Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Orbita merupakan salah satu organ yang sensitif. CT Scan

sebagai alat untuk menunjang penegakan diagnosis diharapkan dapat

memberikan gambaran yang informatif, terutama informasi anatomis yang

dikehendaki. Dengan pemanfaatan CT Scan pada daerah orbita,

memungkinkan untuk mendapatkan gambaran yang akurat dari struktur

orbita seperti muskulus rectus, optic nerve, bola mata dan retroorbital

(Neseth, 2000). Slice thickness yang digunakan pada pemeriksaan CT

Scan orbita tidak lebih dari 2 mm. Pemeriksaan CT Scan Orbita dapat

digunakan untuk menentukan infra orbital foreign body dan untuk evaluasi

dari trauma (Springer, 1996).

Pada pencitraan CT Scan slice thickness merupakan salah satu

scan parameter yang cukup signifikan dalam menghasilkan informasi

diagnostik citra yang optimal (Muhler, 2005). Informasi diagnostik suatu

CT Scan dikatakan optimal apabila suatu citra CT yang dihasilkan dapat

memberikan visualisasi anatomis yang detail terhadap patologi suatu

organ. Informasi diagnostik CT Scan yang baik akan mempermudah

seseorang radiolog dalam menegakkan diagnosis penyakit saat

pembacaan gambar CT Scan. Oleh karena itu informasi tentang slice

thickness perlu diketahui oleh seorang operator CT Scan ketika

melakukan scanning. Karena dengan diketahuinya informasi tentang slice

thickness tersebut maka informasi diagnostik yang optimal pada

1
2

gambaran CT Scan orbita dapat berjalan secara konsisten. Dengan tidak

melupakan bahwa orbita merupakan salah satu organ yang sensitif

terhadap radiasi.

Sebagai seorang operator CT Scan yang profesional, setiap

melakukan pemeriksaan CT Scan khususnya CT Scan orbita maka

dituntut harus dapat menciptakan gambar CT Scan dengan informasi

diagnostik yang optimal dengan cara mengaplikasikan scan parameter

secara tepat dengan tidak mengabaikan proteksi radiasi pada pasien

sehingga pasien tidak menerima dosis radiasi yang berlebih saat

menjalani pemeriksaan CT Scan orbita.

Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis selama

melaksanakan praktek kerja lapangan di beberapa rumah sakit, penulis

sering menjumpai bahwa slice thickness yang digunakan pada

pemeriksaan CT Scan orbita adalah 3 - 5 mm. Padahal menurut Springer

(1996), disebutkan bahwa standar slice thickness yang digunakan adalah

tidak lebih dari 2 mm. Tentunya perbedaan penggunaan scan parameter

ini akan berdampak pada informasi diagnostik yang akan diberikan.

Selain itu pemilihan slice thickness pada pemeriksaan CT Scan

akan berpengaruh pula terhadap dosis yang akan diterima oleh pasien.

Semakin tipis slice thickness yang digunakan maka semakin tinggi dosis

yang akan diterima oleh pasien (Seeram , 2000). Hal ini dapat menjadi

suatu pertimbangan dalam pemilihan slice thickness yang tepat tanpa

mengabaikan dosis radiasi yang akan diterima oleh pasien, mengingat

orbita merupakan organ muscle yang dalam pelaksanaan pemeriksaan


3

CT Scan perlu adanya variasi nilai slice thickness untuk mendapatkan

gambaran dengan kualitas dan informasi diagnostik yang optimal.

Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Ely

Purwanti (2005) pada penggunaan slice thickness pada pemeriksaan CT

Scan Orbita di RS Panti Rapih Yogyakarta dengan kasus tumor orbita

menggunakan slice thickness 5 mm, dengan batas bawah sinus

maksilaris sampai tepi orbita, tanpa penyudutan gantry, scanning berupa

potongan axial Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Estiningsih

(2005) di RS Mardi Rahayu Kudus dengan keluhan gangguan

penglihatan, teknik berupa 2 range, potongan axial dengan tomogram dari

bagian bawah cavum orbita sampai bagian bawah sinus frontalis, dengan

slice thickness 5 mm untuk orbita dan 10 mm untuk tomogram dari sinus

frontalis sampai 100 mm tercakup, penyudutan disesuaikan sejajar

dengan saraf optic. Pemeriksaan CT Scan orbita dilakukan tanpa

menggunakan media kontras, hal ini dilakukan untuk semua orbita

dengan gangguan penglihatan. Di RSUD Banyumas pemilihan slice

thickness pada pemeriksaan CT Scan orbita adalah setebal 5 mm dengan

kasus atropi nerves optikum (Lujeng, 2005).

Penulis berasumsi bahwa penggunaan slice thickness yang

standar pada pemeriksaan CT Scan orbita akan menghasilkan informasi

diagnostik citra yang lebih optimal. Berdasarkan uraian tersebut di atas

maka penulis ingin mengkajinya secara lebih detail dan melakukan suatu

penelitian dengan tujuan ingin mengetahui pengaruh variasi slice

thickness terhadap informasi diagnostik dan menuangkannya ke dalam

sebuah karya tulis ilmiah dengan judul “PERBEDAAN INFORMASI


4

DIAGNOSTIK CT SCAN ORBITA DENGAN VARIASI SLICE

THICKNESS”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penyusunan karya tulis

ilmiah ini penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1) Bagaimana perbedaan informasi diagnostik CT Scan orbita pada

variasi slice thickness 1 mm ; 3 mm ; dan 5 mm ?

2) Manakah gambar dengan informasi diagnostik yang paling optimal

pada penggunaan variasi slice thickness (1 mm ; 3 mm ; 5 mm) pada

pemeriksaan CT Scan orbita ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah

1) Untuk mengetahui perbedaan variasi slice thickness (1 mm; 3 mm; 5

mm) terhadap informasi diagnostik.

2) Untuk mengetahui gambar dengan informasi diagnostik yang paling

optimal pada penggunaan variasi slice thickness (1 mm; 3 mm; 5 mm)

pada pemeriksaan CT Scan orbita.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan dalam penyusunan karya tulis

ilmiah ini adalah sebagai berikut :

1.4.1 Bagi Rumah Sakit


5

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan pertimbangan

dalam pemilihan scan parameter pada pemeriksaan CT Scan

orbita di Rumah Sakit.

1.4.2 Bagi Pengembangan Ilmu

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk

pengembangan ilmu radiografi imajing CT Scan pada

pemeriksaan orbita, khususnya berkaitan dengan pemilihan scan

parameter pada pemeriksaan CT Scan orbita dalam menegakkan

diagnosis penyakit.

1.4.3 Bagi Pembaca

Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi pembaca

tentang pengaruh variasi slice thickness (1 mm; 3 mm; 5 mm)

terhadap informasi diagnostik guna penegakan diagnosis penyakit

pada pemeriksaan CT Scan orbita .

1.5 Keaslian Penelitian

Telah dilakukan penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan

pemeriksaan CT Scan Orbita oleh :

Ely Purwanti (2005), dengan judul “ Prosedur Pemeriksaan CT

Scan Orbita Pada Kasus Tumor Orbita Di Instalasi Radiologi RS Panti

Rapih Yogyakarta “. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh

penulis yaitu, topik CT Scan Orbita. Perbedaan jenis penelitian yang

merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus.

Estiningsih (2005) dengan judul “ Teknik Pemeriksaan Computer

Tomography Orbita pada Pasien dengan Keluhan Gangguan Penglihatan

di Bagian Radiologi RS Mardi Rahayu Kudus”. Persamaan dengan


6

penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu, topik CT Scan Orbita.

Perbedaan jenis penelitian yang merupakan jenis penelitian kualitatif

dengan pendekatan studi kasus.

Lujeng Agus Setiarso (2005) dengan judul “ Pemeriksaan CT

Scan Orbita pada Kasus Atropi Nerves Optikum di Instalasi Radiologi

RSUD Banyumas “. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh

penulis yaitu, topik CT Scan Orbita. Perbedaan jenis penelitian yang

merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus.

Anda mungkin juga menyukai