Anda di halaman 1dari 19

A.

Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan


1) Anatomi

(Sumber: http://maduhitampahit.com/gejala-penyakit-usus-halus.jpg)

(Sumber : http://ronaprobiotik.blogspot.com/2013/08)

2) Fisiologi
Saluran pencernaan di tubuh manusia dimulai dari rongga mulut,
esofagus, lambung, usus halus hingga anus. Sistem pencernaan
meliputi:
Usus halus
Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang
berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum, memiliki panjang

3
4

2/3 dari panjang total saluran pencernaan. Bagian permukaan usus halus
untuk sekresi dan absorbsi. Usus halus dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
a. Duodenum
Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm
berbentuk sepatu kuda dan kepalanya mengelilingi kepala
pankreas.Saluran empedu dan saluran pankreas masuk ke dalam
duodenum pada suatu lubang yang disebut ampula hepatopankreatika
10 cm dari pilorus.
b. Yeyunum
Yeyunum menempati 2/5 sebelah atas dari usus halus.
c. Ileum
Ileum menempati 3/5 akhir dari usus halus.Dinding usus halus terdiri
atas 4 lapisan yang sama dengan lambung yaitu
a) Dinding lapisan luar usus halus adalah Tunika serosa, yaitu
peritoneum yang membalut usus dengan erat. Terdiri atas lapis
mesotel dengan jaringan ikat subserosa di bawahnya.
b) Tunika muskularis terdiri atas lapisan luar yang mempunyai
serabut ototlongitudinal dan lapisan dalam yang mempunyai
serabut otot halus berbentuk sirkuler. Kedua lapisan ini
dipisahkan oleh suatu jaringan ikat berisi pleksus
sarafparasimpatis yang disebut plexus Mienterikus atau
Auerbachs.Suplai darah untuk usus halus diberikan melalui
cabang-cabang dari arterimesenterica celiaca dan cranialis yang
menembus tunika muskularis kemudian tunika submukosa.
c) Tunika sub mukosa, terdapat antara otot sirkuler dan lapisan
yang terdalam yang merupakan perbatasannya. Dinding sub
mukosa ini terdiri dari jaringan areolar dan berisi banyak
pembuluh darah, saluran limfe, kelenjar dan plexus saraf yang
disebut plexus meissner. Di dalam duodenum terdapat kelenjar
bruner yang mengeluarkan sekret cairan kental alkali yang
5

bekerja untuk melindungi lapisan duodenum dari pengaruh isi


lambung yang asam.
d) Tunika mukosa terdiri atas epitel, berbagai kelenjar dan jaringan
penunjang.Epitelusus halus berbentuk epitel kolumnar selapis
yang terdiri atas sel absortif, sel goblet, sel endokrin dan sel
Paneth. Lamina propria terdiri atas jaringan ikat retikular dan
fibroplastik yang longgar dan kaya pembuluh darah, buluh khil
(lacteal), saraf, maupun otot licin. Pencernaan di usus halus
ditunjang oleh bentuk khusus pada tunika mukosa, yakni vili. Vili
merupakan penjuluran mukosa yang berbentuk jari dan
merupakan ciri khas usus halus. Tinggi vili ini bervariasi
tergantung pada daerah dan spesies. Pada karnivora, vili langsing
dan panjang, sedangkan pada sapi vili pendek dan lebar.
Akhirnya, permukaan penyebaran ditingkatkan oleh mikrovili.
Mikrovili merupakan penjuluran sitoplasma pada permukaan
bebas epitel vili.Vili dan mikrovili berfungsi memperluas
permukaan usus halus sehingga penyerapan lebih efisien Di
antara dasar-dasar vili terdapat kelenjar-kelenjar yang meluas ke
dalam bagian bawah mukosa yang disebut kripta. Sel-sel kripta
menyediakan sel-sel baru untuk menggantikan sel-sel permukaan
vili yang terbuang ke dalam lumen usus.

Di dalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel termasuk


banyak leukosit juga terdapat beberapa nodula jaringan limfe yang
disebut kelenjar soliter. Di dalam ileum terdapat kelompok-kelompok
nodula, membentuk tumpukan kelenjar peyer dan dapat berisi 20-30
kelenjar soliter yang panjangnya 1 cm sampai beberapa cm. Kelenjar-
kelenjar ini mempunyai fungsi melindungi dan merupakan tempat
peradangan pada demam usus atau tifoid.
Fungsi usus halus adalah mencerna dan mengabsorbsi khime dari
lambung isi duodenum yaitu alkali.
6

Lamina Propia Usus Halus


Terdiri dari jaringan penyambung, pembuluh darah dan limfe,
serabut-serabut saraf, dan sel-sel otot polos. Tepat dibawah membran
basalis, terdapat lapisan kontinyu sel-sel limfoid penghasil antibodi
dan makrofag membentuk sawar imunologik pada daerah ini. Lamina
propia menembus ke dalam vili usus, bersama dengan pembuluh darah
dan limfe, saraf, jaringan penyambung, miofibroblas, dan sel-sel otot
polos.
Submukosa pada bagian permulaan duodenum terdapat kelenjar-
kelenjar tubulosa bercabang, bergelung yang bermuara ke dalam
kelenjar intestinal yang disebut kelenjar duodenum (Brunner) yang
berfungsi menghasilkan glikoproteinnetral untuk menetralkan HCL
lambung, melindungi mukosa duodenum terhadap pengaruh asam
getah lambung, dan mengubah isi usus halus ke PH optimal untuk
kerja enzim-enzim pankreas.
Kontrol saraf terhadap fungsi Gastrointestinal Sistem saraf
enteric
Traktus gastrointestinal memiliki system persarafan tersendiri
yang disebut system saraf enterik. Sistem ini seluruhnya terletak di
dinding usus, mulai dari esofagus dan memanjang sampai ke anus.
Sistem saraf enterik berfungsi dalam mengatur fungsi pergerakan dan
sekresi gastrointestinal.
Sistem saraf enterik terdiri dari 2 fleksus :
1) Fleksus Mienterikus (fleksus Auerbach)
Fleksus menterikus terletak dibagian luar diantara lapisan otot
longitudinal dan sirkular. Fleksus mienterikus mengatur pergerakan
gastrointestinal. Fleksus mienterikus terdiri dari suatu rantai linear
dari banyak neuro yang saling berhubungan yang memebentang
disepanjang traktus gastrointestinal. Bila fleksus ini dirangsang,
efeknya yang utama adalah :
a) Peningkatan reaksi tonik, atau tonus, dinding usus
7

b) Peningkatan intensitas kontraksi ritmis


c) Sedikit peningkatan kecepatan kontraksi
d) Peningkatan kecepatan konduksi gelombang eksitatoris
disepanjang dinding usus, menyebabkan pergerakan gelombang
peristaltic usus yang lebih cepat.
2) Fleksus Submukosa (Fleksus Meissner)
Terletak dibagian dalam sub mukosa. Fleksus submukosa berperan
pada pengaturan fungsi didalam dinding sebelah dalam dari tiap
bagian kecil segmen usus.
Serabut Saraf Sensoris Aferen yang berasal dari Usus
Banyak serabut saraf aferen yang menyarafi usus. Beberapa
diantaranya mempunyai badan sel didalam system saraf enteric itu
sendiri dan beberapa pada akar dorsal ganglia medulla spinalis. Saraf-
saraf sensorik ini dapat dirangsang oleh :
1) Iritasi mukosa usus
2) Peregangan usus yang berlebihan
3) Adanya zat kimianyang spesifik dalam usus
Sinyal-sinyal yang dikirimkan melalui serabut-serabut tersebut
kemudian dapat menimbulkan eksitasi atau pada beberapa keadaan
lain, inhibisigerakan intestinal atau sekresi intestinal.
Enzim pencernaan usus halus meliputi :
1) Enterokinase
Berfungsi untuk mengaktifkan tripsinogen yang dihasilkan pancreas
2) Laktase
Berfungsi untuk mengubah laktosa menjadi glukosa
3) Erepsin/ dipeptidase, mengubah dipeptida atau pepton menjadi asam
amino.
4) Maltase, untuk mengubah maltose menjadi glukosa.
5) Disakarase, Berfungsi uintuk mengubah disakarida menjadi
monosakarida.
6) Peptidase, Untuk mengubah polipeptida menjadi asam amino.
8

7) Sukrase, untuk memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.


8) Lipase, Untuk mengubah trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak.
B. Konsep Dasar Penyakit
a. Definisi
Demam tifoid adalah penyakit endemic didaerah tropis yang
disebabkan oleh masuknya kuman Salmonella typhi kedalam tubuh
manusia melalui makanan yang terkontaminasi kuman (Sudoyo, 2009).
Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang
disebabkan oleh Salmonella typhi (Widoyono, 2011).
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai usus halus yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Arif
Mansjoer, 2009).
Jadi, Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan oleh Salmonella typhi yang masuk ke dalam tubuh manusia
melalui makanan yang terkontaminasi kuman.
b. Epidemiologi

Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim.
Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini
meskipun lingkungan hidupumumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan
penyediaan sarana air yang baik dapatmengurangi penyebaran penyakit ini.

- Penyebaran Geografis dan Musim

Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia.


Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu
sering merebak di daerah yangkebersihan lingkungan dan pribadi kurang
diperhatikan.

- Penyebaran Usia dan Jenis Kelamin

Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis kelamin
lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-
anak. Orang dewasa seringmengalami dengan gejala yang tidak khas,
9

kemudian menghilang atau sembuh sendiri.Persentase penderita dengan usia


di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada tabel di bawahini.

- Usia Persentase

12 29 tahun 70 80 %30 39 tahun 10 20 %> 40 tahun 5 10 %

c. Etiologi
1) Bakteri salmonella typhi
Salmonella adalah bakteri gram-negatif, tidak berkapsul, mempunyai
flagela dan membentuk spora. Bakteri ini akan mati pada pemanasan
57C beberapa menit. Kuman ini mempunyai tiga antigen yang
penting pada pemeriksaan laboratorium yaitu:
a) Antigen O (Somatik)
b) Antigen H (Flagela)
c) Antigen K (Selaput)
Menurut nomen klatur yang baru, salmonella dibedakan menurut
adanya keterkaitan DNA-nya sehingga saat ini hanya terdapat dua
spesies: Salmonella bongori dan salmonella enterica. Salmonella
yang menyerang manusia disebut sebagai strain dalam spesies 1 dan
S.enterica.
2) Bakteri salmonella paratyphi A, B, dan C.
3) Bakteri salmonella ini memasuki tubuh penderita melalui saluran
pencernaan yang penularannya melalui 5 F yaitu Food, Fingers,
Flies,Feces, Fomitus.
Cara Penularan

Prinsip penularan penyakit ini adalah melalui fekal oral. Kuman


berasal dari tinja/urine penderita atau bahkan carrier (pembawa penyakit
yang tidak sakit) yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui air dan
makanan. Mekanisme makanan dan minuman yang terkontaminasi
bakteri sangat bervariasi. Kontaminasi dapat juga terjadi pada saluran
mentah dan buah-buahan yang pohonnya dipupuk dengan kotoran
10

manusia. Vektor berupa serangga (antara lain lalat juga berperan dalam
penularan penyakit). Kuman salmonella dapat berkembang biak untuk
mencapai kadar infektif dan bertahan lama dalam makanan. Makanan
yang dingin dan dibiarkan ditempat terbuka merupakan media
mikroorganisme yang lebih disukai. Pemakaian air minum yang
tercemar kuman secara massal sering bertanggung jawab terhadap
terjadinya KLB. Seorang carrier biasanya berusia dewasa, sangat jarang
terjadi pada anak. Kuman salmonella bersembunyi dalam kandung
empedu orang dewasa. Jika carrier tersebut mengonsumsi makanan
berlemak, maka cairan empedu akan dikeluarkan ke dalam saluran
pencernaan untuk mencerna lemak, bersamaan dengan mikroorganisme
(kuman salmonella). Setelah itu, cairan empedu dan mikroorganisme
dibuang melalui tinja yang berpotensi menjadi sumber penularan
penyakit (Widoyono, 2011).

d. Patofisiologi
Kuman masuk kedalam mulut melalui makanan atau minuman
yang tercemar oleh salmonela (biasanya > 10.000 basil kuman ).
Sebagian kuman dapat dimusnakan oleh HCL lambung dan sebagian lagi
masuk kedalam usus halus. Jka respon imunitas humoral mukosa ( IgA )
usus kurang baik maka basil salmonela akan menembus sel sel epitel (
sel M dan selanjutnya ke lamina propia dan berkembang biak dijaringan
limpoidplak peyeri di ileum distal dan kelenjar getah bening mesentrika.
Jaringan ini dan kelenjar getah bening mesentrika mengalami hiperplasia.
Basil tersebut masuk ke aliran darah ( bakterimia) melalui duktus
11

torasikus dan menyebab keseluruh organ retikuloendotelial tubuh


terutama hati, sumsum tulang dan limpa melalui sirkulasi portal dari
usus. Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat
plasma, dan sel mononuklear, serta terdapat nekrosis fokal dan
pembsaran limfe (splenomegali). Di organ ini kuman salmonella
berkembang biak dan masuk ke sirkulasi darah mengakibatkan
bakterimia kedua disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam,
malaise, mialgia, sakit kepala, instabilitas vaskuler, gangguan mental dan
koagulasi). Perdarahan saluran cerna akibat erosi di sekitar plak peyeri
yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini
dapat berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus dan mengakibatkan
perforasi usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler
dan dapat mengakibatkan komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik
kardiovaskuler, pernafasan dan organ lainnya. Pada minggu pertama
terjadi hiperplasia (pembesaran sel-sel) plak peyeri, disusul minggu
kedua terjadi nekrosis dan dalam minggu ke tiga ulserasi plak peyeri dan
selanjutnya minggu ke empat penyembuhan ulkus dengan meninggalkan
sikatriks(jaringan parut). (Suratun,2010)

e. klasifikasi
f. Manifetasi Klinis
Minggu I
1) Demam remitten (biasanya pagi hari menurun, dan meningkat pada
sore dan malam hari).
2) Sakit kepala, pusing.
3) Anorexia, mual, muntah.
4) Nyeri otot, lemas.
5) Konstipasi selanjutnya diare.
6) Perasaan tidak enak di perut (kembung).
7) Epistaksis.
12

Minggu II
1) Demam tinggi, terus menerus dan konstan.
2) Nadi : Bradikardi
3) Lidah yang khas (kotor di tengah, berwarna merah di ujung dan
tepinya).
4) Stomatitis, mulut bau.
5) Hepatomegali dan splenomegali.
6) Penurunan kesadaran : somnolen atau delirium.
Minggu III
1) Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang.
2) Demam (temperature suhu) mulai menurun.
3) Komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi
akibat lepasnya kerak dari ulkus.
Minggu IV
1) Merupakan stadium penyembuhan

g. Komplikasi
Komplikasi Intestinal
1) Perdarahan usus
Karena perlukaan dinding usus dan ditandai dengan melena.
2) Perforasi usus
Karena bakterinya yang mengakibatkan peradangan usus dan terjadi
pada minggu ke 3, dengan gejala pasien mengeluh sakit perut hebat,
akan lebih nyeri lagi jika ditekan, terlihat tegang (kembung), nadi
kecil dan cepat, TD turun.
3) Ileus paralitik : karena peradangan (inflamasi) usus yang lama
sehingga menyebabkan peristaltik usus berhenti.
Komplikasi Ekstra Intestinal
1) Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis, thrombosis.
2) Darah : anemia, trombositopenia.
3) Ginjal : glomerulonefritis
13

4) Tulang : osteomielitis dan arthritis


5) Neuropsikiatrik : delirium, meningitis, polyneuritis perifer

h. Test Diagnostik
1) Laboratorium
Darah rutin : SGOT & SGPT, Pemeriksaan leukosit Leukopenia
Bila endotoxin kuman menekan retikulo endotelial system dan ditemui
leukopenia maka terkadang dapat terjadi leukositosis, hal ini
disebabkan karena adanya infeksi sekunder, Hb dan trombosit : dapat
ditemukan anemia ringan dan trombositopenia, hitung jenis leukosit :
dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia.
2) Uji Widal
Adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin)
yang spesifik terhadap salmonella terdapat dalam serum pasien demam
tifoid. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum pasien yang disangka menderita demam tifoid. Akibat
infeksi oleh S. Typhi pasien membuat antibodi (aglutinin), yaitu :
a) Aglutinin O yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
b) Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela
kuman).
c) Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman).
Tes widal O dan H aglutinin mulai positif pada hari kesepuluh dan titer
akan semakin meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes
widal selang 2 hari yang menunjukkan kenaikan progresif dari titer
aglutinin (di atas 1 : 200). Hal ini juga menunjukkan diagnosis positif
dari infeksi aktif demam tifoid.
3) Kultur
Darah : kuman salmonella (+) selama minggu I.
14

Feces dan urine : kuman salmonella (+) bila sudah terkena pada ginjal
dan saluran pencernaan pada minggu II.
4) Laju endap darah
Sering kali meningkat pada demam tipoid.
5) Lever Fungsi Test
Meningkat bila sudah terjadi gangguan pada hepar (hepatomegali) dan
lien splenomegali.
6) Ultrasonografi
Ditemukan adanya pembesaran hepar dan lien (Hepatomegali dan
splenomegali).

i. Penatalaksanaan Medik
1) Tirah baring selama 7 14 hari untuk mengurangi metabolisme di
usus sehingga kerja usus berkurang maka komplikasi perdarahan usus
atau perforasi tidak terjadi. Selain itu akibat aktivitas yang berlebihan
dapat meningkatkan metabolisme sehingga energi banyak yang
terbuang akibatnya pasien semakin lemah dan mudah terserang
kuman.
2) Mobilisasi diberikan secara bertahap setelah + 2-3 hari bebas panas.
3) Diet
Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein,
tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun
menimbulkan gas.
4) Therapy yang diberikan :
a) Antibiotika: Pemberian antibiotika untuk menghentikan dan
memusnahkan penyebaran kuman.
b) Kloramfenicol dosis pertama 4 x 20 mg, hari kedua 4 x 500 mg
diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam
kemudian dosis diturunkan 4 250 mg selama 5 hari.
15

c) ( anti inflamasi ). Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan


gangguan kesadaran.Deksametason 1-3 mg/kg BB/ hari IV, dibagi
3 dosis hingga kesadaran membaik.
d) Antipiretik : tidak perlu diberikan secara rutin pada setiap pasien
demam tifoid, seperti : parasetamol.
e) Antiemetik : diberikan bila mual dan muntah.
f) Diberi cairan dan elektrolit untuk mencegah dehidrasi.
j. Prognosis
Prognosis demam typoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat
kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonela, serta cepat dan tepatnya
pengobatan. Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa
adalah 7,4%, rata-rata 5,7%.
16

c. Konsep Dasar Proses Keperawatan


a. Pengkajian Keperawatan
1) Identitas Pasien
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Pada pasien typhoid biasanya mengeluh mual, muntah, nafsu makan
menurun, badan terasa panas.
b) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit typhoid atau
pernakah mengalami penyakit lainnya.
c) Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien typhoid adalah demam,
anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak di perut, pucat
(anemi), nyeri kepala, pusing, nyeri otot, lidah kotor, jika sudah
mencapai keadaan yang lebih berat bisa mengalami gangguan
kesadaran somnolen sampai koma.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah keluarga pernah mengalami typhoid atau sakit lainnya.
3) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan terasa lemas,
panas, pusing, mual, muntah, perut terasa tidak enak, anorexia.
b) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat
c) Sistem Kardiovaskuler
Terjadi penurunan TD, bradikardi
d) Sistem Integumen
Kulit kering, turgor kulit menurun, muka tampak pucat
e) Sistem gastrointestinal
Adanya mual, muntah, anorexia, diare atau konstipasi, nyeri perut,
perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
17

f) Sistem muskuloskeletal
Klien tampak lemas
g) Sistem neurologis
Adanya keluhan pusing, sakit kepala
b. Diagnosa Keperawatan
a) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake yang tidak
adekuat, mual, muntah dan anorexia
b) Gangguan rasa nyaman nyeri b.d nyeri tekan pada abdomen
c) Hipertermi b.d proses infeksi salmonella typhi
d) Intoleransi aktifitas b.d kelemahan fisik
e) Resiko defisit volume cairan b.d pemasukan yang kurang, mual,
muntah/pengeluaran yang berlebihan, diare
f) Gangguan pola defekasi b.d proses peradangan pada dinding usus
halus.

Pathway
c. Rencana Keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan Rasional
1. Perubahan nutrisi kurang Pemenuhan kebutuhan nutrisi 1. Kaji keluhan mual dan 1. Menetapkan cara
dari kebutuhan tubuh b.d adekuat. muntah. mengatasinya perubahan TD
intake yang tidak adekuat, Kriteria hasil: dan HR indikator dehidrasi.
mual, muntah, dan - Kebutuhan nutrisi pasien 2. Beri makanan dalam porsi 2. Asupan nutrisi diperlukan
anoreksia terpenuhi. kecil dengan frekuensi sering untuk meningkatkan daya
- Pasien mampu menghabiskan dan hidangkan selagi hangat. tahan tubuh, diperlukan untuk
makanan sesuai dengan porsi melawan bakteri yang
yang disediakan. menyerang dan agar seimbang
- Keluhan mual berkurang. dengan kebutuhan energi
akibat metabolisme yang
meningkat.
3. Makanan yang merangsang
3. Beri makanan yang tidak
lambung dapat menimbulkan
merangsang lambung.
mual dan muntah.
4. Menambah selera makan
4. Ciptakan lingkungan yang
pasien.
bersih dan tidak bau.

17
18

5. Kolaborasi untuk pemberian: 5. Menghilangkan mual dan


- Obat-obatan: antiemetik, vit. muntah serta menambah nafsu
- Nutrisi parenteral. makan. Nutrisi parenteral
bermanfaat jika intake peroral
sangat kurang.

Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan Rasional


2. Hipertermi b.d proses Suhu tubuh normal. 1. Observasi TTV setiap 2-4 jam 1. Peningkatan suhu tubuh dapat
infeksi salmonella typhi Kriteria hasil: selama periode demam terkontrol selama proses
- Suhu tubuh kembali normal (khususnya HR dan Suhu). infeksi berlangsung.
36-37C selama proses
infeksi berlangsung selama 2 2. Observasi tingkat kesadaran 2. Penurunan tingkat kesadaran
minggu. pasien. dapat terjadi pada minggu II,
- Peningkatan suhu tubuh dapat apatis sampai somnolen.
terkontrol selama proses 3. Meningkatkan proses
3. Berikan kompres hangat pada
infeksi berlangsung. evaporasi dalam upaya
daerah axilla/lipat paha.
menurunkan suhu tubuh.
4. Meningkatkan proses konveksi
4. Berikan pakaian yang tipis dan
dalam upaya menurunkan suhu
19

menyerap keringat. tubuh.


5. Kolaborasi untuk pemberian 5. Antipiretik sebagai penurun
antipiretik dan antibiotik. panas, Antibiotik
mengendalikan
perkembangbiakan bakteri
sampai mekanisme pertahanan
tubuh penderita.

Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan Rasional


3. Intoleransi aktivitas b.d Aktivitas dapat dilakukan 1. Kaji keluhan pasien. 1. Untuk mengidentifikasi
kelemahan fisik. secara mandiri. masalah klien.
Kriteria hasil: 2. Kaji tingkat kemampuan 2. Mengetahui tingkat
Kebutuhan aktivitas sehari- pasien dalam memenuhi ketergantungan pasien dalam
hari (seperti: higiene kebutuhan sehari-hari. memenuhi kebutuhannya.
perseorangan, nutrisi dan 3. Keluarga ikut bertanggung
3. Libatkan keluarga dalam
eliminasi dengan bantuan jawab dalam merawat pasien,
pemenuhan kebutuhan sehari-
dalam jangka waktu 1 hari. karena pasien merupakan
hari.
bagian dari keluarga.
20

4. Tingkatkan mobilisasi pasien 4. Meningkatkan kemandirian


secara bertahap setelah tidak pasien dalam pemenuhan
demam. kebutuhan sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai