Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Radiodiagnostik merupakan salah satu cabang dari radiologi yang
bertujuan untuk membantu pemeriksaan dalam bidang kesehatan, yaitu untuk
menegakkan diagnosa suatu penyakit melalui pembuatan gambar yang disebut
dengan radiograf. Pemeriksaan dengan pemanfaatan sinar roentgen, yang sering
disebut sinar-X. Sinar-X mengalami perkembangan yang sangat pesat sejak
pertama kali ditemukan pada tanggal 8 November 1895 oleh Wilhelm Concard
Rontgen. Penemuan ini merupakan merupakan suatu revolusi dalam dunia
kedokteran karena dengan hasil penemuan ini dapat digunakan untuk
pemeriksaan bagian – bagian tubuh manusia yang sebelumnya tidak pernah
tercapai dengan cara – cara pemeriksaan konvensional. Aplikasi pemanfaatan
sinar-X untuk pemeriksaan melalui pembuatan radiograf sangat berguna, baik
itu yang menggunakan media kontras maupun tanpa menggunakan media
kontras. Pemeriksaan yang menggunakan media kontras salah satunya adalah
pemeriksaan Colon In Loop.
Colon In Loop adalah teknik pemeriksaan secara radiologis dari usus
besar dengan menggunakan media kontras secara retrograde yang bertujuan
untuk mendapatkan gambaran anatomis dari kolon sehingga dapat membantu
menegakkan diagnosa suatu penyakit atau kelainan-kelainan pada kolon.
Fistula adalah saluran tidak normal yang menghubungkan organ – organ
bagian dalam tubuh yang secara normal tidak berhubungan atau hubungan
organ – organ bagian dalam dengan tubuh bagian luar. Salah satu jenis fistula
adalah fistula enterocutaneous, yaitu fistula yang menghubungkan usus halus
dengan permukaan kulit.
Biasanya pada pasien dengan fistula dilakukan pemeriksaan Fistulografi,
tetapi di RSU Dr. Saiful Anwar Malang pada pasien dengan fistula
enterocutaneous dilakukan pemeriksaan Colon In Loop sehingga membuat
2

penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang pemeriksaan Colon In Loop
tersebut dalam Laporan Study Kasus dengan judul “Teknik Pemeriksaan
Radiografi Colon In Loop Pada Pasien Dengan Fistula Enterocutaneous Di
Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang”.

1.2. Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang telah dikemukan di atas, penulis dapat
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana prosedur pemeriksaan Colon In Loop pada pasien dengan
Fistula Enterocutaneous di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang?
2. Apakah peranan pemeriksaan Colon In Loop pada pasien dengan Fistula
Enterocutaneous di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang?

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan dari laporan study kasus ini adalah:
1. Sebagai salah satu tugas Praktek Kerja Lapangan II Jurusan Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Semarang.
2. Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan Colon In Loop pada pasien
dengan Fistula Enterocutaneous di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar
Malang.
3. Untuk mengetahui peranan pemeriksaan Colon In Loop pada pasien
dengan Fistula Enterocutaneous di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar
Malang.

1.4. Manfaat Penulisan


Manfaat dari penulisan laporan study kasus ini antara lain:
1. Bagi penulis, dapat membuka wawasan serta memperdalam pengetahuan
penulis tentang proses pemeriksaan colon in loop pada pasien dengan
fistula enterocutaneous di RSU Dr. Saiful Anwar Malang.
3

2. Bagi Rumah Sakit, sebagai masukkan bagi Instalasi Radiologi RSU Dr.
Saiful Anwar tentang pemeriksaan colon in loop pada pasien dengan
fistula enterocutaneous.
3. Bagi Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik
Kesehatan Semarang, guna menambah wacana pengetahuan mahasiswa
dan mahasiswi tentang pemeriksaan colon in loop pada pasien dengan
fistula enterocutaneous.

1.5. Sistematika Penulisan


Guna memudahkan dalam memahami isi laporan study kasus ini,
maka penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulis, dan sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI
Berisi tentang anatomi dan fisiologi dari colon, patologi fistula, dan
teknik pemeriksaan dari colon in loop.
BAB III HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang paparan kasus, pelaksanaan pemeriksaan, hasil
pemeriksaan, dan pembahasan.
BAB IV PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
4

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Anatomi dan Fisiologi Usus Besar (Colon)


Usus besar atau kolon adalah sambungan dari usus halus yang
merupakan tabung berongga dengan panjang kira-kira 1,5 meter, terbentang dari
sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar lebih besar daripada usus halus.
Diameter rata-ratanya sekitar 2,5 inchi. Tetapi makin mendekati ujungnya
diameternya makin berkurang. Usus besar ini tersusun atas membran mukosa
tanpa lipatan, kecuali pada daerah distal kolon.
Usus besar dibagi menjadi ; sekum, appendiks vermivormis, kolon
asenden, kolon transversal, kolon desenden, kolon sigmoideum (kolon
pelvicum), rektum dan anus.

Keterangan :
1. Apendiks
2. Sekum
3. Persambungan ileosekal
4. Apendises epiploika
5. Kolon asendens
6. Fleksura hepatika
7. Kolon transversal
8. Fleksura lienalis
9. Haustra
10. Kolon desendens
11. Taenia koli
12. Kolon sigmoid
13. Kanalis Ani
14. Rektum
15. Anus

Gambar 1.
Usus Besar / Kolon (Silvia, 1990)
5

1. Sekum
Sekum merupakan kantong dengan ujung buntu yang menonjol
ke bawah pada regio iliaca kanan, di bawah junctura ileocaecalis.
Appendiks vermiformis berbentuk seperti cacing dan berasal dari sisi
medial usus besar. Panjang sekum sekitar 6 cm dan berjalan ke kaudal.
Sekum berakhir sebagai kantong buntu yang berupa processus
vermiformis (apendiks) yang mempunyai panjang antara 8-13 cm.
2. Kolon asenden
Kolon asenden berjalan ke atas dari sekum ke permukaan
inferior lobus kanan hati, menduduki regio illiaca dan lumbalis kanan.
Setelah sampai ke hati, kolon asenden membelok ke kiri, membentuk
fleksura coli dekstra (fleksura hepatik). Kolon asenden ini terletak pada
regio illiaca kanan dengan panjang sekitar 13 cm.
3. Kolon transversum
Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis
dari fleksura coli dekstra sampai fleksura coli sinistra. Kolon
transversum membentuk lengkungan seperti huruf u. Pada posisi berdiri,
bagian bawah U dapat turun sampai pelvis. Kolon transversum, waktu
mencapai daerah limpa, membelok ke bawah membentuk fleksura coli
sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon desenden.
4. Kolon desenden
Kolon desenden terletak pada regio illiaca kiri dengan panjang
sekitar 25 cm. Kolon desenden ini berjalan ke bawah dari fleksura
lienalis sampai pinggir pelvis membentuk fleksura sigmoideum dan
berlanjut sebagai kolon sigmoideum.
5.Kolon sigmoideum
Kolon sigmoideum mulai dari pintu atas panggul. Kolon
sigmoideum merupakan lanjutan kolon desenden dan tergantung ke
bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon
sigmoideum bersatu dengan rektum di depan sakrum.
6

6. Rektum
Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum
merupakan lanjutan dari kolon sigmoideum dan berjalan turun di depan
sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Setelah itu
rektum berlanjut sebagai anus dalam perineum. Menurut Pearce (1999),
rektum merupakan bagian 10 cm terbawah dari usus besar, dimulai pada
kolon sigmoideum dan berakhir ke dalam anus yang dijaga oleh otot
internal dan eksternal.

2.2. Patologi Fistula


Fistula adalah saluran tidak normal yang menghubungkan organ –
organ bagian dalam tubuh yang secara normal tidak berhubungan atau
hubungan organ – organ bagian dalam dengan tubuh bagian luar.
Sebagian besar, fistula disebabkan karena adanya infeksi, trauma atau
tindakan bedah medis oleh dokter. Sedangkan fistula yang disebabkan karena
cacat bawaan atau congenital jarang sekali ditemukan.
Fistula terdiri dari beberapa tipe – tipe yaitu sebagai berikut:
1. Blind (buntu)
Yaitu fistula yang memiliki ujung dan pangkal pada satu tempat, tetapi
menghubungkan dua struktur.
2. Complete (sempurna)
Yaitu fistula yang mempunyai ujung dan pangkal pada daerah internal dan
eksternal.
3. Horshoes (bentuk sepatu kuda)
Yaitu fistula yang menghubungkan anus dengan satu atau lebih titik pada
permukaan kulit setelah melalui rectum.
4. Incomplete (tidak sempurna)
Yaitu sebuah pipa atau saluran dari kulit yang tertutup dari sisi bagian
dalam dan tidak menghubungkan pada beberapa organ dalam atau struktur
organ.
7

Sedangkan macam – macam fistula menurut tempatnya adalah sebagai berikut:


1. Fistula Enterokolonik
Yaitu fistula yang menghubungkan antara usus besar dan usus halus.
2. Fistula Enterocutaneous
Yaitu fistula yang menghubungkan usus halus dengan permukaan kulit.
3. Fistula Perianal
Yaitu fistula yang menghubungkan antara anus dengan permukaan kulit.
4. Fistula Enterovesikular
Yaitu fistula pada daerah kandung kemih.

2.3. Teknik Pemeriksaan Colon In Loop


2.3.1. Pengertian
Teknik pemeriksaan colon in loop adalah teknik pemeriksaan
secara radiologis dari usus besar dengan menggunakan media kontras
secara retrograde.
2.3.2. Tujuan Pemeriksaan
Tujuan pemeriksaan colon in loop adalah untuk mendapatkan
gambaran anatomis dari kolon sehingga dapat membantu menegakkan
diagnosa suatu penyakit atau kelainan-kelainan pada kolon.
2.3.3. Indikasi dan Kontra Indikasi
1. Indikasi
 Kolitis, adalah penyakit-penyakit inflamasi pada colon, termasuk
didalamnya kolitis ulseratif dan kolitis crohn.
 Carsinoma atau keganasan
 Divertikel, merupakan kantong yang menonjol pada dinding
colon, terdiri atas lapisan mukosa dan muskularis mukosa.
 Megakolon adalah suatu kelainan kongenital yang terjadi karena
tidak adanya sel ganglion di pleksus mienterik dan submukosa
pada segmen colon distal.Tidak adanya peristaltik menyebabkan
feses sulit melewati segmena gangglionik, sehingga
8

memungkinkan penderita untuk buang air besar tiga minggu


sekali.
 Obstruksi atau illeus adalah penyumbatan pada daerah usus
besar.
 Invaginasi adalah melipatnya bagian usus besar ke bagian usus
itu sendiri.
 Stenosis adalah penyempitan saluran usus besar.
 Volvulus adalah penyumbatan isi usus karena terbelitnya
sebagian usus ke bagian usus yang lain.
 Atresia ani adalah tidak adanya saluran dari colon yang
seharusnya ada.
2. Kontra Indikasi
 Perforasi, terjadi karena pengisian media kontras secara
mendadak dan dengan tekanan tinggi.
 Obstruksi akut atau penyumbatan.
 Diare berat.
2.3.4. Persiapan Pasien
Tujuan persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan colon
in loop adalah untuk membersihkan kolon dari feses, karena bayangan
dari feses dapat mengganggu gambaran dan menghilangkan anatomi
normal sehingga dapat memberikan kesalahan informasi dengan adanya
filling defect.
Prinsip dasar pemeriksaan colon in loop memerlukan beberapa
persiapan pasien, yaitu :
1. Mengubah pola makanan pasien
Makanan hendaknya mempunyai konsistensi lunak,
rendah serat dan rendah lemak untuk menghindari terjadinya
bongkahan - bongkahan tinja yang keras.
9

2. Minum sebanyak-banyaknya
Pemberian minum yang banyak dapat menjaga tinja
selalu dalam keadaan lembek
3. Pemberian obat pencahar
Apabila kedua hal diatas dijalankan dengan benar, maka
pemberian obat pencahar hanya sebagai pelengkap saja.
2.3.5. Persiapan Alat dan Bahan
1. Persiapan alat pada pemeriksaan colon in loop, meliputi :
 Pesawat x – ray siap pakai
 Kaset dan film sesuai dengan kebutuhan
 Marker
 Standar irigator dan irigator set lengkap dengan kanula rectal .
 Vaselin dan jelly
 Sarung tangan
 Penjepit atau klem
 Kain kassa
 Bengkok
 Apron
 Plester
 Tempat mengaduk media kontras
2. Persiapan bahan
 Media kontras, yang sering dipakai adalah larutan barium
dengan konsentrasi antara 70 – 80 W/V % (Weight /Volume).
Banyaknya larutan (ml) tergantung pada panjang pendeknya
kolon, kurang lebih 600 – 800 ml
 Air hangat untuk membuat larutan barium
 Vaselin atau jelly, digunakan untuk menghilangi rasa sakit saat
kanula dimasukkan kedalam anus.
10

2.3.6. Teknik Pemasukan Media Kontras


1. Metode kontras tunggal
Barium dimasukkan lewat anus sampai mengisi daerah
sekum. Pengisian diikuti dengan fluoroskopi. Untuk keperluan
informasi yang lebih jelas pasien dirotasikan ke kanan dan ke kiri
serta dibuat radiograf full filling untuk melihat keseluruhan bagian
usus dengan proyeksi antero posterior. Pasien diminta untuk buang
air besar, kemudian dibuat radiograf post evakuasi posisi antero
posterior.
2. Metode kontras ganda
a. Pemasukan media kontras dengan metode satu tingkat.
Merupakan pemeriksaan colon in loop dengan
menggunakan media kontras berupa campuran antara BaSO4
dan udara. Barium dimasukkan kira-kira mencapai fleksura
lienalis kemudian kanula diganti dengan pompa. Udara
dipompakan dan posisi pasien diubah dari posisi miring ke kiri
menjadi miring ke kanan setelah udara sampai ke fleksura
lienalis. Tujuannya agar media kontras merata di dalam usus.
Setelah itu pasien diposisikan supine dan dibuat radiograf.
b. Pemasukan media kontras dengan metode dua tingkat.
(1). Tahap pengisian
Pada tahap ini dilakukan pengisian larutan BaSO4 ke
dalam lumen kolon, sampai mencapai pertengahan kolon
transversum. Bagian yang belum terisi dapat diisi dengan
mengubah posisi penderita.
(2). Tahap pelapisan
Dengan menunggu kurang lebih 1-2 menit agar larutan
BaSo4 mengisi mukosa kolon.

(3). Tahap pengosongan


11

Setelah diyakini mukosa terlapisi maka larutan perlu


dibuang sebanyak yang dapat dikeluarkan kembali.
(4). Tahap pengembangan
Pada tahap ini dilakukan pemompaan udara ke lumen
kolon. Pemompaan udara tidak boleh berlebihan (1800-
2000 ml) karena dapat menimbulkan kompikasi lain,
misalnya refleks vagal yang ditandai dengan wajah pucat,
pandangan gelap, bradikardi, keringat dingin dan pusing.
(5). Tahap pemotretan
Pemotretan dilakukan bila seluruh kolon telah
mengembang sempurna.
2.3.7. Proyeksi Radiograf
1. Proyeksi Antero Posterior (AP).
Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan dengan
MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada tepat pada garis tengah meja
pemeriksaan. Kedua tangan lurus di samping tubuh dan kedua kaki
lurus ke bawah. Objek diatur dengan menentukan batas atas
processus xypoideus dan batas bawah adalah symphisis pubis.
Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca dengan arah
sinar vertikal tegak lurus dengan kaset. Eksposi dilakukan saat
pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas.
Kriteria radiograf menunjukkan seluruh kolon terlihat,
termasuk fleksura dan kolon sigmoid.
Left colic flexure

Transverse colon

Right colic flexure

Descending colon

Ascending colon

Sigmoid

Gambar 2
2. Proyeksi AP Aksial (Ballinger, 1999).
Posisi pasien dan gambar radiograf proyeksi AP
12

Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan dengan MSP


tepat pada garis tengah meja pemeriksaan. Kedua tangan lurus di
samping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. Atur pertengahan
kaset dengan menentukan batas atas pada puncak illium dan batas
bawah symphisis pubis.
Titik bidik pada 5 cm di bawah pertengahan kedua crista
illiaca dengan arah sinar membentuk sudut 30 - 40 kranial. Eksposi
dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas.
Kriteria radiograf menunjukkan rektosigmoid di tengah film
dan sedikit mengalami superposisi dibandingkan dengan proyeksi
antero posterior, tampak juga kolon transversum.

Descending colon

Sigmoid

Rectum

Gambar 3.
Posisi pasien dan gambar radiograf proyeksi AP Axial

3. Proyeksi LPO (Ballinger, 1999).


Pasien diposisikan supine kemudian dirotasikan kurang lebih
35 - 45 terhadap meja pemeriksaan. Tangan kiri digunakan untuk
bantalan dan tangan kanan di depan tubuh berpegangan pada tepi
meja pemeriksaan. Kaki kiri lurus sedangkan kaki kanan ditekuk
untuk fiksasi.
Left colic flexure
Titik bidik 1-2 inchi ke arah lateral kanan dari titik tengah
kedua crista illiaca, dengan arah sinar vertikal tegak lurus terhadap
Right colic flexure
kaset.
Descending colon
Ascending colon

Sigmoid

Rectum

Gambar 4.
Posisi pasien dan gambar radiograf proyeksi LPO
13

4. Proyeksi RPO (Ballinger, 1999).


Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan kemudian
dirotasikan ke kanan kurang lebih 35 - 45 terhadap meja
pemeriksaan.Tangan kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri
menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi meja. Kaki kanan
lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit ditekuk untuk fiksasi. Titik bidik
pada 1-2 inchi ke arah lateral kiri dari titik tengah kedua crista illiaca
dengan arah sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset. Eksposi
dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas.
Kriteria radiograf menunjukkan tampak gambaran fleksura
lienalis dan kolon asenden.
Left colic flexure

Transverse colon

Right colic flexure

Descending colon

Ascending colon

Sigmoid

Rectum

Gambar 5.
Posisi pasien dan gambar radiograf proyeksi RPO
5. Proyeksi Postero Anterior (Ballinger, 1999).
14

Pasien diposisikan tidur telungkup (prone) di atas meja


pemeriksaan dengan MSP tubuh berada tepat di garis tengah meja
pemeriksan. Kedua tangan lurus di samping atas tubuh dan kaki
lurus ke bawah. MSP objek sejajar dengan garis tengah meja
pemeriksaan, objek diatur diatas meja pemeriksaan dengan batas atas
processus xypoideus dan batas bawah sympisis pubis tidak
terpotong, pada saat eksposi pasien ekspirasi dan tahan nafas. Titik
bidik pada pertengahan kedua crista illiaca dengan arah sinar vertikal
tegak lurus kaset Kriteria radiograf seluruh kolon terlihat termasuk
fleksura dan rektum.

Left colic flexure

Descending colon

Transverse colon
Right colic flexure

Ascending colon

Sigmoid
Rectum

Gambar 6.
Posisi pasien dan gambar radiograf proyeksi PA

6. Proyeksi Postero Anterior Aksial (Balinger, 1999).


Pasien tidur telungkup di atas meja pemeriksaan dengan MSP
tubuh berada tepat pada garis tengah meja pemeriksaan. Kedua
tangan lurus disamping tubuh dan kaki lurus kebawah. MSP objek
sejajar dengan garis tengah grid, pertengahan kaset pada puncak
illium. Eksposi pada saat ekspirasi dan tahan nafas. Titik bidik pada
pertengahan kedua crista illiaca
Left dengan arah sinar menyudut 30 -
colic flexure

40 kaudal. Transverse colon

Kriteria : tampak rektosigmoid ditengah film, daerah


Sigmoid
rektosigmoid terlihat lebih sedikit mengalami superposisi

Rectum

Gambar 7.
Posisi pasien dan gambar radiograf proyeksi PA Axial
15

dibandingkan dengan proyeksi PA, terlihat kolon transversum dan


kedua fleksura.

7. Proyeksi RAO
Posisi pasien telungkup di atas meja pemeriksaan kemudian
dirotasikan ke kanan kurang lebih 35˚- 45˚ terhadap meja
pemeriksaan. Tangan kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri
menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi meja. Kaki kanan
lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit di tekuk untuk fiksasi. Titik
bidik pada 1-2 inchi ke arah lateral kiri dari titik tengah kedua krista
illiaka dengan arah sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset. Ekposi
dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas.
Kriteria : menunjukkan gambaran fleksura hepatika kanan
terlihat sedikit superposisi bila di bandingkan dengan proyeksi PA
dan tampak juga daerah sigmoid dan kolon asenden.
Left colic flexure

Right colic flexure

Descending colon
Ascending colon

Sigmoid

8. Proyeksi LAO Gambar 8.


Posisi pasien dan gambar radiograf proyeksi RAO

Gambar 8. Posisi pasien dan gambar radiograf proyeksi RAO


16

Pasien ditidurkan telungkup di atas meja pemeriksaan


kemudian dirotasikan kurang lebih 35˚ - 45˚ terhadap meja
pemeriksaan. Tangan kiri di samping tubuh dan tangan di depan
tubuh berpegangan pada meja pemeriksaan, kaki kanan ditekuk
sebagai fiksasi, sedangkan kaki kiri lurus. Titik bidik 1-2 inchi ke
arah lateral kanan dari titik tengah kedua krista illiaka dengan sinar
vertikal tegak lurus terhadap kaset. Ekposi dilakukan pada saat
pasien ekspirasi dan tahan napas.
Kriteria : menunjukkan gambaran fleksura lienalis tampak
sedikit superposisi bila dibanding pada proyeksi PA, dan daerah
kolon desenden tampak.
Left colic flexure

Right colic flexure

Transverse colon

Descending colon

Ascending colon

Vermiform appendix

Sigmoid

Gambar 9.
Posisi pasien dan gambar radiograf proyeksi LAO

9. Proyeksi Lateral (Ballinger, 1999).


Pasien diposisikan lateral atau tidur miring dengan Mid
Coronal Plane (MCP) diatur pada pertengahan grid, genu sedikit
fleksi untuk fiksasi. Arah sinar tegak lurus terhadap film pada Mid
Coronal Plane setinggi spina illiaca anterior superior (SIAS).
Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi
Sigmoid dan tahan nafas.

Kriteria : daerah rectum


Sacrumdan sigmoid tampak jelas,
Rektum
rectosigmoid pada pertengahan radiograf.
Symphysis pubis

Gambar 10.
Posisi pasien dan gambar radiograf proyeksi Lateral
17

10. Proyeksi Left Lateral Dicubitus (LLD)


Pasien diposisikan ke arah lateral atau tidur miring ke kiri
dengan bagian abdomen belakang menempel dan sejajar dengan
kaset. MSP tubuh berada tepat pada garis tengah grid. Titik bidik
diarahkan pada pertengahan kedua crista illiaka dengan arah sinar
horisontal dan tegak lurus terhadap kaset. Eksposi dilakukan pada
saat pasien ekspirasi dan tahan napas.
Kriteria radigraf menunjukkan bagian atas sisi lateral dari
kolon asenden naik dan bagian tengah dari kolon desenden saat terisi
udara.
Right colic flexure
Ascending colon

Rectum

Sigmoid

Descending colon

Left colic flexure

Gambar 11.
Posisi pasien dan gambar radiograf proyeksi LLD
11. Proyeksi Axial Metode Chassard Lapine
18

Posisi pasien duduk dengan punggung pada sisi meja,


sehingga MCP tubuh sedekat mungkin pada garis tengah meja
pemeriksaan. Pertengahan panggul berada tepat pada pertengahan
film, dan pasien membungkuk. Kedua tangan berpegangan pada
pergelangan kaki untuk fiksasi. Sinar diarahkan tegak lurus melewati
daerah lombo sakral setinggi trochanter mayor.
Kriteria radiograf menunjukkan gabungan rektosigmoid dan
sigmoid pada proyeksi axial dan tampak rektum.
Femur

Greater trochanter

Sigmoid

Ischial tuberosity

Rectum

Gambar 12.
Posisi pasien dan gambar radiograf proyeksi Axial Methode Chassard-lapine

2.3.8. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :
1. Perforasi
Perforasi terjadi karena pengisian larutan kontras dengan tekanan
yang tinggi secara mendadak, juga dapat terjadi akibat
pengembangan yang berlebihan.
2. Refleks Vogal
Refleks Vogal terjadi karena pengembangan yang berlebihan,
yang ditandai dengan pusing, keringat dingin, pucat, pandangan
gelap, dan bradikardi. Pemberian sulfas atropin dan oksigen
dapat mengatasi keadaan tersebut.
19

BAB III
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

3.1. Paparan Kasus


Pada hari Senin, 24 Juli 2006 pasien bernama Tn. R, umur 61 tahun dari
Poli Bedah mendaftarkan ke Instalasi Radiologi RSU Dr. Saiful Anwar Malang
untuk pemeriksaan Colon In Loop dengan Fistula Enteroscutaneous. Persiapan
pemeriksaan dilakukan di rumah pasien karena pasien berasal dari poli dan
berstatus rawat jalan. Pasien dengan data sebagai berikut:
Nama Pasien : Tn. R
Jenis Kelamin : Laki - laki
Umur : 61 tahun
No. RM : 323694
No. Foto : 18938
Dokter yang meminta : dr. Agus
Pada hari Rabu, 2 Agustus 2006 penderita datang ke Instalasi Radiologi
RSU Dr. Saiful Anwar Malang untuk dilakukan pemeriksaan dengan sinar-X.
Penderita datang dengan membawa surat permintaan pemeriksaan dari dokter
yang memeriksa.

3.2. Pelaksanaan Pemeriksaan


3.2.1. Persiapan Penderita
Pada hari senin dan selasa tanggal 31 Juli sampai 1 Agustus
2006 penderita diharuskan makan bubur dan kecap saja. Pada jam 19.30
malam, makan bubur dan kecap untuk yang terakhir. Hari selasa tanggal
1 Agustus 2006 jam 20.00 malam, penderita minum CASTRO OIL 30
CC yang dicampur dengan air hangat kurang lebih setengah gelas.
Seterusnya penderita harus minum air putih sebanyak mungkin (3 – 5
gelas). Sesudah itu penderita harus puasa, dan pada jam 05.00 pagi
sebelum pemeriksaan atau pelayanan foto dilaksanakan penderita
20

memasukkan DULCOLAX SUPP melalui anus atau dubur. Hari rabu


tanggal 2 Agustus jam 08.00 pagi, penderita harus sudah berada di
Instalasi Radiologi untuk dilakukan pemeriksaan / pelayanan foto.
3.2.2. Persiapan Alat dan Bahan
1) Persiapan Alat
a. Satu unit pesawat X-ray dan flouroskopi
b. Marker
c. Standar irrigator
d. Kateter yang dilengkapi pompa (three way)
e. Penjepit atau klem
f. Tempat mengaduk kontras
g. Sarung tangan
h. Kassa
i. Apron
j. Vaselin atau jelly
k. 1 buah spuit
l. TV Monitor
m. Alat prosessing
n. Kaset dan film
o. Bengkok
p. Peralatan Emergency (tabung oksigen, obat – obatan
antihistamin, tensimeter, kapas beralkohol, dll)
2) Persiapan Bahan
Bahan kontras yang digunakan dalam pemeriksaan ini
menggunakan barium sulfat (BaSO4) dan air hangat sebagai pelarut,
dengan perbandingan antara barium yang digunakan adalah 1:4
dengan jumlah larutan sebanyak 1000 mL.
21

3.3. Hasil Pemeriksaan


Penderita datang ke bagian radiologi kemudian penderita dipersilahkan
untuk mengganti pakaiannya dengan baju pasien yang telah disediakan serta
melepas semua benda yang mengandung logam agar tidak mengganggu
radiograf. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan.
Foto Polos Abdomen
Pemotretan Foto Polos Abdomen dengan posisi penderita tidur telentang
diatas meja pemeriksaan, kedua lengan disamping tubuh. Bidang tengah sagital
tubuh diatur sedemikian rupa sehingga terletak pada garis tengah meja
pemeriksaan. Pemotretan ini bertujuan untuk memperlihatkan persiapan pasien
dan untuk menentukan faktor eksposi pada pemotretan selanjutnya. Kaset
ukuran 30 cm x 40 cm diatur membujur sejajar tubuh didalam bucky table.
Batas atas kaset setinggi prosessus xipoideus sedang batas bawah kaset setinggi
sympisis pubis. Arah sumbu sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset, titik bidik
ditujukan pada bidang sagital tengah tubuh setinggi garis menghubungkan
dengan crista iliaka kanan dan kiri. Eksposi dilakukan pada saat penderita tahan
nafas setelah ekspirasi. Kemudian film diproses di kamar gelap dengan
menggunakan automotis prosesing dan menghasilkan radiograf di bawah ini:

Gambar 13
Radiograf Plain Foto
22

Inform Consent
Sebelum media kontras dimasukkan selanjutnya keluarga pasien
dipersilahkan untuk mengisi dan menandatangani surat Inform Consent sebagai
pernyataan hukum. Ini sangat penting dilakukan karena bila terjadi hal – hal
yang tidak diinginkan, kita (radiografer) mendapat perlindungan secara hukum
bila memang pemeriksaan yang kita lakukan sesuai dengan prosedur yang telah
ada.
Pemasukkan Media Kontras
Setelah melihat foto polos abdomen persiapan sudah baik sehingga
pemeriksaan pemeriksaan dilanjutkan. Sebelumnya keluarga pasien dan pasien
diberi penjelasan mengenai pemeriksaan yang akan dilakukan dan kemudian
diminta untuk menandatangani surat persetujuan. Kemudian pemerikaaan
dilanjutkan dan peralatan yang telah disiapkan serta bahan kontras yang telah di
aduk dengan air didekatkan pada pasien. Penderita tidur miring diatas meja
pemeriksaan dan membelakangi pemeriksa setelah itu kateter dimasukkan
kedalam anus kemudian dihubungkan dengan kanula irigator yang telah berisi
kontras dengan perbandingan 1:4. Media kontras dialirkan secara perlahan-
lahan kedalam colon (Rectum), yang diikuti dengan fluoroskopi. Agar kontras
dapat mengalir ke usus besar bagian atas, meja ditilting hingga dibuat
trendelenburg position.

Spot Foto Lateral

Pasien diminta tidur miring ke kanan menghadap pemeriksa dengan


kedua kaki ditekuk. MSP tubuh paralel dengan pertengahan kaset. Kemudian
film diproses di kamar gelap dengan menggunakan automatis prosessing dan
menghasilkan radiograf seperti di bawah ini:
23

Spot Foto AP Full Filling

Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan dengan MSP (Mid


Sagital Plane) tubuh berada tepat pada garis tengah meja pemeriksaan. Kedua
tangan lurus di samping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. Objek diatur
dengan menentukan batas atas processus xypoideus dan batas bawah adalah
symphisis pubis. Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca dengan arah
sinar vertikal tegak lurus dengan kaset. Kemudian diikuti flouroskopi untuk
memastikan seluruh daerah yang diinginkan masuk ke dalam kaset, lalu
pengambilan spot foto AP dilakukan. Kemudian film diproses di kamar gelap
dengan menggunakan automatis prosessing dan menghasilkan radiograf seperti
di bawah ini:

Spot Foto AP dengan Marker

Setelah media kontras terus dimasukkan, akhirnya media kontras keluar


melalui fistula tersebut dan akhirnya dilalukan spot foto dengan pasien
diposisikan supine di atas meja pemeriksaan dengan MSP (Mid Sagital Plane)
24

tubuh berada tepat pada garis tengah meja pemeriksaan. Kedua tangan lurus di
samping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. Objek diatur dengan
menentukan batas atas processus xypoideus dan batas bawah adalah symphisis
pubis. Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca dengan arah sinar
vertikal tegak lurus dengan kaset dengan diberikan marker berupa klem yang
ujungnya diletakkan pada pertengahan dari fistula tersebut. Kemudian diambil
spot foto setelah diflouroskopi. Kemudian film diproses di kamar gelap dengan
menggunakan automatis prosessing dan menghasilkan radiograf seperti di
bawah ini:

3.4. Pembahasan
Pemeriksaan Colon In Loop pada pasien dengan Fistula
Enterocutaneous di Instalasi Radiologi RSU Dr. Saiful Anwar Malang
dilakukan dengan pemotretan foto polos abdomen, spot foto lateral, spot foto
full filling, dan spot foto dengan menggunakan marker (klem).
Foto polos abdomen dilakukan dengan proyeksi Antero-Posterior (AP)
dengan tujuan untuk dapat melihat persiapan yang telah dilakukan oleh pasien
dan untuk menentukan faktor eksposi yang akan digunakan untuk pemotretan
berikutnya. Dari radiograf yang dihasilkan dapat dilihat bahwa persiapan yang
dilakukan sudah cukup baik dengan tidak tampaknya material feses yang
25

mengganggu gambaran dan gambaran dari udara pada usus tampak normal
maka pemeriksaan colon in loop dapat dilanjutkan. Sebelum media kontras
dimasukkan selanjutnya keluarga pasien dipersilahkan untuk mengisi dan
menandatangani surat Inform Consent sebagai pernyataan hukum. Ini sangat
penting dilakukan karena bila terjadi hal – hal yang tidak diinginkan, kita
(radiografer) mendapat perlindungan secara hukum bila memang pemeriksaan
yang kita lakukan sesuai dengan prosedur yang telah ada.
Selanjutnya pasien tidur miring membelakangi radiografer, kemudian
dimasukkan kateter melalui anus yang sebelumnya diolesi dengan jelly yang
berfungsi sebagai pelicin. Kemudian kateter dipompa dengan udara sebanyak
40cc sebagai fiksasi agar kateter tidak mudah lepas, tetapi fiksasi dengan cara
ini memiliki kekurangan yaitu pada daerah ambula rectum tidak dapat dinilai.
Pada pemeriksaan ini menggunakan media kontras barium sulfat (BaSO4) yang
dicampur dengan air hangat dan dengan perbandingan 1:4, bukan 1:8 (seperti
pada teori) karena dengan perbandingan 1:4 akan dihasilkan densitas yang
rendah dan kontras yang lebih tinggi, selain itu juga media kontras dapat lebih
melekat pada mukosa kolon. Jalannya media kontras diawasi dengan
flouroskopi.
Pengambilan foto spot Antero-Superior (AP) dilakukan untuk menilai
kelainan yang terjadi pada daerah rectum-sigmoid dengan pengawasan dari
flouroskopi. Dari radiograf dapat dinilai bahwa pada bagian ini tampak normal,
terlihat media kontras lancar mengisi daerah rectum-sigmoid. Kemudian dengan
pengawasan flouroskopi, media kontras terus dimasukkan sampai akhirnya
keluar melalui fistula dan akhirnya dilakukan spot foto full filling dengan
menggunakan proyeksi AP untuk dapat menilai seluruh bagian colon tetapi pada
spot foto ini memiliki kekurangan yaitu beberapa daerah colon terjadi
superposisi. Kemudian dilakukan lagi spot foto dengan memasang marker
(ujung klem) pada pertengahan daerah fistula tersebut. Spot foto ini dilakukan
dengan proyeksi AP juga. Pada pemeriksaan ini tidak dilakukan foto post
26

evakuasi karena foto tersebut dilakukan pada pemeriksaan dengan kasus – kasus
tertentu seperti carsinoma dan tumor.
Seharusnya pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dengan fistula
enterocutaneous adalah fistulografi tetapi fistula juga dapat didiagnosa dengan
beberapa macam pemeriksaan diagnostik seperti colon in loop. Di Instalasi
Radiologi RSU Dr. Saiful Anwar Malang menggunakan pemeriksaan colon in
loop karena pemeriksaan ini dapat menunjukkan letak dari fistula tersebut dan
selain itu juga dapat menilai bila masih terjadi peradangan pada daerah colon.
Seperti dari beberapa radiograf yang telah dihasilkan bahwa tidak ada kelainan
lain karena tidak tampaknya filling defect tetapi untuk letak dari fistula itu dapat
dinilai yaitu terjadi open perforasi dari colon (fistula) setinggi proksimal dari
colon ascedens.

Anda mungkin juga menyukai