Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA (SC)

A. PENGERTIAN

Istilah sectio caesaria berasal dari bahasa latin caedere yang berarti memotong atau
menyayat. Dalam ilmu obstetri, istilah tersebut mengacu pada tindakan pembedahan
yang bertujuan melahirkan bayi dengan membuka dinding perut dan rahim ibu (Lia et
al.,2010).
Persalinan dengan operasi sectio caesaria ditujukan untuk indikasi medis tertentu, yang
terbagi atas indikasi untuk ibu dan indikasi untuk bayi. Persalinan sectio caesari atau
bedah ceasar harus dipahami sebagai alternatif persalinan ketika dilakukan persalinan
secara normal tidak bisa lagi (Lang,2011).
Sectio secaria merupakan prosedur operatif, yang di lakukan di bawah anestesia
sehingga janin, plasenta dan ketuban di lahirkan melalui insisi dinding abdomen dan
uterus. Prosedur ini biasanya di lakukan setelah viabilitas tercapai, misal usia
kehamilan lebih dari 24 minggu (Myles, 2011).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. Alat Genetalia Interna
1) Ovarium
Ovarium merupakan organ yang berfungsi untuk perkembangan dan pelepasan
ovum, serta sintesis dari sekresi hormone steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5-5
cm, lebar 1,5-3 cm, dan tebal 0,6-1 cm. Normalnya, ovarium terletak pada bagian
atas rongga panggul dan menempel pada lakukan dinding lateral pelvis di antara
muka eksternal yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik Fossa ovarica
waldeyer. Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi
hormon
2) Uterus
Uterus merupakan organ muskular yang sebagian tertutup oleh peritoneum/ serosa.
Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita nullipara panjang 6-
8 cm, dibandingkan dengan 9-10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita
yang pernah melahirkan antara 50-70 gram. Sedangkan pada yang belum pernah
melahirkan beratnya 80 gram/lebih.
Uterus terdiri dari :
a. Fundus uteri, merupakan bagian uterus proksimal, kedua tuba fallopi berinsensi ke
uterus.
b. Korpus uteri, merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat
pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan
: serosa, muskula dan mukosa. Mempunyai fungsi utama sebagai janin
berkembang.
c. Serviks, merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak dibawah
isthmus. Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas
jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah.
d. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium, miometrium, dan
sebagian lapisan luar peritoneum parietalis.
3) Tuba Falopii
Tuba falopii merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga
suatu tempat dekat ovarium dan merupakan16 jalan ovum mencapai rongga uterus.
Panjang tuba fallopi antara 8-14 cm. Tuba falopii oleh peritoneum dan lumennya
dilapisi oleh membran mukosa. Tuba fallopi terdiri atas: pars interstialis: bagian tuba
yang terdapat di dinding uterus, pars ismika : bagian medial tuba yang sempit
seluruhnya, pars ampularis : bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi
terjadi, pars infudibulum : bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen
mempunyai rumbai/umbul disebut fimbria.
4) Servik
Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau leher. Tempat perlekatan serviks
uteri dengan vagina, membagi serviks menjadi bagian supravagina yang panjang
dan bagian vagina yang lebih pendek. Panjang serviks sekitar 2,5 sampai 3 cm, 1
cm menonjol ke dalam vagina pada wanita tidak hamil. Serviks terutama disusun
oleh jaringan ikat fibrosa serta sejumlah kecil serabut otot dan jaringan elastic
(Lang,2011).
C. ETIOLOGI
a. Indikasi untuk ibu :
1. Plasenta previa
2. Distocia serviks
3. Ruptur uteri mengancam
4. Panggul sempit
5. Pre eklamsi dan eklamsi
6. Tumor
7. Partus lama
8. Bekas luka sc
b. Indikasi untuk janin
1. Mal presentasi janin
a) Letak lintang
1) Bila ada kesempitan panggul sectio caesarea adalah cara terbaik dalam
segala letak lintang dengan janin hidup.
2) Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio
caesarea.
3) Multipara letak lintang dapat lebih dulu dengan cara yang lain
b) Letak bokong Dianjurkan seksio sesaria bila ada Panggul sempit,
Primigravida, Janin besar, Presentasi dahi dan muka bila reposisi dan cara lain
tidak berhasil, Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil, atau Gemeli.
2. Gawat Janin (fetal distress)
Kondisi yang menandakan bahwa janin kekurangan oksigen
Segera lakukan operasi agar tidak terjadi keracunan atau kematian janin, sesuai
dengan indikasi sectio caesarea.
Kontra indikasi
a) Janin mati atau berada dalam keadaan kritis, kemungkinan janin hidup kecil.
Dalam hal ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi.
b) Janin lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk sectio caesarea
ekstra peritoneal tidak ada.
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik yang muncul pada penderita Pre Eklamsi Ringan menurut (Bobak,
Lowdermilk,Jansen 2004) adalah
1. Pre Eklamsi Ringan
a. Bila tekanan sistolik > 140 mmHg kenaikan 30 mmHg diatas tekanan biasa,
tekanan distolik 90 mmHg, kenaikann 40 mmHg diatas tekanan biasa, tekanan
darah yang meninggi ini sekurangnya diukur 2x dengan jarak 6 jam
b. Proteinuria sebesar 300 mg/dl dalam 25 jam atau > 1 gr/dl secara random dengan
memakai contoh urin siang hari yang dikumpulkan pada dua waktu dengan jarak
6 jam karena kehilangan protein adalah bervariasi
c. Edema dependent, bengkak dimata, wajah, jari, bunyi pulmoner tidak terdengar.
Edema timbul dengan didahului penambahan ringan badan ½ kg dalam seminggu
atau lebih. Tambahan ringan badan yang banyak ini disebabkan oleh retensi air
dalam jaringan dan kemudian baru edema nampak, edema ini tidak hilang dengan
istirahat.
2. Pre Eklamsi berat
a. Tekanan Darah sistolik >160 mmHg dan diastolik > 110 mmHg pada dua kali
pemeriksaan yang setidaknya berjarak 6 jam dengan posisi ibu tirah baring.
b. Proteinuria >5 gram dalam urin 24 jam atau lebih dari +3 pada pemeriksaan
diagnostik setidaknya pada 2x pemeriksaan acak menggunakan contoh urin yang
diperoleh cara bersih dan berjarak setidaknya 4 jam
c. Oliguria < 400 mml dalam 24 jam
d. Gangguan otak atau gangguan penglihatan
e. Nyeri ulu hati
f. Edema paru/ sianosis
3. Eklamsia
a. Kejang – kejang / koma
b. Nyeri pada daerah frontal
c. Nyeri epigastrium
d. Penglihatan semakin kabur
e. Mual, muntah
E. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI
INDIKASI
Menurut Manuaba (2012), adapun indikasi sectio caesarea yang berasal dari ibu yaitu
ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul,
plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I-II, komplikasi
kehamilan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM), gangguan perjalanan
persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan sebagainya). Selain itu terdapat
beberapa etiologi yang menjadi indikasi medis dilaksanakannya seksio sesaria antara
lain :CPD (Chepalo Pelvik Disproportion), PEB (Pre-Eklamsi Berat), KPD (Ketuban
Pecah Dini), faktor hambatan jalan lahir.
Indikasi yang berasal dari janin gawat janin, mal presentasi, dan mal posisi kedudukan
janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau
forceps ekstraksi.
KONTRA INDIKASI
1. Bila janin sudah mati atau keadaan buruk dalam uterus sehingga kemungkinan hidup
kecil, dalam hal ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi
2. Bila ibu dalam keadaan syok, anemia berat yang belum teratasi
3. Bila jalan lahir ibu mengalami infeksi luas
4. Adanya kelainan kongenital berat
F. KLASIFIKASI
Klasifikasi atau tipe sectio caesaria terdiri atas :
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
1) SC klasik atau corporal
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihannya antara lain : mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan
komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bisa diperpanjang proksimal dan
distal. Sedangkan kekurangannya adalah infeksi mudah menyebar secara intra
abdominal karena tidak ada peritonealis yang baik, untuk persalinan yang
berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.
2) SC ismika atau profundal
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim
(low servikal transversal) kira-kira 10 cm. Kelebihan dari sectio caesarea ismika,
antara lain : penjahitan luka lebih mudah, kemungkinan rupture uteri spontan
berkurang atau lebih kecil. Sedangkan kekurangannya adalah luka melebar sehingga
menyebabkan uteri pecah dan menyebabkan perdarahan banyak, keluhan pada
kandung kemih post operasi tinggi.
3) SC ekstra peritonealis
Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dan tidak membuka cavum abdominal.
3. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan dengan sayatan
memanjang (longitudinal), sayatan melintang (transversal), atau sayatan huruf
T (T insision) (Rachman, M, 2012; Winkjosastro, Hanifa, 2017).
G. WOC

plasenta previa, rupture sentralis


dan lateralis, panggul sempit, Sectio Caesarea
pre-eklamsia, partus lama ,
bekas luka sc

Pre OP Post OP

kurang informasi Post anastesi Luka Post OP

kesalahan interpretasi kontraksi penurunan jar. terputus jar. terbuka


uterus kesadaran

kurang pengetahuan
atonia aliran stagnasi merangsang proteksi
tentang proses
darah uteri penarikan area sensorik kurang
pembedahan

Nyeri Akut invasi bakteri


kontraksi trombus vena
ANSIETAS
berlebihan emboli

Risiko Infeksi
perdarahan meningkat co2 menurun

Risiko Hipovolemia perubahan


perfusi
jaringan

gangguan pada
muskuloskeletal

Intoleransi Aktifitas
H. MASALAH KEPERAWATAN YANG LAZIM MUNCUL
1. Ansietas b/d kurang terpapar informasi d/d merasa bingung, merasa khawatir dengan
kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi, mengeluh pusing, tampak gelisah,
frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola nafas berubah,
kontak mata buruk
2. Risiko hipovolemia ditandai dengan kehilangan cairan secara aktif
3. Intoleransi aktifitas b/d imobilitas d/d mengeluh lelah, frekuensi jantung meningkat
>20% dari ikondisi istirahat, dipsnea saat/setelah aktivitas, merasa lemah, EKG
menunjukkan aritmia, sianosis
4. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (prosedur operasi) d/d mengeluh nyeri, tampak
meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, TD meningkat, nafsu makan
berubah
5. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemantauan kesehatan janin
meliputi BB, PB, DJJ
2. Pemantauan ekg
harus menunjukkan rekaman yang normal tidak ada gambar aritmia, tegangan rendah,
inversi gelombang T, maupun disritmia.
3. Jdl dengan diferensial
Untuk menentukan adanya anemia, leukopenia, limfositosis. Trombosis darah
menunjukkan kurang dari normal.
4. Elektrolit
Ketidakseimbangan termasuk kalium, natrium, klorida.
5. Hemoglobin/hematokrit
Kadar hb dan ht pada ibu harus dalam rentang normal, HB pada wanita normalnya 12-
15 g/Dl, HT normalnya 37.0-47.0%.
6. Golongan darah
sangat diperlukan jika waktu pembedahan pasien mengalami perdarahan
7. Urinalisis
8. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
Amniosentesis adalah prosedur yang dilakukan saat kehamilan untuk memeriksa
sampel air ketuban. Prosedur ini berguna untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan
pada janin. Bila diperlukan, amniocentesis akan direkomendasikan kepada ibu hamil
saat usia kehamilan mencapai 15-20 minggu.
9. Ultrasound sesuai indikasi
Pemindaian ultrasound dapat direkomendasikan pada berbagai tahap kehamilan
karena beberapa alasan. Berikut ini beberapa manfaat dari ultrasound scan (USG)
tersebut:
1. Untuk mengonfirmasi kehamilan.
2. Untuk melihat apakah ada lebih dari satu janin atau kehamilan kembar.
3. Untuk menetapkan hari perkiraan lahir.
4. Mengetahui apakah terjadi kehamilan ektopik.
5. Untuk menilai risiko janin yang terkena kelainan kromosom tertentu.
6. Mengamati perkembangan fisik janin untuk mengetahui apakah pertumbuhannya
sudah sesuai.
7. Untuk memeriksa jumlah cairan ketuban di sekitar janin di dalam rahim.
8. Untuk menentukan posisi plasenta.
9. Untuk memeriksa posisi janin sebelum melahirkan.

J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa timbul pada sectio caesarea adalah sebagai berikut:
1. Pada ibu
1) Infeksi puerperal
a. Ringan, kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang, kenaikan suhu lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung
c. Berat dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik
2) Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang–cabang
arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri
3) Komplikasi–komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru–
paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi
4) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi rupture uteri.
Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio sesarea klasik.
2. Pada anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesarea
banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea.
Menurut statistik di negara – negara dengan pengawasan antenatal dan intra natal
yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesarea berkisar antara 4 – 7 %.
K. KEPERAWATAN PERIOPERATIF
Pada fase preoperatif ini perawat akan mengkaji kesehatan fisik dan emosional klien,
mengetahui tingkat resiko pembedahan, mengkoordinasi berbagai pemeriksaan diagnostik,
mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang mengambarkan kebutuhan klien dan
keluarga,mempersiapkan kondisi fisik dan mental klien untuk pembedahan (Arif
Muttaqin, dkk, 2013 ).
Perawatan Preoperatif
1. Kelengkapan rekam medis dan status
2. Memeriksa kembali persiapan pasien
3. Informed concent
4. Menilai keadaan umum dan TTV
5. Memastikan pasien dalam keadaan puasa
Pada fase intraoperatif perawat melakukan 1 dari 2 peran selama pembedahan
berlangsung, yaitu perawat sebagai instrumentator atau perwat sirkulator.
Perawat instrumentator memberi bahan-bahan yang dibutuhkan selama pembedahan
berlangsung dengan menggunakan teknik aseptic pembedahan yang ketat dan terbiasa
dengan instrumen pembedahan. Sedangkan perawat sirkulator adalah asisten
instrumentator atau dokter bedah.
Perawat Intraoperatif meliputi
1. Melaksanakan orientasi pada pasien
2. Melakukan fiksasi
3. Mengatur posisi pasien
4. Menyiapkan bahan dan alat
5. Drapping
6. Membantu melaksanakan tindakan pembedahan
7. Memeriksa persiapan instrument
Perawatan Post Operasi
Pada fase postoperasi setelah pembedahan, perawatan klien dapat menjadi komplek akibat
fisiologis yang mungkin terjadi. Klien yang mendapat anastesi umum cenderung
mendapat komplikasi yang lebih besar dari pada klien yang mendapat anastesi lokal.
Perawatan postoperative meliputi:
1. Mempertahankan jalan napas dengan mengatur posisi kepala.
2. Melaksanakan perawatan pasien yang terpasang infus di bantu dengan perawat
anastesi
3. Mengatur posisi sesuai dengan keadaan.
4. Mengawasi adanya perdarahan pada luka operasi
5. Mengukur TTV setiap 15 menit sekali

L. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien. Pengkajian merupakan tahap paling
menentukan bagi tahap berikutnya.
a. Identitas pasien
b. Keluhan utama
Pada ibu dengan kasus post SC keluhan utama yang timbul yaitu nyeri pada luka
operasi.
c. Riwayat persalinan sekarang
Pada pasien post SC kaji riwayat persalinan yang dialami sekarang.
d. Riwayat menstruasi
Pada ibu, yang perlu ditanyakan adalah umur menarche, siklus haid, lama haid,
apakah ada keluhan saat haid, hari pertama haid yang terakhir.
e. Riwayat perkawinan
Yang perlu ditanyakan adalah usia perkawinan, perkawinan keberapa, usia
pertama kali kawin.
f. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
Untuk mendapatkan data kehamilan, persalinan dan nifas perlu diketahui HPHT
untuk menentukan tafsiran partus (TP), berapa kali periksaan saat hamil, apakah
sudah imunisasi TT, umur kehamilan saat persalinan, berat badan anak saat lahir,
jenis kelamin anak, keadaan anak saat lahir.
g. Riwayat penggunaan alat kontrasepsi
Tanyakan apakah ibu pernah menggunakan alat kontrasepsi, alat
kontrasepsi yang pernah digunakan, adakah keluhan saat menggunakan alat
kontrasepsi, pengetahuan tentang alat kontrasepsi.
h. Pola kebutuhan sehari-hari
1) Bernafas, pada pasien dengan post SC tidak terjadi kesulitan dalam
menarik nafas maupun saat menghembuskan nafas.
2) Makan dan minum, pada pasien post SC tanyakan berapa kali makan sehari
dan berapa banyak minum dalam satu hari.
3) Eliminasi, pada psien post SC pasien belum melakukan BAB, sedangkan
BAK menggunakan dower kateter yang tertampung di urine bag.
4) Istirahat dan tidur, pada pasien post SC terjadi gangguan pada pola istirahat
tidur dikarenakan adanya nyeri pasca pembedahan.
5) Gerak dan aktifitas, pada pasien post SC terjadi gangguan gerak dan
aktifitas oleh karena pengaruh anastesi pasca pembedahan.
6) Kebersihan diri, pada pasien post SC kebersihan diri dibantu oleh perawat
dikarenakan pasien belum bisa melakukannya secara mandiri.
7) Berpakaian, pada pasien post SC biasanya mengganti pakaian dibantu oleh
perawat.
8) Rasa nyaman, pada pasien post SC akan mengalami ketidaknyamanan
yang dirasakan pasca melahirkan.
9) Konsep diri, pada pasien post SC seorang ibu, merasa senang atau minder
dengan kehadiran anaknya, ibu akan berusaha untuk merawat anaknya.
10) Sosial, pada SC lebih banyak berinteraksi dengan perawat dan tingkat
ketergantungan ibu terhadap orang lain akan meningkat.
11) Belajar, kaji tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan post partum
terutama untuk ibu dengan SC meliputi perawatan luka, perawatan payudara,
kebersihan vulva atau cara cebok yang benar, nutrisi, KB, seksual serta hal-
hal yang perlu diperhatikan pasca pembedahan. Disamping itu perlu
ditanyakan tentang perawatan bayi diantaranya, memandikan bayi, merawat
tali pusat dan cara meneteki yang benar.
i. Data fokus pengkajian
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, dalam pengkajian ibu post
sectio caesarea dengan risiko infeksi data fokus yang dikaji adalah mengkaji
faktor penyebab mengapa pasien berisiko terjadi infeksi. Menurut Tim Pokja
SDKI (2016), faktor yang dapat menyebabkan risiko infeksi adalah
1) Efek prosedur invasif
2) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan.
3) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer :
Kerusakan integritas kulit, ketuban pecah lama, ketuban pecah
sebelum waktunya,
4) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder : penurunan hemoglobin,
imununosupresi.
j. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum ibu, suhu, tekanan darah, respirasi, nadi, berat badan,
tinggi badan, keadaan kulit.
2) Pemeriksaan kepala wajah:Konjuntiva dan sklera mata normal atau tidak.
3) Pemeriksaan leher:Ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid.
4) Pemeriksaan thorax : Ada tidaknya ronchi atau wheezing, bunyi jantung.
5) Pemeriksaan buah dada:Bentuk simetris atau tidak, kebersihan,
pengeluaran (colostrum, ASI atau nanah), keadaan putting, ada tidaknya tanda
dimpling/retraksi.
6) Pemeriksaan abdomen :Tinggi fundus uteri, bising usus, kontraksi, terdapat
luka dan tanda-tanda infeksi disekitar luka operasi.
7) Pemeriksaan ekstremitas atas: ada tidaknya oedema, suhu akral,
ekstremitas bawah: ada tidaknya oedema, suhu akral, simetris atau tidak,
pemeriksaan refleks.
8) Genetalia: Menggunakan dower kateter.
9) Data penunjang
Pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan hemoglobin (Hb),
Hematokrit (HCT) dan sel darah putih (WBC).

b. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas b/d kurang terpapar informasi d/d merasa bingung, merasa khawatir
dengan kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi, mengeluh pusing, tampak
gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola nafas
berubah, kontak mata buruk
2. Risiko hipovolemia ditandai dengan kehilangan cairan secara aktif
3. Intoleransi aktifitas b/d imobilitas d/d mengeluh lelah, frekuensi jantung
meningkat >20% dari ikondisi istirahat, dipsnea saat/setelah aktivitas, merasa
lemah, EKG menunjukkan aritmia, sianosis
4. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (prosedur operasi) d/d mengeluh nyeri,
tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, TD meningkat,
nafsu makan berubah
5. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif

c. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
1. Ansietas D.0080 Tingkat Ansietas L. REDUKSI ANXIETAS I.09314
09093 Observasi
setelah dilakukan 1. Identifikasi saat tingkat anxietas
tindakan keperawatan berubah (mis. Kondisi, waktu,
3x24 jam diharapkan stressor)
tingkat ansietas menurun 2. Identifikasi kemampuan
dengan kriteria hasil mengambil keputusan
sbb : Terapeutik
1. Perilaku gelisah 3. Ciptakan suasana  terapeutik
menurun untuk menumbuhkan kepercayaan
2. Keluhan pusing 4. Temani pasien untuk mengurangi
menurun kecemasan , jika memungkinkan
3. Frekuensi pernafasan 5. Dengarkan dengan penuh
menurun perhatian
4. Frekuensi nadi 6. Gunakan pedekatan yang tenang
menurun dan meyakinkan
5. Tekanan darah 7. Motivasi mengidentifikasi situasi
menurun yang memicu kecemasan
6. Konsentrasi membaik Edukasi
7. Pola tidur membaik 8. Informasikan secara factual
8. Kontak mata membaik mengenai diagnosis, pengobatan,
9. Orientasi membaik dan prognosis
9. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
10. Latih kegiatan pengalihan,
untuk mengurangi ketegangan
11. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian obat anti
anxietas, jika perlu
2. Risiko Hipovolemia D. Status Cairan L. 03028 Manajemen Hipovolemia I.03116
0034 setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan
1. Periksa tanda dan gejala
3x24 jam diharapkan
hipovolemia (mis. frekuensi
status cairan membaik
nadi meningkat, nadi teraba
dengan kriteria hasil
lemah, tekanan darah
sbb :
menurun, tekanan nadi
1. kekuatan nadi
menyempit,turgor kulit menurun,
meningkat
membrane mukosa kering,
2. turgor kulit
volume urine menurun,
meningkat
hematokrit meningkat, haus dan
3. output urine
lemah)
meningkat
2. Monitor intake dan output cairan
4. ortopnea menurun
Terapeutik
5. dispnea menurun
3. Hitung kebutuhan cairan
6. edema perifer
4. Berikan posisi modified
menurun
trendelenburg
7. frekuensi nadi
5. Berikan asupan cairan oral
membaik
Edukasi
8. tekanan darah, nadi
6. Anjurkan memperbanyak asupan
membaik
cairan oral
9. membran mukosa
7. Anjurkan menghindari perubahan
membaik
posisi mendadak
10. JVP membaik
Kolaborasi
11. kadar Hb, Ht
8. Kolaborasi pemberian cairan IV
membaik
issotonis (mis. cairan NaCl,
RL)
9. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
10. Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
albumin, plasmanate)
11. Kolaborasi pemberian produk
darah
3. Intoleransi Aktifitas Toleransi Aktifitas TERAPI AKTIVITAS I.05186
D.0056 L.05047 Observasi
setelah dilakukan 1. Identifikasi deficit tingkat
tindakan keperawatan aktivitas
3x24 jam diharapkan 2. Identifikasi kemampuan
toleransi aktifitas berpartisipasi dalam aktivotas
meningkat dengan tertentu
kriteria hasil sbb : Terapeutik
1. Frekuensi nadi 3. Fasilitasi focus pada kemampuan,
meningkat, Frekuensi bukan deficit yang dialami
nafas membaik 4. Koordinasikan pemilihan
2. Keluhan lelah aktivitas sesuai usia
menurun 5. Fasilitasi aktivitas fisik rutin
3. Dispnea saat dan (mis. ambulansi, mobilisasi, dan
setelah aktifitas perawatan diri), sesuai
menurun kebutuhan
4. Perasaan lemah Edukasi
menurun 6. Jelaskan metode aktivitas fisik
5. Sianosis menurun sehari-hari, jika perlu
6. Warna kulit membaik 7. Ajarkan cara melakukan aktivitas
7. Tekanan darah yang dipilih
membaik Kolaborasi
8. Kolaborasi dengan terapi
okupasi dalam merencanakan
dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai
9. Rujuk pada pusat atau program
aktivitas komunitas, jika perlu
4. Nyeri Akut D. 0077 Tingkat Nyeri L.08066 Manajemen Nyeri I.08238
setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1. lokasi, karakteristik, durasi,
3x24 jam diharapkan frekuensi, kualitas, intensitas
tingkat nyeri menurun nyeri
dengan kriteria hasil 2. Identifikasi skala nyeri
sbb : 3. Identifikasi respon nyeri non
1. Keluhan nyeri menurun verbal
2. Meringis menurun Terapeutik
3. Sikap protektif 4. Berikan teknik nonfarmakologis
menurun untuk mengurangi rasa nyeri
4. Gelisah menurun (mis. TENS, hypnosis,
5. Kesulitan tidur akupresur, terapi musik,
menurun biofeedback, terapi pijat, aroma
terapi, teknik imajinasi
6. Frekuensi nadi
terbimbing, kompres
membaik
hangat/dingin, terapi bermain)
7. Pola nafas 5. Control lingkungan yang
membaik memperberat rasa nyeri (mis.
8. Tekanan darah Suhu ruangan, pencahayaan,
membaik kebisingan)
9. Nafsu makan Edukasi
membaik
10. Pola tidur 6. Jelaskan penyebab, periode, dan
membaik pemicu nyeri
7. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
8. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
5. Resiko Infeksi D.0142 Tingkat Infeksi L. PENCEGAHAN INFEKSI I.14539
14137 Observasi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
setelah dilakukan lokal dan sistemik
tindakan keperawatan Terapeutik
3x24 jam diharapkan 2. Batasi jumlah pengunjung
tingkat infeksi menurun 3. Berikan perawatan kulit pada area
dengan kriteria hasil edema
sbb : 4. Pertahankan teknik aseptik pada
1. Nafsu makan px beresiko tinggi
meningkat Edukasi
2. Nyeri menurun 5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
3. Cairan berbau busuk 6. Ajarkan cara mencuci tangan
menurun dengan benar
4. Kadar sel darah putih
membaik
5. Kultur darah
membaik
6. Kultur area luka
membaik

d. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana
keperawatan dilaksanakan, melaksanakan intervensi yang telah ditentukan, pada tahap
ini perawat siap untuk melakukan intervensi yang telah dicatat dalam rencana
keperawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif
terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi priorotas perawatan klien,
kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respon klien
terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini pada penyedia
perawatan kesehatan lainya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat
mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan
berikutnya.
e. Evaluasi
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang
diinginkan dan respon pasien terhadap keefektifan intervensi keperawatan, kemudian
mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Tahap akhir dari proses keperawatan
perawat mengevaluasi kemampuan pasien kearah pencapaian.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin dan Kumala Sari, 2013. Asuhan Keperawatan Perioperatif, konsep proses
dan aplikasi. Cetakan ketiga. Jakarta: Salemba Medika
Ai Yeyeh, Rukiyah, Yulianti, Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta :
Trans Info Medika
Lang, J, and Rothman K.J. 2011. Field Test Results of the Motherhood Method to Measure
Maternal Mortality. Indian: J Med Res
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga
Berencana. Jakarta : EGC
Myles. 2011. Buku Ajar Bidan. Jakarta: EGC
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil, Edisi 1.
Jakarta:DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai