Anda di halaman 1dari 16

Laporan Pendahuluan Perawatan pasien Dengan Demam Thypoid

A. Definisi
Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Demam paratifoid adalah penyakit sejenis yang disebabkan oleh
Salmonella para typhy A, B, dan C. Gejala kedua penyakit tersebut hampir sama,
tetapi manifestasi klinis pada paratifoid lebih ringan. Kedua penyakit di atas disebut
tifoid (Widoyono, 2011).

B. Anatomi Fisiologi

Susunan saluran pencernaan terdiri dari :

A. Mulut (oris)
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri dari 2 bagian, yaitu :
1) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang antara gusi, gigi, bibir dan
pipi.
2) Bagian rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya
oleh tulang maksilaris, palatom dan mandibularis di sebelah belakang
bersambung dengan faring.Selaput lendir mulut ditutupi epitelium yang

1
berlapis-lapis, di bawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang
mengeluarkan lendir, selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga memuat
banyak sekali ujung akhir saraf sensoris.
B. Faring
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan esofagus. Di
dalam lengkung faring terdapat hasil yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak
mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Faring terdiri
dari bagian superior disebut nasofaring, bagian media disebut orofaring dan bagian
inferior disebut laringofaring yang berhubungan dengan laring.
Dinding faring tersusun atas 3 lapisan, yaitu lapisan mukosa, lapisan fibrosa dan
lapisan berotot. Otot utama pada faring adalah otot konstriktor, yang berkonstraksi
sewaktu makanan masuk ke faring dan mendorongnya ke dalam esofagus.

C. Esofagus
Merupakan saluran yang menghubungkan faring dengan lambung, panjangnya +
25 cm, mulai dari faring sampai sfincter/esofagus. Esofagus terdiri atas lapisan
selaput lendir/mukosa pada bagian paling dalam, lapisan submukosa, lapisan otot
melingkar sirkuler dan lapisan otot memanjang longitudional sebagian di bagian
terluar.
Bolus yang berasal dari mulut (yang diolah secara mekanik dan ditelan disebut
bolus) masuk ke faring dan dengan gerakan peristaltik, bolus terdorong ke
esofagus. Di esofagus lingkaran serabut otot di depan bolus mengendor dan yang di
belakangnya berkontraksi, maka gelombang peristaltik mengantarkan bolus ke
lambung.

D. Lambung (Gaster)
Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengambang paling
banyak. Terletak terutama di daerah epigastrik, sebagian di daerah hipokardiak kiri,
dan umbilicus. Lambung terletak di bawah diafragma, di depan pankreas dan limpa
menempel di sebelah kiri fundus. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus,
korpus dan antrum pylorus.
Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor dan kiri bawah
terdapat kurvatura mayor. Terdapat dua sfincter kardia/esofagus, menyalurkan
makanan masuk ke dalam lambung dan mencegah refluks isi lambung kembali ke

2
esofagus. Sfincter pylorus, menyalurkan makanan yang telah dicerna dari lambung
ke usus halus (duodenum), sfincter ini mencegah reflux makanan kembali dari
duodenum ke lambung.
Dinding lambung terdiri atas beberapa lapisan (dari luar ke dalam), yaitu :
- Lapisan peritoneum, yang berupa jaringan ikat/serosa.
- Lapisan yang berotot/muskularis, yang terdiri atas :
1. Lapisan otot longitudional (memanjang)
2. Lapisan otot sirkuler (miring)
3. Lapisan otot oblique (melingkar)

Susunan lapisan otot ini memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi


yang diperlukan untuk mencerna makanan menjadi partikel-partikel yang kecil,
mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan getah lambung dan
mendorongnya ke arah duodenum.
- Lapisan submukosa, terdiri dari jaringan alveolar yang menghubungkan lapisan
mukosa dan lapisan muskularis. Lapisan ini juga berisi pembuluh darah dan
saluran limfe.
- Lapisan mukosa, terdiri atas lipatan-lipatan longitudional yang disebut rugae,
yang hilang bila makanan masuk ke lambung. Pada lapisan ini ada beberapa tipe
kelenjar dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang ditempati.
1) Kelenjar kardia, berada dekat sfincter kardia, kelenjar ini mensekresi
mucus.
2) Kelenjar fundus atau gastric terletak di fundus dan pada hampir seluruh
korpus lambung. Kelenjar ini memiliki tiga tipe sel. Sel-sel zimogenik atau
chief cells yang mensekresi pepsinogen. Sel-sel parietal mensekresi asam
hidroklorida (HCl) dan faktor intrinsic. Faktor intrinsic diperlukan untuk
absorpsi vit B 12 sanokobalamin (unsur hematinile) di dalam usus halus.
Kekurangan faktor intrinsic akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel
mucus ditemukan di leher fundus, sel-sel ini mensekresi mucus.
3) Kelenjar pylorus, terdapat pada pylorus lambung. Dimana terdapat sel G
yang memproduksi Hormon Gastrin yang merangsang kelenjar gastric
untuk menghasilkan asam HCl dan pepsinogen.

3
Fungsi lambung terdiri dari :
1) Fungsi motorik : menyimpan/menampung makanan, menghancurkan,
mengaduk dengan peristaltik lambung dan getah lambung, serta fungsi
pengosongan lambung yang diatur oleh sfincter pylorus.
2) Fungsi pencernaan dan sekresi yaitu menghasilkan :
- Pepsinogen, memecah putih telur/protein menjadi asam amino (pepton).
- Denin, sebagai ragi yang mengemulsi susu, membentuk kasein dari
karsinogen.
- Lipase lambung, mencerna lemak.
- Amilase, mencerna karbohidrat
- Asam HCl untuk mengasamkan makanan sebagai antiseptik dan
desinfektan.
- Sekresi faktor intrinsic untuk memungkinkan absorpsi vitamin B 12.

E. Usus Halus
Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal
pada pylorus dan berakhir pada caecum, panjangnya + 6 m.
Lapisan usus halus yaitu lapisan mukosa (sebelah dalam) banyak mengandung
pembuluh darah dan kelenjar, lapisan otot melingkar/sirkuler dan lapisan otot
memanjang (longitudional) yang membantu gerakan peristaltik usus halus, serta
lapisan peritoneum/serosa.
Usus halus dibagi menjadi :
- Duodenum, panjangnya + 25 cm, berbentuk sepatu kuda, melengkung ke kiri,
pada lingkungan terdapat pankreas. Pada duodenum bermuara saluran empedu dan
saluran pankreas, yang disebut ampula arteri. Melalui sfincter oddi garam empedu
dibuat di hepar untuk dikeluarkan melalui duktus koledokus, fungsinya
mengurangi tegangan permukaan isi usus dan membantu mengemulsi lemak
dengan bantuan lipase. Getah pankreas dikeluarkan melalui duktus wirsungi, yang
terdiri dari 3 jenis enzim pencerna, yaitu :
 Amilase, mencerna karbohidrat menjadi disakarida.
 Lipase, memecah lemak menjadi gliserin dan asam lemak.
 Tripsin, mencerna protein

4
- Yeyunum dan Ileum, kira-kira dua perlima dari sisa usus halus adalah Yeyunum
dan tiga perlima bagian terminalnya adalah ileum. Di dalam mukosanya terdapat
beberapa medula jaringan limfe yang disebut kelenjar soliter. Di dalam ileum
terdapat kelompok-kelompok medula itu. mereka membentuk tumpukan kelenjar
Peyeri yang berfungsi melindungi usus terhadap serangan bakteri.
Masuknya makanan (khimus) dari lambung ke usus halus melalui sfincter
pylorus, sedangkan pengeluaran zat yang telah dicerna ke dalam usus besar diatur
oleh sfincter ileosekal.
Fungsi usus halus adalah fungsi pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan.

F. Usus Besar
Usus besar panjangnya 1,5 meter. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar;
lapisan mukosa, lapisan otot oblique, lapisan otot longitudional dan jaringan
serosa/peritoneum. Usus besar dibagi menjadi seikum, kolon dan rektum.
1. Seikum, terletak di daerah iliaka kanan. Terdapat sfincter ileosekal dan
appendiks vermiformis.
2. Kolon dibagi menjadi :
- Kolon asendens - Kolon desendens
- Kolon transversum - Kolon sigmoid.
3. Rektum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan usus
besar dengan anus.
Fungsi usus besar :
- Absorpsi air dan elektrolit.
- Mengekskresi mukus alkali yang tidak mengandung enzim untuk melumasi
dan melindungi mukosa.
- Kolon sigmoid berfungsi sebagai penampung massa feses sampai defekasi
berlangsung (pembuangan air besar).
- Tempat tinggal bakteri E. Coli yang mensintesis vitamin K.

C. Etiologi
Penyebab demam tifoid adalah Salmonella typhi. Salmonella adalah bakteri
gram, negatif, tidak berkapsul, mempunyai flagela, dan tidak membentuk spora.
Bakteri ini akan mati pada pemanasan suhu 570C selama beberapa menit. Kuman
ini mempunyai tiga antigen yang penting untuk pemeriksaan laboratorium:

5
1. Antigen O (somatik)
2. Antigen H (flagela)
3. Antigen K (selaput)

Masa inkubasi kuman 10-20 hari. Mikroorganisme ditemukan pada tinja dan urin
setelah demam 1 minggu (demam hari ke 8). Jika penderita diobati dengan benar
maka kuman tidak akan ditemukan pada tinja dan urin pada minggu ke-4. Akan
tetapi, jika masih terdapat kuman pada minggu ke-4 melalui kultur tinja, maka
penderita dinyatakan sebagai carrier. Seorang carrier biasanya berusia dewasa,
sangat jarang terjadi pada anak. Kuman Salmonella bersembunyi dalam kandung
empedu orang dewasa. Jika carrier tersebut mengkonsumsi makanan berlemak, maka
cairan empedu akan dikeluarkan ke dalam saluran pencernaan untuk mencerna
lemak, bersamaan dengan mikroorganisme (kuman Salmonella). Setelah itu cairan
empedu dan mikroorganisme dibuang melalui tinja yang berpotensi menjadi sumber
penularan penyakit.

D. Patofisiologi
Masuknya kuman salmonella typhi (S. Typhi) dan Salmonella paratyphi (S.
Paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi.
Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lagi dapat lolos masuk ke
dalam usus dan selanjutnya berkembang biak, bila resons imunitas hormonal mukosa
(IgA) usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M)
dan selanjutnya ke lamina propia.
Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit
terutama oleh makograf. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrogaf
dan selanjutnya dibawa ke plag payeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah
bening mesentrika, selanjutnya melalui ductus torasikus kuman yang terdapat di
makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah ( mengakibatkan bakterimia pertama
yang simtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama
hatidan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
berkembang biak diluar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk kedalam
srkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan
disertai tanda- tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.

6
Kuman dapat masuk ke dalam kandung empeu, berkembang biak dan bersama
cairan empedu dieksresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Seabagian kuman
dikeluarkan melalui feases dan sebagian lagi masuk ke dalam sirkulasi darah
menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, karena makrogaf yang telah
teraktivasi, hiperaktif; maka saat fagositosis kuman salmonella terjadi pelepasan
beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi
inflamasi sistemik seperti demam, malaise, sakitkepala, myalgia, sakit perut,
gangguan vascular, mental dan koagulasi.
Di dalam plagpiyeri makrogaf hiperaktif dan menimbulkan reaksi hyperplasia
jaringan (S. Typhi intra makrogaf menginduksi reaksi hipersensitifitas tipe lambat,
hyperplasia jaringan dan neksosis organ). Perdarahan salauran cerna dapat terjadi
akibat erosi pembuluh darah sekitar p lague peyeri yang sedang mengalami nekrosis
dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses
patologis jaringan limfoid ini dapat bekembang hingga ke lapisan otot, serosa usus,
dan dapat mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel direseptor sel endotel kapiler dengan akibat
timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan
dan gangguan organ lain.

E. Tanda dan Gejala

Minggu I
- Demam remitten (biasanya pagi hari menurun, dan meningkat pada sore dan
malam hari).
- Sakit kepala, pusing.
- Anorexia, mual, muntah.
- Nyeri otot, lemas.
- Konstipasi selanjutnya diare.
- Perasaan tidak enak di perut (kembung).
- Epistaksis.
Minggu II
- Demam tinggi, terus menerus dan konstan.
- Nadi : Bradikardi
- Lidah yang khas (kotor di tengah, berwarna merah di ujung dan tepinya).

7
- Stomatitis, mulut bau.
- Hepatomegali dan splenomegali.
- Penurunan kesadaran : somnolen atau delirium.

F. Test Diagnostik

 Hematologi
Darah Hb, Ht normal turun bila terjadi perdarahan.
 Reksi widal aglutinin O dan H, makin tinggi titernya makin besar
kemungkinan menderita typhoid. Pada infeksi aktif, titer reaksi widal akan
meningkat pada pemeriksaan ulang sesudah 5 hari.
 Biakan darah positif terhadap salmonella typhi memastikan adanya typhoid,
tetapi biakan yang negatif belum memastikan bebas typhoid. Hal ini
disebabkan karena tehnik pemeriksaan, saat pemeriksaan selama perjalanan
penyakit, vaksinasi di masa lampau, pengobatan dengan antimikroba.
 Kultur feses dan urine (+), salmonella typhosa selama minggu II; darah (+),
s. typhosa pada minggu I.
 Uji widal :
Dipakai suspensi salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium.
Tujuannya : menentukan adanya aglutinin dalam serum pasien yang
diperkirakan menderita demam typhoid.
Akibat infeksi s. thypi pasien membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
b. Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela kuman).
c. Aglutinin Vi, karena rangsangan aglutinin Vi (berasal dari simpai
kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk didiagnosis. Makin tinggi titernya makin besar kemungkinan
pasien menderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif titer uji widal akan
meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu 5 hari.

8
G. Therapi
Pengobatan menggunakan prinsip trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
1. Pemberian Antibiotik
Terpi ini dimaksudkan untuk membunuh kuma penyebab demam tifoid. Obat
yang paling sering digunakaan adalah:
a. Kloramfenikol 100mg/kg BB/hari 4 kali selama 14 hari.
b. Amoksilin 100mg/kg BB/hari 4 kali
c. Kotrimoksazol 480mg, 2x2 tablet selama 14 hari
d. Sefalosporin generasi II dan III (ciprofloxacin 2x500mg selama 6 hari;
ofloxacin 600mg/hari selama 7 hari; ceftriaxon 4gram/hari selama 3 hari).
2. Istirahat dan perawatan
3. Terapi penunjang secara simptomatis dan suportif serta diet:

Pada permulaan diberikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna,


dalam bentuk saring atau lunak.
Makanan dapat ditingkatkan sesuai perkembangan keluhan gastro -intestinal
sampai makanan dalam bentuk biasa.

H. Pencegahan
Strategi pencegahan demam tifoid mencakup hal-hal berikut:
1. Penyediaan sumber air minum yang baik
2. Penyediaan jamban yang sehat
3. Sosialisai budaya cuci tangan
4. Sosialisasi budaya merebus air sampai mendidih sebelum diminum
5. Pemberantasan lalat
6. Pengawasan kepada para penjual makanan dan minuman
7. Sosialisai pemberian ASI pada ibu menyusui
8. Imunisasi

Jenis vaksin yang tersedia untuk imunisasi:

1. Vaksin parenteral utuh


Berasal dari sel S.Typhi utuh yang sudah mati. Setiap ml vaksin mengandung
sekitar 1 miliar kuman. Dosis untuk anak usia 1-5 tahun adalah 0,1 ml, anak usia
6-12 tahun 0,25 ml, dan dewasa 0,5 ml. Dosis diberikan 2 kali dengan interval 4

9
minggu. Karena efek samping dan perlindungannya yang pendek, vaksin jenis ini
sudah tidak beredar lagi.
2. Vaksin oral Ty21a
3. Vaksin oral ini mengandung S.Typhi strain Ty21a hidup. Vaksin diberikan pada
usia minimal 6 tahun dengan dosis 1 kapsul setiap 2 hari selama 1 minggu.
Menurut laporan, vaksin oral Ty21a bisa memberikan perlindungan selama 5
tahun.
4. Vaksin parenteral polisakarida
Vaksin ini berasal dari polisakarida Vi dari kuman Salmonella. Vaksin diberikan
secara parenteral dengan dosis tunggal 0,5 ml intramuskular pada usia mulai 2
tahun dengan dosis ulangan (booster) setiap 3 tahun. Lama perlindungan sekitar
60-70%. Jenis vaksin ini menjadi pilihan utama karena relatif paling aman.

I. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi adalah:
1. Perforasi usus
2. Perdarahan usus
3. Neuropsikiatri (koma).

J. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
- Hygiene lingkungan dan perseorangan yang buruk.
- Pernah menderita typoid namun pengobatannya tidak tuntas.
- Sumber air minum yang tidak sehat.
- Kebiasaan tidak menggunting kuku.
b. Pola nutrisi metabolik
- Demam
- Anoreksia, mual, muntah
- Lidah kotor
- Pengolahan makan yang kurang baik
- Tidak mencuci tangan sebelum makan.

10
c. Pola eliminasi
- Konstipasi
- Retensi urine
- Hipo peristaltik
d. Pola aktivitas dan latihan
- Nyeri otot, lemah dan lesu.
- Pusing, sakit kepala
- Nyeri perut
- Bradikardi.
e. Pola tidur dan istirahat
- Kurang tidur karena malam demam.
f. Pola persepsi dan kognitif
- Delirium/struppor
- Nyeri otot, nyeri tekan abdomen
- Perasaan tidak enak pada abdomen.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hipertermi berhubungan dengan respons sistemik dari inflamasi
gastrointestinal.
b. Aktual/risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurangnya asupan makanan yang adekuat.
c. Risiko kekurangan valome cairan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat dan peningkatan suhu tubuh.
d. Nyeri berhubungan dengan iritasi saluran gastrointestinal.
e. Risiko kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan penekanan
setempat, tirah baring lama, kelemahan fisik umum.
f. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, misinterpretasi
informasi.

11
1. Rencana Keperawatan

NO DIAGNOSA, TUJUAN, KRITERIA HASIL INTERVENSI

1 Hipertermi berhubungan dengan respons sistemik dari 1. Evaluasi tanda-tanda vital setiap pergantian sif atau setiap
inflamasi gastrointestinal ada keluhan dari pasien. R: sebagai pengawasan terhadap
a. Tujuan: dalam 1 x 24 jam terjadi penurunan suhu tubuh adanya perubahan keadaan umum pasien sehingga dapat
b. Kriteria Hasil: dilakukan penanganan dan perawatan secara cepat dan
1) Tanda – tanda vital normal tepat.
2) Tidak ada kejang 2. Lakukan tirah baring total. R: penurunan aktivitas akan
3) Input sama dengan atau lebih banyak dari output menurunkan laju metabolism yang tinggi pada fase akut,
dengan demikian membantu menurunkan suhu tubuh.
3. Beri kompres hangat pada daerah aksila, lipat paha, dan
temporal. R: menurunkan temperature tubuh dan
meningkatkan kenyamanan.
4. Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat
menyerap keringat seperti katun. R: pengeluaran suhu tubuh
dengan cara evaporasi berkisar 22%. Pakaian yang mudah
menyerap keringat sangat efektif meningkatkan efek dari
evaporasi.
5. Pantau intake dan output pasien. R: tindakan tersebut
menghindari kehilangan cairan, natrium klorida, dan

12
kalium yang berlebihan.
6. Kolaborasi dengan Dokter untuk pemberian antipiretik. R:
antipiretik bertujuan untuk memblok respon panas sehingga
suhu tubuh pasien lebih cepat turun.

2 Aktual/risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari 1. Timbang dan catat berat badan pasien setiap hari pada
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya asupan waktu yang sama menggunakan alat ukur yang sama. R:
makanan yang adekuat untuk mendapatkan pembacaan yang paling akurat
a. Tujuan: dalam waktu 3 x 24 jam pasien akan 2. Pantau dan catat asupan dan haluaran pasien. R: untuk
mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat. mengkaji zat gizi yang dikonsumsi dan suplemen tambahan
b. Kriteria Hasil: yang mungkin diperlukan.
1) Berat badan bertambah 1 – 2 kg atau stabil 3. Berikan diit tinggi protein dan tinggi kalori. R: makanan
2) Jumlah intake sama dengan output yang mengandung banyak protein dan kalori dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
4. Kaji dan catat bising ususs pasien satu kali setiap pergantian
sif. R: memantau peningkatan dan penurunan kecepatan
bising usus.
5. Kolaborasi dengan Dokter untuk pemberian vitamin
penambah nafsu makan. R: meningkatkan nafsu makan dan
pemenuhan nutrisi yang adekuat.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi. R: perencanaan diit yang

13
memenuhi kebutuhan nutrisi.

3 Risiko kekurangan valome cairan berhubungan dengan 1. Pantau turgor kulit, membran mukosa mulut setiap giliran
intake yang tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh jaga dan catat penurunannya. R: tirgor kulit buruk dan
a. Tujuan: dalam 1 x 24 jam risiko kekurangan volume membran mukosa yang kering merupakan suatu tanda
cairan tidak terjadi. dehidrasi.
b. Kriteria Hasil: 2. Pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam. R: takikardia,
1) Tanda-tanda vital normal. hipotensi, dyspnea, atau demam dapat mengindikasikan
2) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi. defisit volume cairan.
3) Asupan cairan sama atau lebih dari haluaran. 3. Berikan dan pantau cairan parentral sesuai anjuran. R:
mengembalikan kehilangan cairan.
4. Tentukan minuman kesukaan pasien. R: meningkatkan
asupan cairan.
5. Pertahankan pencatatan asupan dan haluaran yang akurat. R:
untuk membantu perkiraan keseimbangan cairan pasien.

4 Nyeri berhubungan dengan iritasi saluran gastrointestinal 1. Kaji jenis dan tingkat nyeri pasien, kemudian kaji faktor
a. Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang atau yang dapat mengurangi atau memperberat nyeri. R:
hilang. menentukan penanganan nyeri yang optimal.
b. Kriteria Hasil: 2. Minta pasien menggunakan skala 0 – 10 untuk menjelaskan

14
1) Secara subjektif pasien dapat melaporkan nyeri tingkat nyerinya. R: memfasilitasi pengkajian yang akurat
berkurang atau hilang. tentang tingkat nyeri pasien.
2) Skala nyeri berkurang. 3. Atur periode istirahat tanpa terganggu. R: tindakan ini
3) Pasien tidak gelisah. meningkatkan rasa nyaman dan pengurangan nyeri.
4. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman. R:
untuk menurunkan ketegangan atau spasme otot dan untuk
mendistribusikan kembali tekanan pada bagian tubuh.
5. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam pada saat nyeri
muncul. R: meningkatkan asupan oksigen sehingga akan
menurunkan nyeri.
6. Ajarkan teknik distraksi seperti membaca, menonton
televisi. R: membantu menghindarkan pasien dari
memfokuskan diri pada nyerinya.
7. Kolaborasi dengan Dokter pemberian obat untuk
mengurangi nyeri R: mengurangi nyeri secara adekuat.

5 Risiko kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan 1. Lakukan mobilisasi mirirrng kiri-kanan setiap 2 jam. R:
penekanan setempat, tirah baring lama, kelemahan fisik mencegah penekanan setempat yang berlanjut pada
umum nekrosis jaringan lunak.
a. Tujuan: dalam 3 x 24 jam risiko kerusakan integritas 2. Jaga kebersihan dang anti seprei apabila kotor atau basah.
jaringan tidak terjadi. R: mencegah stimulus kerusakan pada area bokong yang

15
b. Kriteria Hasil: berisiko terjadi decubitus.
1) Tidak ada tanda-tanda kerusakan integritas jaringan. 3. Observasi terhadap eritema dan kepucatan serta palpasi area
sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap
mengubah posisi. R: deteksi dini adanya gangguan
sirkulalsi dan kerusakan integritas jaringan.

6 Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, 1. Monitor respon fisik seperti kelemahan, perubahan tanda
misinterpretasi informasi vital, gerakan berulang-ulang. Catat kesesuaian respon
a. Tujuan: secara subjektif melaporkan rasa cemas verbal dan nonverbal selama komunikasi. R: digunakan
berkurang. dalam mengevaluasi derajat/tingkat kesadaran/konsentrasi,
b. Kriteria Hasil: khususnya ketika melakukan komunikasi verbal.
1) Pasien mampu mengungkapkan perasaannya kepada 2. Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan dan
perawat. mengekspresikan rasa takutnya. R: kesempatan diberikan
2) Pasien tenang dan tidur/istirahat dengan nyaman. pada pasien dan keluarga untuk mengekspresikan rasa takut
dan kekhawatiran tentang keadaan pasien saat ini.
3. Anjurkan aktivitas pengalihan sesuai kemampuan individu
seperti menonton televisi, mendengarkan musik. R:
meningkatkan distraksi dari pikiran pasien dengan kondisi
sakit.

16

Anda mungkin juga menyukai