Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA

Disusun Oleh :
Emy Puji Astuti
NIM 22113304

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN SINGKAWANG
POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

1.
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Defenisi SC
Istilah sectio caesaria berasal dari bahasa latin caedere yang berarti memotong
atau menyayat. Dalam ilmu obstetri, istilah tersebut mengacu pada tindakan
pembedahan yang bertujuan melahirkan bayi dengan membuka dinding perut dan
rahim ibu (Lia et al., 2010). Persalinan dengan operasi sectio caesaria ditujukan untuk
indikasi medis tertentu, yang terbagi atas indikasi untuk ibu dan indikasi untuk bayi.
Persalinan sectio caesari atau bedah ceasar harus dipahami sebagai alternatif
persalinan ketika dilakukan persalinan secara normal tidak bisa lagi (Lang,2011).
Seksio secaria merupakan prosedur operatif, yang di lakukan di bawah anestesia
sehingga janin, plasentadan ketuban di lahirkan melalui insisi dinding abdomendan
uterus. Prosedurini biasanya di lakukan setelah viabilitas tercapai, misal usia
kehamilan lebih dari 24 minggu (Myles. 2011).
Sectio sesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi abdomen. Teknik ini
digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah terjadi
distres janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi
janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu. Sectio
sesarea dapat merupakan prosedurelektif atau darurat. Untuk sectio caesarea biasanya
dilakukan anestesi spinal atau epidural. Apabila dipilih anestesi umum, maka
persiapan dan pemasangan duk dilakukan sebelum induksi untuk mengurangi efek
depresif obat anestesi pada bayi (Muttaqin, Arif .2010).
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009 Bedah caesar adalah
sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang
menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih.
Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah pada
komplikasi-komplikasi, kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran
normal (Yusmiati,2007).
Gambar 2.1 Sectio Caesaria
2. Anatomi Fisiologi
Alat Genetalia Interna
1) Ovarium
Ovarium merupakan organ yang berfungsi untuk perkembangan dan pelepasan
ovum, serta sintesis dari sekresi hormone steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5-5
cm, lebar 1,5-3 cm, dan tebal 0,6-1 cm. Normalnya, ovarium terletak pada bagian
atas rongga panggul dan menempel pada lakukan dinding lateral pelvis di antara
muka eksternal yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik Fossa ovarica
waldeyer. Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium. Dua
fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon.
Ovarium juga merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid (estrogen,
progesteron, dan14 androgen) dalam jumlah yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan, perkembangan dan fungsi wanita normal.

Gambar 2.2 :Alat genetalia interna


2) Uterus
Uterus merupakan organ muskular yang sebagian tertutup oleh peritoneum/
serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita nullipara
panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan 9-10 cm pada wanita multipara. Berat
uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50-70 gram. Sedangkan pada yang
belum pernah melahirkan beratnya 80 gram/ lebih.
Uterus terdiri dari:
a. Fundus uteri, merupakan bagian uterus proksimal, kedua tuba fallopi
berinsensi ke uterus.
b. Korpus uteri, merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat
pada korpus uteri disebut kavum uteri.
c. Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan: serosa, muskula dan mukosa.
Mempunyai fungsi utama sebagai janin berkembang.
d. Serviks, merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak dibawah
isthmus. Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas
jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah.
e. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium, miometrium, dan
sebagian lapisan luar peritoneum parietalis.
3) Tuba Falopii
Tuba falopii merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga
suatu tempat dekat ovarium dan merupakan16 jalan ovum mencapai rongga
uterus. Panjang tuba fallopi antara 8-14 cm. Tuba falopii oleh peritoneum dan
lumennya dilapisi oleh membran mukosa. Tuba fallopi terdiri atas: pars
interstialis: bagian tuba yang terdapat di dinding uterus, pars ismika : bagian
medial tuba yang sempit seluruhnya, pars ampularis : bagian yang terbentuk agak
lebar tempat konsepsi terjadi, pars infudibulum : bagian ujung tuba yang terbuka
ke arah abdomen mempunyai rumbai/umbul disebut fimbria.
4) Serviks
Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau leher. Tempat perlekatan serviks
uteri dengan vagina, membagi serviks menjadi bagian supravagina yang panjang
dan bagian vagina yang lebih pendek. Panjang serviks sekitar 2,5 sampai 3 cm, 1
cm menonjol ke dalam vagina pada wanita tidak hamil. Serviks terutama disusun
oleh jaringan ikat fibrosa serta sejumlah kecil serabut otot dan jaringan elastic
(Evelyn, 2002).
3. Klasifikasi
Klasifikasi atau tipe sectio caesaria terdiri atas :
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
1) SC klasik atau corporal
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10
cm. Kelebihannya antara lain : mengeluarkan janin dengan cepat, tidak
mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bisa
diperpanjang proksimal dan distal. Sedangkan kekurangannya adalah infeksi
mudah7 menyebar secara intraabdominal karena tidak ada peritonealis yang
baik, untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.
2) SC ismika atau profundal
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah
rahim (low servikal transversal) kira-kira 10 cm. Kelebihan dari sectio caesarea
ismika, antara lain : penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan
reperitonealisasi yang baik, tumpang tindih dari peritoneal flap baik untuk
menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum, dan kemungkinan rupture
uteri spontan berkurang atau lebih kecil. Sedangkan kekurangannya adalah luka
melebar sehingga menyebabkan uteri pecah dan menyebabkan perdarahan
banyak, keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.
3) SC ekstra peritonealis
Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dan tidak membuka cavum
abdominal.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan dengan sayatan
memanjang (longitudinal), sayatan melintang (transversal), atau sayatan huruf T (T
insision) (Rachman, M, 2000; Winkjosastro, Hanifa, 2007).

4. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen,
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal
distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea
diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan
infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan
perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah
penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi
eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini
adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran
satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak
lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
b. Kelainan pada letak kepala
 Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
 Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
 Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah
dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan
sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
c. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).

4. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan
sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu
distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll,
untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang
setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif
berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu
produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit,
luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena
insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman. Sebelum dilakukan operasi pasien
perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih
banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang
bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin
bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri
berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas
yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas
silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus. Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk
lambung akan terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian
diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas
yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko
terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang
menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.

5. Pemeriksaan penunjang
Berikut adalah beberapa pemeriksaan penunjang untuk pasien section caesaria :
a) Elektroensefalogram ( EEG ), Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari
kejang.
b) Pemindaian CT, Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c) Magneti resonance imaging (MRI), Menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah –
daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
d) Pemindaian positron emission tomography ( PET ), Untuk mengevaluasi kejang yang
membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann
darah dalam otak.
e) Uji laboratorium, Fungsi lumbal: menganalisis cairan serebrovaskuler, Hitung darah
lengkap: mengevaluasi trombosit dan hematocrit, Panel elektrolit, Skrining toksik dari
serum dan urin, AGD, Kadar kalsium darah, Kadar natrium darah, Kadar magnesium
darah.
6. Komplikasi
Komplikasi yang bisa timbul pada sectio caesarea adalah sebagai berikut:
1. Pada ibu
1) Infeksi puerperal
a. Ringan, kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang, kenaikan suhu lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung
c. Berat dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik
2) Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang - cabang arteri
ikut terbuka, atau karena atonia uteri
3) Komplikasi–komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru– paru,
dan sebagainya sangat jarang terjadi
4) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi rupture uteri.
Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio sesarea klasik.
2. Pada anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesarea
banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea.
Menurut statistik di negara-negara dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang
baik, kematian perinatal pasca sectio caesarea berkisar antara 4 – 7 %.

7. Penatalaksanaan
1. Perawatan awal
 Letakan pasien dalam posisi datar atau 45 derajat dalam ruang perawatan
 Periksa kondisi pasien, cek tanda vital. Periksa tingkat
 Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah 1 x 24 jam, jika penderita sudah
terdengar bising usus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada
minimal 6 jam pasca operasi, berupa air putih.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
 Miring kanan dan kiri
 Posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
 Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 pasca
operasi.
4. Fungsi gastrointestinal
 Tunggu bising usus timbul, diet bertahap (cair di teruskan dengan diet lunak)
 Pemberian infus diteruskan sampai minimal 1x24 jam
5. Perawatan fungsi kandung kemih
 Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
6. Perawatan luka
 Ganti verban dengan cara steril (jika verban terdapat rembesan/ terbuka)
 Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
 Mengganti balutan dilakukan pada hari ketiga pasca SC atau sebelum pasien pulag
7. Jika masih terdapat perdarahan
 Lakukan masase uterus
 Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60
tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam
selama 48 jam
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
10. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
 Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa
perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
 Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
 Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk)
agar diding abdomen tidak tegang.
 Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
 Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
 Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
 Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan
tekanan intra abdomen
 Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenya-
manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan
kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya
pengaruh anestesi.
 Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi
dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas,
singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan
 Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau general
Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes
laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai indikasi.
Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit pembedahan
abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter fole

8. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi
distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali
pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien.
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register ,
dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM,
TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar
pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC,
penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada
klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara
pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah,
pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami
kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing
selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono,
yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi
karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan
orang lain.
7) Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan
nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara
terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri
antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi
dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya
proses menerang yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan
yang mengalami perdarahan, sklera kunuing
4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah
cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola
mamae dan papila mamae
7) Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri.
Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya
uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

9. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul:
1. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi
2. Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.

10. Rencana Intervensi


Dx 1 Nyeri Akut
Noc: Ekspektasi: Menurun (SLKI 2019)
Kriteria hasil :
1. Keluhan nyeri dipertahankan dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup menurun)
2. Meringis dipertahankan dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup menurun)
3. Gelisah dipertahankan dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup menurun)
4. Anoreksia dipertahankan dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup menurun)
5. Ketegangan otot dipertahankan dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup menurun)
Nic (SIKI 2018) :
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan skala
nyeri
2. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
3. Berikan teknik nonfarmakologi, untuk mengurangi rasa nyeri (mis, kompres
hangat/dingin)
4. Jelaskan penyebab priode dan pemicu nyeri
5. Kolaborasi pemberian analgetik

Dx 2 Risiko Infeksi
Noc Tingkat Infeksi (SLKI 2019)
Kriteria Hasil:
1. Demam dari cukup meningkat (2) menjadi menurun (5)
2. Kemerahan dari cukup meningkat (2) menjadi menurun (5)
3. Nyeri dari cukup meningkat (2) menjadi menurun (5)
4. Bengkak dari cukup meningkat (2) menjadi menurun (5)
5. Kadar sel darah putih cukup memburuk (2) menjadi membaik (5)
Nic : Pencegahan infeksi
1. Monitor tanda gejala infeksi lokal dan sistemik
2. Berikan perawatan kulit pada daerah edema
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
6. Ajarkan cara memeriksa luka
7. Anjurkan meningkatkan asupan cairan

11. Evaluasi secara teoritis


Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperawatan dengan cara identifikasi
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Evaluasi
keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah teratasi atau
tidak teratasi dengan mengacu pada kriteria evaluasi.

12. Referensi
Arif Muttaqin dan Kumala Sari, 2013. Asuhan Keperawatan Perioperatif, konsep
proses dan aplikasi. Cetakan ketiga. Jakarta: Salemba Medika.
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan
Keluarga Berencana. Jakarta : EGC
Nanda, 2007, Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika.
Nurarif A.H & Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action.
Prawirohardjo, S. 2000. Buku Acuan Nasional Pelayanan Maternal dan Neontala.
Jakarta : Yayasan Bina Putra
Winkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai