BAB I
PENDAHULUAN
penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang pemeriksaan Colon In Loop
tersebut dalam Laporan Study Kasus dengan judul “Teknik Pemeriksaan
Radiografi Colon In Loop Pada Pasien Dengan Fistula Enterocutaneous Di
Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang”.
2. Bagi Rumah Sakit, sebagai masukkan bagi Instalasi Radiologi RSU Dr.
Saiful Anwar tentang pemeriksaan colon in loop pada pasien dengan
fistula enterocutaneous.
3. Bagi Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik
Kesehatan Semarang, guna menambah wacana pengetahuan mahasiswa
dan mahasiswi tentang pemeriksaan colon in loop pada pasien dengan
fistula enterocutaneous.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Keterangan :
1. Apendiks
2. Sekum
3. Persambungan ileosekal
4. Apendises epiploika
5. Kolon asendens
6. Fleksura hepatika
7. Kolon transversal
8. Fleksura lienalis
9. Haustra
10. Kolon desendens
11. Taenia koli
12. Kolon sigmoid
13. Kanalis Ani
14. Rektum
15. Anus
Gambar 1.
Usus Besar / Kolon (Silvia, 1990)
5
1. Sekum
Sekum merupakan kantong dengan ujung buntu yang menonjol
ke bawah pada regio iliaca kanan, di bawah junctura ileocaecalis.
Appendiks vermiformis berbentuk seperti cacing dan berasal dari sisi
medial usus besar. Panjang sekum sekitar 6 cm dan berjalan ke kaudal.
Sekum berakhir sebagai kantong buntu yang berupa processus
vermiformis (apendiks) yang mempunyai panjang antara 8-13 cm.
2. Kolon asenden
Kolon asenden berjalan ke atas dari sekum ke permukaan
inferior lobus kanan hati, menduduki regio illiaca dan lumbalis kanan.
Setelah sampai ke hati, kolon asenden membelok ke kiri, membentuk
fleksura coli dekstra (fleksura hepatik). Kolon asenden ini terletak pada
regio illiaca kanan dengan panjang sekitar 13 cm.
3. Kolon transversum
Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis
dari fleksura coli dekstra sampai fleksura coli sinistra. Kolon
transversum membentuk lengkungan seperti huruf u. Pada posisi berdiri,
bagian bawah U dapat turun sampai pelvis. Kolon transversum, waktu
mencapai daerah limpa, membelok ke bawah membentuk fleksura coli
sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon desenden.
4. Kolon desenden
Kolon desenden terletak pada regio illiaca kiri dengan panjang
sekitar 25 cm. Kolon desenden ini berjalan ke bawah dari fleksura
lienalis sampai pinggir pelvis membentuk fleksura sigmoideum dan
berlanjut sebagai kolon sigmoideum.
5.Kolon sigmoideum
Kolon sigmoideum mulai dari pintu atas panggul. Kolon
sigmoideum merupakan lanjutan kolon desenden dan tergantung ke
bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon
sigmoideum bersatu dengan rektum di depan sakrum.
6
6. Rektum
Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum
merupakan lanjutan dari kolon sigmoideum dan berjalan turun di depan
sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Setelah itu
rektum berlanjut sebagai anus dalam perineum. Menurut Pearce (1999),
rektum merupakan bagian 10 cm terbawah dari usus besar, dimulai pada
kolon sigmoideum dan berakhir ke dalam anus yang dijaga oleh otot
internal dan eksternal.
2. Minum sebanyak-banyaknya
Pemberian minum yang banyak dapat menjaga tinja
selalu dalam keadaan lembek
3. Pemberian obat pencahar
Apabila kedua hal diatas dijalankan dengan benar, maka
pemberian obat pencahar hanya sebagai pelengkap saja.
2.3.5. Persiapan Alat dan Bahan
1. Persiapan alat pada pemeriksaan colon in loop, meliputi :
Pesawat x – ray siap pakai
Kaset dan film sesuai dengan kebutuhan
Marker
Standar irigator dan irigator set lengkap dengan kanula rectal .
Vaselin dan jelly
Sarung tangan
Penjepit atau klem
Kain kassa
Bengkok
Apron
Plester
Tempat mengaduk media kontras
2. Persiapan bahan
Media kontras, yang sering dipakai adalah larutan barium
dengan konsentrasi antara 70 – 80 W/V % (Weight /Volume).
Banyaknya larutan (ml) tergantung pada panjang pendeknya
kolon, kurang lebih 600 – 800 ml
Air hangat untuk membuat larutan barium
Vaselin atau jelly, digunakan untuk menghilangi rasa sakit saat
kanula dimasukkan kedalam anus.
10
Transverse colon
Descending colon
Ascending colon
Sigmoid
Gambar 2
2. Proyeksi AP Aksial (Ballinger, 1999).
Posisi pasien dan gambar radiograf proyeksi AP
12
Descending colon
Sigmoid
Rectum
Gambar 3.
Posisi pasien dan gambar radiograf proyeksi AP Axial
Sigmoid
Rectum
Gambar 4.
Posisi pasien dan gambar radiograf proyeksi LPO
13
Transverse colon
Descending colon
Ascending colon
Sigmoid
Rectum
Gambar 5.
Posisi pasien dan gambar radiograf proyeksi RPO
5. Proyeksi Postero Anterior (Ballinger, 1999).
14
Descending colon
Transverse colon
Right colic flexure
Ascending colon
Sigmoid
Rectum
Gambar 6.
Posisi pasien dan gambar radiograf proyeksi PA
Rectum
Gambar 7.
Posisi pasien dan gambar radiograf proyeksi PA Axial
15
7. Proyeksi RAO
Posisi pasien telungkup di atas meja pemeriksaan kemudian
dirotasikan ke kanan kurang lebih 35˚- 45˚ terhadap meja
pemeriksaan. Tangan kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri
menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi meja. Kaki kanan
lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit di tekuk untuk fiksasi. Titik
bidik pada 1-2 inchi ke arah lateral kiri dari titik tengah kedua krista
illiaka dengan arah sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset. Ekposi
dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas.
Kriteria : menunjukkan gambaran fleksura hepatika kanan
terlihat sedikit superposisi bila di bandingkan dengan proyeksi PA
dan tampak juga daerah sigmoid dan kolon asenden.
Left colic flexure
Descending colon
Ascending colon
Sigmoid
Transverse colon
Descending colon
Ascending colon
Vermiform appendix
Sigmoid
Gambar 9.
Posisi pasien dan gambar radiograf proyeksi LAO
Gambar 10.
Posisi pasien dan gambar radiograf proyeksi Lateral
17
Rectum
Sigmoid
Descending colon
Gambar 11.
Posisi pasien dan gambar radiograf proyeksi LLD
11. Proyeksi Axial Metode Chassard Lapine
18
Greater trochanter
Sigmoid
Ischial tuberosity
Rectum
Gambar 12.
Posisi pasien dan gambar radiograf proyeksi Axial Methode Chassard-lapine
2.3.8. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :
1. Perforasi
Perforasi terjadi karena pengisian larutan kontras dengan tekanan
yang tinggi secara mendadak, juga dapat terjadi akibat
pengembangan yang berlebihan.
2. Refleks Vogal
Refleks Vogal terjadi karena pengembangan yang berlebihan,
yang ditandai dengan pusing, keringat dingin, pucat, pandangan
gelap, dan bradikardi. Pemberian sulfas atropin dan oksigen
dapat mengatasi keadaan tersebut.
19
BAB III
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Gambar 13
Radiograf Plain Foto
22
Inform Consent
Sebelum media kontras dimasukkan selanjutnya keluarga pasien
dipersilahkan untuk mengisi dan menandatangani surat Inform Consent sebagai
pernyataan hukum. Ini sangat penting dilakukan karena bila terjadi hal – hal
yang tidak diinginkan, kita (radiografer) mendapat perlindungan secara hukum
bila memang pemeriksaan yang kita lakukan sesuai dengan prosedur yang telah
ada.
Pemasukkan Media Kontras
Setelah melihat foto polos abdomen persiapan sudah baik sehingga
pemeriksaan pemeriksaan dilanjutkan. Sebelumnya keluarga pasien dan pasien
diberi penjelasan mengenai pemeriksaan yang akan dilakukan dan kemudian
diminta untuk menandatangani surat persetujuan. Kemudian pemerikaaan
dilanjutkan dan peralatan yang telah disiapkan serta bahan kontras yang telah di
aduk dengan air didekatkan pada pasien. Penderita tidur miring diatas meja
pemeriksaan dan membelakangi pemeriksa setelah itu kateter dimasukkan
kedalam anus kemudian dihubungkan dengan kanula irigator yang telah berisi
kontras dengan perbandingan 1:4. Media kontras dialirkan secara perlahan-
lahan kedalam colon (Rectum), yang diikuti dengan fluoroskopi. Agar kontras
dapat mengalir ke usus besar bagian atas, meja ditilting hingga dibuat
trendelenburg position.
tubuh berada tepat pada garis tengah meja pemeriksaan. Kedua tangan lurus di
samping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. Objek diatur dengan
menentukan batas atas processus xypoideus dan batas bawah adalah symphisis
pubis. Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca dengan arah sinar
vertikal tegak lurus dengan kaset dengan diberikan marker berupa klem yang
ujungnya diletakkan pada pertengahan dari fistula tersebut. Kemudian diambil
spot foto setelah diflouroskopi. Kemudian film diproses di kamar gelap dengan
menggunakan automatis prosessing dan menghasilkan radiograf seperti di
bawah ini:
3.4. Pembahasan
Pemeriksaan Colon In Loop pada pasien dengan Fistula
Enterocutaneous di Instalasi Radiologi RSU Dr. Saiful Anwar Malang
dilakukan dengan pemotretan foto polos abdomen, spot foto lateral, spot foto
full filling, dan spot foto dengan menggunakan marker (klem).
Foto polos abdomen dilakukan dengan proyeksi Antero-Posterior (AP)
dengan tujuan untuk dapat melihat persiapan yang telah dilakukan oleh pasien
dan untuk menentukan faktor eksposi yang akan digunakan untuk pemotretan
berikutnya. Dari radiograf yang dihasilkan dapat dilihat bahwa persiapan yang
dilakukan sudah cukup baik dengan tidak tampaknya material feses yang
25
mengganggu gambaran dan gambaran dari udara pada usus tampak normal
maka pemeriksaan colon in loop dapat dilanjutkan. Sebelum media kontras
dimasukkan selanjutnya keluarga pasien dipersilahkan untuk mengisi dan
menandatangani surat Inform Consent sebagai pernyataan hukum. Ini sangat
penting dilakukan karena bila terjadi hal – hal yang tidak diinginkan, kita
(radiografer) mendapat perlindungan secara hukum bila memang pemeriksaan
yang kita lakukan sesuai dengan prosedur yang telah ada.
Selanjutnya pasien tidur miring membelakangi radiografer, kemudian
dimasukkan kateter melalui anus yang sebelumnya diolesi dengan jelly yang
berfungsi sebagai pelicin. Kemudian kateter dipompa dengan udara sebanyak
40cc sebagai fiksasi agar kateter tidak mudah lepas, tetapi fiksasi dengan cara
ini memiliki kekurangan yaitu pada daerah ambula rectum tidak dapat dinilai.
Pada pemeriksaan ini menggunakan media kontras barium sulfat (BaSO4) yang
dicampur dengan air hangat dan dengan perbandingan 1:4, bukan 1:8 (seperti
pada teori) karena dengan perbandingan 1:4 akan dihasilkan densitas yang
rendah dan kontras yang lebih tinggi, selain itu juga media kontras dapat lebih
melekat pada mukosa kolon. Jalannya media kontras diawasi dengan
flouroskopi.
Pengambilan foto spot Antero-Superior (AP) dilakukan untuk menilai
kelainan yang terjadi pada daerah rectum-sigmoid dengan pengawasan dari
flouroskopi. Dari radiograf dapat dinilai bahwa pada bagian ini tampak normal,
terlihat media kontras lancar mengisi daerah rectum-sigmoid. Kemudian dengan
pengawasan flouroskopi, media kontras terus dimasukkan sampai akhirnya
keluar melalui fistula dan akhirnya dilakukan spot foto full filling dengan
menggunakan proyeksi AP untuk dapat menilai seluruh bagian colon tetapi pada
spot foto ini memiliki kekurangan yaitu beberapa daerah colon terjadi
superposisi. Kemudian dilakukan lagi spot foto dengan memasang marker
(ujung klem) pada pertengahan daerah fistula tersebut. Spot foto ini dilakukan
dengan proyeksi AP juga. Pada pemeriksaan ini tidak dilakukan foto post
26
evakuasi karena foto tersebut dilakukan pada pemeriksaan dengan kasus – kasus
tertentu seperti carsinoma dan tumor.
Seharusnya pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dengan fistula
enterocutaneous adalah fistulografi tetapi fistula juga dapat didiagnosa dengan
beberapa macam pemeriksaan diagnostik seperti colon in loop. Di Instalasi
Radiologi RSU Dr. Saiful Anwar Malang menggunakan pemeriksaan colon in
loop karena pemeriksaan ini dapat menunjukkan letak dari fistula tersebut dan
selain itu juga dapat menilai bila masih terjadi peradangan pada daerah colon.
Seperti dari beberapa radiograf yang telah dihasilkan bahwa tidak ada kelainan
lain karena tidak tampaknya filling defect tetapi untuk letak dari fistula itu dapat
dinilai yaitu terjadi open perforasi dari colon (fistula) setinggi proksimal dari
colon ascedens.