Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.

K TENTANG KONSELING HIV/AIDS


DI PUSKESMAS LANGGAM

Laporan Kasus Individu Stase Praktik Asuhan Kespro, Seksualitas


Perempuan dan Prakonsepsi

Disusun oleh:
ADE IRMA SURYANI
231132148

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN PROGRAM PROFESI


INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI AL INSYIRAH
2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penyusun

dapat membuat Laporan Kasus (LK) Stase Praktik Asuhan Kespro, Seksualitas

Perempuan dan Prakonsepsi yang berjudul “ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.

K TENTANG KONSELING HIV/AIDS DI PUSKESMAS LANGGAM”.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen pembimbing dan

terima kasih banyak penulis ucapkan kepada Preceptor Klinik di Puskesmas

Langgam yaitu Reni Asriyanti, S.Tr.Keb dan Preceptor Akademik Bdn. Rika

Ruspita, SST, M.Kes yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama dinas,

sehingga tugas laporan pendahuluan ini dapat terselesaikan, ucapan terima kasih

juga kami sampaikan kepada teman – teman yang selalu memberikan motivasi

dan dorongan dalam pembuatan laporan kasus ini.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa laporan ini memiliki berbagai

kekurangan, untuk itu segala kritik dan saran kiranya dapat disampaikan kepada

penulis guna penyempurnaan masalah berikutnya. Semoga laporan kasus ini dapat

bermanfaat dan menambah pengetahuan serta wawasan bagi para pembaca pada

umumnya dan khususnya bagi seluruh mahasiswa profesi bidan.

Pelalawan, Juni 2023

Penulis

i
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. K TENTANG KONSELING HIV/AIDS


DI PUSKESMAS LANGGAM

Laporan Kasus Individu Stase Praktik Asuhan Kespro, Seksualitas


Perempuan dan Prakonsepsi

Telah Disetujui dan Disahkan

Disusun oleh:
Ade Irma Suryani
231132148

Disetujui Oleh

Preceptor Klinik Preceptor Akademik

(Reni Asriyanti, S.Tr.Keb) (Bdn. Rika Ruspita, SST, M.Kes)

Ketua Prodi Profesi Bidan

(Bdn. Wira Ekdeni Aifa, SST, M.Kes)

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL....................................................................................
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah....................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................ 3
C. Tujuan Umum dan Khusus................................................... 3
1. Tujuan Umum................................................................ 3
2. Tujuan Khusus............................................................... 3
D. Manfaat................................................................................. 4
1. Manfaat Teoritis............................................................. 4
2. Manfaat Praktis.............................................................. 4

BAB II TINJAUAN TEORI................................................................... 5


A. KIE dan Konseling tentang HIV/AIDS................................ 5
B. Definisi HIV/AIDS............................................................... 8
C. Tanda dan Gejala HIV/AIDS............................................... 8
D. Penyebab HIV/AIDS............................................................ 9
E. Patofisiologi HIV/AIDS....................................................... 10
F. Pemeriksaan Fisik................................................................. 13
G. Pemeriksaan Penunjang........................................................ 15
H. Terapi/Tindakan Penanganan............................................... 16
I. Komplikasi HIV/AIDS......................................................... 17

BAB III LAPORAN KASUS................................................................... 21


A. Subjektif............................................................................... 21
B. Objektif................................................................................. 24
C. Assesment............................................................................. 25
D. Planning................................................................................ 25

BAB IV PEMBAHASAN......................................................................... 28

BAB V PENUTUP.................................................................................. 33
A. Kesimpulan........................................................................... 33
B. Saran..................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konseling HIV/AIDS adalah konseling yang secara khusus memberikan

perhatian terhadap permasalahan yang berkaitan dengan infeksi terhadap virus

HIV/Aids, baik terhadap orang dengan HIV/AIDS atau ODHA, maupun

terhadap lingkungan yang terpengaruh. Tujuan dari Konseling HIV/AIDS

adalah adanya perubahan perilaku bagi orang yang terinfeksi HIV/AIDS dan

adanya dukungan sosial dan psikologis kepada Odha dan keluarganya

sehingga dapat mencegah dan penularan infeksi virus HIV/AIDS. Konseling

HIV/AIDS biasanya dilakukan sebanyak dua kali dalam melakukan uji Tes

HIV, yaitu: sebelum tes (Pra-test) dan sesudah tes (Pasca-test) HIV/AIDS.

Selama proses konseling berlangsung biasanya ada beberapa topik yang akan

dibicarakan, yaitu: (a) mengidentifikasi perilaku yang beresiko tertular

HIV/AIDS, (b) membantu membuat keputusan untuk mengubah perilaku itu

dan mengantikan perilaku-perilaku yang beresiko lebih rendah/aman dan

mempertahankan perilaku tersebut, dan (c) membantu menyadarkan klien

untuk mengambil keputusan sendiri melakukan uji tes HIV/AIDS dengan

membuat suatu pernyataan persetujuan (Informed Consent) tampa paksaan dan

bersifat rahasia (Confidentiality) (Muchtar, 2021).

Konseling merupakan salah satu proses yang harus dilakukan sebelum

seseorang memutuskan untuk tes anti HIV. Pengertian konseling adalah

hubungan kerjasama yang bersifat menolong antara Konselor dan Klien yang

bersepakat untuk: (a) bekerjasama dalam upaya menolong klien agar dapat

1
2

menguasai permasalahan dalam hidupnya, (b) berkomunikasi untuk membantu

mengidentifikasi dan mendiagnosa masalah klien, (c) terlibat dalam proses

menyediakan pengetahuan keterampilan dan akses terhadap sumber masalah,

(d) membantu klien untuk mengubah perilaku dan sikap yang negatif terhadap

masalahnya sehingga klien dapat mengatasi kecemasan dan stress akibat dari

dampak sosial masyarakat dan juga dapat memutuskan sendiri apa yang akan

dilakukan terhadap permasalahan yang dihadapinya (Emilia et al., 2018).

HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immune

Deficiency Syndrome) telah menjadi masalah darurat global. AIDS telah

menyebabkan kematian sebanyak 32 juta orang sejak awal epidemi sampai

dengan tahun 2022. Kasus kematian di dunia akibat AIDS pada tahun 2022

adalah 770.000. Sebanyak 35 juta orang di dunia hidup dengan HIV dan 19

juta orang tidak tahu status HIV positif mereka (Nursalam & Kurniawati,

2017).

Kewenangan bidan dalam memberikan asuhan kebidanan untuk

melakukan KIE dan konseling tentang HIV/AIDS. Oleh karena itu peran

bidan sangat penting dalam memberikan asuhan kebidanan seperti

memberikan informasi dan dukungan moril. Berdasarkan permasalahan

tersebut, penulis tertarik untuk melakukan studi kasus yang berjudul “Asuhan

Kebidanan pada Ny. K Tentang Konseling HIV/AIDS di Puskesmas

Langgam”.
3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimana memberikan asuhan kebidanan pada Ny. K

tentang konseling HIV/AIDS di Puskesmas Langgam menggunakan

manajemen kebidanan SOAP?”

C. Tujuan Umum dan Khusus

1. Tujuan Umum

Menganalisa dan melakukan asuhan kebidanan pada Ny. K tentang

konseling HIV/AIDS di Puskesmas Langgam di Puskesmas Langgam

menggunakan manajemen kebidanan SOAP.

2. Tujuan Khusus

a. Melaksanakan pengkajian data dasar yang meliputi data subjektif pada

Ny. K di Puskesmas Langgam Kabupaten Pelalawan.

b. Melaksanakan pemeriksaan yang meliputi data objektif pada Ny. K di

Puskesmas Langgam Kabupaten Pelalawan.

c. Menetapkan analisis data untuk mengidentifikasi diagnosa kebidanan

dan masalah pada Ny. K dengan HIV reaktif di Puskesmas Langgam

Kabupaten Pelalawan.

d. Membuat perencanaan asuhan kebidanan pada Ny. K tentang

konseling HIV/AIDS di Puskesmas Langgam Kabupaten Pelalawan.


4

D. Manfaat

Adapun manfaat penulisan pada kasus tersebut diatas adalah:

1. Manfaat Teoritis

Agar mahasiswa mendapatkan pengalaman secara utuh dalam

mempelajari asuhan kebidanan dan kasus-kasus pada saat praktik dalam

bentuk manajemen SOAP serta menerapkan asuhan sesuai standar

pelayanan kebidanan yang telah ditetapkan sesuai dengan kewenangan

bidan yang telah diberikan kepada profesi bidan. Serta diharapkan dapat

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan asuhan

kebidanan secara maksimal terhadap klien. Laporan kasus ini juga

diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan bagi mahasiswa

dengan penyediaan fasilitas sarana dan prasarana yang mendukung

peningkatan kompetensi mahasiswa sehingga dapat menghasilkan bidan

yang berkualitas serta mampu melakukan pendokumentasian secara baik

dan benar.

2. Manfaat Praktis

Bagi profesi untuk tenaga kesehatan khususnya bidan diharapkan

untuk meningkatkan kualitas asuhan kebidanan khususnya mengenai KIE

dan konseling tentang HIV/AIDS. Laporan kasus ini juga diharapkan

dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan agar masyarakat

mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas.


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KIE dan Konseling tentang HIV/AIDS

Konseling merupakan salah satu proses yang harus dilakukan sebelum

seseorang memutuskan untuk tes anti HIV. Pengertian konseling adalah

hubungan kerjasama yang bersifat menolong antara Konselor dan Klien yang

bersepakat untuk: (a) bekerjasama dalam upaya menolong klien agar dapat

menguasai permasalahan dalam hidupnya, (b) berkomunikasi untuk membantu

mengidentifikasi dan mendiagnosa masalah klien, (c) terlibat dalam proses

menyediakan pengetahuan keterampilan dan akses terhadap sumber masalah,

(d) membantu klien untuk mengubah perilaku dan sikap yang negatif terhadap

masalahnya sehingga klien dapat mengatasi kecemasan dan stress akibat dari

dampak sosial masyarakat dan juga dapat memutuskan sendiri apa yang akan

dilakukan terhadap permasalahan yang dihadapinya (Emilia et al., 2018).

Konseling HIV/AIDS adalah konseling yang secara khusus memberikan

perhatian terhadap permasalahan yang berkaitan dengan infeksi terhadap virus

HIV/Aids, baik terhadap orang dengan HIV/AIDS atau ODHA, maupun

terhadap lingkungan yang terpengaruh. Tujuan dari Konseling HIV/AIDS

adalah adanya perubahan perilaku bagi orang yang terinfeksi HIV/AIDS dan

adanya dukungan sosial dan psikologis kepada Odha dan keluarganya

sehingga dapat mencegah dan penularan infeksi virus HIV/AIDS. Konseling

HIV/AIDS biasanya dilakukan sebanyak dua kali dalam melakukan uji Tes

HIV, yaitu: sebelum tes (Pra-test) dan sesudah tes (Pasca-test) HIV/AIDS.

Selama proses konseling berlangsung biasanya ada beberapa topik yang akan

5
6

dibicarakan, yaitu: (a) mengidentifikasi perilaku yang beresiko tertular

HIV/AIDS, (b) membantu membuat keputusan untuk mengubah perilaku itu

dan mengantikan perilaku-perilaku yang beresiko lebih rendah/aman dan

mempertahankan perilaku tersebut, dan (c) membantu menyadarkan klien

untuk mengambil keputusan sendiri melakukan uji tes HIV/AIDS dengan

membuat suatu pernyataan persetujuan (Informed Consent) tampa paksaan dan

bersifat rahasia (Confidentiality) (Muchtar, 2021).

Strategi pemerintah dalam meningkatkan penemuan kasus HIV secara

dini adalah melalui konseling dan tes HIV. Penelitian yang dilakukan oleh

Fonner, Denison, Kennedy, O’Reilly, dan Sweat menambahkan bukti bahwa

VCT dapat merubah perilaku seks berisiko terkait HIV sehingga mengurangi

risiko terkait HIV (OR=3,24, 95% CI: 2,29-4,58, p<0,001). Penelitian yang

dilakukan oleh Velloza, Delany-Moretlwe, dan Baeten menemukan dalam tiga

dekade terakhir pencegahan HIV bergantung pada konseling, tes HIV, dan

pembagian kondom (Setiarto et al., 2021).

Konseling dan tes HIV sukarela atau disebut dengan Voluntary

Counselling and Testing (VCT) merupakan proses konseling sukarela dan tes

HIV atas inisiatif individu yang bersangkutan. Pelayanan VCT meliputi

konseling prates oleh konselor, persetujuan dan pengambilan darah untuk tes

HIV, dan pemberian hasil melalui konseling pascates secara sukarela. VCT

merupakan pintu masuk utama pada layanan pencegahan, perawatan,

dukungan dan pengobatan. Mengetahui status HIV positif secara dini akan

memaksimalkan ODHA (orang dengan HIV AIDS) menjangkau pengobatan

sehingga mengurangi kejadian penyakit terkait HIV, menjauhkan dari


7

kematian, dan mencegah penularan kepada pasangan seks atau dari ibu ke

bayinya. Meskipun telah dilakukan berbagai macam penyuluhan tentang

HIV/AIDS, jumlah penduduk yang telah melakukan tes HIV sampai saat ini

masih tergolong rendah (Hutahaean et al., 2023).

Voluntary counselling and testing (VCT) adalah sebuah perilaku deteksi

dini HIV. Berdasarkan teori PRECEDE-PROCEED yang dikemukakan oleh

Lawrence Green, perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu faktor

predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Faktor predisposisi adalah

faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seperti pengetahuan,

sikap, nilai-nilai budaya, persepsi, dan beberapa karakteristik individu

meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan. Faktor

pemungkin adalah faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya suatu perilaku

tertentu atau memungkinkan suatu motivasi direalisasikan seperti ketersediaan

pelayanan kesehatan, aksesbilitas dan kemudahan pelayanan kesehatan baik

dari segi jarak, biaya, dan sosial serta adanya peraturan-peraturan dan

komitmen masyarakat dalam menunjang perilaku tersebut. Faktor penguat

adalah faktor yang memperkuat (kadang-kadang justru dapat memperlunak)

untuk terjadinya perilaku, tergantung pada sikap dan perilaku orang-orang

yang terkait. Dukungan masyarakat atau sosial dapat mendorong tindakan

individu untuk bergabung atau bekerja sama dengan kelompok yang membuat

perubahan. Dukungan tersebut berasal dari anggota masyarakat, teman sebaya,

praktisi promosi kesehatan, dan petugas kesehatan (Harjana et al., 2022).


8

B. Definisi HIV/AIDS

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan

penyakit AIDS yang termasuk kelompok retrovirus. Seseorang yang terinfeksi

HIV, akan mengalami infeksi seumur hidup. Kebanyakan orang dengan

HIV/AIDS (ODHA) tetap asimtomatik (tanpa tanda dan gejala dari suatu

penyakit) untuk jangka waktu lama. Meski demikian, sebetulnya mereka telah

dapat menulari orang lain.

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome.

“Acquired” artinya tidak diturunkan, tetapi didapat; “Immune” adalah sistem

daya tangkal atau kekebalan tubuh terhadap penyakit; “Deficiency” artinya

tidak cukup atau kurang; dan “Syndrome” adalah kumpulan tanda dan gejala

penyakit. AIDS adalah bentuk lanjut dari infeksi HIV, yang merupakan

kumpulan gejala menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV berjalan

sangat progresif merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga penderita tidak

dapat menahan serangan infeksi jamur, bakteri atau virus. Kebanyakan orang

dengan HIV akan meninggal dalam beberapa tahun setelah tanda pertama

AIDS muncul bila tidak ada pelayanan dan terapi yang diberikan

C. Tanda dan Gejala HIV/AIDS

Tanda dan gejala HIV sangat bervariasi tergantung dengan tahapan

infeksi yang diderita. Berikut adalah tanda dan gejala HIV (Ernawati et al.,

2022):

1. Individu yang terkena HIV jarang sekali merasakan dan menunjukkan

timbulnya suatu tanda dan gejala infeksi. Jika ada gejala yang timbul
9

biasanya seperti flu biasa, bercak kemerahan pada kulit, sakit kepala,

ruam-ruam dan sakit tenggorokan.

2. Jika sistem kekebalan tubuhnya semakin menurun akibat infeksi tersebut

maka akan timbul tanda-tanda dan gelaja lain seperti kelenjar getah bening

bengkak, penurunan berat badan, demam, diare dan batuk. Selain itu juga

ada tanda dan gejala yang timbul yaitu mual, muntah dan sariawan.

3. Ketika penderita masuk tahap kronis maka akan muncul gejala yang khas

dan lebih parah. Gejala yang muncul seperti sariawan yang banyak, bercak

keputihan pada mulut, gejala herpes zooster, ketombe, keputihan yang

parah dan gangguan psiskis. Gejala lain yang muncul adalah tidak bisa

makan, candidiasis dan kanker servisk

4. Pada tahapan lanjutan, penderita HIV akan kehilangan berat badan, jumlah

virus terus meningkat, jumlah limfosit CD4+ menurun hingga <200 sel/ul.

Pada keadaan ini dinyatakan AIDS.

5. Pada tahapan akhir menunjukkan perkembangan infeksi opurtunistik

seperti meningitis, mycobacteruim avium dan penurunan sistem imum.

Jika tidak melakukan pengobatan maka akan terjadi perkembangan

penyakit berat seperti TBC, meningitis kriptokokus, kanker seperti

limfoma dan sarkoma kaposi.

D. Penyebab HIV/AIDS

Penularan terjadi akibat hubungan seksual dan juga parenteral (yakni

dengan melalui transfusi darah, penyalahgunaan narkoba suntik), penularan

ibu kepada anak saat proses melahirkan dan pemberian ASI. Hubungan

seksual tanpa pelindung dimana salah satu individu yang berhubungan seksual
10

tersebut telah terinfeksi HIV, perilaku heteroseksual, LSL, pekerja seks dan

pasangannnya, penggunaan tato, perinatal dapat menjadi faktor resiko tertular

infeksi HIV. Virus HIV berada di dalam sebagian cairan tubuh orang yang

telah terinfeksi yakni di dalam darah, air mani, cairan vagina, dan air susu ibu

(ASI). Virus HIV dapat menular melalui hubungan seks tanpa pengaman/

kondom dimana air mani dan cairan vagina masuk dari orang yang telah

terinfeksi ke tubuh orang yang belum terinfeksi (Mayasari et al., 2021).

E. Patofisiologi HIV/AIDS

Pada individu dewasa, masa jendela infeksi HIV sekitar 3 bulan. Seiring

pertambahan replikasi virus dan perjalanan penyakit, jumlah sel limfosit CD

4+ akan terus menurun. Umumnya, jarak antara infeksi HIV dan timbulnya

gejala klinis pada AIDS berkisar antara 5 – 10 tahun. Infeksi primer HIV

dapat memicu gejala infeksi akut yang spesifik, seperti demam, nyeri kepala,

faringitis dan nyeri tenggorokan, limfadenopati, dan ruam kulit. Fase akut

tersebut dilanjutkan dengan periode laten yang asimtomatis, tetapi pada fase

inilah terjadi penurunan jumlah sel limfosit CD 4+ selama bertahun – tahun

hingga terjadi manifestasi klinis AIDS akibat defisiensi imun (berupa infeksi

oportunistik) (Idayanti et al., 2022).

Berbagai manifestasi klinis lain dapat timbul akibat reaksi autoimun,

reaksi hipersensitivitas, dan potensi keganasan (Kapita Selekta, 2014). Sel T

dan makrofag serta sel dendritik/langerhans (sel imun) adalah sel – sel yang

terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi

dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Dengan menurunnya jumlah sel

T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti
11

berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T

penolong (Widiyastuti et al., 2022).

Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat

tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun – tahun.

Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel per ml

darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200 – 300 per ml darah, 2 – 3 tahun

setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala – gejala infeksi

(herpes zoster dan jamur oportunistik) (Wirenviona et al., 2021).

Virus HIV masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu

melalui vertikal, horizontal, transeksual. Seseorang yang terinfeksi virus HIV

belum menunjukkan gejala atau kelainan yang khas dan belum jelas terdeteksi

masuk kedalam tubuh manusia (melusui pemeriksaan darah). Biasanya virus

HIV masuk kedalam tubuh manusia dalam kurung waktu 2-4 Minggu. Akan

tetapi, jika seseorang sudah terinfeksi virus HIV maka virus tersebut akan

menular ke orang lain. Orang yang terinfeksi virus HIV akan mengalami

AIDS. Biasanya jika seseorang sudah terkena infeksi oportunistik akan

mengalai AIDS dan dari HIV ke AIDS dapat terjadi dalam kurung waktu 5-10

tahun (Ahmad et al., 2022).

HIV menginfeksikan dan menghancurkan limfosit CD4 (Cluster

Differential Four) yaitu dengan melakukan perubahan sesuai DNA inangnya.

Virus HIV biasanya mneyerang pada sel-sel tertentu seperti sel-sel yang

mempunyai antigen CD4 terutama limfosit T4, dimana sel tersebut merupakan

bagian yang penting dalam sistem kekebalan tubuh manusia. Virus yang

masuk ke dalam tubuh manusia akan mengadakan replikasi sehingga menjadi

banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfost. Dari proses ini, maka
12

terjadinya suatu penyakit yang dsiebut AIDS yaitu infeksi yang disebabkan

oleh HIV (Lontaan et al., 2023).

Selanjutnya sel yang berkembang biak akan memiliki bahan genetik

infection. Peradangan HIV dengan demikian menjadi irreversibel serta

berlangsung seumur hidup. Pada saat peradangan, virus HIV tidak langsung

menimbulkan kematian dari sel yang diinfeksinya, namun terlebih dulu

menghadapi replikasi sehingga terdapat peluang buat tumbuh dalam tubuh

pengidap tersebut serta lambat laun akan mengganggu limfosit T4 hingga

pada jumlah tertentu. Masa ini disebut dengan masa inkubasi. Masa inkubasi

merupakan waktu yang dibutuhkan semenjak seorang terpapar infection HIV

hingga menampilkan indikasi AIDS (Anggraeni et al., 2022).

Pada masa inkubasi, infection HIV tidak bisa ditemukan dengan

pengecekan laboratorium kurang lebih 3 bulan semenjak tertular infection

HIV yang diketahui dengan masa" window period". Setelah beberapa bulan

sampai beberapa tahun terlihat indikasi klinis pada pengidap akibat dari

peradangan HIV tersebut. Pada sebagian pengidap memperlihatkan indikasi

tidak khas pada peradangan HIV kronis, 3- 6 minggu sehabis terinfeksi.

Indikasi yang terjalin seperti demam, perih menelan, pembengkakan kelenjar

getah bening, ruam, diare, ataupun batuk. Setelah peradangan kronis,

dimulailah peradangan HIV asimptomatik (tanpa indikasi). Masa tanpa

indikasi ini biasanya berlangsung sepanjang 8- 10 tahun, namun terdapat

sekelompok kecil pengidap yang memliki ekspedisi penyakit sangat cepat

hanya kurang lebih 2 tahun serta terdapat pula yang sangat lama (non-

progressor). Secara bertahap sistem imunitas badan yang terinfeksi oleh

infection HIV akan menimbulkan imunitas tubuh rusak. Imunitas tubuh yang
13

rusak akan menyebabkan energi tubuh menurun, sehingga pengidap akan

menampakkan tanda- tanda akibat peradangan oportunistik (Wardani et al.,

2023).

F. Pemeriksaan Fisik

Tidak ada gejala fisik spesifik pada infeksi HIV, gejala ringan mungkin

muncul pada masa serokonversi berupa flu-like syndrome, dan pada kondisi

yang lebih dapat ditemukan tanda-tanda infeksi oportunistik (Boimau et al.,

2022):

1. Keadaan umum tampak sakit berat

2. Ruam-ruam pada kulit

3. Oral thrush.

4. Gangguan pernapasan

5. Herpes berulang

6. Gizi buruk (wasting syndrome)

7. Tuberkulosis ekstra paru

Pemeriksaan fisik HIV dilakukan untuk mengetahui kondisi dan juga

tanda-tanda pada pasien HIV-AIDS (Ekawati et al., 2020).

1. Suhu.

Demam umum pada orang yang terinfeksi HIV, bahkan bila tidak

ada gejala lain. Demam kadang-kadang bisa menjadi tanda dari jenis

penyakit infeksi tertentu atau kanker yang lebih umum pada orang yang

mempunyai sistem kekebalan tubuh lemah.


14

2. Berat.

Pemeriksaan berat badan dilakukan pada setiap kunjungan.

Kehilangan 10% atau lebih dari berat badan mungkin akibat dari sindrom

wasting, yang merupakan salah satu tanda-tanda AIDS, dan yang paling

parah tahap terakhir infeksi HIV. Diperlukan bantuan tambahan gizi yang

cukup jika telah kehilangan berat badan.

3. Mata.

Cytomegalovirus (CMV) retinitis adalah komplikasi umum AIDS.

Hal ini terjadi lebih sering pada orang yang memiliki CD4 jumlah kurang

dari 100 sel per mikroliter (MCL). Termasuk gejala floaters, penglihatan

kabur, atau kehilangan penglihatan. Jika terdapat gejala retinitis CMV,

diharuskan memeriksakan diri ke dokter mata sesegera mungkin. Beberapa

dokter menyarankan kunjungan dokter mata setiap 3 sampai 6 bulan jika

jumlah CD4 kurang dari 100 sel per mikroliter (MCL).

4. Mulut

Infeksi Jamur mulut dan luka mulut lainnya sangat umum pada orang

yang terinfeksi HIV. Pemeriksakan gigi setidaknya dua kali setahun. Jika

beresiko terkena penyakit gusi (penyakit periodontal), perlu kunjungan ke

dokter gigi.

5. Kelenjar getah bening.

Pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati) tidak selalu

disebabkan oleh HIV. Pada pemeriksaan kelenjar getah bening yang

semakin membesar atau jika ditemukan ukuran yang berbeda, akan di

periksa setiap kunjungan.


15

6. Perut.

Pemeriksaan abdomen mungkin menunjukkan hati yang membesar

(hepatomegali) atau pembesaran limpa (splenomegali). Kondisi ini dapat

disebabkan oleh infeksi baru atau mungkin menunjukkan kanker.

7. Kulit.

Kulit merupakan masalah yang umum untuk penderita HIV.

pemeriksaan yang teratur dapat mengungkapkan kondisi yang dapat

diobati mulai tingkat keparahan dari dermatitis seboroik dapat sarkoma

Kaposi

8. Ginekologi terinfeksi.

Perempuan yang HIV memiliki lebih serviks kelainan sel daripada

wanita yang tidak memiliki HIV. Perubahan ini sel dapat dideteksi dengan

tes Pap Smear. Pasien harus menjalani dua kali tes Pap Smear selama

tahun pertama setelah didiagnosa dengan HIV. Jika kedua pemeriksaan

Pap Smear hasilnya normal, pasien harus melakukan tes Pap Smear sekali

setahun.

G. Pemeriksaan Penunjang

Metode yang umum untuk menegakkan diagnosis HIV meliputi

(Wardani et al., 2022):

1. ELISA (Enzyme-Linked Immunos Sorbent Assay)

Sensitivitasnya tinggi yaitu sebesar 98,1-100%. Biasanya tes ini

memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi.


16

2. Western blot

Spesifikasinya tinggi yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksaannya

cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.

3. PCR (Polymerase Chain Reaction)

Tes ini digunakan untuk (Nelwan, 2019):

a. Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada pada bayi yang

dapat menghambat pemeriksaan secara serologis.

b. Menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok

berisiko tinggi

c. Tes pada kelompok tinggi sebelum terjadi serokonversi.

d. Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas

rendah untuk HIV-2

Pemeriksaan penunjang memiliki peran penting untuk menilai

keterlibatan organ dan komplikasi yang terjadi. Pasien dengan manifestasi

yang mengarah ke HIV/AIDS harus dievaluasi dengan pemeriksaan penunjang

HIV/AIDS dapat didiagnosis secara klinis (Syatriani et al., 2023).

H. Terapi/Tindakan Penanganan

Pengobatan yang dilakukan pada pasien dengan HIV/AIDS hingga saat

ini adalah penggunaan antiretroviral (ARV). Terapi obat ARV berfungsi untuk

mengontrol laju perkembangan virus HIV di dalam tubuh agar tidak

menimbulkan infeksi lanjutan / infeksi oportinistik sehingga pasien dengan

HIV/AIDS dapat memperoleh kualitas hidup yang jauh lebih baik. ARV

merupakan regimen pengobatan yang harus diterapkan oleh pasien dengan


17

HIV/AIDS selama seumur hidup dan harus sesuai dengan petunjuk serta

pengawasan dokter. Regimen pengobatan ARV terbagi menjadi beberapa

kelas atau golongan (Muchtar, 2021).

I. Komplikasi HIV/AIDS

Salah satu bahaya serius yang mengintai orang HIV dan AIDS (ODHA)

adalah macam-macam infeksi yang dinamakan dengan infeksi oportunistik.

Karena daya tahan tubuh lemah, jamur, parasit, virus, dan bakteri pun mudah

menginfeksi tubuh. Berikut adalah beberapa jenis infeksi yang rentan

menyerang orang dengan HIV dan AIDS (Nursalam & Kurniawati, 2017):

1. Candidiasis

Candidiasis adalah infeksi jamur yang menyebabkan timbulnya

lapisan putih tebal pada kulit, kuku, serta selaput lendir seperti mulut,

vagina atau penis, dan kerongkongan. Jamur ini hidup secara alami di

tubuh dan tidak menimbulkan masalah. Namun, HIV membuat sistem

imun lemah dan jamur ini bisa tumbuh tak terkontrol. Infeksi Candida

dapat cepat menyebar ke organ tubuh lain jika tidak diobati.

2. Infeksi jamur pada paru

Infeksi jamur pada paru merupakan bahaya HIV/AIDS yang umum

terjadi. Kondisi ini menyebabkan pengidap HIV/AIDS terkena

pneumonia. Berikut beberapa jenis jamur yang menyerang paru-paru:

a. Cryptococcosis: menghirup udara mengandung spora jamur di daerah

beriklim panas dan kering.

b. Coccidioidomycosis: menghirup spora jamur


18

c. Coccidioides dari udara. Histoplasmosis: menghirup spora jamur

Histoplasma di lingkungan yang banyak kotoran burung atau

kelelawar.

d. Pneumocystis pneumonia (PCP): infeksi jamur Pneumocystis jirovecii.

Jarang terjadi, tetapi sering dijumpai pada orang dengan sistem imun

lemah

3. Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) adalah jenis komplikasi HIV/AIDS yang

disebabkan oleh keluarga bakteri Mycobacterium avium complex. TB

bahkan menjadi penyebab kematian utama pada orang dengan HIV AIDS

(ODHA). Hampir semua penderita HIV sudah memiliki bakteri TB dalam

tubuhnya meski belum tentu aktif (laten). Menurut Kementerian

Kesehatan, sebanyak 60% ODHA yang sudah terinfeksi TB laten akan

menjadi TB aktif. Setiap ODHA harus menjalani tes TB sedini mungkin

untuk mengetahui berapa besar risikonya.

4. Infeksi parasit pada pencernaan

Bahaya HIV/AIDS yang bisa dijumpai adalah infeksi parasit

Cryptosporidium yang menyerang usus dan protozoa Isospora belli.

Infeksi ini berasal dari makanan yang terkontaminasi parasit. Komplikasi

ini dapat menyebabkan berat badan turun drastis karena kerusakan sel-sel

yang melapisi usus, sehingga usus tidak mampu menyerap zat gizi dengan

baik.
19

5. Herpes simplex (HSV)

Sama seperti cara penularan HIV, herpes simpleks virus yang bisa

menular melalui hubungan seksual. Virus ini lebih sering menjangkiti dan

menyebabkan kondisi yang lebih parah pada ODHA. Gejalanya meliputi

lepuhan luka merah dan nyeri di mulut, kelamin, atau anus. Obat yang

tersedia hanya mengobati lepuhan herpes, tidak mematikan virusnya.

6. Progressive multifocal leukoencephalopathy (PML)

PML adalah infeksi virus langka yang dapat menjadi bahaya HIV

dan AIDS. Virus ini menyerang sel-sel pembuat myelin atau bahan

penyekat sel saraf. Studi menemukan bahwa 5% ODHA mengalami ini

dan menjadi penanda bahwa seseorang sudah sampai di stadium infeksi

HIV akhir atau AIDS.

7. Salmonella septicemia

Salmonella septicemia adalah bakteri Salmonella yang masuk ke

aliran darah. Bahaya HIV/AIDS ini menyebabkan syok septikemia dan

bisa menyebabkan kematian. Awalnya, infeksi didapat lewat konsumsi

makanan yang terkontaminasi bakteri. Gejala permulaan, yaitu mual,

muntah-muntah, dan diare.

8. Toksoplasmosis

Toksoplasmosis adalah bahaya HIV/AIDS yang disebabkan oleh

parasit bernama Toxoplasma gondii. Parasit ini menyerang sistem saraf

otak, tepatnya otak. Parasit ini ditularkan dari mengonsumsi daging tidak

matang atau memelihara tiga atau lebih kucing.


20

9. Meningitis

Salah satu efek terburuk untuk penderita HIV adalah meningitis. Ini

adalah peradangan selaput otak (meningen) yang umumnya terjadi akibat

infeksi Streptococcus pneumoniae. Gejala awal yang segera tampak

dengan segera, yaitu demam, mual dan muntah, sakit kepala hebat, dan

kondisi mental yang berubah.


BAB III
LAPORAN KASUS

A. Subjektif

1. Hari/ tanggal : 2 Juni 2023

2. Pukul : 11.00 WIB

3. Tempat : Puskesmas Langgam

4. Identitas pasien :

Nama : Ny. K Nama : Tn. A

Umur : 29 tahun Umur : 29 tahun

Suku : Melayu Suku : Melayu

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Langgam Alamat : Langgam

5. Keluhan utama

Ny. K datang untuk memeriksakan diri ke puskesmas dengan

keluhan batuk, demam serta adanya sariawan yang tidak kunjung sembuh.

6. Riwayat keluhan

Keluhan batuk dialami ibu sejak sebulan yang lalu. Demam sejak 2

hari yang lalu. Sariawan yang tidak kunjung sembuh dialami ibu sejak 2

bulan yang lalu.

7. Riwayat mentruasi

a. Menarche : 14 tahun

b. Siklus : 28-30 hari

21
22

c. Durasi : 5-7 hari

d. Disminorhea : Pada hari pertama menstruasi

8. Riwayat pernikahan

Ibu menikah pada tahun 2017, usia pernikahan 6 tahun. Ini merupakan

pernikahan pertama.

9. Riwayat keluarga berencana

Ibu tidak pernah menjadi akseptor KB.

10. Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas: G0P1A0

N Tahu Jenis Tempat Komplikas Penolon BB JK


o n Persalina Bersali i Ibu dan g
n n Bayi
1 2019 Normal BPM Tidak ada Bidan 280 Perempua
0 gr n

11. Riwayat kesehatan yang lalu

1. Ibu tidak memiliki riwayat penyakit menurun

2. Ibu tidak pernah memiliki riwayat penyakit yang serius seperti jantung,

diabetes mietus, ataupun maag akut.

3. Ibu tidak sedang menderita penyakit berat seperti jantung, diabetes

miletus ataupun maag akut.

4. Ibu tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat dan juga makanan.

12. Riwayat penyakit keluarga

Ibu mengaku suami didiagnosa HIV sejak 6 bulan yang lalu (Desember

2022).

13. Riwayat sosial budaya, psikologi dan spiritual

a. Suami adalah pengambil keputusan dalam keluarga

b. Suami adalah pencari nafkah dalam keluarga


23

c. Ibu mengaku menjalankan sholat 5 waktu dan cukup memahami

kewajiban beribadah.

14. Pola kebiasaan sehari-hari

a. Nutrisi

1) Ibu makan 3x sehari, nafsu makan baik

2) Ibu minum 7-8 gelas perhari

b. Eliminasi

1) BAB 1-2 × sehari, konsistensi lunak

2) BAK 5-6 × sehari

c. Istirahat/tidur

1) Tidur siang : -

2) Tidur malam 8-9 jam sehari

d. Aktivitas

Ibu melakukan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, menyapu,

mengepel, masak. Ibu tidak melakukan olahraga.

e. Aktivitas seksual

Ibu mengatakan tidak pernah melakukan hubungan seksual semenjak

suami didiagnosa HIV (6 bulan yang lalu/Desember 2022).

f. Personal hygiene

1) Ibu mandi 2 kali setiap hari setiap pagi dan sore

2) Ibu keramas 3 kali seminggu

3) Ibu sikat gigi 3 kali sehari

4) Ibu selalu mengganti pakaian dalam setiap kali lembab atau basah.

5) Ibu rajin mencuci tangan.


24

g. Perilaku kesehatan

Ibu tidak pernah merokok dan minum minuman beralkohol.

B. Data Objektif

1. Pemeriksaan Umum

a. Keadaan umum : Baik

b. Kesadaran : Komposmentis

c. Tanda-tanda vital:

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Suhu : 37,5oC

Nadi : 81x/ menit

Pernapasan : 22x/ menit

d. Tinggi badan : 150 cm

e. BB : 40 kg

2. Pemeriksaan Fisik

a. Kepala: kulit kepala bersih, tidak ada ketombe dan rambut tidak rontok

b. Wajah: tidak ada cloasma, tidak ada oedema dan nyeri tekan.

c. Mata: simetris kiri dan kanan, konjungtiva merah muda, sklera putih.

d. Mulut: bibir tidak pucat, gigi tidak tanggal dan tidak ada caries gigi.

Ada sariawan serta peradangan kemerahan pada mulut bibir dan lidah.

e. Leher: tampak leher pendek, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid,

limfe dan vena jugularis.

f. Payudara: simetris kiri dan kanan, puting susu menonjol, tidak ada

benjolan dan nyeri tekan.


25

g. Ekstremitas: terdapat ruam pada tangan kanan dan kiri. Ekstremitas

simetris kiri dan kanan, tidak ada pembengkakan, tidak ada varices,

refleks patella kanan dan kiri (+).

3. Pemeriksaan Penunjang

Hb: 11,6 gr%

HIV: reaktif.

C. Assesment

Ny. K 29 tahun dengan HIV reaktif.

D. Planning

1. Sampaikan hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa keadaan ibu kurang baik

karena berdasarkan hasil pemeriksaan ibu HIV reaktif.

2. Anjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan lanjutan di Rumah Sakit

dengan pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.

3. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi ARV yang

diberikan.

4. Memberikan ibu KIE dan konseling mengenai HIV/AIDS, diantaranya:

a. Menjelaskan pada ibu pengertian HIV, tanda dan gejala HIV,

penyebab HIV, cara pencegahan agar tidak menularkan HIV ke orang

lain, serta pengobatan untuk HIV.

b. Memberitahu ibu cara penularan HIV diantaranya:

1) Penularan Seksual. Hal ini terjadi lewat hubungan seksual di

vagina atau di anus. HIV dapat menyebar lewat seks, cairan


26

vagina, atau darah dari orang yang sudah terinfeksi harus

memasuki badan orang yang belum terinfeksi.

2) Terpapar Darah. HIV dapat tertular lewat transfusi darah,

walaupun risiko ini praktis dihilangkan di tempat-tempat yang

menguji darah donor. Jauh lebih umum, penularanya lewat

penggunaan obat terlarang yang disuntikan, ketika pengguna yang

negatif menggunakan jarum suntik bersama-sama dengan

pengguna yang positif. Tenaga medis ada yang tertular kalau

tertusuk jarum yang mengandung darah yang terinfeksi atau ketika

mata, hidung, atau luka yang terbuka terpecik darah atau cairan

badan dari pasien yang positif HIV.

3) Melahirkan Anak dan Menyusui. Perempuan yang terinfensi HIV

dapat menularkan HIV kepada bayinya saat melahirkan anak

(biasanya saat melahirkan atau beberapa saat sebelumnya) atau

dengan menyusui. Bayi tidak terinfeksi saat dikandung, jadi laki-

laki dengan HIV positif hanya dapat menulari bayinya secara tidak

langsung dengan menulari ibunya.

c. Memberikan motivasi kepada ibu agar tidak berpasrah dan selalu

berikhtiar untuk melakukan pengobatan.

d. Menganjurkan ibu agar anaknya juga dilakukan pemeriksaan

laboratorium.

e. Ibu dapat melakukan pencegahan penularan HIV ke orang lain dengan

cara (1) setia pada pasangan, (2) tidak menggunakan jarum suntik

secara bergantian atau narkoba, (3) menggunakan kondom (kondom


27

pria dan/atau kondom wanita) secara konsisten dan benar, bila anda

melakukan hubungan seksual yang berisiko, dan (4) membatasi jumlah

pasangan seksual atau berpantang seks.

5. Menganjurkan ibu untuk lebih meningkatkan pola makanan dari

sebelumnya yaitu peningkatkan porsi makan sebanyak 4-5 kali sehari.

Meningkatkan jumlah protein yang di konsumsi dari ikan, telur, dan

daging dari sebelumnya. Meningkatkan jumlah buah-buahan yang

dimakan misalnya setiap hari mengonsumsi buah-buahan, dan sayur-

sayuran hijau yang sebelumnya hanya memakan dalam jumlah sedikit

menjadi lebih banyak porsi perharinya.

6. Memberikan dukungan psikologis dan spiritual pada ibu dengan

melibatkan suami dan keluarga dalam perawatan.

7. Melakukan pendokumentasian.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan menguraikan pembahasan tentang asuhan kebidanan pada

Ny. K dengan HIV reaktif. Berdasarkan hasil asuhan kebidanan pada Ny. K

dilakukan pada tanggal 2 Juni 2023 dengan hasil analisa data didapatkan beberapa

hasil pemeriksaan kebidanan sesuai dengan SOAP. Penulis membandingkan

antara konsep teori dengan asuhan kebidanan yang dialami oleh Ny. K.

Pengkajian data dasar pada kasus HIV reaktif dilakukan pada saat

pengamatan pertama kali ketika pasien datang puskesmas. Pengkajian meliputi

anamnesis langsung yang diperoleh dari pasien, dan keluarga pasien. Pengkajian

ini berupa identitas pasien, data biologis/fisiologis yang meliputi: keluhan utama,

riwayat keluhan utama, riwayat menstruasi, riwayat kesehatan yang lalu, riwayat

kesehatan dan penyakit keluarga, riwayat sosial budaya, dan riwayat fungsi

kesehatan. Pengkajian data objektif di peroleh melalui pemeriksaan umum,

pemeriksaan tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik serta ditegakkan dengan

pemeriksaan penunjang berupa kasus HIV reaktif didapatkan hasil pengkajian

anamnesa akurat berupa riwayat rinci mengenai identitas pasien, keluhan utama,

riwayat keluhan utama, riwayat menstruasi, riwayat KB, riwayat persalinan dan

nifas yang lalu, riwayat kesehatan yang lalu dan sekarang, riwayat ekonomi,

riwayat ekonomi, psikologis dan spiritual dan pola kebiasaan sehari-hari dan

dilakukan pemeriksaan fisik yang lengkap selanjutnya.

Pada kasus Ny. K didapatkan keluhan utama pasien yakni batuk, demam

serta adanya sariawan yang tidak kunjung sembuh. Keluhan batuk dialami ibu

sejak sebulan yang lalu. Demam sejak 2 hari yang lalu. Sariawan yang tidak

28
29

kunjung sembuh dialami ibu sejak 2 bulan yang lalu. Berdasarkan hasil anamnesa

ibu mengaku suami didiagnosa HIV sejak 6 bulan yang lalu (Desember 2022).

Oleh karena itu ibu perlu dilakukan pemeriksaan HIV.

Penulis tidak menemukan kesulitan dalam melakukan pengkajian terhadap

pasien karena pasien bersifat terbuka dan mampu menjawab setiap pertanyaan

yang diajukan. Berdasarkan pengkajian asuhan kebidanan yang telah didapatkan

dari pasien Ny. K dengan HIV reaktif, penulis tidak menemukan kesenjangan

antara teori dan kenyataan yang ada.

Masalah aktual dari kasus Ny. K hal ini ditunjukkan dari data objektif yang

ditemukan tekanan darah: 110/70 mmHg, suhu: 37,5oC, nadi: 81x/ menit,

pernapasan: 22x/ menit, tinggi badan: 150 cm, BB: 40 kg. Pada pemeriksaan

mulut didapatkan bibir tidak pucat, gigi tidak tanggal dan tidak ada caries gigi.

Ada sariawan serta peradangan kemerahan pada mulut bibir dan lidah.

Pemeriksaan ekstremitas terdapat ruam pada tangan kanan dan kiri. Ekstremitas

simetris kiri dan kanan, tidak ada pembengkakan, tidak ada varices, refleks patella

kanan dan kiri (+). Hasil pemeriksaan penunjang didapatkan HIV reaktif.

Penulis tidak menemukan kesulitan dalam melakukan pengkajian terhadap

pasien karena pasien bersifat terbuka dan mampu menjawab setiap pertanyaan

yang diajukan. Berdasarkan pengkajian asuhan kebidanan yang telah didapatkan

dari pasien Ny. K dengan HIV reaktif, penulis tidak menemukan kesenjangan

antara teori dan kenyataan yang ada.

Setelah dilakukan pemeriksaan dan didapatkan assesment bahwa ibu dengan

HIV reaktif, untuk itu dilakukan perencanaan diantaranya memberikan ibu KIE

dan konseling mengenai HIV/AIDS, diantaranya menjelaskan pada ibu pengertian


30

HIV, tanda dan gejala HIV, penyebab HIV, cara pencegahan agar tidak

menularkan HIV ke orang lain, serta pengobatan untuk HIV. Memberitahu ibu

cara penularan HIV diantaranya penularan seksual. Hal ini terjadi lewat hubungan

seksual di vagina atau di anus. HIV dapat menyebar lewat seks, cairan vagina,

atau darah dari orang yang sudah terinfeksi harus memasuki badan orang yang

belum terinfeksi. Cara penularan lainnya yaitu terpapar darah. HIV dapat tertular

lewat transfusi darah, walaupun risiko ini praktis dihilangkan di tempat-tempat

yang menguji darah donor. Jauh lebih umum, penularanya lewat penggunaan obat

terlarang yang disuntikan, ketika pengguna yang negatif menggunakan jarum

suntik bersama-sama dengan pengguna yang positif. Tenaga medis ada yang

tertular kalau tertusuk jarum yang mengandung darah yang terinfeksi atau ketika

mata, hidung, atau luka yang terbuka terpecik darah atau cairan badan dari pasien

yang positif HIV. Cara penularan lainnya yaitu dari ibu ke anak. Perempuan yang

terinfensi HIV dapat menularkan HIV kepada bayinya saat melahirkan anak

(biasanya saat melahirkan atau beberapa saat sebelumnya) atau dengan menyusui.

Bayi tidak terinfeksi saat dikandung, jadi laki-laki dengan HIV positif hanya

dapat menulari bayinya secara tidak langsung dengan menulari ibunya.

Selain itu ibu juga diberikan motivasi kepada ibu agar tidak berpasrah dan

selalu berikhtiar untuk melakukan pengobatan. Kemudian penulis menganjurkan

ibu agar anaknya juga dilakukan pemeriksaan laboratorium. Penulis juga

memberikan KIA kepada ibu agar dapat melakukan pencegahan penularan HIV

ke orang lain dengan cara (1) setia pada pasangan, (2) tidak menggunakan jarum

suntik secara bergantian atau narkoba, (3) menggunakan kondom (kondom pria

dan/atau kondom wanita) secara konsisten dan benar, bila anda melakukan
31

hubungan seksual yang berisiko, dan (4) membatasi jumlah pasangan seksual atau

berpantang seks. Ibu juga diberikan dukungan psikologis dan spiritual pada ibu

dengan melibatkan suami dan keluarga dalam perawatan.

Konseling HIV/AIDS adalah konseling yang secara khusus memberikan

perhatian terhadap permasalahan yang berkaitan dengan infeksi terhadap virus

HIV/Aids, baik terhadap orang dengan HIV/AIDS atau ODHA, maupun terhadap

lingkungan yang terpengaruh. Tujuan dari Konseling HIV/AIDS adalah adanya

perubahan perilaku bagi orang yang terinfeksi HIV/AIDS dan adanya dukungan

sosial dan psikologis kepada Odha dan keluarganya sehingga dapat mencegah dan

penularan infeksi virus HIV/AIDS. Konseling HIV/AIDS biasanya dilakukan

sebanyak dua kali dalam melakukan uji Tes HIV, yaitu: sebelum tes (Pra-test) dan

sesudah tes (Pasca-test) HIV/AIDS. Selama proses konseling berlangsung

biasanya ada beberapa topik yang akan dibicarakan, yaitu: (a) mengidentifikasi

perilaku yang beresiko tertular HIV/AIDS, (b) membantu membuat keputusan

untuk mengubah perilaku itu dan mengantikan perilaku-perilaku yang beresiko

lebih rendah/aman dan mempertahankan perilaku tersebut, dan (c) membantu

menyadarkan klien untuk mengambil keputusan sendiri melakukan uji tes

HIV/AIDS dengan membuat suatu pernyataan persetujuan (Informed Consent)

tampa paksaan dan bersifat rahasia (Confidentiality) (Muchtar, 2021).

Dalam memberikan asuhan kepada klien, penulis mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak, diantaranya bidan di lahan praktik yang memberi kepercayaan,

bimbingan serta saran dosen pembimbing yang membantu penulis agar

memaksimalkan pengaplikasian asuhan sesuai dengan teori yang ada. Serta klien

dan suami yang bersedia kooperatif dan terbuka sehingga memudahkan penulis
32

untuk melakukan pemeriksaan fisik dan memberikan asuhan sesuai kebutuhan

klien. Dalam melakukan asuhan pada klien, penulis didampingi oleh tenaga

kesehatan yang telah memiliki sertifikasi dari lembaga pelatihan yang berwenang.

Berdasarkan uraian di atas terdapat persamaan antara teori dengan kasus. Hal ini

membuktikan bahwa tidak ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Mahasiswa mampu memberikan asuhan dan didapatkan kesimpulan

sebagai berikut:

1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian dan mengumpulkan data

subjektif untuk KIE dan konseling tentang HIV/AIDS pada Ny. K.

2. Mahasiswa mampu melakukan pengumpulan data objektif berupa

pemeriksaan fisik dan penunjang untuk KIE dan konseling tentang

HIV/AIDS pada Ny. K.

3. Diagnosa yang ditetapkan yaitu Ny. K 29 tahun dengan HIV reaktif.

4. Mahasiswa mampu membuat perencanaan KIE dan konseling tentang

HIV/AIDS pada Ny. K.

B. Saran

1. Untuk Klien

a. Saran untuk responden tersebut kita perlu merawat pasien sesuai

dengan standar asuhan, kebidanan meningkatkan gizinya sesuai

anjuran bidan, mengetahui cara penularan HIV ke orang lain terutama

pada anak kandung, selalu kontrol ke tenaga kesehatan dan minum

obat ARV secara rutin.

b. Melakukan kunjungan ulang dan segera mengunjungi tenaga kesehatan

jika keluhan tidak berkurang.

33
34

2. Untuk Bidan

a. Bidan harus memperdalam ilmu mengenai hal-hal apa saja yang

menjadi wewenangnya dan apa saja yang tidak boleh untuk dilakukan

dan tindakan apa saja yang harus melakukan penanganan segera

maupun kolaborasi dengan dokter mengenai KIE dan konseling

HIV/AIDS.

b. Bidan harus lebih meningkatkan kemampuan dalam memberikan

pelayanan yang baik mengenai HIV/AIDS agar pasien bisa merasa

puas dan nyaman dengan pelayanan yang diberikan.

3. Untuk Institusi

Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan perlu kiranya

pembelajaran tentang penerapan manajemen asuhan kebidanan dalam

pemecahan masalah lebih ditingkatkan dan dikembangkan mengingat

proses tersebut sangat bermanfaat dalam membina tenaga bidan guna

menciptakan sumber daya manusia yang berpotensi dan profesional.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, E. H., Jamir, A. F., Lindriani, Amaliah, A. R., Susiyanti, E., Sanghati, …
Iskandar, I. (2022). Seputar Kesehatan Reproduksi. Makassar: Erye Art.
Anggraeni, E., Fitriani, R., Naimah, A., Setiana, E. M., Sulaimah, S., Argaheni, N.
B., & Purnama, Y. (2022). Kesehatan Reproduksi Wanita. Padang: Global
Eksekutif Teknologi.
Boimau, S. V., Seran, A. A., Tabelak, T. V. I., Boimau, A. M. S., & Manalor, L.
L. (2022). Modul Kesehatan Reproduksi. Malang: CV. Literasi Nusantara
Abadi.
Ekawati, R., Deniati, E. N., Hapsari, A., & Rachmawati, W. C. (2020). Program
Kesehatan Reproduksi di Indonesia. Jakarta: Wineka Media.
Emilia, O., Prabandari, Y. S., & Supriyati. (2018). Promosi Kesehatan dalam
Lingkup Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ernawati, Purnami, L. A., Ummah, K., Primadewi, K., Dwijayanti, L. A.,
Armayanti, L. Y., … Syarifah, A. S. (2022). HIV/AIDS pada ibu hamil.
Malang: Rena Cipta Mandiri.
Harjana, N. P. A., Wirawan, G. B. S., & Wardhani, B. D. K. (2022). Panduan
Program HIV dan IMS Komprehensif dalam Situasi Krisis Kesehatan dan
Kebencanaan di Tingkat Komunitas. Bali: Baswara Press.
Hutahaean, M. M., Parapat, F. M., Simanjuntak, E. H., Hutahaean, G. D. M., &
Simanjuntak, N. M. (2023). Ibu Hamil dalam Program PPIA (Pencegahan
Penularan HIV dari Ibu ke Anak) : Kontribusi dan Faktor yang
Berpengaruh. Sukabumi: Jejak Pustaka.
Idayanti, T., Umami, S. F., Mulyati, I., Khasanah, R. N., Yaner, N. R., Pastuty, R.,
… Khayati, N. (2022). Kesehatan Reproduksi Pada Wanita. Banjarmasin:
Media Sains Indonesia.
Lontaan, A., Wulandari, S., Johan, R. B., Umarudin, Tirtawati, G. A., Sejati, P. E.,
… Ernawati. (2023). Kesehatan Reproduksi Medis Sosial Psikologi. Padang:
Global Eksekutif Teknologi.
Mayasari, A. T., Febriyanti, H., & Primadevi, I. (2021). Kesehatan Reproduksi
Wanita di Sepanjang Daur Kehidupan. Aceh: Syiah Kuala University Press.
Muchtar, R. S. U. (2021). Keperawatan HIV/AIDS. Surabaya: Jakad Media
Publishing.
Nelwan, J. E. (2019). Epidemiologi Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta:
Deepublish.
Nursalam, & Kurniawati, N. D. (2017). Asuhan Keperawatan pada Pasien
Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.
Setiarto, R. H. B., Karo, M. B., & Tambaip, T. (2021). Penanganan Virus
HIV/AIDS. Yogyakarta: Deepublish.
Syatriani, S., S, H., Pawenrusi, E. P., Dewi, C., Hengky, H. K., Kamariana, …
Fajrah, S. (2023). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rizmedia Pustaka
Indonesia.
Wardani, S. P. D. K., Mufidah, A., Putri, Mellya, K., Setyorini, Dhiana, … Diana,
S. A. (2023). Kesehatan Wanita dan Kesehatan Reproduksi. Bandung: Media
Sains Indonesia.
Wardani, S. P. D. K., Suhaid, D. N., Ayu, J. D., Hutomo, W. M. P., Ayutirtawati,
G., Vasra, E., … Maidawilis. (2022). Kesehatan Reproduksi, Ibu dan Anak.
Bandung: Media Sains Indonesia.
Widiyastuti, N. E., Pastuty, R., Banase, E. F. T., Mulyati, I., Demang, F. Y.,
Danti, R. R., … Hakiki, M. (2022). Kesehatan Reproduksi dan Keluarga
Berencana. Bandung: Media Sains Indonesia.
Wirenviona, R., Riris, A. A. I. . C., Susanti, N. F., Wahidah, N. J., Kustantina, A.
Z., & Joewono, H. T. (2021). Kesehatan Reproduksi dan Tumbuh Kembang
Janin sampai Lansia pada Perempuan. Surabaya: Airlangga University
Press.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai