Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG HIPERTENSI

TUGAS PREKTEK KLINIK PROFESI NERS


STASE KEPERAWATAN GERONTIK

DISUSUN OLEH :

NAMA : ROHMAN
NIM : 211133032

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

VISI

"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di Tingkat Regional
Tahun 2022"

MISI

1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang


Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis 
Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional.

ii
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PKK KEPERAWATAN GERONTIK
TENTANG HIPERTENSI

Pontianak, 5 Februari 2022


Telah di persiapkan dan disusun oleh :

ROHMAN
NIM. 211133032

Telah disetujui
Tanggal :

Oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga saya mampu menyelesaikan tugas laporan
pendahuluan ini. Penyusunan laporan ini bertujuan untuk melengkapi tugas
keperawatan komunitas yang diterapkan langsung di lapangan.
1. Bapak Didik Hariyadi, S.Gz., Msi selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Pontianak.
2. Ibu Ns. Puspa Wardhani, M.Kep selaku ketua Prodi Profesi Ners
Keperawatan Pontianak
3. Bapak H. Amandus, S.Kep.,Ns.,MPH selaku koordinator praktik klinik
keperawatan komunitas.
4. Bapak Harry Susilo, S.Kep.,Ns selaku pembimbing klinik puskesmas
sungai durian.
5. Rekan-rekan mahasiswa Pendidikan Profesi Ners Keperawatan Pontianak
yang telah bekerja sama dengan baik dalam penyusunan laporan dan
melaksanakan pengabdian masyarakat stase komunitas.
Saya menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan.
Untuk itu, saya meminta saran dan kritik yang membangun demi perbaikan
selanjutnya. Semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Pontianak, 3 Februari 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

VISI DAN MISI................................................................................................................ii


LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................iii
KATA PENGANTAR.....................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................3
KONSEP DASAR.............................................................................................................3
I. Konsep Dasar lansia...............................................................................................3
A. A. Definisi......................................................................................................3

B. B. Batasan Lansia............................................................................................3

C. C. Klasifikasi Lansia.......................................................................................3

D. D. Tipe- tipe Lanjut Usia................................................................................3

E. E. Tugas Perkembangan Lanjut Usia..............................................................3

F. F. Kebutuhan Dasar Lansia...........................................................................3

G. G. Hipertensi pada lansia................................................................................3

II. Konsep Dasar Penyakit.......................................................................................3


A. Definisi............................................................................................................3

B. Etiologi............................................................................................................3

C. Klasifikasi.......................................................................................................3

D. Patofisologi.....................................................................................................3

E. Tanda dan Gejala.............................................................................................3

F. Pemeriksaan diagnostik/ penunjang................................................................3

G. Penatalaksanaan medis....................................................................................3

BAB II...............................................................................................................................3
WOC..................................................................................................................................3
BAB III..............................................................................................................................3
PROSES KEPERAWATAN.............................................................................................3

v
I. Pengkajian..............................................................................................................3
II. Diagnosa Keperawatan.......................................................................................3
III. Intervensi Keperawatan......................................................................................3
IV. Implementasi.......................................................................................................3
V. Evaluasi...............................................................................................................3
VI. Aplikasi Pemikiran Kritis Dalam Asuhan Keperawatan Pasien.........................3
REFERENSI......................................................................................................................3

vi
BAB I
KONSEP DASAR

I. Konsep Dasar lansia


A. A. Definisi
Lansia atau menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang menyebabkan penyakit degenerative misal,
hipertensi, arterioklerosis, diabetes mellitus dan kanker (Nurrahmani, 2012).
B. B. Batasan Lansia
Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) lanjut usia
meliputi :
1. Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun.
2. Lanjut usia (elderly), kelompok 60-74 tahun
3. Lanjut usia (old), kelompok usia 74-90 tahun
4. Lansia sangat tua (very old), kelompok usia >90 tahun
C. C. Klasifikasi Lansia
Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13
tentang kesehatan)
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif
hingga kondisi maladaptif.
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi
D. D. Tipe- tipe Lanjut Usia
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-
macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain :

1
1. Tipe arif bijaksana
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan
baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta
memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses
penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya
tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi,
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan
pengkritik.
4. Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai
konsep habis (“habis gelap datang terang”), mengikuti kegiatan beribadat,
ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
5. Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa
minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.
E. E. Tugas Perkembangan Lanjut Usia
Seiring tahap kehidupan, lansia memiliki tugas perkembangan khusus, tujuh
kategori utama tugas perkembangan lansia meliputi :
1. Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan Lansia
harus menyesuaikan dengan perubahan fisik seiring terjadinya penuaan
sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi. Hal ini tidak dikaitkan
dengan penyakit, tetapi hal ini adalah normal.
2. Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan Lansia
umumnya pensiun dari pekerjaan purna waktu, dan oleh karena itu

2
mungkin perlu untuk menyesuaikan dan membuat perubahan karena
hilangnya peran kerja.
3. Menyesuaikan terhadap kematian pasangan Mayoritas lansia dihadapkan
pada kematian pasangan, teman, dan kadang anaknya. Kehilangan ini
sering sulit diselesaikan, apalagi bagi lansia yang menggantungkan
hidupnya dari seseorang yang meninggalkannya dan sangat berarti bagi
dirinya.
4. Menerima diri sendiri sebagai individu lansia Beberapa lansia
menemukan kesulitan untuk menerima diri sendiri selama penuaan.
Mereka dapat memprlihatkan ketidakmampuannya sebagai koping dengan
menyangkal penurunan fungsi, meminta cucunya untuk tidak memanggil
mereka “nenek” atau menolak meminta bantuan dalam tugas yang
menempatkan keamanan mereka pada resiko yang besar.
5. Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup Lansia Dapat mengubah
rencana kehidupannya. Misalnya kerusakan fisik dapat mengharuskan
pindah ke rumah yang lebih kecil dan untuk seorang diri.
6. Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa Lansia sering
memerlukan penetapan hubungan kembali dengan anak-anaknya yang
telah dewasa.
7. Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup Lansia harus
belajar menerima aktivitas dan minat baru untuk mempertahankan
kualitas hidupnya. Seseorang yang sebelumnya aktif secara sosial
sepanjang hidupnya mungkin merasa relatif mudah untuk bertemu orang
baru dan mendapat minat baru. Akan tetapi, seseorang yang introvert
dengan sosialisasi terbatas, mungkin menemui kesulitan bertemu orang
baru selama pensiun
F. F. Kebutuhan Dasar Lansia
Kebutuhan lanjut usia adalah kebutuhan manusia pada umumnya, yaitu
kebutuhan makan, perlindungan makan, perlindungan perawatan, kesehatan
dan kebutuhan sosial dalam mengadakan hubunagan dengan orang lain,

3
hubungan antar pribadi dalam keluarga, teman-teman sebaya dan hubungan
dengan organisasi-organisasi sosial, dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Kebutuhan utama, yaitu
a. Kebutuhan fisiologi/biologis seperti, makanan yang bergizi, seksual,
pakaian, perumahan/tempat berteduh
b. Kebutuhan ekonomi berupa penghasilan yang memadai
c. Kebutuhan kesehatan fisik, mental, perawatan pengobatan
d. Kebutuhan psikologis, berupa kasih sayang adanya tanggapan dari
orang lain, ketentraman, merasa berguna, memilki jati diri, serta
status yang jelas
e. Kebutuhan sosial berupa peranan dalam hubungan-hubungan dengan
orang lain, hubungan pribadi dalam keluarga, teman-teman dan
organisasi sosial
2. Kebutuhan sekunder, yaitu
a. Kebutuhan dalam melakukan aktivitas
b. Kebutuhan dalam mengisi waktu luang/rekreasi
c. Kebutuhan yang bersifat kebudayaan, seperti informai dan
pengetahuan
d. Kebutuhan yang bersifat politis, yaitu meliputi status, perlindungan
hukum, partisipasi dan keterlibatan dalam kegiatan di masyarakat
dan Negara atau pemerintah
e. Kebutuhan yang bersifat keagamaan/spiritual, seperti memahami
makna akan keberadaan diri sendiri di dunia dan memahami hal-hal
yang tidak diketahui/ diluar kehidupan termasuk kematian.
G. G. Hipertensi pada lansia
Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan
tekanan sistolik. Sedangkan mnurut WHO memakai tekanan diastolik tekanan
yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada tidaknya hipertensi.
Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur yang disebabkan
oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar sehingga lumen menjadi

4
lebih sempit dan dinding pembuluh darah kaku, sebagai peningkatan
pembuluh darah sistolik.

II. Konsep Dasar Penyakit


A. Definisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolic sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya
beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit
lain seperti penyakit syaraf, ginjal, dan pembuluh darah (Sylvia A. Price,
2015). WHO mengemukakan bahwa hipertensi terjadi bila tekanan darah
diatas 160/95 mmHg (Sarif La Ode, 2012). Dari definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa hipertensi adalah penyakit degenertaif yang ditandai
dengan peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg dan tekanan
diastolic lebih dari 90 mmHg.
B. Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada :
1. Elastisitas dinding aorta menurun.
2. Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, hal ini terjadi karena kurangnya
efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
C. Klasifikasi
Menurut Herlambang (2013) penyakit darah tinggi atau hipertensi dikenal
dengan 2 jenis klasifikasi, diantaranya hipertensi primary dan hipetensi
secondary.
1. Hipertensi primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah
tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor

5
lingkungan. Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan
mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan obesitas, merupakan
pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula
seseorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi
sangat mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-
orang yang kurang olahraga pun mengalami tekanan darah tinggi.
2. Hipertensi secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan
tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita
penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan
sistem hormon tubuh. Sedangkan pada ibu hamil tekanan darah secara
umum meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada
wanita yang berat badannya diatas normal atau gemuk (obesitas).
Hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau
lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan
diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan
pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang
mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat
sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia
55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun
drastis.

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII

Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik

Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg

Pre-hipertensi 120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg

Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg

Stadium 2 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg

6
D. Patofisologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan
structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab
pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan

7
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Rahmawati, 2012).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya
“hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak
dikompresi oleh cuff sphygmomanometer.
E. Tanda dan Gejala
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan
dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya
tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung,
pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada
penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang
normal. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul
gejala berikut (Kristanti, 2013):
1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual
4. Muntah
5. Sesak nafas
6. Gelisah
F. Pemeriksaan diagnostik/ penunjang
Menurut NIC-NOC, 2015
1. Pemeriksaan Penunjang
a. Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.

8
b. BUN/ kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi
ginjal.
c. Glucosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal da
nada DM.
e. Kolestrol total serum.
f. Kolestrol LDH dan HDL serum.
g. Trigliserida serum (puasa).
2. Ct scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
3. EKG : dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda penyakit jantung hiprtensi.
4. IUP : mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti : batu ginjal,
perbaikan ginjal.
5. Foto dada : menunjukan distruksi klasifikasi pada area katup,
pembesaran jantung
G. Penatalaksanaan medis
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan (Ni Kadek, 2014):
1. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
a. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB
dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan
aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.

b. Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti
berjalan, jogging, bersepeda atau berenang.

9
2. Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
a. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
b. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
c. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
d. Tidak menimbulkan intoleransi.
e. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
f. Memungkinkan penggunaan jangka panjang. Golongan obat - obatan
yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti golongan
diuretik, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium, golongan
penghambat konversi rennin angitensin.

10
BAB II
WOC

11
BAB III
PROSES KEPERAWATAN

I. Pengkajian
1. Identitas
a. Biodata Pasien
Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, alamat, No. RM, dan tanggal MRS.
b. Data Keluarga
Meliputi Nama, Hubungan, Pekerjaan dan Alamat
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan pasien saat ini
b. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang merupakan pengalaman klien saat ini yang
membentuk suatu kronologi dari terjadinya etiologi hingga klien
mengalami keluhan yang dirasakan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit menahun seperti DM atau penyakit – penyakit
lain. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
d. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat keluarga merupakan penyekit yang pernah dialami atau sedang
dialami keluarga, baik penyakit yang sama dengan keluhan klien atau
pun penyakit lain. Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu
anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
e. Genogram
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kondisi Umum
b. Sitem integumen

12
c. Sistem hematopoetic
d. Kepala
e. Sistem Pernafasan
f. Sistem Kardiovaskuler
g. Sistem Gastrointestinal
h. Sistem Perkemihan
i. Sistem reproduksi
j. Sistem muskuloskeletal
k. Sistem persyarafan
4. Potensi Pertumbuhan Psikososial dan spiritual
a. Psikososial
b. Spiritual
5. Negative Funtional Consequences
a. Kemampuan ADL
b. Aspek Kognitif
c. Tes Keseimbangan
d. Kecemasan
e. Status Nutrisi
6. APGAR Keluarga Lansia
7. Pemeriksaan Penunjang
8. Terapi Yangdiberikan
Sesuai Dengan Order Dokter

II. Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri Akut
a. Penyebab
1) Agen cidera fisilogis (mis. Inflamasi, Iskemia, Neoplasma)
2) Agen cidera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong dll)
2. Gangguan Pola Tidur
a. Penyebab :

13
1) Hambatan lingkungan
2) Kurang kontrol tidur
3) Kurang privasi
4) Restrain fisik
5) Ketiadaan teman tidur
6) Tidak familiar dengan peralatan tidur
b. Kondisi Klinis Terkait
1) Nyeri/klonik
2) Hipertiroidisme
3) Kecemasan
4) Penyakit paru obstruk kronis
5) Kehamilan
6) Periode pasca partum
7) Kondisi pasca operasi
3. Intoleransi Aktivitas
a. Penyebab
1) Ketidakseimbangan anatara suplai dan kebutuhan oksigen
2) Tirah baring
3) Kelemahan
4) Imobilitas
5) Gaya hidup monoton
b. Kondisi Klinis Terkait
1) Anemia
2) Gagal Jantung kongestif
3) PJK
4) Aritmia
5) PPOK
6) Gangguan Metabolik
7) Gangguan Muskuloskeletal

14
III. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen Nyeri
Penyebab keperawatan selama 3x24 jam Observasi
a. Agen cidera fisilogis (mis. Inflamasi, diharapkan tingkat nyeri menurun a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
Iskemia, Neoplasma) kriteria hasil: durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
b. Agen cidera kimiawi (mis. Terbakar, a. Kemampuan menuntaskan aktifvitas nyeri
bahan kimia iritan) meningkat b. Identifikasi skala nyeri
c. Agen pencedera fisik (mis. Abses, b. Keluhan nyeri menurun c. Identifikasi respon nyeri non verbal
amputasi, terbakar, terpotong dll) c. Meringis menurun d. Identifikasi faktor yang
d. Sikap protektif menurun memperberat dan memperingan
e. Gelisah menurun nyeri
f. Kesulitan tidur menurun e. Identifikasi pengetahuan dan
g. Menarik diri menurun keyakinan tentang nyeri
h. Berfokus pada diri sendiri menurun f. Identifikasi pengaruh budaya
i. Diaforesis menurun terhadap respon nyeri
j. Perasaan takut mengalami cedera g. Identifikasi pengaruh nyeri pada
berulang menurun kualitas hidup
k. Anoreksi menurun h. Monitor keberhasilan terapi

16
komplementer yang sudah
diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
a. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

17
Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
2. Pemberian Analgesik
Observasi
c. Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi)
d. Identifikasi riwayat alergi obat

18
e. Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik (mis. Narkotika, non-
narkotika, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
f. Monitor tanda-tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian analgesik
g. Monitor efektifitas analgesic
Terapeutik
a. Diskusikan jenis analgesik yang
disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
b. Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam
serum
c. Tetapkan target efektifitas analgesic
untuk mengoptimalkan respon
pasien
d. Dokumentasikan respon terhadap

19
efek analgesic dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
a. Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik, sesuai indikasi
2 Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan tindakan 1. Dukungan tidur:
Penyebab : keperawatan selama 3x24 jam a. Identifikasi pola aktivitas tidur
a. Hambatan lingkungan (mis. diharapkan pola tidur dapat meningkat b. Identifikasi faktor pengganggu tidur
Kelembapan lingkungan sekitar, suhu dengan kriteria hasil: (fisik/psikologis)
lingkungan, pencahayaan, kebisingan, a. Kemampuan beraktivitas menurun c. Identifikasi obat tidur yang
bau tidak sedar, jadwal b. Keluhan sulit tidur menurun dikonsumsi
pemantauan/pemeriksaan/ tindakan) c. Keluhan sering terjaga teratasi d. Modifikasi lingkungan (mis.
b. Kurang kontrol tidur menurun Pencahayaan, kebisingan, suhu, dan
c. Kurang privasi d. Keluhan tidak puas tidur menurun tempat tidur)
d. Restrain fisik e. Keluhan pola tidur berubah e. Tetapkan jadwal tidur rutin 6
e. Ketiadaan teman tidur menurun f. Fasilitasi menghilangkan setres

20
f. Tidak familiar dengan peralatan tidur f. Keluhan istirahat tidak cukup g. Ajarkan teknik relaksasi
2. Edukasi Aktivitas/Istirahat:
a. Sediakan materi dan media
pengaturan aktivitas dan istirahat
b. Jelaskan pentingnya melakukan
aktivitas fisi/berolahraga
c. Ajarkan cara mengidentifikasi
kebutuhan istirahat (mis. Kelelahan,
sesak nafas saat aktivitas)
d. Ajarkan cara mengidentifikasi
target dan jenis aktivitas sesuai
kemampuan
3 Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen Energi
Penyebab keperawatan selama 3x24 jam Observasi
a. Ketidakseimbangan anatara suplai diharapkan intoleransi aktivitas b. Identifkasi gangguan fungsi tubuh
dan kebutuhan oksigen meningkat dengan kriteria hasil : yang mengakibatkan kelelahan
b. Tirah baring a. Kemudahan melakukan aktivitas c. Monitor kelelahan fisik dan
c. Kelemahan sehari-hari meningkat emosional
d. Imobilitas b. Kecepatan berjalan meningkat d. Monitor pola dan jam tidur

21
e. Gaya hidup monoton c. Kekuatan tubuh bagian bawah e. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
meningkat selama melakukan aktivitas
d. Kekuatan tubuh bagian atas Terapeutik
meningkatat a. Sediakan lingkungan nyaman dan
e. Keluhan lelah menurun rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
kunjungan)
b. Lakukan rentang gerak pasif
dan/atau aktif
c. Berikan aktivitas distraksi yang
menyenangkan
d. Fasilitas duduk di sisi tempat tidur,
jika tidak dapat berpindah atau
berjalan

Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
c. Anjurkan menghubungi perawat

22
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
d. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan
1. Terapi Aktivitas
Observasi
a. Identifikasi deficit tingkat aktivitas
b. Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam aktivotas
tertentu
c. Identifikasi sumber daya untuk
aktivitas yang diinginkan

d. Identifikasi strategi meningkatkan


partisipasi dalam aktivitas

e. Identifikasi makna aktivitas rutin

23
(mis. bekerja) dan waktu luang

f. Monitor respon emosional, fisik,


social, dan spiritual terhadap
aktivitas
Terapeutik
a. Fasilitasi focus pada
kemampuan, bukan deficit yang
dialami
b. Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuensi danrentang
aktivitas

c. Fasilitasi memilih aktivitas


dan tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik,
psikologis, dan social

d. Koordinasikan pemilihan
aktivitas sesuai usia

24
e. Fasilitasi makna aktivitas
yang dipilih

f. Fasilitasi transportasi untuk


menghadiri aktivitas, jika sesuai

g. Fasilitasi pasien dan


keluarga dalam menyesuaikan
lingkungan untuk
mengakomodasikan aktivitas yang
dipilih

h. Fasilitasi aktivitas fisik rutin


(mis. ambulansi, mobilisasi, dan
perawatan diri), sesuai kebutuhan

i. Fasilitasi aktivitas pengganti


saat mengalami keterbatasan waktu,
energy, atau gerak

j. Fasilitasi akvitas motorik

25
kasar untuk pasien hiperaktif

k. Tingkatkan aktivitas fisik


untuk memelihara berat badan, jika
sesuai

l. Fasilitasi aktivitas motorik


untuk merelaksasi otot

m. Fasilitasi aktivitas dengan


komponen memori implicit dan
emosional (mis. kegitan keagamaan
khusu) untuk pasien dimensia, jika
sesaui

n. Libatkan dalam permaianan


kelompok yang tidak kompetitif,
terstruktur, dan aktif

o. Tingkatkan keterlibatan
dalam aktivotasrekreasi dan
diversifikasi untuk menurunkan

26
kecemasan ( mis. vocal group, bola
voli, tenis meja, jogging, berenang,
tugas sederhana, permaianan
sederhana, tugas rutin, tugas rumah
tangga, perawatan diri, dan teka-teki
dan kart)

p. Libatkan kelarga dalam


aktivitas, jika perlu

q. Fasilitasi mengembankan
motivasi dan penguatan diri

r. Fasilitasi pasien dan


keluarga memantau kemajuannya
sendiri untuk mencapai tujuan

s. Jadwalkan aktivitas dalam


rutinitas sehari-hari

t. Berikan penguatan positfi

27
atas partisipasi dalam aktivitas
Edukasi
a. Jelaskan metode aktivitas fisik
sehari-hari, jika perlu
b. Ajarkan cara melakukan aktivitas
yang dipilih

c. Anjurkan melakukan aktivitas fisik,


social, spiritual, dan kognitif, dalam
menjaga fungsi dan kesehatan

d. Anjurka terlibat dalam aktivitas


kelompok atau terapi, jika sesuai

e. Anjurkan keluarga untuk member


penguatan positif atas partisipasi
dalam aktivitas
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan terapi okupasi
dalam merencanakan dan memonitor

28
program aktivitas, jika sesuai

29
IV. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan komponen dari proses
keperawatan yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan
dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Pengertian tersebut
menekankan bahwa implementasi adalah melakukan atau menyelesaikan
suatu tindakan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Terdapat berbagai
tindakan yang bisa dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri. Implementasi
lebih ditunjukkan pada:
a. Upaya perawatan dalam meningkatkan kenyamanan,
b. Upaya pemberian informasi yang akurat,
c. Upaya mempertahankan kesejahteraan,
d. Upaya tindakan peredaan nyeri nonfarmakologis, dan
e. Pemberian terapi nyeri farmakologis (Andarmoyo, 2017).

V. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
bersambung dan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien mencapai tujuan
yang sesuai dengan kriteria hasil pada perencanaan Evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP.
S : Subjektif. Merupakan data perkembangan keadaan yang didasarkaan
pada apa yang dirasakan, dikeluhkan dan dikemukakan pasien.
O : Objektif. Merupakan data perkembangan yang bisa diamati atau diukur
oleh perawat atau tim kesehatan lain.
A : Assasement/analisis. Kedua jenis data tersebut, baik subjektif maupun
objektif dinilai dan dianalisis apakah berkembang kearah perbaikan atau
kemunduran.Hasil analisi dapat diuraikan sampai dimana masalah yang ada
dapat diatasi atau adakah perkembangan masalah yang baru yang
menimbulkan diagnosa keperawatan baru.

29
P : Planning/perencanaan. Rencana penanganan pasien dalam hal ini
didasarkan pada hasil analis di atas yang berisi melanjutkan rencana
sebelumnya apabila keadaan atau masalah pasien belum teratasi dan
membuat rencan baru bila rencana awal tidak efektif.

VI. Aplikasi Pemikiran Kritis Dalam Asuhan Keperawatan Pasien


Dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi
diperlukan adanya pemahaman dan pengetahuan seorang perawat dalam
memberikan atau menjalankan suatu intervensi serta implementasi yang
sesuai agar tercapainya tujuan. Sehingga pemahaman harus dimiliki seorang
perawat mengenai intervensi pada hipertensi yang akan diberikan kepada
pasien. Hal ini terbukti pada penelitian dengan judul “Pengaruh Senam
Lansia Terhadap Tekanan Darah Lansia Dengan Hipertensi Pada Kelompok
Senam Lansia Di Banjar Kaja Sesetan Denpasar Selatan” didapatkan hasil
bahwa data ini menunjukkan setelah dilakukan latihan nafas dalam dan
senam lansia tekanan darah sistolik dan diastolik responden mengalami
penurunan dibandingkan sebelum dilakukan latihan nafas dalam dan senam
lansia. Menurut Veronique dan Robert (2005) di Belgia menyimpulkan
bahwa latihan aerobik dapat diterapkan sebagai manajemen hipertensi bukan
hanya untuk pencegahan tetapi juga dapat menjaga kesehatan lansia. Selain
kegiatan senam lansia, latihan nafas dalam juga dapat dilakukan untuk
menjaga kesehatan lanjut usia. Tujuan utama pengaturan pernafasan adalah
untuk menyuplai kebutuhan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
tubuh, misalnya saat latihan fisik, infeksi, atau masa kehamilan. Pengaturan
pernafasan meningkatkan pengeluaran karbon dioksida, hasil proses
metabolisme tubuh (Potter & Perry, 2005). Pernafasan yang pelan, dalam,
dan teratur dapat meningkatkan aktivitas parasimpatis. Peningkatan aktivitas
parasimpatis dapat menurunkan curah jantung dan resistensi perifer total,
yang nantinya juga bisa menurunkan tekanan darah (Astari Putu Dyah, 2012).
Dari dua jurnal di atas diharapkan seorang tenaga medis terutama
perawat agar bisa melakukan intervensi keperawatan dan menyesuaikan

30
dengan intervensi yang ada sebagai acuan saat ini dengan menggunkan SDKI,
SLKI dan SIKI untuk terpenuhnya keselamatan serta kesembuhan pasien
tersebut dan tercapainya kreteria hasil dari setiap tindakan yang diberikan
kepada pasien.

31
REFERENSI

Azis Alimul Hidayat & Musrifatul Uliyah. 2014. Pengantar kebutuhan dasar
manusia. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.
Delta Agustin. 2015. Pemberian Massage Punggung Terhadap Kualitas Tidur Pada
Asuhan Keperawatan Ny.U dengan Stroke Non Haemorogik di Ruang Anggrek
II RSUD dr. Muwardi Surakarta. Surakarta : Karya Tulis Stikes Kusuma
Husada.
Herbert Benson, dkk. 2012. Menurunkan Tekanan Darah. Jakarta: Gramedia
Lemone, Priscilla. 2015. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3 edisi 5. Jakarta : EGC.
Ni Kadek, et al. 2014. Pengaruh Kombinasi Jus Seledri, Wortel dan Madu Terhadap
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Barat. Artikel
Penelitian, Stikes Bina Husada
Riskesdas (2018). Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
Setiyati, Siti & dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ke 6 jilid 2.
Jakarta : Interna Publishing.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standan Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1, Cetakan III. Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi Dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1, Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1, Cetakan II. Jakarta : DPP
PPNI
Triyanto ,Endang. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara
Terpadu. Jogjakarta : Graha Ilmu
WHO (2015), World Health Day 2015 : Measure your blood pressure, reduce
yourrisk.http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2013/world
_health_day_20 130403/ en/

32

Anda mungkin juga menyukai