Anda di halaman 1dari 13

KAJIAN TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN DEFINISI PERISTILAHAN

A Kajian Teori

Menurut Ballinger (1999), pemeriksaan colon in loop terbagi atas dua jenis

menurut bahan kontras yang digunakan, yaitu single contras dan double contras

(kontras ganda). Metode kontras ganda menggunakan bahan kontras negatif dan

bahan kontras positif.Posisi yang digunakan dalam pemeriksaan colon in loop

dengan fluoroskopi adalah PA, LPO, RPO, dan Lateral.

Menurut Bontanger (2001), sebelum pemasukan bahan kontras dilakukan foto

persiapan dengan menggunakan posisi AP Abdomen, setelah itu gunakan posisi

AP Abdomen ketika bahan kontras telah masuk, untuk pemeriksaan yang

menggunakan kontas ganda dilakukan posisi Left Lateral Decubitus (LLD) dan

Right Lateral Decubitus (RLD).

1. Anatomi

Usus besar atau colon kira-kira satu setengah meter panjangnya adalah

sambungan dari usus halus dan mulai di katup ileokolik atau ileosekal, yaitu

sisa makanan lewat. Refleks gastrokolik terjadi keteika makanan masuk

lambung dan menimnulkan peristaltic didalam usus besar. Refleks ini

menyebabkan defiksai atau pembuangan air besar.

Usus besar atau kolon mulai sebagai kantong yang mekar dan padanya

terdapat appendix vermiformis atau umbai cacing. Appendix juga terdiri atas
keempat lapisan dinding yang sama seperti usus lainnya, hanya lapisan

submukosanya berisi sejumlah besar jaringan limfe, yang dianggap

mempunyai fungsi serupa dengan tonsil. Sebagian terletak dibawah sekum

atau disebut retrosektum. Dalam apendistitis appendix meradang, yang

umumnya menghendaki operasi apendiktomi.

Usus besar atau kolon adalah sambungan dari usus halus yang

merupakan tabung berongga dengan panjang kira-kira 1,5 meter, terbentang

dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar lebih besar daripada usus

halus. Diameter usus besar lebih besar daripada usus halus. Diameter rata-

ratanya sekitar 2,5 inchi. Tetapi makin mendekati ujungnya diameternya

makin berkurang (Price, 1995). Usus besar ini tersusun atas membran mukosa

tanpa lipatan, kecuali pada daerah distal kolon (Sylvia, 1992)

Usus besar dibagi menjadi ; sekum, appendiks vermivormis, kolon

asenden, kolon trancersal, kolon desenden, kolon sigmoideum (kolon

pelvicum), rectum dan anus (Snell, 1995)

a. Sekum

Sekum terletak didaerah iliaka kanan dan menempel pada otot

llloopsoas. Dari sini kolon naik melalui daerah sebelah kanan lumbal dan

sebut kolon asendens. Dibawah hati berbelok pada tempat yang disebut

flexura hepatica, lalu berjalan melalui tepi daerah epigastrik dan umbilical

sebagai kolon tranversus. Dibawah limfa ia membelok umbilical sebagai

kolon tranversus. Dibawah limfa ia membelok sebagai flexura sinistra atau


flexura lienalis dan kemudian berjalan melalui daerah kanan lumbal

sebagai kolon desendens. Di daerah kanan iliaka terdapat belokan yang

disebut flexura sigmoid dan dibentuk kolon sigmoideus atau kolon pelvis,

dan kemudian masuk pelvis besar dan menjadi rectum (Pearce, 1999).

Sektum merupakan kantong dengan ujung buntu menonjol ke bawah pada

regio iliaca kanan, di bawah juncture ileocaecalis. Appendiks vermiformis

berbentuk seperti cacing dan berasal dari sisi medial usus besar. Panjang

sekum sekitar 6 cm dan berjalan ke kaudal.

Sekum berakhir sebagai kantong buntu yang berupa processsus

vermiformis (apendiks) yang mempunyai panjang antara 8-13 cm.

b. Kolon Asenden

Kolon asenden berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior

lobus kanan hati, menduduki region illiaca dan lumbalis kanan. Setelah

sampai ke hati, kolon asenden membelok ke kiri, membentuk fleksura coli

dekstra (fleksura hepatic). Kolon asenden ini terletak pada regio illiaca

kanan dengan panjang sekitar 13 cm.

c. Kolon Tranversum

Kolon tranversum menyilang abdomen pada regio umbilicus dari

fleksura coli dekstra sampai fleksura coli sinistra. Kolon tranversum

membentuk lengkungan saperti huruf U. Pada posisi berdiri, bagian

bawah U dapat turun sampai pelvis. Kolon tranversum , waktu mencapai


daerah limpa, membelok ke bawah membentuk fleksura coli sinistra

(fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon desenden.

d. Kolon Desenden

Kolon desenden terletak pada regio iliaca kiri dengan panjang sekitar

25 cm. kolon desenden ini berjanlan ke bawah dari fleksura lienalis

sampai pinggir pelvis membentuk fleksura lienalis sampai pinggir pelvis

membentuk fleksura sigmoideum dan berlanjut sebagai kolon

sigmoideum.

e. Kolon Sigmoideum

Kolon sigmoideum mulai dari pintu atas panggul. Kolon sigmoedum

merupakan lanjutan kolon desenden dan tergantung ke bawah dalam

rongga pelvis dalam lengkungan. Kolon sigmoideum bersatu dengan

rectum di depan sacrum.

f. Rektum

Rectum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rectum

merupakan lanjutan dari kolon sigmoideum dan berjalan turun di depan

sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Setelah itu

rectum berlanjut sebagai anus dalam perineum. Menurut Pearce (1999),

rectum merupakan bagian 10 cm terbawah dari usus besar, dimulai pada

kolon sigmoideum dan berakhir ke dalam anus yang dijaga oleh otot

internal dan eksternal.


Struktur kolon terdiri dari keempat lapisan dinding yang sama seperti

usus halus. Serabut longitudinal pada dinding berotot tersusun dalam tiga jalur

yang memberi rupa berkerut kerut dan berlubang lubang. Dinding mukosa

lebih halus dari yang ada pada usus halus, dan tidak memiliki vili. Di

dalamnya terdapat kelenjar serupa kelenjar tubuler dalam usus dan dilapisi

oleh epitelum silinder yang memuat sel cangkir.

Struktur rectum serupa dengan yang pada kolon, tetapi dinding yang

berotot lebih tebal dan membrane mukosanya memuat lipatan-lipatan

membujur yang disebut kolumna Morgagni. Semua ini menyambung ke

dalam saluran anus. Di dalam saluran anus ini serabut otot sikuler menebal

untuk membentuk otot sfinker anus interna. Sel-sel yang melapisi saluran

anus berubah sifatnya; epitelum bergaris menggantikan sel-sel silinder.

Sfinkter eksterna menjaga saluran anus dan orifisium supaya tertutup.

Gambar 1. Gambaran anatomi kolon


http : //google.co.id/wikipedia.org
2. Fisiologi

Fungsi usus besar atau kolon, tidak ikut serta dalam pencernaan atau

absorpsi makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum maka semua zat

makanan telah diabsorpsi dan isinya cair. Selama perjalanan di dalam kolon

isinya menjadi makin padat karena air diabsorpsi dan ketika rectum dicapai

maka feses bersifat lunak. Peristaltik di dalam kolon sangat lamban.

Diperlukan waktu kira-kira enam belas sampai dua puluh jam bagi isinya

untuk mencapai flexura sigmoid. Fungsi kolon dapat diringkas sebagai

berikut :

1. Absorpsi air, garam dan glukosa,

2. Sekresi musin oleh kelenjar di dalam lapisan dalam,

3. Penyiapan selulosa yang berupa hidrat karbon di dalam tumbuh-tumbuhan,

buah-buahan, dan sayuran hijau dan penyiapan sisa protein yang belum

dicernakan oleh kerja bakteri guna sekresi.

4. Defekasi (pembungan air besar)

3. Patologi

Hepatenesis-Melena adalah pendarahan yang biasanya terjadi pada saluran

pencernaan bagian atas. Penyebab utama terjadinya melena ini adalah pecahnya

farises esophagus pada sirosis hepatic dengan hipertensi portal pada kurang lebih

70% kasus. Pada lebih kurang 30 % kasus pendarahan bisa disebabkan oleh

kelainan lambung seperti gastritir dan ulkus lambung. (Junadi, 1982)

4. Prosedur Pemeriksaan Colon In Loop


a. Persiapan pasien

1). Persiapan pasien menurut Rasad (1999)

prinsip dasar pemeriksaan colon in loop memerlukan beberapa persiapan

pasien, yaitu :

a) Mengubah pola makanan pasien

Makanan hendaknya mempunyai konsistansi lunak, rendah serat dan

rendah lemak untuk menghidari terjadinya bongkahan-bongkahn tinja

yang keras

b) Minum sebanyak-banyaknya

Pemeberian minum yang banyak dapat menjaga tinja selalu dalam

keadaan lembek.

c) Pemberian obat pencahar

Apabila kedua hal diatas dijalankan dengan benar, maka pemberian

obat pencahar hanya sebagai pelengkap saja.

2). Persiapan pasien menurut Bontranger (2001)

a) Malam hari sebelum pemeriksaan hanya makan makanan rendah serat.

b) Malam sebelum pemeriksaan minum dua tablet bisacodyl atau

laxative atau sejenisnya.

c) Jika setelah diberi laxative tidak menunjukan pengeluaran yang cukup,

maka dilakukan enema pedi fleet (urus-urus) atas petunjuk dokter.

b. Persiapan alat dan bahan (Bontranger, 2001)


1) Pesawat sinar-X

2) Marker

3) Film dan kaset sesuai ukuran

4) Standar irigator

5) Kantong barium

6) Spuit, untuk bayi gunakan spuit 60 ml

7) Kateter fleksibel

8) Plester

9) Sarung tangan

10) Lap dan handuk untuk membersihkan

11) Pengatur tekanan udara aneroid (jika metode kontras ganda)

12) Klem

13) Kain kasa

14) Alat-alat fiksasi

15) Apron untuk pemegang pasien

16) Bahan kontras

c. Teknik Pemeriksaan (Bontranger, 2001)

1). Sebelum pemasukan media kontras lakukan foto polos AP Abdomen

2). Dilanjutkan dengan pemasukkan media kontras. Perjalanan media kontras

diikuti dengan menggunakan fluoroskopi dengan pengambilan

gambar secara perbagian dari organ yang diperiksa (spot film)


3). Ukuran film yang diganakan disesuaikan dengan usia anak dan bagian

yang akan diperiksa.

4). Posisi pasien supine (AP) atau prone (PA) abdomen pada pemeriksaan

dengan fluoroskopi.

5). Gambaran diambil dengan posisi Right lateral decubitus (RLD) dan Left

lateral decubitus (LLD) untuk pemeriksaan dengan metode double contras

(kontras ganda).

6). Proyeksi AP abdomen untuk post evakuasi barium.

7). Pemeriksaan colon in loop pada anak/bayi tidak sama dengan orang

dewasa. Radiograf yang digunakan lebih sedikit.

COLON IN LOOP
1. Persiapan pasien
Persiapan yang dilakukan oleh pasien pada pemeriksaan Colon In Loop di
Rumah Sakit Kebonjati Bandung adalah :
a. 1 hari sebelum pemeriksaan makan nasi bubur kecap saja.
b. Melakukan diet selama 1 hari
c. Setelah makan siang : jam 13.00 dan 14.00 WIB, minum Dulcolax
masing-masing 2 tablet.
d. Dianjurkan banyak minum
e. Setelah makan malam : jam 19.00 dan 20.00 WIB, minum garam
inggris (15 gr yang telah dilarutkan dengan air 1 gelas), masing-
masing 1 gelas.
f. Jam 24.00 WIB Puasa
g. Jam 05.00 WIB hari ke 2, masukan 1 sup Dulcolax
h. Datang ke Instalasi Radiologi setelah ada pemberitahuan dari
petugas Instalasi Radiologi.
2. Persiapan Alat dan Bahan
a. Pesawat rontgen Philips 400 mA
b. Miller kateter / balon kateter
c. Barium sulfat 400 gram
d. Air 2 liter
e. CMC
f. Pisvot
g. Handscoon
h. Vaseline
3. Teknik Pemeriksaan
Teknik pemeriksaan Colon In Loop di Rumah Sakit Kebonjati
Bandung adalah sebagai berikut :
a. Pertama lakukan plan foto di daerah abdomen
b. Irrigator dipasang dengan tinggi kira-kira 24 inci di atas ketinggian
anus.
c. Kateter diberikan vaselin, dimasukan melalui anal ke dalam rectum.
d. Masukan barium sulfat bervolume 1500 ml yang telah dicampur
dengan air dan CMC dengan menggunakan Miller kateter.
e. Kontras dimasukan sedikit terlebih dahulu untuk melihat rektum
dan kolon sigmoid, lalu ambil fotoa abdomen dengan posisi AP.
f. Setelah gambaran kolon sigmoid tampak, masukan semua kontras
yang tersisa. Lalu ambil foto abdomen dengan posisi AP.
g. Masukan kontras negatif dengan cara mempompa udara sebanyak
kurang lebih 20 kali dengan menggunakan regular
sphygmomanometer bulb. Lalu ambil foto dengan posisi AP.
h. Pasien diinstruksikan BAB, lalu ambil foto dengan posisi AP
i. Terakhir ambil gambaran dengan posisi oblique.
A. Hasil foto pemeriksaan

1. Foto pendahuluan
Foto pendahuluan di daerah abdomen. Posisi pasien supine dengan CP :
pada lumbal 3-4 dan CR : vertikal. Tujuan foto pendahulan untuk melihat
persiapan pasien dan menentukkan faktor eksposi berikutnya.

1. Foto Pemasukan Pertama Barium


Diambil posisi AP dengan kaset 24 x 30, setelah pemasukan barium sulfat
sekitar 100 ml. Tujuan foto ini adalah untuk melihat jalanya kontras
menuju kolon sigmoid.

2. Foto full filling


Diambil posisi AP dengan kaset 24 x 30, setelah barium sulfat dimasukan
seluruhnya. Tujuan foto ini adalah untuk melihat jalannya kontras pada
usus besar.
3. Foto full filling
Diambil posisi AP dengan kaset 30 x 40, tujuan foto ini adalah untuk
melihat gambaran yang terpotong dari pengambilan foto sebelumnya agar
tampak gambaran seluruh usus besar dan semua flexura.

4. Foto Pemasukan Kontras Negatif (udara)


Diambil dengan posisi AP dengan kaset 30 x 40, tujuan foto ini adalah
untuk melihat gambaran usus ketika udara dimasukan.

5. Foto Setelah BAB


Diambil dengan posisi AP dengan kaset 35 x 35, tujuan foto ini adalah
untuk melihat gambaran usus besar setelah BAB.
6. Foto Oblique
Diambil dengan posisi pasien LPO denga menggunakan kaset 24 x 30,
tujuan foto ini adalah untuk melihat gamabaran flexura lienalis dan kolon
desenden.

Anda mungkin juga menyukai