Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat, anugerah, serta hidayahnya kepada kita semua sehingga
dapat menyelesaikan makalah Teknik Radiografi tentang “Wrist Joint”. Makalah ini
disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Teknik Radiografi 1 (G1). Dalam
kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sedalam – dalamnya kepada
Yth :

1. Ibu Ni Putu Rita Jenyanthi, S.ST, M.Tr.ID selaku dosen mata kuliah Teknik Radiografi 1
(G1)

2. Orang tua kami yang telah membantu baik moral maupun materi

3. Teman-teman satu kelompok yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna,
baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen mata
kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa
yang akan datang. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para mahasiswa radiologi
khususnya dan bagi dunia pendidikan umumnya.

Om Santih, Santih, Santih, Om

Denpasar, 22 Oktober 2022

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………………..i

KATA PENGANTAR………………………………………………………………….ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………iii

BAB I
PENDAHULUAN………………………………………………………….

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………….

1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………………..

1.4 Manfaat Penulisan……………………………………………………….

1.5 Sistematika Penulisan ………………………………………………….

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………….

TINJAUAN TEORI …………………………………………………….

2.1 Anatomi Wrist Joint…………………………………………………………..

2.2 Patologi……………………………………………………………………

2.3 Prosedur Pemeriksaan Radiografi Wrist Joint ………………………….

2.4 Proteksi Radiasi…………………………………………………………….

BAB III HASIL……………………………………………………………….

3.1 Jurnal Kasus Wrist Joint…………………………………………………….

BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………………………….

4.1 Pembandingkan Kasus pada Jurnal dengan Teori………………………….

BAB V PENUTUP………………………………………………….

5.1 Kesimpulan……………………………………………………………….

5.2 Saran……………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, manusia atau ahli medis menggunakan


teknologi untuk membantu pengobatan. Di sisi lain keamanan teknologi tersebut
terhadap mahkluk hidup juga harus diperhatikan agar tidak memperburuk keadaan
pasien. Salah – satu teknologi yang dikembangkan dikalangan ahli media untuk
mengobati pasiennya adalah sinar – x. ahli medis menggunakan sinar – x untuk
memotret kedudukan tulang atau organ dalam tubuh manusia.

 Sinar – X

a. Pengertian Sinar – X

Sinar – x merupakan pancaran dari gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan


gelombang radio, panas, cahaya dan sinar ultraviolet, tetapi dengan gelombang yang sangat
pendek. Sinar – x ditemukan oleh Willhem Conrad Rontgen, beliau berasal dari Jerman yang
merupakan seorang fisikiawan. Ditemukan pada hari Jumat, pada tanggal 8 November 1895 di
sebuah laboratorium. Sinar – x mempunyai sifat heterogen serta memiliki panjang gelombang
yang bervariasi dan tidak terlihat. perbedaan sinar – x dengan sinar elektromagnetik lainnya
juga terletak pada panjang gelombang. Sinar – x memiliki panjang gelombang yaitu 1/10.000
cm panjang gelombang cahaya, karena memiliki panjang gelombang yang pendek maka sinar –
x dapat menembus benda-benda. Panjang gelombang elektromagnetik dinyatakan dalam satuan
angstrom 1A= cm. (1/100.000.000cm).

Pada bidang radiologi manfaat Sinar-X sangat banyak salah satunya digunakan untuk
melakukan pencitraan terhadap tubuh manusia. Penggolongan pengaturan jarak sinar-x
diantaranya adalah Focus Film Distance (FFD) dan Focus Obyek Distance (FOD). FFD adalah
pengaturan jarak antara sumber sinar-x ke film. Pengaturan FFD untuk pemotretan radiografi
berkisar antara (70 – 150) cm, tergantung dengan jenis pemeriksaan yang dilakukan. Sedangkan
FOD adalah pengaturan jarak antara sumber sinar ke objek. Pengaturan FOD ini perlu dilakukan
agar dapat mengetahui ketebalan objek yang akan di foto.

b. Terbentuknya Sinar – X
Sinar – x diproduksi dalam tabung yang hampa udara, didalamnya terdapat filament
sebagai katoda (bermuatan negative) dan bidang target sebagai anoda (bermuatan positif).
Filamen diberikan kuat arus sehingga filamen berpijar (menyala) dari pijaran filamen
menghasilkan panas, semakin tinggi panas pijaran akan keluar elektron. Semakin lama akan
terjadi kabut elektron atau awan elektron. Antara anoda dan katoda diberi beda potensial yang
tinggi -+ 40kV (40.000 volt), yang menyebabkan elektron bergerak dengan kecepatan tinggi
dari katoda menuju anoda, hingga menumbuk bidang target (anoda). Hasil dari peristiwa ini
selanjutnya terbentuk radiasi sinar – x yang berkisar 1% dari jumlah energi 9 yang disalurkan
dan 99% akan membentuk panas pada katoda.

c. Sifat – Sifat Sinar – X

Menurut Rasad (2015), sinar – x memiliki beberapa sifat berikut :

1. Daya tembus

Sinar-X dapat menembus bahan, dengan daya tembus yang sangat besar yang digunakan
dalam radiografi. Semakin tinggi tegangan tabung (besarnya kV) yang digunakan, maka makin
besar daya tembusnya.

2. Radiasi Hambur

Apabila berkas sinar-x melalui suatu bahan atau suatu zat, maka berkas tersebut akan
bertebaran ke segala jurusan, yang akan menimbulkan radiasi sekunder (radiasi hambur) pada
bahan atau zat yang akan dilaluinya. Hal ini akan mengakibatkan pada gambaran radiograf serta
film akan terjadi pengaburan kelabu secara menyeluruh. Maka dari itu untuk 10 mengurangi
akibat radiasi hambur ini, antara subjek dan film rontgen diletakkan grid.

3. Penyerapan

Sinar-X dalam radiografi akan diserap oleh bahan atau suatu zat sesuai dengan berat atom
atau kepadatan bahan atau zat tersebut.

4. Efek Fotografi5k

Sinar-X dapat menghitamkan emulsi film (emulsi perak bromida) setelah diproses secara
proses kimiawi (dibangkitkan) di dalam kamar gelap.

5. Pendar Fluor (Fluorosensi)

Sinar-X akan menyebabkan bahan-bahan tertentu seperti kalsium-tungstat atau zink-


sulfid memedarkan cahaya (luminisensi), bila bahan tersebut dikenai radiasi sinar-X.
Luminisensi dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

a) Fluorosensi
Fluorosensi akan memendarkan cahaya sewaktu ada radiasi sinar-X saja.

b) Fosforisensi

Pemendararan cahaya akan berlangsung beberapa saat walaupun radiasi sinar-X sudah
dimatikan (after-glow).

6. Ionisasi

Efek primer sinar-X yang apabila mengenai bahan atau zat akan menimbulkan ionisasi
partikel-partikel bahan atau zat tersebut.

7. Efek Biologik

Sinar-X akan menimbulkan perubahan-perubahan biologik pada jaringan. Efek tersebut


digunakan dalam pengobatan radioterapi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN TEORI

2.1. Anatomi Wrist Joint

Komponen tulang pada wrist and hand terdiri dari kumpulan tulang penyusun seperti os
lunatum, os triquuetrum, os pisiform, os trapezium, os trapezoideum, os capitatum, os hamatum,
os radius, os ulna

Tulang

1.Os lunatum

Memiliki karakter seperti bulan sabit dengan permukaan konvek dan disebelahnya ada os
radius. Di arah radial bersinggungan dengan os scapoideum, di arah ulnar bersinggungan
dengan os triquetrum dan di distal bersinggungan dengan capitatum.

2. Os Triquetrum

Memiliki karakteristik seperti piramida dengan perbatasan os radius di proksimal, os lunatum


di radial, pisiform di arah ulnar dan hamatum distal

3. Os Pisiform

Dengan karakteristik terkecil pada bagian carpal dengan bentuk seperti biji kacang dan
menempel pada os triquetrum.

4.Os Trapesium

Tulang yang berhubungan dengan os scapoideum di arah proksimal, metacarpal di arah distal
dan di arah polar bersinggungan dengan trapezoideum.

5. Os Trapezoideum

Memiliki karakteristik seperti sepatu datar. Bersinggungan dengan ostrapezium di radial,


capitatum di ulnar, metacarpal di distal dan scapoideum diproksimal

6.Os Capitatum

Memiliki karakteristik bulat dan caputnya panjang. Tulang ini Bersinggungan dengan
trapezoideum di radial, scapoideum dan lunatum di Proksimal, hamatum di ulnar dan
metacarpal di distal.

7. Os Hamatum

Memiliki karakteristik seperti palu dan dikelilingioleh tulang triquetrum di Proksimal, os


capitatum di radial dan metacarpal di distal.

8.Os Radius

Tulang radius tulang penghubung siku dengan jari . tulang ini Sejajar dengan tulang ulna.
Tulang ini bersendi dengan humerus dan ujung distalnya Bersendi dengan os scapoideum dan
lunatum.

9. Os Ulna

Ulna merupakan tulang stabilisator pada bagian lengan bawah yang terletak Di bagian medial
disebut juga medial antebrachium ujung proksimal ulna disebut Olecranon

2.2. Patologi Wrist Joint

2.3. Prosedur Pemeriksaan Radiografi Wrist Joint

Proyeksi : PA

1. Kaset : ukuran 18 x 24 cm
2. kV : 60 ± 6 mAs : 4
3. FFD : 100 cm
4. Posisi Pasien : Pasien duduk menyamping meja pemeriksaan,siku flexi 90°,
posisi tangan dan lengan bawah berada di atas meja pemeriksaan
5. Posisi Obyek : Letakkan pergelangan tangan pada kaset dengan
area carpal berada dipertengahan kaset. Tangan posisi prone
6. Central Ray : tegak lurus kaset dengan CP pada midcarpal
7. Central point :Midcarpal
8. Kriteria Radiograf :
1. Tampak struktur midmetacarpals dan proximal metacarpals;
carpals; distal radius, ulna, dan sendi
2. Tampak soft tissue dan trabecular
Posisi Pasien

Kriteria Radiograf
Proyeksi : Lateral

1. Kaset : ukuran 18 x 24 cm
2. kV : 60 ± 6 mAs : 4
3. FFD : 100 cm
4. Posisi Pasien : Pasien duduk menyamping meja pemeriksaan,siku flexi 90°,
posisi tangan dan lengan bawah berada di atas meja pemeriksaan. Letakkan
pergelangan tangan dan tangan di atas kaset pada posisi lateral dengan ibu
jari berada di atas. Rilekskan bahu sehingga bahu, siku dan pergelangan
tangan terletak horizontal
5. Posisi Objek : Letakkan pergelangan tangan pada kaset dengan
area carpal berada dipertengahan kaset.Pastikan tangan dan pergelangan
tangan berada pada posisi true lateral
6. Central Ray : tegak lurus kaset dengan CP pada midcarpal
7. Kriteria Radiograf
1. Tampak struktur distal radius, ulna, dan carpals.
2. True lateral ditandai dengan ulnar head superposisi dengan distal
radius
3. Tampak soft tissue dan trabecular
Posisi Pasien
Proyeksi: obligue

1. 1. Kaset : ukuran 18 x 24 cm
2. kV : 60 ± 6 mAs : 4
3. FFD : 100 cm
4. Posisi Pasien : Pasien duduk menyamping meja pemeriksaan,siku flexi 90°,
posisi tangan dan lengan bawah berada di atas meja pemeriksaan
5. Posisi Obyek : Letakkan pergelangan tangan pada kaset dengan
area carpal berada dipertengahan kaset. Atur posisi membentuk sudut 45
gunkan alat bantu spon atau stand bag bila perlu.
6. Central Ray : tegak lurus kaset dengan CP pada midcarpal
7. Central point :Midcarpal
8. Kriteria Radiograf :
1. Distal radius,ulna,carpalis dan midmetacarpal area tampak
2. Tapezium dan scaphoid tampak dengan hanya sedikit
superimposisi

2.4. Proteksi Radiasi

a. Pengertian Proteksi Radiasi


Proteksi radiasi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan atau teknik yang mempelajari
masalah kesehatan manusia mapun lingkungan dan berkaitan dengan pemberian perlindugan
kepada seseorang atau kelompok orang ataupun keturunannya terhadap suatu kemungkinan
yang dapat merugikan kesehatan akibat paparan radiasi (Akhadi, 2000).
b. Tujuan Proteksi Radiasi
Menurut (Rasad, 2015) proteksi radiasi adalah :
a) Pada pasien
Dosis radiasi yang diberikan pada pasien harus sekecil mungkin sesuai dengan kebutuhan klinis.
b) Pada personil
Dosis radiasi yang akan diterima harus ditekan serendah mungkin dan dalam keadaan
bagaimanapun juga tidak boleh melebihi dosis maksimum yang telah di tentukan.

2. Persyaratan Proteksi Radiasi

Menurut Akhadi (2000), untuk mencapai tujuan proteksi radiasi, yaitu terciptanya
keselamatan bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan, maka dalam falsafah proteksi
radiasi diperkenankan 3 prinsip proteksi radiasi meliputi : justifikasi, limitasi, dan
penerapan optimisasi keselamatan radiasi. Persyaratan proteksi radiasi tersebut harus
diterapkan pada tahap perencanaan, desain dan penggunaan fasilitas di Instalasi untuk
radiodiagnostik dan intervensional.

a. Asas Justifikasi
Asas justifikasi menghendaki agar setiap kegiatan yang berkaitan dengan akibat paparan radiasi
yang hanya boleh dilaksanakan setelah dilakukannya pengkajian yang cukup mendalam dan
diketahui manfaat nya lebih besar dari pada kerugian yang ditimbulkan.
b. Asas Limitasi
Asas limitasi menghendaki agar dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan
suatu kegiatan tidak boleh melebihi batas yang telah menjadi ketetapan instasi berwenang.
c. Asas optimitasi
Asas optimisasi, menghendaki agar paparan radiasi yang berasal dari suatu kegiatan harus ditekan
serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Asas ini juga dikenal
dengan sebutan ALARA (As Low As Reasonably Achieveble).

3. Alat Proteksi Radiasi

a. Lead apron
Lead apron adalah salah satu alat pelindung diri yang berbentuk celemek dan terbuat dari timbal
(Pb). Lead apron merupakan bagian yang sangat penting dalam proteksi radiasi perorangan.
Lead apron digunakan di ruang radiologi untuk perisai radiasi perorangan. Menurut PERKA
BAPETEN NO.8 Tahun 2011 Body lead apron yang setara dengan 0,2 atau 0,25 mmPb, untuk
penggunaan pesawat sinar-X radiologi diagnostik, dan untuk lead apron dengan ketebalan 0,35
mmPb atau 0,5 mmPb unruk penggunaan pesawat sinar-X Intervensional. Menurut lloyd
(2001), pengujian lead apron dapat dilakukan 12-18 bulan sekali untuk melihat kondisi fisik
lead apron tersebut sesuai dengan kebutuhan. Pengujian ini dapat dilakukan dengan
menggunakan 18 fluoroscopy maupun radiography. Sedangkan menurut lambert (2001)
mengujian dilakukan 12-18 bulan sekali.
Gambar 2.5
(a) Lead apron standart biasa,

(b) lead apron vest and skirt


b.Thyroid Shield
Thyroid shield digunakan untuk melindungi thyroid dari radiasi sinar-X. Thyroid shield terbuat dari
bahan yang setara dengan 1 mm Pb .

Gambar 2.6 Thyroid shield

c.Gonad shield
Pelindung gonad yang setara dengan 0,2 mm Pb, atau 0,25 mm Pb untuk penggunaan pesawat
sinar-X radiodiagnostik, dan 0,35 mm Pb atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar-X radiologi
konvensional. Proteksi ini digunakan untuk mencegah gonad secara keseluruhan dari paparan
berkas utama.
Gambar2.7 Gonad Shield

d.Gloves
Proteksi ini harus dapat melindungi secara keseluruhan, mencakup jari dan pergelangan tangan.

Gambar 2.8 Gloves

b. Kaca mata Google


Kaca mata Google Kaca mata yang terbuat dari bahan yang setara dengan 1 mm Pb. Proteksi ini
digunakan untuk melindungi mata dari radiasi hambur yang mengenai mata.

Gambar 2.9 Kaca mata Google

4. Perawatan Lead apron

Menurut lloyd (2001), perawatan lead apron dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1) Melakukan pembersihan selama satu minggu sekali atau seperlunya dengan menggunakan
shampoo dan air.
2) Lead apron tidak boleh dilipat.
3) Lead apron disimpan dengan cara digantungkan pada hanger khusus.
4) Tidak disimpan dekat sumber panas.

Menurut Grover (2002), dalam menjaga integritas lead apron maka harus dijaga agar tidak disalah
gunakan. Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi contohnya seperti jatuh dilantai, menumpuk
beberapa lead apron, dan meletakkan dibelakang kursi. Hal-hal tersebut dapat membuat
kerusakan pada lead apron seperti retak, robek, dan patah maka harus dibuatkan rak untuk
menjaga integritasnya.

5.Pengujian inspeksi visual Lead Apron

Tujuan dilakukannya pengujian alat pelindung diri adalah untuk menjamin bahwa peralatan
proteksi radiasi memberikan perlindungan optimal ketika alat tersebut digunakan.Menurutlloyd
(2001), pengujian lead apron dapat dilakukan 6 bulan sekali untuk melihat kondisi fisik lead
apron tersebut sesuai dengan kebutuhan. Berikut pengujian dan perawatan lead apron menurut
lloyd (2001) :
1) Uji inspeksi visual
a) Metode
(1) Periksa kondisi pengikat pada lead apron (jika ada).
(2) Periksa permukaan adanya tanda-tanda kerusakan.
(3) Periksa setiap lapisan.
(4) Periksa fleksibilitas. Dilakukan dengan cara meraba untuk mengetahuikerusakan yang tidak
terlihan pada permukaan.
(5) Memeriksa kebersihan.
(6) Jika menggunakan alat penggantung periksa alat pengganung tersebut.
(7) Memeriksa lokasi penyimpanan.
b) Evaluasi
(1) Mengevaluasi kondisi dan kebersihan lead apron.
(2) Mengevaluasi apabila terdapat suatu kerusakan atau retakan.
(3) Mengevaluasi tempat penyimpanan.
c) Tindakan
(1) Melakukan pembersihan bila diperlukan.
(2) Melakukan pengujian menggunakan sinar-X.
(3) Memindahkan tempat penyimpanan apabila penyimpanan kurang baik.
(4) Memberi pengarahan pada pekerja bila belum menyimpan lead apron dengan baik.
(5) Mengganti lead apron jika diperlukan.
(6) Membuat pengarsipan laporan.

6. Uji Tebal lead apron

a. Pengujian Lead Apron


Tujuan dilakukannya pengujian alat pelindung diri adalah untuk menjamin bahwa peralatan proteksi
radiasi memberikan perlindungan optimal ketika alat tersebut digunakan.

Menurut Kartikasari dkk (2015) , pengujian lead apron dapat dilakukan dengan uji kecukupan lead
apron menggunakan alat ukur radiasi surveymeter Ram Ion dengan cara meletakkan Ram Ion
sebelum ada lead apron untuk mengukur D0 (laju dosis sebelum melewati lead apron dan
dibelakang lead apron untuk mengukur Dt (laju dosis setelah melewati lead apron), berikut
adalah rumus perisai radiasi lead apron:
Dt= Doe -µx
Dimana :
Dt = laju dosis setelah melewati lead apron
D0 = laju dosis sebelum melewati lead apron
x = Tebal lead apron
µ = koefisien serap linier bahan perisai

7. Pengujian lead apron menggunakan metode radiografi

Menurut lloyd (2001), pengujian lead apron dapat dilakukan 12-18 bulan sekali untuk melihat
kondisi fisik lead apron tersebut sesuai dengan kebutuhan. Berikut adalah pengujian lead apron
menurut lloyd (2001) :
a) Peralatan yang digunakan
(1) Screening dengan menggunakan sinar-X atau fluoroscopy (apabila tidak tersedia menggunakan
alat radiografi konvensional dengan kaset 25 x 43 cm).
b) Metode pengujian.
(1) Merentangkan lead apron diatas meja pemeriksaan.
(2) Tempatkan kaset dibawah lead apron yang akan diuji dan ekspose secara terpisah dengan
melakukan pengujian satu persatu terhadap obyek yang akan diuji.
c) Evaluasi
(1) Mengevaluasi retakan atau patahan pada densitas yang tidak normal pada gambar radiograf. d)
Tindakan
(1) Lead apron yang mengalami kerusakan parah harap diganti.
(2) Membuat pengarsipan laporan.

8. Jenis-jenis kerusakan pada Alat Pelindung Diri (APD)

Gambar 2.10 Retakan lead apron

Gambar 2.11 Retakan multiple lead apron

Gambar 2.12 Lipatan lead apron


Gambar 2.13 (a) robekan, patahan dan kerusakan lead apron,

Menurut Roser (2010), kerusakan berikut ini memerlukan tindakan :


a) Kerusakan signifikan (insignificant)
(1) Kerusakan yang tidak membahayakan secara signifikan.
(2) Kerusakan kecil pada kain penutup.
(3) Kerusakan pada lapisan pelindung di area non vital.
(4) Tindakan yang harus dilakukan ialah mengawasi penggunaan lead apron tersebut.
b) Dapat di toleransi tapi dibawan pengawasan
(1) Kerusakan yang terus berkembang.
(2) Kerusakan yang meluas pada kain penutup.
(3) Kerusakan pada area organ non vital.
(4) Tindakan yang harus dilakukan ialah melakukan pengujian dua kali dalam setahun.
c) Kerusakan berat
(1) Sudah tidak dapat untuk melindungi.
(2) Kain pada penutup luar sudah hancur.
(3) Kecacatan pada lapisan pelindung area organ vital.
(4) Tindakan segera reject dan perbaiki.

Gambar 2.14 Kerusakan pada lead apron menggunakan fluoroscopy


BAB III

1.1 Memasukkan Jurnal Hasil


A. Identifikasi Pasien
a) Nama : Aryanto Junaedi
b) Umur : 45 Tahun
c) Jenis Kelamin : Laki-laki
d) Tanggal Pemeriksaan : 01 Oktober 2022
e) Jenis Pemeriksaan : Radiografi Wrist joint
f) Diagnosa : Diskolasi
Riwayat Penyakit pasien Pasien korban kecelakaan lalu lintas antara mobil,
kemudian dibawa ke UGD dan diperiksa oleh dokter dengan keluhan sakit dan
nyeri pada bahu sebelah kiri sehingga dokter menyarankan untuk melakukan
pemeriksaan radiologi dengan kecurigaan adanya fraktur lunatum sinistra.
Selanjutnya pasien di rotgen dengan pesawat sinar–X oleh radiografer pada bagian
wrist joint dan hasil foto menunjukkan adanya farktur Komplet os lunatum sinistra.

B . Prosedur Pelaksanaan Pemeriksaan


1. Pasien datang mendaftar ke tempat registrasi pertama di Rumah Sakit.
2. Pasien diperiksa oleh dokter spesialis Orthopedi dan Traumatologi mengenai penyakit
dan keluhan pasien.
3. Dokter tersebut kemudian memberikan surat pengantar atau surat permintaan
pemeriksaan radiografi wrist joint ke instalasi radiologi.
4. Pasien datang ke instalasi radiologi dengan membawa surat permintaan tersebut, lalu
memberikannya kepada petugas radiologi.
5. Petugas radiologi membaca surat permintaan pemeriksaan tersebut lalu memberikan
pengarahan kepada pasien dan keluarga pasien untuk mengikuti suatu prosedur
pemeriksaan yang tertulis.
b. Persiapan Pasien Dalam pemeriksaan radiografi wrist joint dengan sangkaan dislokasi
tidak memerlukan persiapan khusus pada pasien, akan tetapi benda yang dapat
menyebabkan artefak yang ada di sekitar objek yang akan diperiksa agar dilepas terlebih
dahulu.
c. Persiapan Alat
1. Sebelum pemeriksaan secara radiografi dilaksanakan terlebih dahulu pesawat rontgen
dipanaskan yang bertujuan supaya komponen-komponen yang ada pada pesawat rontgen
tersebut dapat bekerja secara optimal
. 2. Pesawat Rontgen Adapun jenis pesawat yang dipakai untuk pemeriksaan wrist

Anda mungkin juga menyukai