Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN HERNIA

A. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1. Anatomi Sistem Pencernaan

Gambar 2. Anatomi Usus


1. Anatomi
a) Usus halus (Intestinum Minor)
Adalah sebagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus
dan berakhir pada seikum, panjangnya kurang lebih 6 meter. Lapisan usus halus
terdiri dari: Lapisa mukosa (sebelah dalam), lapisan otot memanjang (m.
Longitudinal) dan lapisan serosa sebelah luar). Intestinum minor terdiri dari :
1) Duodenum (usus 12 jari)
Panjang ±25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri. Pada lengkungan ini
terdapat pankreas. Dan bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir yang
membuktikan disebut papila vateri. Pada papila veteri ini bermuara saluran empedu
(duktus koledukus) dan saluran pankreas (duktus pankreatikus).
2) Yeyenum dan ileum
Mempunyai panjang sekitar ± 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah yeyenum
dengan panjang ± 2-3 meter dan ileum dengan panjang ± 4 – 5 meter. Lekukan
yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan
lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Akar
mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena
mesentrika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritoneum
yang membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak
mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum
dengan seikum dengan perataraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis,
orifisium ini diperkuat dengan sfingter ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat
katup valvula seikalis atau valvula baukini.
Mukosa usus halus. Permukaan epitel yang sangat luas, melalui lipatan mukosa dan
mikrovili memudahkan pencernaan dan absorbsi. Lipatan ini dibentuk oleh mukosa
dan submukosa yang
dapat memperbesar permukaan usus. Pada penampangan melintang vili dilapisi oleh
epiel dan kripta yang menghasilkan bermacam- macam hormon jaringan dan enzim
yang memegang peranan aktif dalam pencernaan.
b) Intestinium Mayor (Usus besar)
Panjang ± 1,5 meter lebarnya 5 – 6 cm. Lapisan–lapisan usus besar dari dalam
keluar: selaput lendir, lapisan otot melingkar,lapisan otot memanjang, dan jaringan
ikat. Lapisan usus besar terdiri dari :
1) Seikum
Dibawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing
sehingga disebut juga umbai cacing, panjang 6 cm.
2) Kolon asendens
Panjang 13 cm terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur ke atas dari
ileum ke bawh hati. Di bawah hati membengkak ke kiri, lengkungan ini disebut
Fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon transversum.
3) Appendiks (usus buntu)
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari akhir seikum.
Mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan masih dapat di
lewati oleh beberapa isi usus. Appendiks tergantung menyilang pada linea
terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor terletak horizontal di belakang
seikum.
4) Kolon transversum
Panjang ± 38 cm, membunjur dari kolon asendens sampai ke kolon desendens
berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah
kiri terdapat fleksura linealis.
5) Kolon desendens
Panjang ± 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri membunjur dari atas ke
bawah dari fleksura linealis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan
kolon sigmoid.
6) Kolon sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring dalam rongga pelvis
sebelah kiri, bentuk menyerupai huruf S. Ujung bawahnya berhubung dengan
rectum.
2. Fisologi
a) Usus Halus
Fungsi usus halus adalah mengangkut kimus dari lambung ke usus besar,
menyelesaikan pencernaan dengan enzim yang berasal dari dinding dan kelenjar
lain,menyerap hasil akhir pencernaan
kedalam darah dan limfe, dan mengerahkan hormon tertentu.
Agar dapat melaksanakan semua itu, usus halus harus mempeluas
permukaan mukosanya, antara lain dengan plica sirkularis kerckring,
vitus dan kriptus mikrovili. Bahkan makanan yang ada didalam lumen usus
halus mendapat tambahan sekret dari banyak kelenjar, yaitu kelejar intestinal atau
kriptus, lieberkuhn, kelenjar submokosa dari duodenum. Kelenjar yang letaknya di
luar saluran cerna, tetapi menyalurkan sekretnya ke dalam lumen duodenum, yaitu
hati (hepar) dan pankreas.
Lambung melepaskan makananke dalam usus dua belas jari
(duodenum) yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan
masuk ke dalam duodenum melalui springter pylorus
dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh duodenum
akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
Dinding usus kaya akanpembuluh darah yang
mengangkat zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lender (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pencahan-pencahan makanan yang di
cerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak.
b) Usus Besar
Salah satu fungsi usus besar adalah mengabsorbsi cairan. Fungsi lain adalah
mensekresi mucus (lendir) yang berfungsi sebagai pelumas. Pelumas ini menjadi
lebih penting karena cairan di absorbsi dan feses menjadi lebih keras sehingga
kemungkinan merusak mukosa menjadi lebih besar.
Usus besar terdiri dari:
1) kolon asendens (kanan)
2) kolon transversum
3) kolon desendens (kiri)
4) kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyak bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi membuat zat-zat
penting seperti vitamin k, bakteri ini penting untuk fungsional dari usus. Beberapa
penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri di
dalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan
dikeluarkannya lendir dan air dan terjadi diare.
Beberapa sifat khas otot polos pada usus adalah sebagai berikut:
1) Sensitium fungsional, yang berarti bahwa potensial aksi yang berasal dari salah
satu serabut otot polos umumnya di hantarkan dari serabut ke serabut.
2) Kontraksi otot intestinalis, otot polos saluran pencernaan menunjukkan kontraksi
tonik dan kontraksi ritmik, kontraksi tonik bersifat kontinue. Springter pylorus,
ileosekalis dan analis semuanya membantu pergerakan makanan dalam usus.
Kontraksi ritmik bertanggung jawab akan fungsi fasik saluran pencernaan, seperti
percampuran makanan atau dorongan peristaltik makanan. Pleksus mieterikus
terutama mengatur gerakan gastrointestinalis sedangkan pleksus submukosa
penting
dalam mengatur sekresi dan juga melakukan melakukan banyak
fungsi serosis, yang menerima isyarat terutama dari epitel usus
dari reseptor regangan dalam dinding usus.
Jenis pergerakan pada saluran pancernaan: gerak mencampur
yang membuat isi usus terus - menerus tercampur setiap saat
dan gerakan propulsive/mendorong yang menyebabkan
makanan bergerak ke depan sepanjang saluran pencernaan
dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi
(Tambayong, 2000).
B. Hernia
1. Pengertian
Hernia merupakan penonjolan isi suatu rongga melalui bagian lemah dari
dinding rongga yang bersangkutan. Hernia terdiri atas cincin, kantong dan isi
hernia (Nurarif dan Kusuma, 2013). Kantong hernia merupakan divertikulum dari
peritonium dan mempunyai leher dan badan. Isi hernia dapat terdiri atas setiap
struktur yang ditemukan, dan dapat merupakan sepotong kecil omentum sampai
organ padat yang besar. Pelapis hernia dibentuk dari lapisan-lapisan dinding
abdomen yang dilewati oleh kantong hernia (Schwartz et al, 2000; Iscan, 2010).

Gambar 3. Bagian-bagian hernia Menurut

letaknya hernia dibagi menjadi berikut:


a) Hernia hiatus, merupakan herniasi bagian lambung ke dalam dada melalui hiatus
esophagus diafragma (Price& Wilson,2006);
b) Hernia epigastrik, merupakan hernia yang terjadi diantara pusar dan bagian bawah
tulang rusuk di garis tengah perut. Hernia epigastrik biasanya terdiri dari jaringan
lemak. Terbentuk dibagian dinding perut yang lemah. Hernia ini juga
menimbulkan rasa sakit dan tidak dapat didorong kembali ketika pertama kali
ditemukan (Nurarif dan Kusuma, 2013);
c) Hernia umbilical, merupakan hernia yang berkembang di dalam dan sekitar
umbilicus yang disebabkan karena tidak menutup sepenuhnya bukaan pada
dinding perut sebelum kelahiran. Jika kurang dari 1 cm hernia ini biasanya
menutup sevara bertahap sebelum usia 2 tahun (Nurarif dan Kusuma, 2013);
d) Hernia inguinalis, merupakan hernia yang muncul sebagai tonjolan di
selangkangan atau skrotum. Hal ini terjadi ketika dinding abdomen berkembang
sehingga usus menerobos ke bawah melalui celah (Nurarif dan Kusuma, 2013).
Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus/lateralis
menelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga abdomen melalui anulus
inguinalis externa/medialis (Mansjoer, 2001);
e) Hernia femoralis, merupakan hernia yang muncul di pangkal paha. Keluhan
biasanya berupa benjolan di lipat paha yang muncul terutama pada waktu
melakukan kegiatan yang menaikkan tekanan intraabdomen seperti mengangkat
barang atau batuk. Benjolan ini hilang pada waktu berbaring (Maulana, 2011);
f) Hernia insisional, merupakan hernia yang dapat terjadi akibat komplikasi dari
penyembuhan luka pasca operasi abdomen. Hernia ini muncul sebagai tonjolan di
sekitar pusar yang terjadi ketika otot sekitar pusar tidak menutup sepenuhnya
(Price& Wilson, 2006).
Gambar 4. Proses pembedahan hernia

Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi menjadi (Nurarif dan Kusuma, 2013);


a) Hernia bawaan atau hernia patogenosa pada jenis hernia inguinalis lateralis.
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus.Pada bulan ke-8
kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut
akan menarik peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan
peritoneum.
b) Hernia dapatan atau akuista yaitu hernia yang timbul karena berbagai factor
pemicu.
Berdasarkan sifatnya hernia dibedakan menjadi :
a) Hernia reponible/reducible, yaitu bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar
jika berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk,
tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.
b) Hernia ireponible, yaitu bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam
rongga. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum
kantong hernia. Hernia inijuga disebut hernia akreta ( accretes = perlekatan karena
fibrosis).
Tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun tanda sumbatan usus
c) Hernia strangulate atau inkarserata (incarceration = terperangkap, cancer =
penjara), yaitu bila hernia terjepit oleh cincin hernia. Hernia inkarserata berarti isi
kantong terperangkap, tidak dapat kembali ke rongga perut disertai gangguan
passase atau vaskularisasi. Hernia strangulate mengakibatkan nekrosis dari isi
abdomen di dalamnya karena tidak mendapat darah akibat pembuluh darahnya
terjepit. Hernia jenis ini merupakan keadaan gawat darurat karenanya perlu
mendapat pertolongan segera.
2. Patofisiologi
Aktivitas mengejan saat eliminasi, batuk kronis, mengangkat benda yang
berat dan obesitas menyebabkan lokus minoris resisten terangsang sehingga
membuat tekanan intraabdomen meningkat. Hal tersebut mengakibatkan kanalis
inguinalis tertekan oleh isi abdomen/usus sehingga membuat kanalis inguinalis
terbuka dan membuat isi abdomen/usus masuk ke dalam kanalis inguinalis
sehingga disebut sebagai hernia inguinalis. Pada hernia inguinalis lateral terjadi
penonjolan isi perut di lateral pembuluh epigastrik inferior dan mengakibatkan
regangan mesentrium sehingga isi segmen masuk ke kantung hernia. Hal tersebut
mengakibatkan nyeri pada daerah inguinal (Mansjoer, 2001).
Pada hernia inguinalis lateral juga terjadi obstruksi usus sehingga
mengakibatkan gangguan pada aliran isi dan vaskuler usus yang berakhir
pada hernia strangulate sehinggaperlu dilakukan hemioraphy serta gangguan
peristaltic usus yang dapat mengakibatkan diare/konstipasi. Hernia inguinalis
lateral juga dapat mengakibatkan pembesaran skrotum akibat usus masuk kedalam
skrotum (Mansjoer, 2001)
C. Clinical Pathway

Bayi baru lahir Aktivitas berat, batuk lama, mengejan

Kanalis inguinalis terbuka Peningkatan tekanan intra abdomen

Peritoneum tertarik ke daerah skrotum Fasia abdomen tidak mampu menahan tekanan

HERNIA
Peningkatan isi abdomen (usus) Prosedur pembedahan
memasuki kantong hernia
Defisiensi pengetahuan Kurang terpapar informasi Tindakan infasif Insisi
bedah
Peningkatan tekanan mengenai prosedur pembedahan
Usus terjepit Perdarahan Terputusnya
kontinuitas
Saluran limfe terbendung Ancaman kematian
jaringan syaraf
Peristaltik usus terganggu Tidak terkontrol
Oedem Sumbatan saluran cerna Krisis situasional Luka
post op
Kehilangan cairan berlebih
Penekanan pembuluh darah Regurgitasi isi usus
Ansietas Resiko infeksi area
Abses Resiko Syok
Iskemi jaringan Kembung pembedaan
Hilangnya efek
Resiko infeksi area
anestesi
pembedaan
Kerusakan jaringan Mual / muntah
Nyeri akut
Pelepasan mediator nyeri Intake menurun Ketidakseimbangan nutrisi:
Persepsi nyeri kurang dari kebutuhan tubuh
Ketidaknyamanan,
Nyeri akut Bergerak akan sakit

Gangguan
mobilitas fisik
3. Etiologi
Hernia dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Congenital
b. Obesitas
c. Ibu hamil
d. Mengejan
e. Pengangkatan beban berat
4. Tanda dan Gejala
a) Adanya benjolan keluar masuk/keras dan yang tersering tampak benjolan dilipat
paha;
b) adanya rasa nyeri pada benjolan bila isinya terjepit disertai perasaan mual;
c) terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi;
d) bila terjadi hernia inguinalis stratagulata perasaan sakit akan bertambah hebat serta
kulit di atasnya menjadi merah dan panas;
e) Bila pasien mengejan atau batuk maka benjolan hernia akan bertambah besar.
5. Komplikasi
a) Inguinalis ireponibilis
Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan isi kantung hernia sehingga isi
kantung hernia tidak dapat dikembalikan lagi, keadaan ini disebut hernia. Pada
keadaan ini belum ada gangguan penyaluran isi usus. Isi hernia yang tersering
menyebabkan keadaan ireponibilis, adalah omentum, karena mudah melekat pada
dinding hernia dan isinya dapat menjadi lebih besar karena infiltrasi lemak. Usus
besar lebih sering menyebabkan ireponibilis dari pada usus halus (Nurarif dan
Kusuma, 2013);
b) Inguinalis strangulata
Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat banyaknya usus yang masuk.
Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus di ikuti dengan gangguan
vascular ( proses strangulasi ) (Nurarif dan Kusuma, 2013);
c) Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan pembuluh
darah dan kemudian timbul nekrosis (PPNI, 2009);
d) Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah
(PPNI, 2009);
e) Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien laki-laki (PPNI, 2009);
f) Pendarahan yang berlebihan/infeksi luka bedah (PPNI, 2009);
g) Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi (PPNI, 2009);
h) Bila isi perut terjepit dapat terjadi: shock, demam, asidosis metabolik, abses
(PPNI, 2009).
6. Pemeriksaan Khusus
a) Herniografi
Teknik ini, yang melibatkan injeksi medium kontras ke dalam kavum peritoneal
dan dilakukan X-ray, sekarang jarang dilakukan pada bayi untuk mengidentifikasi
hernia kontralateral pada groin. Mungkin terkadang berguna untuk memastikan
adanya hernia pada pasien dengan nyeri kronis pada groin.
b) USG
Sering digunakan untuk menilai hernia yang sulit dilihat secara klinis.
c) CT scan dan MRI
Berguna untuk menentukan hernia yang jarang terjadi (misalnya:hernia obturator).
d) Laparaskopi
Hernia yang ditemukan terkadang ditemukan saat laparaskopi untuk nyeri perut
yang tidak dapat didiagnosa.
Tabel 1. Benjolan lain yang harus dibedakan dari hernia pada dinding abdomen
Jaringan Benjolan
Kulit Kista sebasea atau epidermoid
Lemak Lipoma
Fasia Fibroma
Otot Tumor yang mengalami hernia melalui
pembungkusnya
Arteri Aneurisma
Vena Varikosa
Limfe Pembesaran KGB
Gonad Ektopik testis / ovarium
7. Terapi
a) Terapi Konservatif
1) Reposisi, hanya dilakukan pada hernia reponibel dengan memakai kedua tangan,
tangan yang satu melebarkan leher hernia, tangan yang satu lagi memasukan isi
hernia lewat leher hernia tersebut. Pada asien yang takut operasi (anak-anak)
dengan hernia irreponibel dapat dicoba dengan cara : bagian hernia dikompres
dingin, diberi vallum 10 mg, pasien posisi trendelenberg (supine dengan kepala
lebih rendahdari badan), lakukan reposisi manual.
2) Suntikan, dilakukan seteah reposisi berhasil dengan cara menyuntik ekitar tempat
hernia dengan zat sklerotik (phenot atau alcohol) untuk memperkecil pintu hernia.
3) Sabuk hernia, digunakan jika pasien menolak operasi dan pintu hernia kecil.
Sabuk ini juga dipakai ketika reposisi berhasil. Penggunaan sabuk dilakukan pada
pagi hari atau ketika pasien menjalankan aktivitasnya dan akan dilepas ketika
pasien beristirahat atau malam hari.
b) Terapi Operatif
Hernia yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif maka
diperlukan tindakan operatif. Pembedahan secepat mungkin setelah diagnosa
ditegakkan. Adapun prinsip pembedahan hernia sebagai berikut.
1) Herniotomi: dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong
dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada
perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin dan
selanjutnya dipotong.
2) Hernioraphy : mengikat leher hernia dan menggantungkannya pada conjoint
tendon supaya tidak keluar masuk lagi.
3) Hernioplasty : member kekuatan pada dinding perut dengan cara mengikat
conjoint ke ligamen inguinal. Hal ini tidak dilakukan pada pasien anak-anak.
D. Asuhan Keperawatan
a) Pengkajian
a) Anamnesis
1) Identitas pasien, meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, alamat, No. RM, dan tanggal MRS.
2) Keluhan utama, biasanya terdapat benjolan pada selangkangan dan nyeri pada area
benjolan.
3) Riwayat penyakit sekarang, HIL terjadi karena kongenital dan acquired (didapat).
4) Riwayat penyakit dahulu.
5) Riwayat penyakit keluarga.
b) Data fokus (berdasarkan pemeriksaan fisik)
1) Sistem pernafasan
Gangguan pernafasan, menurunnya vital kapasitas, menggunakan otot-otot
pernafasan tambahan.
2) Sistem kardiovaskuler
Takikardia, hipertensi, orthostatic hipotensi.
3) Sistem neurologi
Keluhan pusing atau sakit kepala mungkin muncul, dapat mengalami demam.
4) Sistem gastrointestinal
Pengosongan lambung yang lama, ileus paralitik, tidak ada bising usus, stress
ulcer, feses keras atau inkontinensia, mual, muntah, abdomen hipertimpani.
5) Sistem urinaria
Retensi urine, inkontinensia.
6) Sistem muskuloskletal
Spasme otot, menurunnya kekuatan otot.
7) Sistem integumen
Adanya kemerahan pada daerah yang tertekan akibat tirah baring (tanda awal
decubitus), luka pada selangkangan, mukosa kering.
8) Sistem reproduksi dan seksualitas.
Impoten, gangguan ereksi, ejakulasi, menstruasi tidak teratur.
c) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik hernia adalah secara inspeksi, palpasi, dan auskultasi sebagai
berikut (ganong, 1995 dalam Iscan, 2010; Sabiston, 1994; Swartz, 1995).
1) Inspeksi: ketika pasien diminta mengedan akan terlihat benjolan pada lipat paha,
bahkan benjolan bisa saja sudah nampak meskipun pasien tidak mengedan.
2) Palpasi: dapat meraba benjolan yang kenyal, isinya mungkin berupa usus,
omentum atau ovarium. Palpasi juga dapat menentukan apakah hernia tersebut
dapat didorong masuk dengan jari (direposisi).
3) Auskultasi: pada pemeriksaan secara auskultasi, bila isi hernia berupa usus maka
bising usus dapat terdengar.
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan menggunakan tiga teknik sederhana
yaitu:
1) Finger Test
- Menggunakan jari ke-2 (telunjuk) atau jari ke-5 (kelingking)
- Dimasukkan lewat skroum melalui anulus eksternus ke kanal inguinal
- Penderita di suruh batuk
- Jika impuls diujung jari berarti hernia inguinalis lateralis (hernia yang keluar
menjauhi usus)
- Jika impuls disamping jari berarti hernia inguinalis medialis (hernia yang masuk
dalam organ bagian dalam melewati usus).
2) Ziemen Test
- Posisi berbaring, bila ada benjolan minta pasien untuk memasukkannya terlebih
dahulu
- Hernia kanan diperiksa oleh tangan kanan dan sebaliknya
- Jari telunjuk tangan pemeriksa diletakkan diatas anulus internus (1,5 cm diatas
pertengahan SIAS-TV-Tuberculum puicum)
- Jari tengah diletakkan diatas anulus eksternus
- Jari manis pada fossa ovalis
- Minta pasien untuk batuk
- Jika terasa dorongan pada jari telunjuk berarti hernia inguinalis lateralis
- Jika terasa dorongan pada jari tengah berarti hernia inguinalis medialis
- Jika terasa dorongan pada jari manis berarti hernia femoralis (hernia yang kelaur
melalui otot paha yang terdekat dengan anus).
3) Thumb Test
- Posisi pasien berbaring dan benjolan dimasukkan kedalam rongga perut
- Ibu jari pemeriksa ditekan pada anulus internus pasien
- Pasien diminta untuk mengejan atau meniup dengan hidung dan mulut tertutup
- Bila benjolan keluar pada waktu mengejan berarti hernia inguinalis medialis
- Bila tidak keluar berarti hernia inguinalis lateralis

d) Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan radiologi (foto rontgen sinar X).
2) Pemeriksaan laboratorium (tes darah lengkap, pemeriksaan feses, pemeriksaan
urine).
3) Pemeriksaan EKG.
4) Pencitraan (MRI, CT scan)

b) Diagnosa Keperawatan
a) Preoperasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan penekanan oleh isi hernia (agen injury)
2) Risiko infeksi area pembedahan berhubungan dengan tipe prosedur bedah
3) Defisit Nutrisi berhubungan dengan mual muntah
4) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
5) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kesalahn informasi.

b) Intraoperatif
1. Resiko jatuh berhubungan dengan perubahan fungsi neurologis dan efek anestesi
serta posisi pasien
2. Risiko infeksi area pembedahan berhubungan dengan prosedur invasif
3. Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan

c) Postoperatif
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan
2. Ansietas/cemas berhubungan dengan krisis situasi, perubahan status kesehatan,
kekhawatiran tentang pengaruhnya pada ADL atau menghadapi prosedur bedah

3. Resiko infeksi area pembedahan berhubungan dengan kontaminasi luka bedah


c) Perencanaan Keperawatan
a) Preoperatif

Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut yang Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
berhubungan ..x.. jam pasien menunjukkan nyeri berkurang, Paint Management
dengan dibuktikan dengan kriteria hasil: 1. Kaji mengenai persepsi dan keyakinan mengenai
penyumbatan nyeri
uretra Tingkat Nyeri
2. Kaji polamanajemen nyeri yang dilakukan oleh
a. Nyeri waktu berkurang
b. Pasien menunjukkan tanda- tanda pasien
kenyamanan/ tidak ada nyeri. 3. Beri informasi mengenai nyeri, faktor penyebab.
c. Ttv dalam rentang normal. 4. Diskusikan bersama pasien dan keluarga strategi
Kontrol Nyeri nyeri untuk pasien
a. Pasien menggunakan obat- obatan anti nyeri 5. Beri teknik untuk mengurangi nyeri
yang dianjurkan 6. Kolaborasikan pemberian analgesic
b. Pasien menggunakan cara mengontrol nyeri
dengan beberapa teknik
2. Risiko infeksi Setelah dilakukan perawatan selama ..x... jam Koordinasi preoperatif
area pembedahan pasien tidak menunjukkan gejala risiko infeksi 1. Review operasi yang direncanakan
berhubungan dengan kriteria hasil : 2. Selesaikan pengkajian fisik dengan tepat
dengan tipe 3. Uraikan dan jelaskan perawatan dan tes diagnostic
prosedur bedah
sebelum pendaftaran
Risk Control
a. Pasien mampu mengidentifikasi faktor risiko 4. Dapatkan specimen darah, urine (bila perlu)
b. Memonitor faktor risiko pada lingkungan 5. Dapatkan persetujuan tertulis untuk perawatan
c. Mematuhi trategi pencegahan infeksi yang (yang dilakukan)
dianjurkan 6. Berikan waktu pada pasien untuk mengajukan
pertanyaan
7. Diskusikan rencana kepulangan setelah operasi

Kontrol Infeksi
1. Gunakan prinsip steril dalam setiap tindakan
2. Ajarkan cara mengontrol nyeri dengan teknik yang
sesuai kondisi pasien.
3. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan
gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya
kepada penyedia perawatan kesehatan
4. Monitor dan jaga suhu ruangan antara 200 dan 240 C

Manajemen Lingkungan
5. Bersihkan tempat atau wadah setiap kali
digunakan oleh pasien
6. Atur ruangan, jangan sampai lembab

3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatam selama ...x24


berhubungan jam nutrisi dapat terpenuhi a. Kaji adanya alergi makanan
dengan mual b. Berikan makanan yang terpilih sesuai dengan hasil
muntah konsultasi ahli gizi
a. Nutritional status: food and fluid c. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
b. Nutritional status: nutrient intake d. Monitor BB pasien
c.Weight control e. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
Kriteria Hasil makan
a.Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan f. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
b.Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
c.Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d.Tidak menunjukkan penurunan berat badan
4. Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24
berhubungan jam pasien bebas dari perasaan cemas Anxiety Reduction
dengan perubahan a. Identifikasi tingkat kecemasan pasien
status kesehatan a.Anxiety self-kontrol b. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
b.Anxiety level selama prosedur
c.Coping c. Pahami perspektif pasien terhadap kecemasan
Kriteria Hasil d. Dorong keluarga untuk senantiasa menemani pasien
a.Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan dan memberikan ketenangan pada pasien
gejala cemas e. Bantu pasien untuk mengenal situasi yang dapat
b. mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan menyebabkan cemas
tehnik untuk mengontrol cemas f. Berikan informasi mengenai kondisi penyakit pasien
c. Vital sign dalam batas normal g. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
d. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh ketakutan, dan persepsi terhadap rasa sakit yang
menunjukkan penurunan kecemasan dialaminya
h. Kolaborasikan pemberian obat untuk menenangkan
pasien
b) Intra operatif
Diagnosa
No Kriteria hasil Intervensi keperawatan
keperawatan
1 Resiko jatuh Keamanan Sosial Mencegah Jatuh
berhubungan Tujuan: Pasien tidak mengalami cedera 1. Tekankan pentingnya mematuhi program terapeutik
dengan perubahan Kriteria hasil: 2. Dampingi pasien selama aktivitas yang diijinkan
fungsi neurologis a. Bebas dari cedera 3. Jaga agar penghalang tempat tidur tetap terpasan
dan efek anestesi b. Pasien dan keluarga menyetujui aktivitas 4. Bantu ambulasi dan aktivitas hidup sehari-hari
serta posisi pasien atau modifikasi aktivitas yang tepat dengan tepat
5. Menyesuaikan posisi pasien dengan kebutuhan
proses pembedahan dan beri pelindung dan
keamanan sesuai kebutuhan posisi pasien agar tetap
nyaman

2. Risiko infeksi
area pembedahan Kontrol resiko: proses infeksi Kontrol infeksi: Intraperioperatif
berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Bersihkan debu dan permukaan mendatar dengan
dengan prosedur 1x24 jam, resiko infeksi pada pasien dapat pencahayaan di ruang operasi
invasif teratasi, dengan kriteria hasil: 2. Monitor dan jaga suhu ruangan antara 20° dan 24°
1. Mengetahui konsekuensi terkait infeksi
2. Mengetahui perilaku yang berhubungan C
dengan risiko infeksi 3. Monitor dan jaga kelembaban relatif antara 20%
3. Memonitor faktor lingkungan yang dan 60%
berhubungan dengan risiko 4. Monitor dan jaga aliran udara yang berlapis
4. Mempertahankan lingkungan yang bersih 5. Batasi dan kontrol lalu lalang pengunjung
5. Memonitpr perubahan status kesehatan 6. Verifikasi bahwa antibiotik profilaksis telah
diberikan dengan tepat
7. Lakukan tindakan-tindakan pencegahan universal/
Universal Precautions
8. Pastikan bahwa personil yang akan melakukan
tindakan ope- rasi mengenakan pakaian yang sesuai
9. Lakukan rancangan tindakan isolasi yang sesuai
10. Monitor teknik isolasi yang sesuai
11. Verifikasi keutuhan kemasan steril
12. Verifikasi indikator indikator sterilisasi
13. Buka persediaan peralatan steril dengan
menggunakan teknik aseptik
14. Sediakan sikat, jubah, dan sarung tangan, sesuai
kebijakan institusi
15. Bantu pemakaian jubah dan sarung tangan anggota
tim
16. Bantu mengenakan pakaian pasien, memastikan
perlindungan mata, dan meminimalkan tekanan
terhadap bagian-bagian tubuh tertentu
17. Pisahkan alat-alat yang steril dan non steril
18. Monitor area yang steril untuk menghilangkan
kesterilan dan penentuan waktu istirahat yang benar
sesuai indikasi
19. Jaga keutuhan kateter dan jalur intravaskular
20. Periksa kulit dan jaringan di sekitar lokasi
pembedahan
21. Letakkan handuk basah untuk mencegah penyatuan
cairan antimikroba
22. Oleskan salep antimikroba pada lokasi pembedahan
sesuai kebijakan
23. Angkat handuk basah
24. Dapatkan kultur jaringan jika diperlukan
25. Batasi kontaminasi yang terjadi
26. Berikan terapi antibiotik yang sesuai
27. jaga ruangan tetap rapi dan teratur untuk membatasi
konta- minasi
28. Pakai dan amankan pakaian pakaian bedah
29. Angkat penutup beserta barang-barang yang lain
untuk mem- batasi kontaminasi
30. Bersihkan dan sterilkan instrumen dengan baik
31. Koordinasikan pembersihan dan persiapan ruang
operasi untuk pasien berikutnya

3. Risiko syok Pencegahan syok Pencegahan syok


hipovolemik
Management syok 1. Monitor status sirkulasi (tekanan darah, warna
kulit, suhu kulit, denyut jantung, ritme, nadi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
perifer, dan CRT)
….x24 jam, resiko infeksi pada pasien dapat
teratasi, dengan kriteria hasil: 2. Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan

1. Irama jantung dalam batas yang diharapkan 3. Monitor input dan output
2. Frekuensi nafas daam batas yang diharapkan 4. Monitor tanda awal syok
3. Irama pernafasan dalam batas yang Kolaborasi pemberian cairan IV dengan tepat
diharapkan

c) Postoperatif
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Paint management
… x24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang 1. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi,
1. Pain level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan
2. Pain control faktor presipitasi)
3. Comfort level 2. Beri penjelasan mengenai penyebab nyeri
3. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, 4. Segera immobilisasi daerah fraktur
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi 5. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 6. Ajarkan pasien tentang alternative lain untuk
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan mengatasi dan mengurangi rasa nyeri
7. Ajarkan teknik manajemen stress misalnya
menggunakan manajemen nyeri relaksasi nafas dalam
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, 8. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam
frekuensi, dan tanda nyeri) pemberian obat analgeik sesuai indikasi
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang
2. Ansietas/cemas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 Anxiety Reduction
berhubungan x 30menit, ansietas berkurang 1. Identifikasi tingkat kecemasan pasien
dengan krisis 2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
situasi, perubahan selama prosedur
status kesehatan, Anxiety self-control 3. Pahami perspektif pasien terhadap kecemasan
kekhawatiran Anxiety level 4. Dorong keluarga untuk senantiasa menemani
tentang 1. Mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan pasien dan memberikan ketenangan pada pasien
pengaruhnya pada gejala cemas 5. Bantu pasien untuk mengenal situasi yang dapat
ADL atau 2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menyebabkan cemas
menghadapi menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas 6. Berikan informasi mengenai kondisi penyakit
prosedur bedah 3. Tanda-tanda vital dalam rentang normal pasien
4. Postur tubuh ekspresi wajah, bahasa tubuh dan 7. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya ketakutan, dan persepsi terhadap rasa sakit yang
kecemasan dialaminya
8. Kolaborasikan pemberian obat untuk
menenangkan pasien
3. Resiko infeksi
area pembedahan Kontrol resiko Kontrol infeksi
berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah dipakai
dengan 1x24 jam, tidak terjadi infeksi pada pasien dengan setiap pasien
kontaminasi luka kriteria hasil: 2. Ganti perawatan peralatan setiap pasien sesuai
bedah SOP rumah sakit
1. Luka tidak berbau busuk 3. Batasi jumlah pengunjung
2. Pasien tidak demam (suhu stabil) 4. Ajarkan cara mencuci tangan
3. Tidak terdapat nanah pada luka
4. Pasien dapat mengidentifikasi faktor resiko Perlindungan infeksi)
5. Mengenali faktor resiko individu 5. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi
6. Berikan perawatan kulit yang tepat

Identifikasi resiko
7. Kaji ulang riwayat kesehatan masa lalu
8. Identifikasi strategi koping yang digunakan

Incision Site Care


7. Inspeksi gejala infeksi, seperti kemerahan,
pembengkakan.
8. Monitor penyembuhan di luka insisi
9. Gunakan prinsip steril setiap memebrsihkan area
luka Ganti balutan luka dengan interval yang
ditentukan
10. Gunakan balutan luka yang sesuai
11. Ajarkan ke keluarga menegnai bagaimana
merawat luka insiis, termasuk tanda dan gejala
d) Discharge Planning
a. Persiapan perawatan di rumah
Hal yang harus dikaji meliputi tingkat pengetahuan klien dan keluarga dan
lingkungan rumah. Hal-hal yang memungkinkan jauh dan celaka harus
dihilangkan. Ruang harus bebas/minimal perabot untuk memudahkan klien
bergerak dengan alat bantu. Toilet duduk bisa disiapkan untu membantu
kemandirian klien dalam bereliminasi
b. Edukasi klien/keluarga
Klien dengan hernia biasanya dipulangkan kerumah masih dalam keadaan
memakai balutan post op. Perawat harus menyiapkan instruksi verbal/tertulis
untuk klien/keluarga/caregiver bagaimana mengkaji dan merawat luka untuk
meningkatkan penyembuhan dan mencegah infeksi. Klien dan keluarga harus
tahu bagaimana komplikasi/tanda-tanda komplikasi dan dimana serta kapan
harus menemui atau kontak dengan tenaga kesehatan profesional.
c. Psikososial
Perawat mengidentifikasi masalah potensial/aktual dirumah sakit dan mengatur
untuk evaluasi di rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Iscan, Hendrizal. 2010. “Perbandingan Nyeri Pasca Operasi Herniorrhaphy Secara


Lightenstein dengan Trabucco”. Tidak Diterbitkan. Penelitian Akhir.
Padang: Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas,
RSUP Dr. M. Djamil.

Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta: Media
Aescuapius FK UI.

Maulana, Razi.2011. Hernia. http://razimaulana.wordpress.com/2011/03/23


[diakses pada 30 oktober 2016]

Price & Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC.

SDKI, 2018. Survey Demograsi Dan Kesehatan Indonesia 2018. Jakarta: Kementerian
Kesehatan
Smeltzer C, Suzanne& Bare, B.G (2017). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi
9.Jakarta: EGC

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Ed. Ke-3, BP,FKUI,
Jakarta.

Schwartz et al. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengusrus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Defiance dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

. 2009. Hernia Inguinalis. Klaten : PPNI Klaten

Anda mungkin juga menyukai