Disusun Oleh:
P20620219034
Tingkat: II A
2020/2021
TINJAUAN PUSTAKA
4. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah
sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh
penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi
paralitik dimana peristaltic dihambat dari permulaan, sedangkan pada
obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian
intermitten, dan akhirnya hilang. Perubahan patofisiologi utama pada
obstruksi usus adalah lumen usus yang tersumbat secara progresif akan
tergangu oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat
peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan
natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan
diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari ke sepuluh. Tidak
adanya absorbs dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan
cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai
merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolik. Pengaruh
atas kehilangan ini adalah penyempitan ruang cairan ekstrasel yang
mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan
perfusi jaringan dan asidosis metabolik.
Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran
setan penurunan absorbs cairan dan peningkatan sekresi cairan ke
dalam usus. Efek local peregangan usus adalah iskemia akibat distensi
dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-
toksin bakteri kedalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk
menyebabkan bakteriemia. Pada obstruksi mekanik simple, hambatan
pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan
neurologic.Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara
terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya
komplit.Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps.
Fungsi sekresi dan absorbs membrane mukosa usus menurun, dan
dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi intestinal yang
berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif akan
mengacaukan peristaltic dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan
resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian.
5. Manifestasi Klinik
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung
(abdominal distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Mungkin ada,
mungkin juga tidak.Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini
perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus
obstruksi.Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung,
tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksimal. Pada pemeriksaan
fisik terdapat adanya distensi abdomen, perkusi timpani dengan bising
usus lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Pada
palpasi, pasien biasanya menyatakan perasaan tidak enak pada
perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal( nyeri tekan dan
nyeri lepas negatif) apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi
klinis yang ditemukan adalah gambaran peritonitis. Gejala klinis:
1) Distensi yang hebat tanpa rasa nyeri (kolik)
2) Mual dan muntah
3) Tidak bisa defekasi dan flatus, sedikitnya 24-48 jam
4) Pada palpasi ringan perut adanya nyeri ringan, tanpa defans
muskuler
5) Bising usus menghilang
6) Gambaran radiologi: semua usus menggembung berisi udara
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
a. Foto polos abdomen 3 posisi
Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus)
memperlihatkan dilatasi lengkung usus halus disertai adanya
batas antara air dan udara atau gas (air-fluid level) yang
membenruk pola bagaikan tangga, posisi setengah duduk untuk
melihat gambaran udara cairan dalam usus atau diluar usus,
misalnya pada abses, gambaran udara bebas di bawah
diafragma. Gambaran cairan di rongga pelvis atau abdomen
bawah.
b. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema
Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan
obstruksi usus halus.Pengujia Enema Barium terutama sekali
bermanfaat jika suatu obstruksi letak rendah yang tidak dapat
pada pemeriksaan foto polos abdomen.Pada anak-anak dengan
intussuscepsi, pemeriksaan enema barium tidak hanya sebagai
diagnostic tetapi juga mungkin sebagai terapi.
c. CT-Scan
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos
abdomen dicurgai adanya stangulasi. CT-Scan akan
mempertunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan-kelainan
dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum. CT-Scan harus
dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluh
darah.Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi
dari obstruksi.
d. USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan
penyebab dari obstruksi.
e. MRI
Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan, tetapi teknik
dan kontras yang ada sekarang ini belum secara penuh
mapan.Teknik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia
mesentrik kronis.
f. Angiografi
Angiografi mesentrik superior telah digunakan untuk
mendiagnosis adanya herniasi internal, intussuscepsi, volvulus,
malrotation dan adhesi.
7. Penatalaksanaan
1) Intravenous fluids and electrolyte
a. Terapi Na+¿¿, K +¿¿ , komponen darah
b. Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstinal
c. Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan
intraseluler
2) Puasa
3) Penghisapan nasointestinal
4) Indikasi intervensi bedah
a. Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah strangulasi,
vovulusm dan jenis obstruksi kolon
b. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric
untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture usus
c. Operasi dilewati dengan laparotomi kemudian disusul dengan
teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi melalui
laparotomi
5) Dekompresi usus melalui selang nasogastik (NGT)
6) Analgetik bila terjadi nyeri
7) Antibiotic untuk bakteri aerob dan anaerob
8. Komplikasi
1) Nekrosis usus
2) Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu
lama pada organ intra abdomen
3) Peritonitis karena absorbs toksin dalam rongga peritoneum
sehingga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat di intra
abdomen
4) Sepsis infeksi akibat dari peritonitis yang tidak tertangani dengan
baik dan cepat
5) Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume
plasma
6) Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
7) Pneumonia aspirasi dari proses muntah
8) Gangguan eletrolit, reflek muntah dapat terjadi akibat dstensi
abdomen. Muntah mengakibatkan kehilangan ion hydrogen dan
kalium dari lambung serta menimbulkan penurunan klorida dan
kalium dalam darah (Dermawan, 2010).
B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian
Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan data yang
dikumpulkan meliputi:
A) Biodata
1) Identitas Pasien
Di dapat dari wawancara langsung dengan pasien/keluarga
atau dari status pasien.Perawat melakukan perkenalan dan
kontrak dengan pasien/keluarga.Kaji sesuai format, terutama
yang sangat mendukung/berhubungan dengan kasus.
Identitas pasien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin,
alamat, status perkawinan, agama, suku, pendidikan, pekerjaan,
nomor register, diagnosa medis, tanggal masuk dan tanggal
pengkajian.
2) Identitas Penanggung Jawab
Orang terdekat atau yang sangat bertanggung jawab dalam
perawatan pasien dan penanggung jawab finansial.
Identitas penanggung jawab terdiri dari nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasien dan
alamat.
B) Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan sekali oleh klien
saat dikaji/masalah-masalah yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian.
C) Riwayat Penyakit
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan pengembangan data dari keluhan utama melalui
metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu fokus utama
keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana
nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal
menjalar kemana, safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang
dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan
time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit yang pernah diderita oleh pasien baik yang
berhubungan dengan penyakit sekarang atau tidak.Kaji
predisposisi dari munculnya penyakit sekarang.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah
menderita penyakit hidropneumotoraks, TB, diabetes mellitus,
dll.
D) Riwayat Psikologi
Berisi tentang konsep diri:
1) Citra Tubuh
Kaji Kaji persepsi klien terhadap tubuhnya (bagian yang
disukai dan yang tidak disukai) dan kaji bagaimana citra
tubuhnya saat dikaji.
2) Identitas Diri
Status dan posisi klien sebelum dirawat dan bagaimana
sekarang denga keadaan sakit.
3) Fungsi Peran
Tugas/peran klien dalam keluarga/masyarakat, perubahan
yang terjadi saat klien sakit/dirawat dan bagaimana perasaan
klien akibat perubahan tersebut.
4) Ideal Diri
Harapan klien terhadap penyakitnya dan penyembuhan,
keterbatasan, penderitaan dan harapan klien terhadap
lingkungan sehubungan dengan keadaaanya (keluarga,
masyarakat, pekerjaan).
5) Harga Diri
Hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan kondisi
(a, b, c, d). Bagaimana dalam berhubungan dengan orang lain
akibat keadaan yang menyimpang di atas (a,b,c,d) dan
bagaimana penilaian klien terhadap pandangan orang lain
dalam keadaan sekarang/sakit.
E) Riwayat Sosial
Hubungan pasien dengan keluarga, masyarakat,
perawat/tenaga kesehatan akibat sakitnya dam hubungan/aktivitas
pasien sebelum sakit di masyarakat.
F) Riwayat Spiritual
Bagaimana kehidupan beragama (ibadah) sehubungan
keadaanya sekarang (sakit), bagaimana keyakinan pasien terhadap
sakitnya dan bagaimana spirit pasien untuk kesembuhan.
G) Kehidupan aktivitas sehari-hari
Kehidupan aktivitas sehari-hari ketika di rumah dan di
rumah sakit yang perlu di kaji meliputi Nutrisi (Makan: jenis
menu, frekuensi, porsi, pantangan, keluhan. Minum: jenis
minuman, frekuensi, jumlah, pantangan, keluhan). Istirhat dan tidur
(Malam: berapa jam, dari jam… s.d. …, kesukaran tidur. Siang:
berapa jam, dari jam… s.d. …, kesukaran tidur). Eliminasi (BAK:
frekuensi, jumlah, warna, bau, kesulitan. BAB: frekuensi,
konsistensi, warna, bau, kesulitan). Personal Hygiene (Mandi:
frekuensi, sabun, gosok gigi. Berpakaian: ganti pakaian berapa kali
dalam sehari). Mobilitas dan aktivitas (aktivitas, kesulitan).
H) Data Hasil Pemeriksaan Fisik
1) Data Umum
Meliputi keadaan umum, tinkat kesadaran, tanda-tanda vital
yaitu tekanan darah, nadi, RR, dan suhu.
2) Pemeriksaan Fisik Head To Toe
a. Sistem Pernapasan
Keadaan hidung: kebersihan, ada atau tidaknya nyeri
tekan, ada atau tidaknya pernafasan cuping hidung. Bentuk
dada; normal, barrel chest, pectus excavatum, pectus
carinatu/pigeon chest. Postur tulang belakang; skoliosis,
lordosis, kifosis.
Gerakan dada: simetris antara kiri dan kanan.Ada
tidaknya penggunaan otot-otot pernafasan. Pernafasan:
dypsnoe/apnoe, frekuensi, irama. Palpasi daerah paru;
pergerakan simetris kiri dan kanan, taktil premitus. Perkusi;
resonan/kelainan. Auskultasi: bronchial, bronchovesikuler,
vesikuler, ronchi, rales, wheezing.
b. Sistem Kardiovaskuler
Mata; keadaan konjungtiva anemis/tidak, terdapat arkus
senillis/tidak. Mukosa bibir/lidah; sianosis/tidak. Gusi;
bengkak/perdarahan. Apakah ada JVD/JVP?
Insfeksi getaran iktus kordis (PMI :Point of Maksimum
Ictuskordis). Palpasi daerah katup-katup jantung; teraba
getaran/tidak. Perkusi daerah jantung; ada
pembesaran/tidak. Auskultasi S1, S2, apakah ada suara
tambahan; gallof atau murmur. Cafilarry refill, clubbing
finger, splinter haemorhagi.
c. Sistem Pencernaan
Daerah mulut; bibir apakah kering/lembab, warna lidah
dan rongga mulut apakah merah muda/putih/kotor, gigi
lengkap/tidak, apakah ada caries, stomatitis, keadaan
pharynx dan tonsil apakah ada tanda infeksi.
Reflek mengunyah/menelan, apakah ada nyeri saat
menelan/mengunyah. Abdomen; bentuk (flat, scaphoid,
rounded) ada striae/tidak atau spider naevi, jaringan parut
ada/tidak; bising usus berapa kali per menit. Perkusi pekak
daerah hati, suara timpani daerah lambung, daerah lain
resonan (kalau kembung biasanya tympani, kalau ada masa
biasanya dullnes). Palpasi apakah ada pembesaran hati,
limpa atau ada masa daerah abdomen. Apakah ada nyeri
tekan daerah epigastrium, nyeri tekan abdomen bawah.
d. Sistem Perkemihan dan Genetalia
Inspeksi daerah genitalia; keadaan/kelainan, terpasang
kateter/alat bantu lainnya. Palpasi daerah genetalia jika
melihat ada kelainan. Inspeksi dan palpasi daerah supra
fubis; apakah ada distensi kandung kemih atau rasa
nyeri/ketidaknyamanan. Palpasi ginjal kiri dan kanan
dengan palpasi bimanual; teraba/tidak. Perkusi ginjal/daerah
segitiga kostovertebra kiri dan kanan dengan fist. Perkusi ;
ada nyeri /tidak.
e. Sistem Genetalia
Infeksi penyebaran dan pertumbuhan rambut pubis,
keadaan kulit. Perhatikan setiap ada pembengkakan, ulkus
dan palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan.
f. Sistem Persyarafan
Tingkat kesadaran : dengan menggunakan GCS.
Pengkajian nervus kranialis; NI (olfaktorius); dapat
membedakan bau. N II (optikus) ; penglihatan baik/tidak,
reflek pupil. N III (okulomotorius) ; mengangkat kelopak
mata atas, kontraksi pupil, pergerakan bola mata, reaksi
cahaya. N IV (troklear) ; pergerakan bola mata ke kiri dan
kanan. N V (trigeminus) ; menutup rahang dan mengunyah.
N VI (abduscent) ; menggerakan mata ke atas dan ke
bawah. N VII (fasial) ; otot ekspresi wajah, dahi dapat
digerakan, otot sekitar mulut dapat digerakan. N VIII
(akustikus); fungsi keseimbangan diperiksa dengan tes
Romberg, penderita berdiri tegak dengan mata tertutup, bila
pasien terhuyung-huyung dan jatuh berarti alat
keseimbangan tidak baik (disebut tes Romberg positif),
keseimbangan juga diperiksa dengan berdiri satu tumit atau
berjalan pada garis lurus. Memeriksa pendengaran dengan
garpu tala (tes Rinne, dan Weber, schwabach). N IX
(glossopharingeus) N X (vagus) ; saraf-saraf ini diuji
bersamaan karena secara anatomi dan fungsinya saling
terkait. Ini di uji dengan gag refleks atau mengamati elevasi
bilateral langit-langit lunnak dengan cara pasien disuruh
mengatakan “ah”.N XI (accessorius); diperiksa dengan
kemampuan mengangkat bahu kiri dan kanan (kontraksi
muskuilus trapezius) dan gerakan kepala. N XII
(hypoglosus) ; diperiksa dengan menjulurkan lidah, amati
kesimetrisannya, gerakan lidah mendorong pipi kiri dan
kanan dari arah dalam.
g. Sistem Penglihatan
Diperiksa kesimetrisan bentuk mata kiri dan kanan, ada
tidaknya secret/lesi, reaksi pupil terhadap cahaya.
Visus/ketajaman penglihatan diperiksa pada setiap mata,
kiri dan kanan satu persatu. Digunakan penglihatan yang
dipasang pada jarak 6 meter dari penderita. Teknik
pemeriksaan; pasien diminta untuk menyebutkan angka
yang ditunjuk oleh pemeriksa. Kemampuan menyebut
angka yang ditunjuk oleh pemeriksa. Kemampuan
menyebut sampai deretan huruf yang mana tercantum
dalam otot type snellen. Atau menggunakan koran pada
jarak 30-50 cm.
Visus mata emetrop diberi angka 6/6 ; normal. Visus
mata 6/60 hanya bisa menghitung jari-jari pada jarak 6
meter. Visus mata 6/300 hanya bisa melihat gerakan jari-
jari dari jarak 6 meter. Visus 6 hanya bisa melihat terang
dan gelap. Mata buta/anopsia tidak melihat terang.
h. Sistem Pendengaran
Inspeksi keadaan telinga: kesimetrisan, ada tidaknya
secret, kemerahan atau lesi. Palpasi daun telinga dan
tragus ; ada nyeri /tidak. Inspeksi dan palpasi daerah tulang
mastoid; apakah ada kemerahan, pembengkakan atau nyeri.
Uji kemampuan pendengaran; dengan bisikan/detak jam
tangan, dengan menggunakan garputala 512 Hz (test Rinne,
Webber dan Schwabach), hasil tes Rinne ;
positif (AC>BC) / negatif (AC<BC), hasil tes Weber
: lateralisasi kiri/kanan atau tidak ada lateralisasi hasil tes
Schwabach : memendek/memanjang/sama dengan
pemeriksa.
i. Sistem Muskuloskeletal
Inspeksi dan palpasi struktur otot dan tulang pada daerah
dada dan punggung; apakah ditemukan kelainan?
Bentuknya apa?Keadaan ekstremitas atas dan bawah
(dimulai dari ekstremitas atas). Inspeksi : kesimetrisan kiri
dan kanan dari masing-masing ekstremitas, warna, keutuhan
otot/kulit. Palpasi; seluruh otot sekitar ekstremitas atas dan
bawah terutama daerah persendian, periksa tonus otot,
ada/tidaknya rasa nyeri/ketidaknyamanan. ROM/RPS dari
masing-masing sendi. Ekstremitas atas : bahu, siku,
pergelangan dan jari-jari. Ekstremitas bawah: panggul,
lutut, pergelangan dan jari-jari. Kekuatan otot; periksa ke
arah fleksi dan ekstensi dari masing-masing. Refleks:
( Fisiologis: bisep. trisep, achiles. Patologis: bainski,
brujinski, kernig, lesik). Koordinasi ekstremitas diuji
dengan cara pasien menyentuh hidungnya dengan jari
telkunjuk, kemudian jari telunjuk klien yang satunya lagi,
kemudian menyentuh jari telunjuk pemeriksa. Pemeriksa
kemudian memindahkan posisi jarinya dan pasien
mengulang gerkan yang sama.
Koordinasi ekstremitas bawah ; pasien disuruh berjalan
lurus ke depan setapak demi setapak dengan tumit dan
jempol kaki bersinggungan.
Kestabilan batang tubuh: pasien disuruh berdiri lurus
dengan mata tertutup pasien seharusnya dapat berdiri tegak
dan tidak jatuh. (fungsi serebelum dan keseimbangan
struktur telinga, saraf cranial VIII).
j. Sistem Integumen
Amati warna, tugor, kelembaban, tekstur, oedema,
hygiene dan kelainan-kelainan kulit dari kepala sampai
kaki.Amati juga keadaan rambut dan kuku.
k. Sistem Endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kandung
empedu.Biasanya pada penyakit ini kandung empedu dapat
terlihat dan teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan
pada kandung kemih.
I) Data Penunjang
Laboratorium, foto rongent, CT Scan, Patologi-Anatomi dll.
J) Terapi/pengobatan
Terapi pengobatan berisi riwayat pengobatan yang pernah dialami
klien
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan ileus
paralitik menurut Harnawati A. J, 2008 adalah sebagai berikut:
1) Gangguan rasa nyeri epigastrium berhubungan dengan proses
patologis penyakitnya.
2) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia.
3) Potensial terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya
volume cairan tubuh.
4) Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan konstipasi
5) Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala, pegal-pegal
seluruh tubuh.
6) Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, dan
perawatan pasien ileus paralitik berhubungan dengan kurangnya
informasi.
3. Intervensi Keperawatan