Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI LOPOGRAPHY


PADA KASUS ATRESIA ANI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknik Radiografi 3
Dosen Pengampu : Agung Nugroho Setiawan, SST

Disusun Oleh:
Rifqi Anisa 2B / (P1337430117051)

PRODI D-III TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI SEMARANG


JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2018
BAB I
KAJIAN TEORI
A. Pengertian
Lopografi adalah teknik pemeriksaan secara radiologis dari usus besar dengan
memasukkan media kontras positif ke dalam usus melalui lubang buatan (stoma) pada
daerah abdomen. Lopografi disebut juga Colostomy Barium Enema. Tujuan pemeriksaan
Lopografi adalah untuk memeriksa keadaan anatomi usus besar dalam upaya untuk
mengetahui keadaan obstruksi, kebocoran atau untuk mengevaluasi sebelum pembedahan
kembali dilakukan. Ada tiga jenis colostomy, yaitu :
1. Colostomy Asendens
Colostomy jenis ini terletak pada sebelah kanan abdomen dan cairan yang
dihasilkan sangat encer. Colostomy tipe ini jarang digunakan karena lebih sering
dilakukan ileostomy pada cairan usus yang encer.
2. Colostomy Transversum
Colostomy transversum dilakukan pada pasien-pasien dengan diverticulitis,
penyakit inflamasi usus, keganasan, obstruksi usus, kecelakaan atau kelainan
congenital. Colostomy jenis ini membolehkan feses keluar dari kolon sebelum sampai
ke kolon desendens. Terdapat dua tipe colostomy transversum, yaitu loop transverse
colostomy dan double-barrel transverse colostomy. Pada loop colostomy terdapat dua
bukaan, yaitu ujung distal (non-fungsional) dan ujung proksimal (fungsional). Ujung
distal memproduksi mucus sedangkan ujung proksimal mengeluarkan feses. Pada
double-barrel colostomy, kolon dibagi dua dan masing-masing bagian kolon ini
membentuk dua stoma yang berbeda. Sama seperti loop colostomy, stoma distal
mensekresi mucus sedangkan stoma proksimal mengeluarkan feses.
3. Colostomy Desendens atau Sigmoid
Lokasinya terletak pada bagian kiri bawah abdomen dan merupakan jenis
colostomy yang paling sering dilakukan. Feses yang dikeluarkan pada colostomy jenis
ini padat dibanding dengan feses pada colostomy transversum. Pengeluaran feses
terjadi pada basis reguler dan intervalnya bisa diprediksi. Pergerakan usus terjadi
setelah sejumlah feses terkumpul dalam usus yang terletak diatas tempat colostomy.

2
B. Anatomi Fisiologi Kolon Manusia

Bagian dari usus besar yang datang setelah sekum dan berjalan ke atas disebut
kolon ascending dan perjalanan diperut disebut kolon transversum. Kolon descending
mengikuti usus besar melintang dan berubah menurun sampai berakhir pada kolon
sigmoid, yang diikuti oleh rectum.
1. Sekum
Sekum merupakan bagian usus besar yang menghubungkan antara usus besar
dan juga bagian kolon usus besar. Sekum bentuknya seperti kantung kecil. Sekum
tersambung ke bagian usus kecil dan disambungkan oleh katup. Fungsi katup itu adalah
sebagai pengontrol bahan yang munuju ke usus besar. Saat bahan tersebut masuk
kedalam sekum, kantung sekum akan mengembang kemudian melakukan pemindahan
makanan yang tidak dapat dicerna oleh usus, vitamin dan juga air masuk kedalam usus
besar.
Fungsi sekum pada usus besar adalah untuk melakukan penyerapan air dan
juga garam yang tersisa di dalam usus ketika pencernaan selesai dan juga penyerapan
selesai. Sekum juga berfungsi untuk mencampur cairan dan garam tersebut bersamaan
dengan zat pelumas dan juga lendir.

3
2. Kolon Asenden
Kolon yang ada di bagian usus besar dimulai dari kolon asenden. Permulaan
usus besar dimulai dari kolon asenden sebab kolon itu terletak di dasar perut kanan
bagian bawah, kemudian bergerak ke hati. Kolon asenden berakhir di samping hati.
Fungsi dari kolon asenden adalah sebagai penyerap air dan juga penyerap nutrisi yang
beum sepenuhnya diserap oleh bagian usus halus.
3. Kolon Transversum
Kolon ini berhubungan dengan kolon asenden sebab kolon asenden akan
mengarah ke bagian kolon transversum. Kolon transversum terletak di bagian kanan
perut kemudian ke kiri bagian perut. Kolon transversum juga melekat pada bagian
perut. Pelekatan usus besar transversum dilakukan oleh sekelompok jaringan yang
disebut dengan omentum. Kolon transversum menuju ke bagian bawah limpa dan
berakhir pada kolon bernama desenden.
4. Kolon Desenden dan Kolon Sigmoid
Kolon desenden adalah bagian kolon transversum bagian bawah dan berubah
menjadi kolon desenden. Kolon ini letaknya ada di sisi perut bagian kiri. Pergerakan
dari kolon desenden berakhir pada kolon sigmoid.
Kolon sigmoid merupakan kolon terakhir yang ada di bagian usus besar.
Kolon ini letaknya di sisi kiri bagian bawah perut. Jika dilihat, kolon sigmoid ini akan
membentuk huruf S dan tersambung dengan kolon desenden dan juga bagian rektum.
Bagian kolon ini dilapisi dengan jaringan masa otot yang kuat sehingga usus memiliki
kekuatan untuk mendorong limbah menuju ke bagian rektum.
5. Rektum
Rektum adalah bagian akhir dari saluran pencernaan yang membuka kedalam
lubang anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan feses sementara.
Kolon memiliki fungsi sebagai berikut :

1. Absorbsi air, gram, dan glukosa


Penyerapan air dan elektrolit sebagian besar berlangsung diseparuh atas kolon.
Dari sekitar 1000 ml kimus yang masuk ke usus setiap hari, hanya 100 ml cairan dan
hampir tidak ada elektrolit yang disekresikan. Dengan mengeluarkan sekitar 90%
cairan, kolon mengubah 1000-2000 ml kimus isotonik menjadi sekitar 200-250 ml tinja
semi padat. Dalam hal ini kolon berfungsi sebagai reservior untuk dehidrasi masa feses
sampai defikasi berlangsung.

4
2. Sekresi mukus oleh kelenjar lapisan dalam
Mukus adalah suatu bahan yang sangat kental yang membungkus dinding
usus. Fungsinya sebagai pelindung mukosa agar tidak dicerna oleh enzim-enzim yang
terdapat di dalam usus dan sebagai pelumas makanan agar mudah lewat. Tanpa
pembentukan mukus, integritas dinding usus akan terganggu, selain itu feses akan
menjadi sangat keras tanpa efek lubrikasi dari mukus.
Sekresi usus besar banyak mengandung mukus. Dengan ini menunjukkan
banyak reaksi alkali dan tidak mengandung enzim. Pada keadaan peradangan usus,
peningkatan sekresi mukus yang banyak sekali mungkin menyebabkan kehilangan
protein dan feses.
3. Menghasilkan bakteri
Bakteri usus besar melakukan banyak fungsi, yaitu sintesis vitamin K dan
beberapa vitamin B. Penyimpanan selulosa yang berupa hidrat karbon di dalam
tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, sayuran hijau, sisa protein yang belum dicerna
merupakan kerja bakteri guna ekskresi.
Mikroorganisme yang terdapat di kolon terdiri tidak saja dari escherecia koli
dan enterobacter aeroganes tetapi juga organisme-organisme pleomorfik seperti
bacteriodes fragilis. Sejumlah besar bakteri keluar bersama tinja.
4. Defekasi
Defekasi terjadi karena kontraksi peristaltik rektum. Kontraksi ini dihasilkan
sebagai respon terhadap rangsangan otot polos longitudinal dan sirkuler oleh pleksus
mienterikus. Pleksus mienterikus dirangsang oleh saraf parasimpatis yang berjalan dari
segmen sakrum korda sanalis. Defekasi dapat dihambat dengan menjaga agar spingter
ekstermus tetap berkontraksi atau dibantu dengan melemaskan spingter dan
mengkontrasikan otot-otot abdomen.

C. Indikasi dan Kontra Indikasi Pemeriksaan Lopografi


1. Indikasi
a. Divertikulosis
Divertikulosis adalah timbulnya kantung bernama divertikula dalam usus besar
(kolon). Divertikulum (singular) biasanya tidak menyebabkan gejala apapun, namun
dapat terkena infeksi dan menyebabkan komplikasi seperti divertikular atau
perdarahan rektum dan divertikulitis.

5
b. Karsinoma kolon
Karsinoma kolon adalah tumbuhnya sel-sel ganas dipermukaan dalam usus
besar (kolon) atau rektum. Lokasi tersering timbulnya kanker kolon adalah dibagian
sekum, kolon asendens, dan kolon sigmoid, salah satu penatalaksanaannya adalah
dengan membuat kolostomi untuk mengeluarkan produksi feses. Penyakit ini
termasuk penyakit yang mematikan karena penyakit ini sering tidak diketahui
sampai tingkat yang lebih parah.
c. Abses Anorektal
Abses anorektal adalah kumpulan nanah di daerah anus atau dubur. Ini
mungkin disebabkan oleh infeksi dari fisura anus, infeksi menular seksual atau
diblokir kelenjar anal.
d. Atresia Ani
Atresia ani adalah salah satu jenis cacat atau kelainan sejak lahir. Pada kondisi
ini, perkembangan janin mengalami gangguan sehingga bentuk rektum (bagian akhir
usus besar) sampai lubang anus umumnya tidak sempurna.
2. Kontra Indikasi
a. Perforasi
Perforasi adalah suatu bentuk penetrasi yang komplek dari dinding lambung,
usus halus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga
perut.
b. Refleks Vagal
Refleks vagal adalah suatu mekanisme tubuh yang ditimbulkan karena adanya
rangsangan terhadap saraf vagus. Saraf vagus adalah bagian dari 12 sistem saraf
kepala yang berfungsi dalam pengaturan berbagai macam organ yang ada dalam
tubuh manusia seperti jantung, paru-paru, kerongkongan dan juga organ pencernaan.
c. Obstruksi
Obstruksi adalah penyempitan dari anastomosis atau segmen dari saluran
pencernaan yang menghalangi perlintasan normal bahan makanan atau limbah.
d. Diare Akut
Diare akut adalah jenis diare yang paling sering terjadi. Penyebab utamanya
adalah infeksi usus akibat kuman, bakteri, ataupun virus pada air dan makanan yang
terkontaminasi, ataupun kontak dengan orang lain yang lebih dulu terinfeksi.

6
D. Teknik Pemeriksaan Radiografi Lopografi
1. Persiapan Pasien
Tujuan persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan adalah untuk
membersihkan kolon dari feses karena banyangan dari feses dapat mengganggu
gambaran radiograf. Untuk kasus non akut pasien diminta untuk membersihkan stoma
sebelum pemeriksaan serta mengikuti diet atau puasa seperti pada pemeriksaan Barium
Enema yang normal, yaitu :
a. Mengubah Pola Makanan Pasien
Makanan hendaknya mempunyai konsistensi lunak, rendah serat dan rendah lemak
untuk menghindari terjadinya bongkahan – bongkahan tinja yang keras.
b. Minum Sebanyak – banyaknya
Pemberian minum yang banyak dapat menjaga tinja selalu dalam keadaan lembek.
c. Pemberian Obat Pencahar
Apabila kedua hal diatas dijalankan dengan benar, maka pemberian obat pencahar
hanya sebagai pelengkap saja.
2. Persiapan Alat dan Bahan
a. Persiapan Alat
1) Pesawat Sinar-X
2) Kaset dan film sesuai kebutuhan
3) Marker
4) Standar Irigator dan Irigator Set dengan kateter
5) Vaselin dan Jelly
6) Sarung Tangan
7) Penjepit atau Klem
8) Kain Kasa
9) Bengkok
10) Plester
11) Tempat mengaduk media kontras
b. Persiapan Bahan
1) Media Kontras (larutan Barium dengan konsentrasi antara 20 % weight/volume
dan 20 gr Barium ditambah air hingga volumenya 100 ml). Banyaknya larutan
(ml) tergantung pada panjang pendeknya colon distal.
2) Air hangat untuk membuat larutan Barium.
3) Vaselin atau Jelly digunakan untuk mengurangi rasa sakit saat kateter dimasukkan

7
ke dalam stoma.
3. Teknik Pemeriksaan Radiografi Lopografi
a. Foto Polos Abdomen
Bertujuan untuk melihat persiapan pasien sudah maksimal atau belum. Selain itu
juga untuk menentukan faktor eksposi. Foto polos dapat berupa abdomen proyeksi
AP Supine, posisi LLD dan Prone (bila colostomy di perianal).
b. Inform Consent
Dilakukan setelah dipastikan bahwa pemeriksaan dapat dilanjutkan, maka pasien
atau keluarga pasien diharuskan menandatangani surat persetujuan sebagai onform
consent yang menyebutkan bahwa pasien tersebut secara tertulis menyetujui
tindakan medis yang akan dilakukan (lopografi).
c. Pemasukkan Media Kontras
Media kontras dimasukkan melalui stoma (lubang colon distal) diikuti dengan
fluoroscopy sampai mengisi daerah kolon dan dapat ditandai dengan keluarnya
kontras melalui stoma. Selanjutnya pasien dirotasikan ke kanan dan ke kiri serta
dibuat radiograf full filling dengan posisi AP.
d. Proyeksi Radiograf
a) Proyeksi Antero-Posterior
a) Posisi Pasien : Pasien pada posisi supine, dengan bantal di kepala. Kedua
tangan lurus di samping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah.
b) Posisi Objek :
- MSP tubuh pasien berada di tengah meja pemeriksaan.
- Objek diatur dengan menentukan batas atas processus xypoideus dan batas
bawah adalah symphisis pubis.
- Pastikan tidak ada rotasi.
c) Pengaturan Sinar dan Eksposi :
- CR : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
- CP : Pertengahan kedua crista illiaca.
- FFD : Minimal 100 cm.
- Eksposi : Ekspirasi tahan nafas.

8
b) Proyeksi Postero-Anterior
a) Posisi Pasien : Pasien pada posisi prone di atas meja pemeriksaan. Kedua
tangan lurus disamping atas tubuh dan kaki lurus ke bawah.
b) Posisi Objek :
- MSP tubuh pasien berada tepat dipertengahan meja pemeriksaan.
- Objek diatur diatas meja pemeriksaan dengan batas atas processus
xypoideus dan batas bawah sympisis pubis tidak terpotong.
c) Pengaturan Sinar dan Eksposi :
- CR : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
- CP : Pertengahan kedua crista illiaca.
- FFD : Minimal 100 cm.
c) Proyeksi LPO
a) Posisi Pasien : Pasien diposisikan supine kemudian dirotasikan ke arah kiri
kurang lebih 35 – 45 derajat terhadap meja pemeriksaan. Tangan kiri
digunakan untuk bantalan dan tangan kanan di depan tubuh berpegangan pada
tepi meja pemeriksaan. Kaki kiri lurus sedangkan kaki kanan di tekuk untuk
fiksasi.
b) Posisi Objek : MSP tubuh dengan meja pemeriksaan dengan abdominal
margins kiri dan kanan sama jauhnya dari garis tengah meja pemeriksaan.
c) Pengaturan Sinar dan Eksposi :
- CR : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
- CP : 1-2 inchi ke arah lateral kanan dari titik tengah kedua
crista illiaca.
- FFD : Minimal 100 cm.
- Eksposi : Ekspirasi tahan nafas.

9
d) Proyeksi RPO
a) Posisi Pasien : Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan kemudian
dirotasikan ke arah kanan kurang lebih 35 – 45 derajat terhadap meja
pemeriksaan. Tangan kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri fleksi
didepan tubuh berpegangan pada tepi meja pemeriksaan. Kaki kanan lurus ke
bawah dan kaki kiri sedikit ditekuk untuk fiksasi.
b) Posisi Objek : MSP tubuh dengan meja pemeriksaan dengan abdominal
margins kiri dan kanan sama jauhnya dari garis tengah meja pemeriksaan.
c) Pengaturan Sinar dan Eksposi :
- CR : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
- CP : 1-2 inchi ke arah lateral kiri dari titik tengah kedua crista
illiaca.
- FFD : Minimal 100 cm.
- Eksposi : Ekspirasi tahan nafas.

10
e) Proyeksi RAO
a) Posisi Pasien : Pasien diposisikan prone di atas meja pemeriksaan lalu pasien
diposisikan 35-45 derajat terhadap meja pemeriksaan.
b) Posisi Objek :
- MSP tubuh berada tepat di garis tengah meja pemeriksaan. Kedua tangan
lurus disamping atas tubuh dan kaki lurus kebawah.
- Tangan kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri menyilang di depan
tubuh berpegangan pada tepi meja.
- Kaki kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit di tekuk untuk fiksasi.
- Batas atas Proc. Xypoideus dan Batas bawah Sympisis Pubis.
c) Pengaturan Sinar dan Eksposi :
- CR : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
- CP : Titik bidik pada 1-2 inchi ke arah lateral kiri
dari titik tengah kedua crista illiaca.
- FFD : Minimal 100 cm
- Eksposi : Ekspirasi tahan nafas.

11
f) Proyeksi LAO
a) Posisi Pasien : Pasien diposisikan prone di atas meja pemeriksaan kemudian
pasien dirotasikan 35-45 derajat terhadap meja pemeriksaan.
b) Posisi Objek :
- MSP tubuh berada tepat digaris tengah meja pemeriksaan. Kedua tangan
lurus di samping atas tubuh dan kaki lurus ke bawah.
- Tangan kiri lurus di samping tubuh dan tangan menyilang di depan tubuh
perpegangan pada tepi meja.
- Kaki kiri lurus ke bawah dan kaki kanan sedikit ditekuk untuk fiksasi.
- Batas atas Proc. Xypoideus dan Batas bawah Sympisis Pubis.
c) Pengaturan Sinar dan Eksposi :
- CR : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
- CP : Titik bidik pada 1-2 inchi ke arah lateral kanan
dari titik tengah kedua crista illiaca.
- FFD : Minimal 100 cm.
- Eksposi : Ekspirasi tahan nafas.

12
d) Proyeksi Lateral
a) Posisi Pasien : Pasien diposisikan recumbent.
b) Posisi Objek :
- MCP tubuh pasien diatur pada pertengahan kaset.
- Genu sedikit fleksi untuk fiksasi.
c) Pengaturan Sinar dan Eksposi :
- CR : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
- CP : Setinggi Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS) pada
MCP pasien.
- FFD : Minimal 100 cm.
- Eksposi : Ekspirasi tahan nafas.

e. Proteksi Radiasi
Proteksi radiasi adalah usaha-usaha atau tindakan-tindakan dalam lingkungan
kesehatan yang bertujuan memperkecil penerimaan dosis radiasi yang diterima baik
bagi pasien, radiografer, dokter radiologi, dan masyarakat umum. Selama
pemeriksaan diharapkan menegakkan prinsip proteksi radiasi baik terhadap pasien,
petugas maupun masyarakat umum.

13
BAB II
PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN
A.Profil Kasus
1. Identitas Pasien
Adapun identitas pasien yang menjalani pemeriksaan Radiologi lopografi dengan
kasus Atresia Ani di RSCM adalah sebgai berikut ;
a.Nama : An. P

b. Umur : 1 Tahun

c. Jenis Kelamin : Perempuan

d. Alamat : Kebayoran 02/06

e. No. Rontgen : 12668

f. Pemeriksaan : Foto Lopografi

2. Riwayat Pasien

Pasien datang ke ruang Radiologi pada tanggal 6 Oktober 2017 atas rujukan
dari dokter, dengan keluh Memiliki lubang anus di tempat yang tidak semestinya,
misalnya terlalu dekat dengan vagina

B. Teknik Pemeriksaan Lopografi pada Kasus Atresia Ani


1. Persiapan Pasien
Tidak ada persiapan khusus yang harus dilakukan tetapi untuk mendapatkan
gambaran yang baik maka sebelum dilakukan pemeriksaan bayi diletakkan dengan
posisi kepala berada di bawah dan kaki berada di atas selama ± 5 menit dengan tetap
menjaga kenyamanan pasien
2. Tujuan Pemeriksaan
a. Agar udara dalam kolon dapat mencapai rectum.
b. Bagian distal anal dipasang marker sehingga pada foto, daerah antara marker
dengan bayangan udara yang tertinggi dapat diukur.
3. Proyeksi pemeriksaan sebagai berikut:
a. Proyeksi Wangesteen Rice
1). Posisi AP

14
Untuk melihat ada tidaknya atresia ani dan untuk melihat beratnya distensi atau
peregangan usus
a). Posisi pasien :
 Pasien diposisikan dalam keadaan inverse(kaki diatas) di depan standar
kaset yang telah disiapkan.
 Kedua tungkai difleksikan 90 derajat terhadap badan untuk
menghindari superposisi antara trokanter mayor paha dengan ischii.
 MSP tubuh tegak lurus kaset.
b). Posisi obyek:
 obyek diatur sehingga daerah abdomen bagian distal masuk dalam
film. Pada daerah anus dipasang marker.
c). CR: horisontal tegak lurus kaset
d). CP: pertengahan garis yang menghubungkan kedua trokhanter mayor
e). FFD: 100 cm
f). Eksposi dilakukan saat pasien tidak bergerak.

1). Posisi Lateral


Untuk melihat ketinggian atresia ani.
a). Posisi Pasien
 Posisi inverse tapi satu sisi tubuh berada di depan standar kaset.
 Kedua paha ditekuk semaksimal mungkin ke arah perut agar bayangan udara
pada radiograf tidak tertutup oleh gambaran paha.
 MSP sejajar film.
b). Posisi Objek

15
 Obyek diatur sedemikian sehingga daerah abdomen bagian distal masuk
dalam film. Pada daerah anus dipasang marker.
c). CR: horisontal tegak lurus kaset
d). CP: pada trokanter mayor
e). FFD : 90 cm
f). Eksposi : saat pasien tidak bergerak

b. Proyeksi lateral prone cross table


Merupakan alternatis pemeriksaan invertogram untuk memperlihatkan bayangan udara
di dalam colon mencapai batas maksimal tinggi/naik di daerah rectum bagian
distal.
1). Posisi Pasien :
 Pasien diposisikan prone
2). Posisi Objek :
 Kedua paha ditekuk (hip flexi) angkat punggung bayi sehingga letak
pelvis lebih tinggi dari kepala/wajah.
 Kaset pada salah satu sisi lateral dengan trokhanter mayor pada
pertengahan kaset.
3). CP: pada trokhanter mayor menuju pertengahan kaset.
4). CR: horisontal tegak lurus film/kaset
5). FFD: 90 cm
6). Ekspose saat pasien tidak bergerak.

16
Posisi Lateral Prone Cross Table

Radiograf Lateral Prone Cross Table

4. Keuntungan proyeksi prone cross table


a. Posisi lebih mudah
b. Waktu memposisikan lebih singkat
c. Pasien lebih tenang dan nyaman
d. Udara pada rectum tampak naik dan lebih tinggi sehingga posisi ini lebih baik.

17
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemeriksaan radiografi pada colon yang dilakukan post colostomy yang
menggunakan folley cateter, dan dimasukkan melalui lubang anus buatan yang tidak
mengeluarkan feces.Colostomy adalah tindakan bedah pembuatan saluran dari colon ke
dinding abdomen sebagai pengganti fungsi anus.
Untuk pemeriksaan lopografi ini tidak diperlukan persiapan khusus seperti
pemeriksaan colon in loop yang mengharuskan pasiennya harus puasa 1 hari sebelum
pemeriksaan dimulai. Hal ini dikarenakan loopografi hanya digunakan untuk
mengevaluasi saluran cerna post colostomy. Untuk pasien lopografi hanya diperlukan
puasa 4 jam sebelum pemeriksaan.
Dibuat foto-foto spot atau foto besar dengan posisi yang sesuai, biasanya AP dan
Lateral. Posisi ini dipakai untuk memperlihatkan saluran post colostomi dari sisi depan
dan sisi samping.

B. Saran
Pada pemeriksaan Loopografi biasanya terjadi pada anak-anak. Sehingga dibutuhkan
keterampilan dan kecekatan untuk melakukan pemeriksaan tersebut. Agar dosis radiasi
yang diterima hendaknya seminimal mungkin.

18
DAFTAR REFERENSI

Bontrager, Keneth L.2014 .Textbook of Radiographic Positionning and Related


Anatomy.Eighth Edition.Missouri: Elsevier Mosby.

Artawijaya, Ajunk. 2011. Teknik Pemeriksaan Lopography. Online:


http://catatanradiograf.blogspot.co.id/2011/01/teknik-radiografi-lopography.html.
diakses tanggal 5 Desember 2018 Pukul 23.00 WIB
https://www.researchgate.net/publication/228488857_Rectovaginal_fistula_and_atresia_ani_i
n_a_kitten_a_case_report diakses pada tanggal 5 Desember 2018 Pukul 23.15 WIB
http://evaloy.blogspot.co.id/2013/05/askep-ca-kolon-kanker-kolon_10.html diakses pada
tanggal 5 Desember 2018 Pukul 23.29 WIB.
http://akuanakyangsehat.blogspot.co.id/2014/09/pengertian-abses-anorektal-dan.html diakses
pada tanggal 5 Desember 2018 Pukul 23.30 WIB
http://www.alodokter.com/atresia-ani diakses pada tanggal 5 Desember 2018 Pukul 23.36
WIB
http://www.kerjanya.net/faq/4870-respon-dan-refleks-vasovagal.html diakses pada tanggal 5
Desember 2018 Pukul 23.46

19

Anda mungkin juga menyukai