Om Swastyastu
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat, anugerah, serta hidayahnya kepada kita semua sehingga
dapat menyelesaikan makalah Teknik Radiografi tentang “Wrist Joint”. Makalah ini
disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Teknik Radiografi 1 (G1). Dalam
kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sedalam – dalamnya kepada
Yth :
1. Ibu Ni Putu Rita Jenyanthi, S.ST, M.Tr.ID selaku dosen mata kuliah Teknik Radiografi 1
(G1)
2. Orang tua kami yang telah membantu baik moral maupun materi
3. Teman-teman satu kelompok yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna,
baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen mata
kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa
yang akan datang. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para mahasiswa radiologi
khususnya dan bagi dunia pendidikan umumnya.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
COVER……………………………………………………………………………..i
KATA PENGANTAR………………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………iii
BAB I
PENDAHULUAN………………………………………………………….
2.2 Patologi……………………………………………………………………
BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………………………….
BAB V PENUTUP………………………………………………….
5.1 Kesimpulan……………………………………………………………….
5.2 Saran……………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
Sinar – X
a. Pengertian Sinar – X
Pada bidang radiologi manfaat Sinar-X sangat banyak salah satunya digunakan untuk
melakukan pencitraan terhadap tubuh manusia. Penggolongan pengaturan jarak sinar-x
diantaranya adalah Focus Film Distance (FFD) dan Focus Obyek Distance (FOD). FFD adalah
pengaturan jarak antara sumber sinar-x ke film. Pengaturan FFD untuk pemotretan radiografi
berkisar antara (70 – 150) cm, tergantung dengan jenis pemeriksaan yang dilakukan. Sedangkan
FOD adalah pengaturan jarak antara sumber sinar ke objek. Pengaturan FOD ini perlu dilakukan
agar dapat mengetahui ketebalan objek yang akan di foto.
b. Terbentuknya Sinar – X
Sinar – x diproduksi dalam tabung yang hampa udara, didalamnya terdapat filament
sebagai katoda (bermuatan negative) dan bidang target sebagai anoda (bermuatan positif).
Filamen diberikan kuat arus sehingga filamen berpijar (menyala) dari pijaran filamen
menghasilkan panas, semakin tinggi panas pijaran akan keluar elektron. Semakin lama akan
terjadi kabut elektron atau awan elektron. Antara anoda dan katoda diberi beda potensial yang
tinggi -+ 40kV (40.000 volt), yang menyebabkan elektron bergerak dengan kecepatan tinggi
dari katoda menuju anoda, hingga menumbuk bidang target (anoda). Hasil dari peristiwa ini
selanjutnya terbentuk radiasi sinar – x yang berkisar 1% dari jumlah energi 9 yang disalurkan
dan 99% akan membentuk panas pada katoda.
1. Daya tembus
Sinar-X dapat menembus bahan, dengan daya tembus yang sangat besar yang digunakan
dalam radiografi. Semakin tinggi tegangan tabung (besarnya kV) yang digunakan, maka makin
besar daya tembusnya.
2. Radiasi Hambur
Apabila berkas sinar-x melalui suatu bahan atau suatu zat, maka berkas tersebut akan
bertebaran ke segala jurusan, yang akan menimbulkan radiasi sekunder (radiasi hambur) pada
bahan atau zat yang akan dilaluinya. Hal ini akan mengakibatkan pada gambaran radiograf serta
film akan terjadi pengaburan kelabu secara menyeluruh. Maka dari itu untuk 10 mengurangi
akibat radiasi hambur ini, antara subjek dan film rontgen diletakkan grid.
3. Penyerapan
Sinar-X dalam radiografi akan diserap oleh bahan atau suatu zat sesuai dengan berat atom
atau kepadatan bahan atau zat tersebut.
4. Efek Fotografi5k
Sinar-X dapat menghitamkan emulsi film (emulsi perak bromida) setelah diproses secara
proses kimiawi (dibangkitkan) di dalam kamar gelap.
a) Fluorosensi
Fluorosensi akan memendarkan cahaya sewaktu ada radiasi sinar-X saja.
b) Fosforisensi
Pemendararan cahaya akan berlangsung beberapa saat walaupun radiasi sinar-X sudah
dimatikan (after-glow).
6. Ionisasi
Efek primer sinar-X yang apabila mengenai bahan atau zat akan menimbulkan ionisasi
partikel-partikel bahan atau zat tersebut.
7. Efek Biologik
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN TEORI
Komponen tulang pada wrist and hand terdiri dari kumpulan tulang penyusun seperti os
lunatum, os triquuetrum, os pisiform, os trapezium, os trapezoideum, os capitatum, os hamatum,
os radius, os ulna
Tulang
1.Os lunatum
Memiliki karakter seperti bulan sabit dengan permukaan konvek dan disebelahnya ada os
radius. Di arah radial bersinggungan dengan os scapoideum, di arah ulnar bersinggungan
dengan os triquetrum dan di distal bersinggungan dengan capitatum.
2. Os Triquetrum
3. Os Pisiform
Dengan karakteristik terkecil pada bagian carpal dengan bentuk seperti biji kacang dan
menempel pada os triquetrum.
4.Os Trapesium
Tulang yang berhubungan dengan os scapoideum di arah proksimal, metacarpal di arah distal
dan di arah polar bersinggungan dengan trapezoideum.
5. Os Trapezoideum
6.Os Capitatum
Memiliki karakteristik bulat dan caputnya panjang. Tulang ini Bersinggungan dengan
trapezoideum di radial, scapoideum dan lunatum di Proksimal, hamatum di ulnar dan
metacarpal di distal.
7. Os Hamatum
8.Os Radius
Tulang radius tulang penghubung siku dengan jari . tulang ini Sejajar dengan tulang ulna.
Tulang ini bersendi dengan humerus dan ujung distalnya Bersendi dengan os scapoideum dan
lunatum.
9. Os Ulna
Ulna merupakan tulang stabilisator pada bagian lengan bawah yang terletak Di bagian medial
disebut juga medial antebrachium ujung proksimal ulna disebut Olecranon
Proyeksi : PA
1. Kaset : ukuran 18 x 24 cm
2. kV : 60 ± 6 mAs : 4
3. FFD : 100 cm
4. Posisi Pasien : Pasien duduk menyamping meja pemeriksaan,siku flexi 90°,
posisi tangan dan lengan bawah berada di atas meja pemeriksaan
5. Posisi Obyek : Letakkan pergelangan tangan pada kaset dengan
area carpal berada dipertengahan kaset. Tangan posisi prone
6. Central Ray : tegak lurus kaset dengan CP pada midcarpal
7. Central point :Midcarpal
8. Kriteria Radiograf :
1. Tampak struktur midmetacarpals dan proximal metacarpals;
carpals; distal radius, ulna, dan sendi
2. Tampak soft tissue dan trabecular
Posisi Pasien
Kriteria Radiograf
Proyeksi : Lateral
1. Kaset : ukuran 18 x 24 cm
2. kV : 60 ± 6 mAs : 4
3. FFD : 100 cm
4. Posisi Pasien : Pasien duduk menyamping meja pemeriksaan,siku flexi 90°,
posisi tangan dan lengan bawah berada di atas meja pemeriksaan. Letakkan
pergelangan tangan dan tangan di atas kaset pada posisi lateral dengan ibu
jari berada di atas. Rilekskan bahu sehingga bahu, siku dan pergelangan
tangan terletak horizontal
5. Posisi Objek : Letakkan pergelangan tangan pada kaset dengan
area carpal berada dipertengahan kaset.Pastikan tangan dan pergelangan
tangan berada pada posisi true lateral
6. Central Ray : tegak lurus kaset dengan CP pada midcarpal
7. Kriteria Radiograf
1. Tampak struktur distal radius, ulna, dan carpals.
2. True lateral ditandai dengan ulnar head superposisi dengan distal
radius
3. Tampak soft tissue dan trabecular
Posisi Pasien
Proyeksi: obligue
1. 1. Kaset : ukuran 18 x 24 cm
2. kV : 60 ± 6 mAs : 4
3. FFD : 100 cm
4. Posisi Pasien : Pasien duduk menyamping meja pemeriksaan,siku flexi 90°,
posisi tangan dan lengan bawah berada di atas meja pemeriksaan
5. Posisi Obyek : Letakkan pergelangan tangan pada kaset dengan
area carpal berada dipertengahan kaset. Atur posisi membentuk sudut 45
gunkan alat bantu spon atau stand bag bila perlu.
6. Central Ray : tegak lurus kaset dengan CP pada midcarpal
7. Central point :Midcarpal
8. Kriteria Radiograf :
1. Distal radius,ulna,carpalis dan midmetacarpal area tampak
2. Tapezium dan scaphoid tampak dengan hanya sedikit
superimposisi
Menurut Akhadi (2000), untuk mencapai tujuan proteksi radiasi, yaitu terciptanya
keselamatan bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan, maka dalam falsafah proteksi
radiasi diperkenankan 3 prinsip proteksi radiasi meliputi : justifikasi, limitasi, dan
penerapan optimisasi keselamatan radiasi. Persyaratan proteksi radiasi tersebut harus
diterapkan pada tahap perencanaan, desain dan penggunaan fasilitas di Instalasi untuk
radiodiagnostik dan intervensional.
a. Asas Justifikasi
Asas justifikasi menghendaki agar setiap kegiatan yang berkaitan dengan akibat paparan radiasi
yang hanya boleh dilaksanakan setelah dilakukannya pengkajian yang cukup mendalam dan
diketahui manfaat nya lebih besar dari pada kerugian yang ditimbulkan.
b. Asas Limitasi
Asas limitasi menghendaki agar dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan
suatu kegiatan tidak boleh melebihi batas yang telah menjadi ketetapan instasi berwenang.
c. Asas optimitasi
Asas optimisasi, menghendaki agar paparan radiasi yang berasal dari suatu kegiatan harus ditekan
serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Asas ini juga dikenal
dengan sebutan ALARA (As Low As Reasonably Achieveble).
a. Lead apron
Lead apron adalah salah satu alat pelindung diri yang berbentuk celemek dan terbuat dari timbal
(Pb). Lead apron merupakan bagian yang sangat penting dalam proteksi radiasi perorangan.
Lead apron digunakan di ruang radiologi untuk perisai radiasi perorangan. Menurut PERKA
BAPETEN NO.8 Tahun 2011 Body lead apron yang setara dengan 0,2 atau 0,25 mmPb, untuk
penggunaan pesawat sinar-X radiologi diagnostik, dan untuk lead apron dengan ketebalan 0,35
mmPb atau 0,5 mmPb unruk penggunaan pesawat sinar-X Intervensional. Menurut lloyd
(2001), pengujian lead apron dapat dilakukan 12-18 bulan sekali untuk melihat kondisi fisik
lead apron tersebut sesuai dengan kebutuhan. Pengujian ini dapat dilakukan dengan
menggunakan 18 fluoroscopy maupun radiography. Sedangkan menurut lambert (2001)
mengujian dilakukan 12-18 bulan sekali.
Gambar 2.5
(a) Lead apron standart biasa,
c.Gonad shield
Pelindung gonad yang setara dengan 0,2 mm Pb, atau 0,25 mm Pb untuk penggunaan pesawat
sinar-X radiodiagnostik, dan 0,35 mm Pb atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar-X radiologi
konvensional. Proteksi ini digunakan untuk mencegah gonad secara keseluruhan dari paparan
berkas utama.
Gambar2.7 Gonad Shield
d.Gloves
Proteksi ini harus dapat melindungi secara keseluruhan, mencakup jari dan pergelangan tangan.
Menurut lloyd (2001), perawatan lead apron dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1) Melakukan pembersihan selama satu minggu sekali atau seperlunya dengan menggunakan
shampoo dan air.
2) Lead apron tidak boleh dilipat.
3) Lead apron disimpan dengan cara digantungkan pada hanger khusus.
4) Tidak disimpan dekat sumber panas.
Menurut Grover (2002), dalam menjaga integritas lead apron maka harus dijaga agar tidak disalah
gunakan. Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi contohnya seperti jatuh dilantai, menumpuk
beberapa lead apron, dan meletakkan dibelakang kursi. Hal-hal tersebut dapat membuat
kerusakan pada lead apron seperti retak, robek, dan patah maka harus dibuatkan rak untuk
menjaga integritasnya.
Tujuan dilakukannya pengujian alat pelindung diri adalah untuk menjamin bahwa peralatan
proteksi radiasi memberikan perlindungan optimal ketika alat tersebut digunakan.Menurutlloyd
(2001), pengujian lead apron dapat dilakukan 6 bulan sekali untuk melihat kondisi fisik lead
apron tersebut sesuai dengan kebutuhan. Berikut pengujian dan perawatan lead apron menurut
lloyd (2001) :
1) Uji inspeksi visual
a) Metode
(1) Periksa kondisi pengikat pada lead apron (jika ada).
(2) Periksa permukaan adanya tanda-tanda kerusakan.
(3) Periksa setiap lapisan.
(4) Periksa fleksibilitas. Dilakukan dengan cara meraba untuk mengetahuikerusakan yang tidak
terlihan pada permukaan.
(5) Memeriksa kebersihan.
(6) Jika menggunakan alat penggantung periksa alat pengganung tersebut.
(7) Memeriksa lokasi penyimpanan.
b) Evaluasi
(1) Mengevaluasi kondisi dan kebersihan lead apron.
(2) Mengevaluasi apabila terdapat suatu kerusakan atau retakan.
(3) Mengevaluasi tempat penyimpanan.
c) Tindakan
(1) Melakukan pembersihan bila diperlukan.
(2) Melakukan pengujian menggunakan sinar-X.
(3) Memindahkan tempat penyimpanan apabila penyimpanan kurang baik.
(4) Memberi pengarahan pada pekerja bila belum menyimpan lead apron dengan baik.
(5) Mengganti lead apron jika diperlukan.
(6) Membuat pengarsipan laporan.
Menurut Kartikasari dkk (2015) , pengujian lead apron dapat dilakukan dengan uji kecukupan lead
apron menggunakan alat ukur radiasi surveymeter Ram Ion dengan cara meletakkan Ram Ion
sebelum ada lead apron untuk mengukur D0 (laju dosis sebelum melewati lead apron dan
dibelakang lead apron untuk mengukur Dt (laju dosis setelah melewati lead apron), berikut
adalah rumus perisai radiasi lead apron:
Dt= Doe -µx
Dimana :
Dt = laju dosis setelah melewati lead apron
D0 = laju dosis sebelum melewati lead apron
x = Tebal lead apron
µ = koefisien serap linier bahan perisai
Menurut lloyd (2001), pengujian lead apron dapat dilakukan 12-18 bulan sekali untuk melihat
kondisi fisik lead apron tersebut sesuai dengan kebutuhan. Berikut adalah pengujian lead apron
menurut lloyd (2001) :
a) Peralatan yang digunakan
(1) Screening dengan menggunakan sinar-X atau fluoroscopy (apabila tidak tersedia menggunakan
alat radiografi konvensional dengan kaset 25 x 43 cm).
b) Metode pengujian.
(1) Merentangkan lead apron diatas meja pemeriksaan.
(2) Tempatkan kaset dibawah lead apron yang akan diuji dan ekspose secara terpisah dengan
melakukan pengujian satu persatu terhadap obyek yang akan diuji.
c) Evaluasi
(1) Mengevaluasi retakan atau patahan pada densitas yang tidak normal pada gambar radiograf. d)
Tindakan
(1) Lead apron yang mengalami kerusakan parah harap diganti.
(2) Membuat pengarsipan laporan.