Anda di halaman 1dari 24

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Anatomi Fisiologi Orbita

Tulang orbita adalah suatu struktur yang berbentuk kerucut

yang berfungsi untuk mengelilingi dan melindungi bola mata dan

berhubungan dengan struktur-struktur sekitarnya. Orbita tersusun

dari frontal junction, sphenoid, dan tulang ethmoid dari cranium dan

lacrimal, palatine, maxillary, dan tulang zygomatikum dari muka

(Kelley, 1997).

Bola mata terdiri atas tiga lapis, yaitu (Dean, 1975) ;

1. Lapisan terluar berupa lapisan berserat : sklera dan kornea

2. Lapisan tengah terdiri dari lapisan vaskuler, choroid, ciliary body

dan iris.

3. Lapisan dalam terdiri atas nervous dan retina.

Mata sebagai indera ke enam memiliki struktur sebagai berikut

(www.indonesiaindonesia/orbita.com 2000; Peace 2002; Dean 1975)

1. Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang

berwarna putih dan relatif kuat. Sklera mempunyai beberapa

serat elastik yang menyebar, selain itu sklera mempunyai sedikit

suplai darah. Bagian anterior sklera akan berkelanjutan pada

kornea mata.
8

2. Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak

mata dan bagian luar sklera.

3. Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan

pembungkus dari iris, pupil dan bilik anterior serta membantu

memfokuskan cahaya. Kornea berbentuk sedikit lebih cembung

dibanding sklera. Pada kornea tidak mepunyai penyuplai darah.

4. Pupil : bintik tengah yang berwarna hitam, yang merupakan celah

dalam iris yang digunakan oleh cahaya untuk masuk mencapai

retina.

5. Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung di

belakang kornea dan di depan lensa mata; berfungsi mengatur

jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan cara mengubah

ukuran pupil.

6. Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor

aqueus dan vitreus; berfungsi membantu memfokuskan cahaya

ke retina.

7. Retina : lapisan saraf pada mata. Retina merupakan lapisan

jaringan peka cahaya yang terletak di bagian belakang bola

mata; berfungsi mengirimkan pesan visual melalui saraf optikus

ke otak.

8. Choroid : merupakan suatu selaput vaskuler, berwarna coklat.

Sebagian besar choroid berisi suatu sel jaringan kapiler dan

pigmen yang tebal dan padat. Secara anterior choroid akan

berkelanjutan dengan ciliary body.


9

9. Ciliary body : merupakan suatu struktur melingkar yang berada

dibalik simpangan kornea mata dan sklera. Terdiri dari serat otot

dan pada lapisan dalam adalah jaringan ikat yang berfungsi

untuk menahan lensa dari mata, dapat merubah muka cembung

lensa untuk fokus pada sinar yang akan diteruskan pada retina.

10. Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa

pesan visual dari retina ke otak.

11. Aqueous humor : cairan jernih dan encer yang mengalir di antara

lensa dan kornea (mengisi segmen anterior mata), serta

merupakan sumber makanan bagi lensa dan kornea; dihasilkan

oleh prosesus siliaris. Cairan ini berasal dari badan siliari dan

diserap kembali ke dalam aliran darah pada sudut antara iris dan

kornea melalui vena halus yang dikenal sebagai saluran

schlemm.

12. Vitreous humor : gel transparan yang terdapat di belakang lensa

dan didepan retina (mengisi segmen posterior mata). Berfungsi

untuk memberikan bentuk dan kekokohan pada mata, serta

mempertahankan hubungan antara retina dengan selaput

choroid dan sklerotik.

Cahaya yang masuk melalui kornea diteruskan ke pupil.

Iris mengatur jumlah cahaya yang masuk dengan cara membuka

dan menutup. Jika lingkungan di sekitar gelap, maka cahaya yang

masuk akan lebih banyak, dan sebaliknya. Ukuran pupil dikontrol

oleh otot sfingter pupil, yang membuka dan menutup iris. Lensa

terdapat di belakang iris. Retina mengandung saraf-saraf cahaya


10

dan pembuluh darah. Bagian retina yang paling sensitif adalah

makula, yang memiliki ratusan ujung saraf. Banyaknya ujung saraf

ini menyebabkan gambaran visual yang tajam.

Saraf optikus menghubungkan retina dengan cara membelah

jalurnya. Bola mata terbagi menjadi dua bagian, masing-masing

terisi oleh cairan :

1. Segmen anterior : mulai dari kornea sampai lensa, berisi humor

aqueus yang merupakan sumber energi bagi struktur mata di

dalamnya.

2. Segmen posterior : mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai

ke retina. Segmen ini berisi humor vitreus. Cairan tersebut

membantu menjaga bentuk bola mata.

3. Bilik anterior (kamera okuli anterior) : mulai dari kornea sampai iris

Gambar. 1. Anatomi bola mata (www.vision-training.com, 2001)


Keterangan Gambar:
10

1. Suspensor Ligament 10. Vitreous humor


2. Kornea 11. Optic nerve
3. Iris 12. Retina vessels
4. Pupil 13. Blind spot
5. Aqueous Humor 14. Hyaloid canal
6. Lensa 15. Fovea
7. Ciliary bodi 16. Retina
8. Konjungtiva 17. Choroid
9. Muskulus Ocular 18. Sclera
11

4. Bilik posteror (kamera okuli posterior) : mulai dari iris sampai

lensa.

Dalam keadaan normal, tumor aqueus dihasilkan di bilik posterior,

lalu melewati pupil masuk ke bilik anterior kemudian keluar dari

bola mata melalui saluran yang terletak ujung iris. Baik bilik

anterior maupun bilik posterior diisi dengan aqueus humor.

Gambar 2. Anatomi crossectional orbita potongan Axial


(Petersen, 1997)

Keterangan :

1. Sinus ethmoid
2. Medial rectus muscle
3. Optic nerve
4. Lateral rectus muscle
5. Posterior chamber dari mata (Retrobulbar)
6. Lens
7. Anterior chamber dari mata
12

Gambar 3. Anatomi crossectional orbita potongan sagital


(Petersen, 1997)

Keterangan :
6

1. Optic nerve 5. Anterior chamber dari mata


2. Orbital fat 6. Lens
3. Superior rectus muscle 7. Bola mata
4. Levator palpebrae 8. Inferior oblique muscle
muscle 9. Inferior rectus muscle
12

2.1.2 Dasar-Dasar CT Scan

2.1.2.1 Kualitas Image pada CT Scan

Komponen yang mempengaruhi kualitas gambar CT-

Scan adalah spatial resolution, kontras resolution, noise dan

artefak (Bushberg, 2003; Seram, 2001).

a. Spatial resolusi

Spasial resolusi adalah kemampuan untuk dapat

membedakan objek/ organ yang berukuran kecil dengan

densitas yang berbeda pada latar belakang yang sama

(Seeram,2001). Menurut Jeffrey Papp (2002) parameter

yang berpengaruh pada spatial resolusi meliputi ;

1) Tipe Scanning , meliputi ; ukuran focal spot, ukuran

dan jarak detector dan magnifikasi.

2) Gambar rekonstruksi, meliputi ; ukuran pixel,

rekonstruksi algorithma, dan slice thicknees.

3) Sampling, merupakan nomor dari sinar per proyeksi

dan nomor proyeksi

4) Ukuran dan panjang matriks

b. Kontras resolusi

Menurut Seeram (2001) dan Bushberg (2003) kontras

resolusi adalah kemampuan untuk membedakan atau

menampakan obyek-obyek dengan perbedaan densitas

yang sangat kecil dan dipengaruhi oleh faktor eksposi,


13

slice thicknees, FOV dan filter kernel (rekonstruksi

algorithma).

c. Noise

Menurut Seeram (2001) noise adalah fluktuasi (standar

deviasi) nilai CT Number pada jaringan atau materi yang

homogen. Sebagai contoh adalah air memiliki CT

Number 0, semakin tinggi standar deviasi nilai CT

Number pada pengukuran titik-titik air berarti noisenya

tinggi. Noise ini akan mempengaruhi kontras resolusi,

semakin tinggi noise maka kontras resolusi akan

menurun (Bushberg,2003). Untuk melihat jaringan yang

halus, noise harus diminimalkan dengan menggunakan

mAs yang tinggi, kecuali pada tulang dan paru

(Amarudin, 2007).

d. Artefak

Secara umum Artefak adalah kesalahan dalam gambar

(adanya sesuatu dalam gambar) yang tidak ada

hubungannya dengan obyek yang diperiksa. Dalam CT

Scan artefak didefinisikan sebagai pertentangan /

perbedaan antara rekonstruksi CT Number dalam

gambar dengan koefisien atenuasi yang sesungguhnya

dari obyek yang diperiksa (Seeram,2001).

2.1.2.2 Parameter CT Scan

Pada CT scan dikenal beberapa parameter untuk

pengontrolan eksposi dan output gambar yang optimal yaitu:


14

a. Slice Thickness

Slice Thickness adalah tebalnya irisan atau potongan

dari objek yang diperiksa. Ukuran yang tebal akan

menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah

sebaliknya dengan ukuran yang tipis akan menghasilkan

detail-detail yang tinggi. Bila ketebalan meninggi akan

timbul gambaran-gambaran yang mengganggu (artefak)

dan bila terlalu tipis noise akan meningkat

(Bontrager,2001). Slice thickness merupakan faktor

utama yang berpengaruh pada kualitas image dan

spatial resolution (Papp, 2002),

Menurut Amarudin (2007), slice thickness yang tebal

berarti : noise rendah, kontras resolusi lebih baik,

ketajaman suatu objek dengan jaringan sekitar gambar

buruk, dan terjadi artefak. Demikian sebaliknya apabila

slice thickness tipis berarti : noise rendah, kontras

resolusi rendah, ketajaman suatu objek terhadap

jaringan sekitar baik, dan artefak rendah. Slice yang

lebih tebal akan menghasilkan image yang lebih smooth

dengan kontras resolusi rendah yang lebih baik. Pada

pemilihan slice thickness untuk tulang (misal pada

tulang telinga) sebaiknya digunakan slice yang tipis,

karena akan memberikan spatial resolusi lebih baik, dan

untuk organ soft tissue sebaiknya digunakan slice

thickness yang tebal.


15

Muhler (2005), menyatakan bahwa untuk kasus – kasus

tertentu pemilihan variasi slice thickness akan

mempengaruhi keakuratan maksimum dan keandalan

diagnostik.

Pemilihan slice thickness pada saat pembuatan gambar

CT Scan mempunyai pengaruh langsung terhadap

spatial resolusi yang dihasilkan. Dengan slice thickness

yang meningkat (tipis) maka spasial rasolusi gambar

semakin baik, demikian sebaliknya. Namun pengaruh

yang berbeda terhadap dosis radiasi yang diterima oleh

pasien. Semakain tipis irisan, dosis radiasi semakin

tinggi dan berlaku sebaliknya (Seeram, 2001).

Bontrager (2001), berpendapat bahwa bila slice

thickness semakin tipis maka jumlah total radiograf yang

dihasilkan akan semakin banyak dan hal ini akan

berpengaruh pada dosis yang akan diterima oleh

pasien.

Secara umum slice thickness merupakan salah satu

faktor yang berpengaruh terhadap dosis radiasi pada CT

Scan selain faktor – faktor lain yang meliputi : energi

berkas (kVp), arus tabung (mA), rotasi atau waktu

eksposure (s), range, Field of View (FOV), pitch pada

scanning spiral. Dosis pasien pada CT Scan juga

disebabkan oleh jumlah / spasi dari jaringan yang

bersebelahan, lebih banyak slice thickness yang diiris


16

maka akan lebih banyak total volume jaringan yang

terkena radiasi. Hal ini dikarenakan perbandingan antara

slice thickness dan tebal interval meningkat (Michael,

2002).

Seeram (2001), pada volume CT singel slice, ketebalan

irisan/ slice thickness dari irisan ditentukan oleh picth

dan lebar dari precollimator (yang juga definisikan

sebagai beam with [BW]) pada pusat dari rotasi. Beam

with (BW) diukur pada poros-z pada pusat dari rotasi

untuk singel row detector array, dan digambarkan oleh

lebar precollimator. Lebar dari precollimator

menggambarkan ketebalan irisan/ slice thickness (z axis

resolusi atau spatial resolusi) dan pengaruh volume

coveage terhadap kecepatan kinerja.

Gambar 4. Basic data acqusition geometri dari volume


singel slice CT Scan (Seeram, 2001)

Keterangan :

1. Fokus
2. Pre Kolimator
3. Beam width
4. Z-Axis
5. Detektor
17

6. Post kolimator

Slice thickness yang tebal akan menghasilkan contrast

resolusi yang baik (SNR baik), tetapi spatial resolution

pada slice thickness yang tebal akan tereduksi. Bentuk

slice sensitivity profile untuk singel detektor merupakan

konsekwensi dari : terbatasnya lebar dari focal spot,

penumbra dari kolimator, faktor gambaran komputer dari

jumlah sudut projeksi yang melingkari pasien. Pada

helical scan meliliki slice sensitivity profile sedilit lebih

luas untuk translasi pasien selama scanning (Bushberg,

2003).

Gambar 5. Slice sensitivity profile (Bushberg, 2003)

Keterangan :

A. 0˚ projection
B. 180˚ projection
C. Combined effect
1. Slice sensitivity profile
2. Nominal dimensi slice
18

Sedangkan pada CT multislice, slice thickness dari irisan

yang ditentukan oleh beam with (BW), picth dan faktor

yang lain seperti bentuk dan lebar dari filter rekonstruksi

pada poros-z. Beam with (BW) masih didefinisikan pada

poros-z pada pusat rotasi tapi pada multislice digunakan

untuk empat baris detektor array. Lebar beam with

digunakan untuk empat irisan dan ditentukan oleh

precollimator (Seeram, 2001).

Gambar 6. Basic data acqusition geometri dari volume


multislice CT Scan (Seeram, 2001)

Keterangan :

1. Fokus
2. Beam width
3. Z-Axis
4. Detektor

b. Range

Range adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa

slice thickness dengan ketebalan irisan berbeda pada

masing-masing range tetapi masih dalam satu volume

investigasi.
19

c. Volume Investigasi

Volume investigasi adalah keseluruhan lapangan dari

objek yang diperiksa.

d. Faktor Eksposi

Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap eksposi meliputi tegangan tabung (kV), arus

tabung (mA) dan waktu eksposi (s).

e. Field of View (FOV)

Field of view adalah diameter maksimal dari gambaran

yang akan direkonstruksi.

f. Gantry Tilt

Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang

vertikal dengan gantry (tabung sinar-X dan detector).

g. Rekonstruksi Matriks

Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom

dari picture element (pixel) dalam proses

perekonstruksian gambar. Rekonstruksi matriks

berfungsi untuk merekonstruksi gambar.

h. Rekonstruksi Algorithma

Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis

(algorithma) yang digunakan dalam merekonstruksi

gambar. Semakin tinggi resolusi algorithma yang dipilih

maka akan semakin tinggi pula resolusi gambar yang

akan dihasilkan.

i. Window Width
20

Window Width adalah rentang nilai computed

tomography yang dikonversi menjadi gray levels untuk

ditampilkan dalam TV monitor dengan satuan HU

(Hounsfield Unit). Menurut Amarudin (2007), window

width yang sempit akan menghasilkan image yang

memiliki kontras yang tinggi, tetapi struktur di luar

window tidak terepresentasikan bahkan terabaikan.

Sementara bila mengunakan window yang luas,

perbedaan kepadatan yang kecil akan terlihat homogen

dan data akan termasking (tertutup/ tersembunyi).

Amarudin merkomendasikan teknik doubel window yaitu

teknik untuk mendisplaykan dua tipe jaringan yang

perbedaan kepadatannya sangat besar (paru dan usus

halus). Teknik ini baik untuk diagnosis.

j. Window Level

Window level adalah nilai tengah dari window yang

digunakan untuk penampilan gambar.

2.1.3 Teknik Pemeriksaan CT Scan Orbita

Menurut Springer (1996), pada pemeriksaan CT Scan orbita

dapat menggambarkan keakuratan struktur-struktur tulang orbita

seperti pada muscles ophthalmic, bola mata, dan retroorbital fat.

Menurut Neseth (2000), Imejing dari orbita secara lengkap

dibuat potongan axial dan coronal. FOV yang divisulisasikan dari

gambaran lateral kepala, meliputi anterior bola mata sampai dengan

posterior dorsum sella. Scan range yang digunakan adalah dengan


21

irisan yang tipis untuk potongan coronal maupun potongan axial

untuk meningkatkan kualitas gambar. Pada scan axial

menggambarkan secara keseluruhan dari penebalan superior dari

sinus maksilaris yang melalui superior orbita rim.

Sedangkan menurut Springer (1996), pemeriksaan rutin untuk

orbita dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, dengan potongan

axial dan potongan coronal, dengan slice thickness yang digunakan

pada pemeriksaan CT Scan orbita tidak lebih dari 2 mm.

Pemeriksaan CT Scan Orbita dapat digunakan untuk menentukan

infraorbital foreign body dan untuk evaluasi dari trauma.

Slice thickness yang tipis (3 mm) lebih disukai untuk

menggambarkan potongan axila dan coronal dari orbita, hal ini

karena dapat memberikan penilaian dari lessi soft tissue dan dapat

membantu untuk melihat batasan dari dinding tulang orbita.

Beberapa institusi menggunakan slice thickness 1 mm pada

scanning axial, kemudian mereformat untuk menghasilkan gambaran

coronal atau sagital. Teknik reformat berguna ketika gambaran

coronal tidak dapat dilakukan, namun kualitas gambaran reformat

memiliki mutu yang lebih rendah dibandingkan dengan direct image

(Seeram, 2001).

Pada klinis tumor/ infeksi scanning potongan axial 3-5 mm dari

dinding inferior hingga dinding superior cavum orbita, sudut sejajar

dengan nervus opticus atau menggunakan garis infraorbito meatal

line, tanpa dan dengan kontras. Selanjutna dibuat potongan coronal


22

3-5 mm mencakup seluruh cavum orbita (www.radiografer.net,

2008).

2.1.3.1 Indikasi pemeriksaan CT Orbita (Jaengsri, 2004)

Kelainan struktur dari orbita, sisi dari orbita, trauma, benda

asing.

2.1.3.2 Persiapan Pasien

Infomasikan mengenai prosedur pemeriksaan kepada

pasien, pasien dianjurkan untuk puasa makan dan minum

jika dalam pemeriksaan memerlukan injeksi media kontras.

2.1.3.3 Posisi Pasien

Atur posisi pasien dalam keadaan supine pada scanning

axial, head first. Tempatkan kepala pada head holder, dagu

fleksi dengan nyaman ke arah dada sehingga OML (Orbito

Meatal Line) tegak lurus untuk scan axial dan supine atau

prone pada scanning coronal dengan kepala dan leher

ekstensi dan mengganjal pada holder.

2.1.3.4 Scannogram

Scannogram dapat dibuat antero posterior (AP) maupun

lateral. Scannogram pada proyeksi AP akan dapat

mengevaluasi apakah posisi objek sudah lurus dan berada

di pertengahan. Sedangkan scannogram lateral bermanfaat

untuk menentukan penyudutan gantry (Neseth, 2000).

125 CORONAL ORBITS


AXIAL ORBITS
start of range 2

end of range 1
end of range 2

start of range 1
23

Gambar 7. Scannogram CT Scan Orbita potongan axial dan


coronal (Neseth, 2000)

2.1.3.5 Parameter Scanning Orbita

a). Volume investigasi : 0,5 cm dari batas bawah sampai

0,5 cm batas atas rongga orbita.

b). Slice Thickness : 2 mm

c). Pitch : spiral atau pitch = 1,0

d). FOV : dimensi kepala (24 cm) ;

pengurangan FOV penting pada

evaluasi patologi

e). Ganty tilt : -6° sampai -10° dari OML atau

paralel dengan nerve optic pada

scanning axial ; mengikuti posisi

pasien pada scanning coronal.

f). kVp : standar

g). mAs : konsisten menyesuaikan kualitas

image yang dihasilkan

h). Rekonstruksi algorithma: high resolution atau standar

i). ww : 140 -300 HU (soft tissue)

2000 – 3000 HU (bone)

kurang lebih 4000 HU (khusus

window orbita)
24

j). wl : 30 – 40 HU (soft tissue)

200 – 400 HU (bone)

kurang lebih 0 HU (khusus

window orbita)

2.1.4 Pertimbangan Pada CT Scan Orbita

Menurut Neseth (2000), pada scan axial menggambarkan

secara keseluruhan dari penebalan superior dari sinus maksilaris

yang melalui superior orbita rim. Cakupan dari potongan coronal

dimulai dari batas anterior mata melalui sinus sphenoid.

Penggunaan media kontras dilakukan apabila terdapat neoplasma

atau kecurigaan kelainan vasculer. Pemilihan dalam scanning

konvensional atau scanning spiral ditentukan dari fasilitas imaging

dan dengan pertimbangan kepada kemampuan pasien untuk tidak

bergerak selama pemeriksaan. Menurut Jaengsri (2004), kriteria

gambaran yang terlihat pada gambaran CT Scan Orbita meliputi :

a. Tampak keseluruhan orbita

b. Dinding Osseous

c. Optic nerve canal

d. Optic nerve

e. Muscle Orbita

f. Retrobulbar fat
25

Gambar 8. Hasil CT Scan Orbita potongan axial pada mid orbita


(Petersen, 1997)

Keterangan :

1. Optic nerve
2. Anterior chamber dari mata
3. Medial rectus muscle
4. Lens
5. Posterior chamber dari mata
6. Lateral rectus muscle
Gambar 9. Hasil CT Scan Orbita potongan sagital pada mid orbita
(Petersen, 1997)

Keterangan:
1. Optic nerve
2. Superior rectus muscle
3. Bola mata
4. Lens
5. Inferior rectus muscle

Jessen (2001) mendefinisikan tentang konsep kriteria kualitas gambaran

diagnostik sebagai suatu tingkat pertimbangan performan yang

diperlukan dalam menghasilkan gambaran dari kualitas standar anatomi

tertentu dan tingkatan juga dapat ditunjukkan oleh indikator dokter

radiologi. Lebih dari itu, kriteria gambaran harus meliputi kriteria

anatomis yang berhubungan dengan visualisasi atau fiture anatomi

seperti kriteria ukuran fisik dari objek.

Informasi diagnostik penting dalam bidang medik dan radiolog


merupakan salah satu penegak diagnostik. Anatomi dan fisiologi
merupakan hal yang penting dalam kondisi medis (Alex Munitz, MD,
FACR, Chairman of the Department of Radiology at GBMC,2000).
2.2 Kerangka Teori

Parameter CT Scan

Faktor Type Slice Matriks Rekontruksi Window Mid


Eksposi scanning Thickness dan algorithma/ width orbita
sequence FOV filter dan line
window (menyes
level uaikan
anatomi
pasien)

Variasi slice
Informasi
CT SCAN thickness
diagnostik pada
ORBITA pada CT
CT Scan orbita
Scan Orbita

2.3 Hipotesis Penelitian

Ho :Tidak ada perbedaan informasi diagnostik CT Scan orbita yang

dihasilkan pada variasi slice thickness (1 mm; 3 mm; 5 mm).

Ha : Ada perbedaan informasi diagnostik CT Scan orbita yang dihasilkan

pada variasi slice thickness (1 mm; 3 mm; 5 mm).

Anda mungkin juga menyukai