menuju
glabello alveolar
tegak lurus terhadap
kaset
2) Titik bidik/central point (CP) : Pada pertengahan
nasal bones
3) Focus film distance (FFD) : 100 cm
4) Faktor eksposi : 55kVp, 20mAs, grid,
kaset 18 x 24
d. Kriteria Radiograf :
1) Tampak nasal bones superimposition minimal (kecuali : tulang
hudung pendek, gigi menonjol kedepan)
2) Nasal Bones tidak rotasi
3) Tampak soft tissue nasal
4) Luaslapangansesuaiukuranobjek yang diperiksa
13
B. PROSEDUR PEMERIKSAANSINUS PARANASAL
1. Proyeksi Lateral
a. Posisi Pasien (PP)
Pasien berdiri / duduk didepan grid dengan posisi badan RAO/ LAO
sehingga kepala dapat true lateral, lengan diatur dalam posisi nyaman,
dengan bahu diatur simestris.
14
2. Proyeksi PA Axial (Caldwell)
a. Posisi Pasien (PP)
Pasien berdiri / duduk menghadap kaset / standbucky, menempatkan
telapak tangan pada masing-masing kedua sisi kepala agar tidak gerak.
b. Posisi Objek (PO)
1) MSP kepala tegak lurus film pada pertengahan grid / kaset / film
2) Kening dan hidung menempel grid / kaset / film, pertengahan kaset
diatur setinggi nasion
3) Leher fleksi sehingga OML tegak lurus bidang film
d. Kriteria Radiograf
1) Tampak sinus frontal terletak di atas sutura fronto-nasal
2) Tampak sinus ethmoidalis anterior dibawah sinus frontalis
3) Tidak terjadi rotasi.
15
3. Proyeksi Parieto - Acanthial (Waters) Close-Mouth Waters Method
a. Posisi Pasien (PP)
Pasien berdiri menghadap standbucky, bahu simestris dan menempatkan
telapak tangan pada samping tubuh.
b. Posisi Objek (PO)
1) Mengatur MSP kepala tegak lurus film pada pertengahan kaset.
2) Dagu menempel kaset.
3) Kepala diekstensikan sehingga OML membentuk sudut 37⁰
terhadap bidang film → MML (mento meatal line) tegak lurus
bidang film.
c. Pengaturan sinar dan eksposi
1) Arah sumbu sinar/ CR : Horizontal tegak lurus kaset
2) CP : Acanthion; sinar masuk
ocipital melalui sellaturcica
keluar melalui acanthion
3) FFD : 100 cm
4) Faktor Eksposi : 70 kVp, 20 mAs, grid, kaset
18 x 24 cm
d. Kriteria Radiograf
1) Sinus maksillaris tampak tidak super posisi dengan prosesus
alveolar dan petrous ridge.
2) Inferior orbital rim tampak.
3) Sinus frontal tampak oblique.
4) Tidakterjadirotasi.
16
4. Proyeksi Parieto - Acanthial (Waters) Open-Mouth Waters Method
Tujuan membuka mulut adalah untuk melihat sinus maxillaris dan sinus
sphenoid
a. Posisi Pasien (PP)
Mengatur pasien dalam keadaan berdiri menghadap standbucky, bahu
simestris dan menempatkan telapak tangan di samping tubuh.
b. Posisi Objek (PO)
1) MSP kepala tegak lurus film pada pertengahan kaset.
2) Dagu menempel kaset.
3) Kepala ekstensi sehingga OML membentuk sudut 37⁰ terhadap
bidang film → MML (mento meatal line) tegak lurus bidang kaset.
4) Pasien perlahan-lahan membuka mulut dengan lebar disamping
mempertahankan posisi.
c. Pengaturan sinar dan eksposi
1) Arah sumbu sinar/ CR : Horizontal tegak lurus kaset
2) CP : Acanthion; sinar masuk
ocipital melalui sellaturcica
keluar melalui acanthion
3) FFD : 100 cm
4) Faktor Eksposi : 70 kVp, 20 mAs, grid, kaset
18x24 cm
d. Kriteria Radiograf
1) Sinus maksillaris tampak tidak super posisi dengan prosesus
alveolar dan petrous ridges.
2) Inferior orbital rim tampak.
3) Sinus frontal tampak oblique.
4) Tampak sinus spenoid dengan membuka mulut.
5) Tidak terjadi rotasi.
17
5. Proyeksi Submentovertex (SMV)
a. Posisi Pasien (PP)
Mengatur pasien dalam keadaan erect (berdiri), jika
memungkinkan untuk menampakkan batas ketinggian cairan.
b. Posisi Objek (PO)
1) MSP tegak lurus kaset
2) Menengadahkan dagu, hyper extensikan leher jika memungkinkan
hingga IOML paralel kaset.
3) Puncak kepala menempel pada kaset.
c. Pengaturan sinar dan eksposi
1) Arah sumbu sinar/ CR : tegak lurus IOML
2) CP : jatuh di pertengahan sudut
mandibular
3) FFD : 100 cm
4) Faktor Eksposi : 70 – 80 kV, Grid, kaset
18x24 cm.
d. Kriteria Radiograf
1) Tampak sinus sphenoid, ethmoid, maksillaris dan fossa nasal.
2) Tidak terjadi rotasi.
18
19
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari paparan atau penjelasan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa sinus
bagian nasal bone.Sedangkan sinus terdiri dari sinus frontal, sinus ethmoid, sinus maksila, dan
sinus spenoid. Pada pemeriksan radiografi untuk nasal bone menggunakan proyeksi lateral dan
tangensial. Sedangkan pada paranasal mengunakan proyeksi lateral, proyeksi AP axial
(caldwell), proyeksi Parieto - Acanthial (Waters) Close-Mouth Waters Method, proyeksi
Parieto - Acanthial (Waters) Open-Mouth Waters Method, dan proyeksi Submentovertex
(SMV).
Pada nasal bone mupun paranasal mempunyai berbagi indikasi seperti Fraktur,
polypnasi, dan Sinusitis.
SARAN
Setelah membaca laporan ini penulis mengharapkan agar pembaca dapat memahami anatomi
abdomen, jenis pemeriksaan, serta indikasinya.
20
DAFTAR PUSTAKA
Merrill’s Satlas of Radiographic Positioning & Procedudures vol. 2
Bontranger, 2001
21