Anda di halaman 1dari 59

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG ASMA

DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEKAMBUHAN


DI IGD RSUD MANOKWARI

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Oleh:

BENEDIKTUS BEDA LAMADOKEN


NIM : 202014201131B

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA (YPMP)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PAPUA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2022
HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal Penelitian

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG ASMA


DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEKAMBUHAN
DI IGD RSUD MANOKWARI

Diajukan oleh :

BENEDIKTUS BEDA LAMADOKEN


NIM : 202014201131B

Telah disetujui Untuk diseminarkan


Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat : Kampus STIKES Papua

Dosen Pembimbing

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ns. Dirgantari Pademme, S.Kep., M.Kep Ns. Novita Mansoben, S.Kep., M.Kep
NIDN. 1409128902 NIDN. 1426118801

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
STIKES PAPUA

Ns. Triani Banna, S.Kep., M.Kep


NIDN. 1228058702

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas

kesehatan yang diberikan, sehingga penulisan Proposal ini dapat terselesaikan tepat

pada waktunya yang berjudul “Hubungan Pengetahuan Pasien Tentang Asma

Dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan Di IGD RSUD Manokwari” dapat

terlaksana karena berkat bantuan curahan pikiran, waktu dan tenaga dari berbagai

pihak yang tidak mampu penulis sampaikan satu demi satu. Namun demikian untuk

mewakili semuanya, izinkanlah saya menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan saya masing-masing kepada:

1. Ketua STIKES Papua Jayapura yang telah memfasilitasi proses belajar

mengajar bagi mahasiswa keperawatan

2. Dekan Fakultas Keperawatan STIKES Papua yang telah memfasilitasi proses

belajar mengajar.

3. Ketua Program Studi Pendidikan Keperawatan Fakultas Keperawatan STIKES

Papua yang telah menerima dan menyetujui untuk mengikuti Proposal.

4. Ns. Dirgantari Pademme, S.Kep., M.Kep dosen pembimbing I yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing penulisan Proposal ini.

5. Ns. Novita Mansoben, S.Kep., M.Kep dosen pembimbing II yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing penulisan Proposal ini.

6. Ns. Evi Hudriyah, S.Kep., M.Kep., M.Kes Ketua Penguji atas kritik dan saran

dalam perbaikan Proposal ini

iii
7. Ns. Irma Idris, S.Kep., M.Kep selaku anggota penguji I kritik dan saran dalam

perbaikan proposal ini

8. Ns. Inggerid A. Manoppo, S.Kep., M.Kep selaku anggota penguji II kritik dan

saran dalam perbaikan proposal ini

9. Rekan – rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Keperawatan STIKES Papua.

10. Seluruh pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan

satu persatu, semoga Tuhan membalas kebaikan yang telah diberikan.

Penulis menyadari, bahwa penulisan Proposal ini masih jauh dari

kesempurnaan dan untuk itu kritik dan saran sangatlah penulis harapkan untuk

perbaikan kedepan, Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati hasil karya ini.

Manokwari, Januari 2022

Penulis,

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengetahuan......................................................................... 5
B. Asma ................................................................................... 8
C. Upaya Pencegahan Kekambuhan Asma ............................... 25
D. Kerangka Teori .................................................................... 31
E. Kerangka Konsep................................................................. 32
F. Definisi Operasional ............................................................ 33
G. Hipotesis .............................................................................. 33

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis dan Desain Penelitian ....................................................... 34
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 34
C. Populasi dan sampel .................................................................. 34
D. Alat Pengumpulan Data ............................................................ 35
E. Prosedur Pengumpulan Data ..................................................... 36
v
F. Pengolahan Data ....................................................................... 37
G. Analisa Data ............................................................................. 37
H. Etika Penelitian ......................................................................... 38

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 42


LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Asma.................................................................. 20


Tabel 2.2 Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis ........ 23

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Teori........................................................................... 31

Gambar 3.1. Kerangka Konsep ....................................................................... 32

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Informed Consent

Lampiran 2 : Kuesioner Penelitian

ix
DAFTAR SINGKATAN

GINA : Global Initiative for Asthma

IGD : Instalasi Gawat Darurat

WHO : World Health Organization

Covid-19 : Corona Virus Disease 19

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar Nasional

Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Nasional

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

RSV : Respiratory Syncytial Virus

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) tahun 2018, asma

didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronis pada saluran pernafasan.

Angka kejadian penyakit asma akhir-akhir ini mengalami peningkatan dan

relative sangat tinggi dengan banyaknya morbiditas dan mortalitas.

Laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2021 sebanyak

262 juta orang menderita asma dan menyebabkan 461.000 kematian. Kematian

ini meningkat dengan adanya pandemi Corona Virus Disease (Covid)-19.

Sebagian besar kematian terkait asma terjadi di negara berpenghasilan rendah

dan menengah ke bawah, di mana diagnosis dan perawatan yang kurang

merupakan tantangan (WHO, 2021).

Laporan Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) Indonesia

melaporkan penyakit asma masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan

kematian. Angka kejadian asma tahun 2013 sebesar 4,5% menurun di tahun

2018 sebesar 2,4% tertingggi di Yogyakarta sebesar 4,5% dan terendah di

Sumatera Utara sebesar 1%. Papua Barat menduduki urutan ke 20 dari 34

provinsi sebesar 2,33% lebih rendah dari rata – rata nasional (Riskesdas, 2018).

Faktor penyabab asma dipengaruhi oleh genetik dari orangtua, umur,

jenis kelamin dan obesitas. Sedangkan faktor pemicu terjadinya kekambuhan

secara eksternal disebabkan oleh zat iritasi sepati debu, asap rokok, gas dan

bahanbahan kimia, zat allergen seperti bulu binatang terutama bila menderita

Asma alergi. Faktor intrinsik meliputi perubahan temperature yang mendadak,

1
2

aktivitas fisik yang berlebihan terutama pada exercise induced asma, gangguan

emosi dan stress serta faktor pekerjaan.

Derajat keparahan jumlah kekambuhan asma pada mingguan bisa

menyerang lebih dari 1 kali dalam satu minggu sedangkan dalam kurun waktu

1 bulan bisa mencapai lebih dari 2 kali. Serangan dapat mengganggu aktivitas

dan tidur yang bisa menyebabkan sesak dan harus taat untuk minum obat

selama gejala asma bronkiale tersebut masih menyerang (Brunner & Suddarth,

2015)

Hasil penelitian (Hidayati, 2015) menemukan pasien asma mengalami

kekambuhan asma yang sering sebanyak 47%, kadang –kadang sebanyak 37%

dan jarang sebanyak 16%. Upaya peningkatan pengetahuan pasien asma

melalui pendidikan kesehatan dapat mencegah kekambuhan asma. Kurangnya

pengetahuan pasien dan masyarakat tentang asma dan menganggap asma

merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, kurangnya upaya

untuk melaksanakan pencegahan serangan asma di rumah, serta belum terlihat

adanya usaha yang baik dalam mengontrol dan menghindari alergen. Hal ini

yang mengakibatkan kekambuhan pada pasien asma (Kalsum, 2021).

Penelitian (Astuti & Darliana, 2018) di Rumah Sakit Umum Daerah dr.

Zainoel Abidin Banda Aceh menemukan bahwa pengetahuan yang baik

berhubungan dengan upaya pencegahan kekambuhan asma berada pada

kategori baik dengan menjauhi faktor pencetus kekambuhan asma.

Peningkatan pengetahuan dipengaruhi peran perawat yang memberikan

pendidikan kasehatan yang disertai dengan media sehingga dapat melakukan

upaya pencegahan kekambuhan pada pasien asma.


3

Data yang peneliti peroleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Manokwari

pada tahun 2020 sebanyak 458 kasus. Data dari IGD RSUD Manokwari pada

tahun 2020 jumlah pasien Asma sebanyak 234 pasien dan pada bulan Januari

– Oktober 2021 tahun 2021 sebanyak 244 pasien. Pasien datang dengan

keluhan atau diagnosis pertama kali menderita asma, kontrol ulang maupun

mengalami kekambuhan asma. Rata – rata penyebab kekambuhan asma karena

penderita asma tidak mematuhi pantang makan, menghindari polutan serta

mencegah stress. serta faktor yang sulit dihindari adalah fakktor lingkungan

namun dapat dicegah bila penderita asma membawa obat bila terjadi serangan

mendadak asma.

Berdasarkan masalah tersebut di atas, maka menjadi dasar peneliti untuk

melakukan penelitian tentang “Hubungan Pengetahuan Pasien Tentang Asma

Dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan di IGD RSUD Manokwari”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah “Apakah ada hubungan pengetahuan pasien tentang asma dengan

upaya pencegahan kekambuhan di IGD RSUD Manokwari ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pengetahuan pasien tentang asma dengan upaya

pencegahan kekambuhan di IGD RSUD Manokwari.


4

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengetahuan pasien tentang pencegahan kekambuhan asma

di IGD RSUD Manokwari

b. Mengetahui upaya pasien dalam pencegahan kekambuhan asma di IGD

RSUD Manokwari.

c. Mengetahui hubungan pengetahuan pasien tentang asma dengan upaya

pencegahan kekambuhan di IGD RSUD Manokwari.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat ilmiah

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dalam

melakukan penelitian khususnya meningkatkan peran sebagai calon perawat

dalam meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat. Menjadi

kajian dalam meningkatkan pembelajaran keperawatan tentang

penatalaksanaan keperawatan untuk meningkatkan peran perawat dalam

sebagai advokator dan edukator dalam meningkatkan kesehatan pasien

daengan memberikan pendidikan kesehatan.

2. Manfaat institusi

Sebagai bahan evaluasi tentang program edukasi dalam mencegah

mencegah kekambuhan asma di IGD RSUD Manokwari dan peran perawat

IGD sebagai edukator dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada

pasien asma dalam mencegah kekambuhan asma di RSUD Manokwari.

3. Manfaat praktis

Sebagai informasi tentang pentingnya pencegahan asma yang dapat

menyebabkan gagal nafas pada pasien di IGD RSUD Manokwari.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku

seseorang (Bakri, 2017). Pengetahuan adalah hasil yang didapat setelah orang

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. sebagian besar

pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Perilaku yang didasari oleh

pengetahuan lebih lenggeng daripada perilaku yang tidak didasari

pengetahuan (Donsu, 2017).

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut (Donsu, 2017) pengetahuan yang tercakup dalam domain

kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar.

5
6

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada kondisi sebenarnya.

d. Analisa (analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan

bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan

kriteria-kriteria yang telah ada.

3. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Priyoto (2014), faktor–faktor yang mempengaruhi

pengetahuan terdiri atas:

a. Usia

Semakin tua usia seseorang, maka pengalaman akan bertambah

sehingga akan meningkatkan pengetahuannya akan suatu objek.


7

b. Pendidikan

Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang

atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan pelatihan. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan

seseorang kepada orang lain agar dapat memahami sesuatu hal, tidak dapat

dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah

pula mereka menerima informasi dan pada akhirnya pengetahuan yang

dimilikinya akan semakin banyak.

c. Pekerjaan

Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah,

pencaharian

d. Minat

Minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi

terhadap sesuatu

e. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang

dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Orang cenderung berusaha

melupakan pengalaman yang kurang baik. Sebaliknya, jika pengalaman

tersebut menyenangkan, maka secara psikologis mampu menimbulkan

kesan yang sangat mendalam dan teringat dalam emosi kepada seseorang.

f. Informasi

Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat mempercepat

seseorang memperoleh pengetahuan yang baru.


8

B. Asma

1. Pengertian

Penyakit Asma berasal dari kata “Asthma” yang diambil dari bahasa

Yunani yang berarti “sukar bernapas”. Penyakit asma merupakan proses

inflamasi kronik saluran pernapasan yang melibatkan banyak sel dan

elemennya. Proses inflamasi kronik ini menyebabkan saluran pernapasan

menjadi hiperesponsif, sehingga memudahkan terjadinya bronkokonstriksi,

edem, hipersekresi kelenjar, yang menghasilkan pembatasan aliran udara di

saluran pernapasan dengan manifestasi klinik yang bersifat periodik berupa

mengi, sesak napas, dada terasa berat, batukbatuk terutama pada malam hari

atau dini hari/subuh. Gejala ini berhubungan dengan luasnya inflamasi, yang

derajatnya bervariasi dan bersifat reversible secara spontan maupun dengan

atau tanpa pengobatan (GINA, 2018).

Asma adalah penyakit pada saluran bronkial yang biasanya muncul

dengan “mengi” atau suara bersiul bernada tinggi yang terdengar saat

bernafas, terutama pada saat bernafas. Namun, mengi tidak selalu terjadi, dan

asma juga bisa melibatkan sesak napas atau batuk, terutama pada anak-anak.

Asma paling umum berkembang pada anak usia dini, dan lebih dari tiga

perempat anak-anak yang mengalami gejala asma sebelum usia 7 tahun tidak

lagi memiliki gejala asma pada usia 16 tahun. Namun, asma dapat

berkembang pada setiap tahap dalam kehidupan, termasuk saat dewasa

(Global Ashtma Network, 2019).


9

Asma adalah gangguan pada bronkus dan trakhea yang memiliki reaksi

berlebihan terhadap stimulus tertentu dan bersifat reversibel. asma adalah

obstruksi pada bronkus yang mengalami inflamasi dan memiliki respon yang

sensitif serta bersifat reversible (Padila, 2015). Asma adalah penyakit

inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai dengan adanya

mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang berulang dan timbul terutama pada

malam atau menjelang pagi akibat penyumbatan saluran pernapasan

(Kemenkes RI, 2017).

2. Etiologi dan Faktor Resiko Kekambuhan Asma

Menurut Setiawan (2018) atopi merupakan faktor terbesar yang paling

berpengaruh terhadap perkembangan asma. Riwayat penyakit alergi pribadi

maupun keluarga seperti rinitis, urtikaria, dan eksema sering dihubungkan

dengan kejadian asma alergi. Selain itu, alergen pada manusia juga dapat

dicetuskan dari debu rumah (tungau) yang paling sering menyebabkan

eksasebasi asma. Tungau - tungau tersebut secara biologis dapat merusak

struktur saluran napas melalui aktivitas proteolitik, yang kemudian

menghancurkan integritas dari tight junction antara sel-sel epitel. Apabila

fungsi epitel telah dihancurkan, maka alergen dan partikel lai dapat dengan

mudah masuk ke area yang lebih dalam yaitu di daerah lamina propia.

Aktivitas protease dari tungau-tungau yang terdapat pada debu rumah

tersebut dapat masuk ke daerah epitel dan melakukan penetrasi lebih dalam

di saluran pernapasan.

Faktor lingkungan baik yang berhubungan dengan imunologi maupun

non imunologi juga merupakan faktor pencetus dari asma termasuk perokok
10

aktif ataupun pasif. Sekitar 25%-30% dari pengidap asma adalah seorang

perokok. Dari data ini, dapat kita tarik kesimpulan bahwa merokok maupun

terkena asap rokok akan meningkatkan morbiditas dan keparahan penyakit

dari penderita asma. Terpapar asap rokok yang lama pada penderita asma juga

akan berdampak terhadap kerusakan dan penurunan fungsi paru (Setiawan,

2018).

Menurut Global Initiative for Asthma (2018) menjelaskan bahwa faktor

yang mempengaruhi terjadinya asma dibagi menjadi faktor yang menyebabkan

perkembangan asma dan faktor yang memicu gejala asma.

a. Faktor host

1) Genetik

Studi keluarga dan analisis asosiasi kontrol kasus telah

mengidentifikasi sejumlah kromosom yang berkaitan dengan kerentanan

asma. Kecenderungan untuk menghasilkan kadar serum IgE total yang

meningkat bersamaan dengan terjadinya hiperresponsif jalan napas

merupakan salah satu contoh penyebab terjadinya asma yang disebabkan

oleh faktor genetik.

2) Obesitas

Asma cenderung banyak ditemukan pada orang obesitas dengan

BMI > 30 kg/m2 dan sulit untuk dikontrol. Efek obesitas pada mekanisme

paru berpengaruh pada jalan napas sehingga mengakibatkan penurunan

fungsi paru, dalam hal ini pasien obesitas memiliki pengurangan volume

cadangan respirasi dan pola napas yang berpengaruh terhadap elastisitas

otot polos dan fungsi saluran napas lainnya.


11

3) Jenis kelamin

Pada usia anak-anak yaitu sebelum usia 14 tahun, jenis kelamin laki-

laki lebih berisiko mengalami asma dibandingkan dengan perempuan, hal

tesebut dikarenakan ukuran paru-paru pada laki-laki ketika lahir lebih kecil

dibandingkan perempuan. Akan tetapi, ukuran paru-paru pada laki-laki

ketika dewasa lebih besar dibandingkan perempuan, sehingga beberapa

penelitian menyebutkan di usia dewasa perempuan cenderung lebih

berisiko mengalami asma dibandingkan laki-laki.

b. Faktor lingkungan

1) Alergen

Alergen dapat menyebabkan kekambuhan pada penyakit asma. Jenis

alergen dibagi menjadi dua, yaitu alergen indoor dan alergen outdoor.

Alergen indoor merupakan alergi sebagai faktor pencetus asma yang

didapatkan dari dalam ruangan, seperti debu rumah, bulu pada binatang

(anjing, kucing, dan hewan pengerat), alergen pada kecoak dan jamur

(alternaria, aspergilus, caldosporium, dan candida), sedangkan alergen

outdoor merupakan alergen yang didapatkan dari luar ruangan, seperti

serbuk pada pohon, gulma, rumput, jamur, dsb.

2) Infeksi

Sejumlah virus berkaitan dengan fenotif asma muncul sejak masa

bayi. Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan parainfluenza virus

menghasilkan pola gejala bronkiolitis yang mirip dengan gejala asma pada

anak. Hipotesis terkait kebersihan menunjukkan bahwa paparan infeksi di


12

awal kehidupan perkembangan anak juga mempengaruhi sistem kekebalan

tubuh yang berkaitan dengan terjadinya asma pada anak.

3) Asap rokok

Asap rokok pada perokok aktif maupun pasif menyebabkan

terjadinya percepatan penurunan fungsi paru, meningkatkan keparahan

asma, glukokortikosteroid sistemik, mengakibatkan penderita asma kurang

responsif terhadap pengobatan yang diberikan sehingga mengakibatkan

rendahnya kemungkinan dapat terkontrolnya suatu penyakit asma pada

pederita.

4) Makanan

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa bayi yang diberikan susu

sapi maupun susu protein kedelai memiliki insiden lebih tinggi mengalami

mengi dibandingkan dengan bayi yang diberikan ASI. Peningkatan

penggunaan makanan olahan yang mengandung pewarna, pengawet,

mengandung lemah jenuh berkontribusi dalam peningkatan gejala

munculnya penyakit asma.

Menurut (Giudice dkk, 2014) menyatakan terdapdat beberapa faktor risiko

yang dapat memengaruhi timbulnya penyakit asma, diantaranya adalah:

a. Genetik

Dalam patogenesis asma terlibat faktor-faktor "protektif" dan

"predisposisi" sebagai akibat dari interaksi kompleks yang terjadi antara

predisposisi genetik dengan paparan lingkungan. Dari sudut pandang genetik,

gen yang diidentifikasi bertanggung jawab lebih dari 100 jenis gen dan
13

banyak polimorfisme yang telah terbukti berhubungan dengan timbulnya

asma.

b. Lingkungan

Faktor lingkungan yang paling terlibat dalam timbulnya asma terjadi

pada anak-anak yang diwakili oleh alergen, asap rokok, infeksi pernapasan

dan polusi udara. Perubahan cuaca, cuaca lembab dan hawa pegunungan yang

dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin

merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Serangan kadang-

kadang berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,

musim bunga (serbuk sari beterbangan).

c. Alergen

Alergen dalam ruangan (tungau debu, jamur dan bulu binatang) dan

alergen luar ruangan (serbuk sari dan jamur) mampu memicu sensitisasi

dengan paparan yang lama dan memicu asma akut. Sensitisasi alergi, dalam

konsep atopic march, merupakan faktor risiko utama untuk pengembangan

asma. Secara khusus, subjek yang terpolisensitisasi dan dengan alergi

makanan dapat menyebabkan asma yang lebih parah.

d. Asap Rokok

Paparan asap rokok pada masa prenatal dan postnatal meningkatkan

risiko anak menjadi asma dan meningkatkan keparahan asma.

e. Obesitas

Baru-baru ini juga diketahui bahwa obesitas merupakan faktor risiko

asma karena obesitas menyebabkan peningkatan leptin, TNF-α, dan IL-6,


14

yang mengerahkan aksi non-eosinofil pro-inflamasi. Selain itu, kurangnya

aktivitas fisik serta penambahan berat badan berkontribusi terhadap

determinasi penyakit.

f. Vitamin D

Vitamin D terlibat dalam proses perkembangan dan pematangan paru

janin. Kadar 25-OH vitamin D dari darah tali pusat berkorelasi terbalik

dengan risiko infeksi pernapasan dan mengi di masa kanak-kanak. Vitamin D

memiliki sifat imunomodulator yang mengerahkan tindakan menghambat

produksi sitokin pro-inflamasi dan induksi sintesis peptida antimikroba pada

sel-sel sistem kekebalan tubuh bawaan. Vitamin D memodulasi efek

glukokortikoid dan juga memiliki peran dalam remodeling bronkial, karena

memiliki pengaruh dalam mengatur ekspresi gen otot polos bronkial.

g. Infeksi

Infeksi di awal kehidupan mungkin memainkan peran induksi mengi

atau perlindungan terhadap perkembangan penyakit alergi (menurut hipotesis

kebersihan). Pada bayi yang berisiko infeksi pernafasan, virus dapat

menyebabkan mengi, yang pada saat tertentu dapat berkembang pada asma

terutama pada individu dengan kecenderungan atopik.

3. Patofisiologi

Menurut (Yudhawati & Krisdanti, 2019) keterbatasan aliran udara pada

asma bersifat recurrent dan disebabkan oleh berbagai perubahan dalam saluran

napas, meliputi:
15

a. Bronkokonstriksi

Kejadian fisiologis dominan yang mengakibatkan timbulnya gejala

klinis asma adalah penyempitan saluran napas yang diikuti oleh gangguan

aliran udara. Pada asma eksaserbasi akut, kontraksi otot polos bronkus

(bronkokonstriksi) terjadi secara cepat, menyebabkan penyempitan saluran

napas sebagai respons terhadap paparan berbagai stimulus termasuk alergen

atau iritan. Bronkokonstriksi akut yang diinduksi oleh alergen ini merupakan

hasil IgEdependent release of mediators dari sel mast, yang meliputi

histamin, tryptase, leukotrien, dan prostaglandin yang secara langsung

mengakibatkan kontraksi otot polos saluran napas.

b. Edema Jalan Napas

Saat penyakit asma menjadi lebih persisten dengan inflamasi yang

lebih progresif, akan diikuti oleh munculnya faktor lain yang lebih membatasi

aliran udara. Faktor - faktor tersebut meliputi edema, inflamasi, hipersekresi

mukus dan pembentukan mucous plug, serta perubahan struktural termasuk

hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran napas.

c. Airway Hyperresponsiveness

Mekanisme yang dapat memengaruhi airway hyperresponsiveness

bersifat multiple, diantaranya termasuk inflamasi, dysfunctional

neuroregulation dan perubahan struktur, dimana inflamasi merupakan faktor

utama dalam menentukan tingkat airway hyperresponsiveness. Pengobatan

yang ditujukan pada inflamasi dapat mengurangi airway hyperresponsiveness

serta memperbaiki tingkat kontrol asma.


16

d. Airway Remodeling

Keterbatasan aliran udara dapat bersifat partially reversible pada

beberapa penderita asma. Perubahan struktur permanen dapat terjadi di

saluran napas, terkait hilangnya fungsi paru secara progresif yang tidak dapat

dicegah sepenuhnya dengan terapi yang ada. Airway remodeling melibatkan

aktivasi banyak sel yang menyebabkan perubahan permanen dalam jalan

napas. Hal ini akan meningkatkan obstruksi aliran udara, airway

hyperresponsiveness dan dapat membuat pasien menjadi kurang responsif

terhadap terapi yang diberikan. Biopsi bronkial dari pasien asma dapat

menunjukkan gambaran infiltrasi eosinofil, sel mast serta sel T yang

teraktivasi. Karakteristik perubahan struktural mencakup penebalan membran

sub-basal, fibrosis subepitel, hiperplasia dan hipertrofi otot polos saluran

napas, proliferasi dan dilatasi pembuluh darah, serta hiperplasia dan

hipersekresi kelenjar mukus. Hal ini menunjukkan bahwa epithelium saluran

napas mengalami perlukaan secara kronis serta tidak terjadi proses perbaikan

yang baik, terutama pada pasien yang menderita asma berat.

4. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang muncul pada penderita asma adalah sebagai berikut

(Gina, 2018):

a. Sesak napas

Sesak napas yang dialami oleh penderita asma terjadi setelah

berpaparan dengan bahan alergen dan menerap beberapa saat.


17

b. Batuk

Batuk yang terjadi pada penderita asma merupakan usaha saluran

pernapasan untuk mengurangi penumpukan mukus yang berlebihan pada

saluran pernapasan dan partikel asing melalui gerakan silia mukus yang

ritmik keluar. Batuk yang terjadi pada penderita asma sering bersifat

produktif.

c. Suara napas wheezing/ mengi

Suara ini dapat digambarkan sebagai bunyi yang bergelombang yang

dihasilkan dari tekanan aliran udara yang melewati mukosa bronkus yang

mengalami pembengkakan tidak merata. Wheezing pada penderita asma akan

terdengar pada saat ekspirasi.

d. Pucat

Pucat pada penderita asma sangat tergantung pada tingkat penyempitan

bronkus. Pada penyempitan yang luas penderita dapat mengalami sianosis

karena kadar karbondioksida yang ada lebih tinggi daripada kadar oksigen

jaringan.

e. Lemah

Oksigen di dalam tubuh difungsikan untuk respirasi sel yang akan

digunakan untuk proses metabolisme sel termasuk pembentukan energi yang

bersifat aerobic seperti glikolisis, jika jumlah oksigen berkurang maka proses

pembentukan energi secara metabolik juga menurun sehingga penderita

mengeluh lemah.
18

5. Penegakan Diagnosis

Menurut Setiawan (2018) diagnosis asma ditegakkan apabila dapat

dibuktikan adanya obstruksi jalan napas yang reversibel. Dari hasil

anamnesis didapatkan adanya riwayat penyakit/ gejala sebagai berikut:

a. Bersifat episodik, reversibel dengan atau tanpa dilakukan pengobatan

b. Gejala dapat berupa batuk, sesak napas, rasa berat di dada, dan adanya

dahak

c. Gejala timbul/ semakin memburuk pada malam hari

d. Respons positif terhadap pemberian bronkodilator

Selain dari beberapa poin anamnesis di atas juga dapat ditanyakan

mengenai riwayat keluarga pasien (atopi), riwayat alergi/ atopi, penyakit

lain yang memberatkan, perkembangan penyakit dan pengobatan. Adapun

tanda dan gejala lain yang dapat meningkatkan kecurigaan terhadap asma

yang dapat dinilai adalah terdapat suara mengi (wheezing), terutama lebih

sering pada anak-anak. Apabila didapatkan pemeriksaan dada dengan hasil

normal, dapat pula dikategorikan asma apabila memiliki salah satu/lebih

hal-hal berikut:

a. Memiliki riwayat:

1) Batuk dengan keluhan semakin memburuk pada malam hari

2) Mengi yang berulang

3) Kesulitan bernapas

4) Sesak napas yang berulang

b. Keluhan terjadi dan semakin memburuk pada malam hari

c. Keluhan terjadi atau semakin memburuk pada musim tertentu


19

d. Pasien memiliki riwayat eksema, hay fever, atau riwayat keluarga

memiliki asma atau penyakit atopi

e. Keluhan terjadi atau semakin memburuk apabila terpapar hal-hal

berikut:

1) Bulu binatang

2) Aerosol bahan kimia

3) Perubahan temperatur

4) Debu tungau

5) Obat-obatan (aspirin, beta blocker)

6) Melakukan aktivitas

7) Serbuk tepung sari

8) Infeksi saluran pernapasan

9) Rokok

10) Ekspresi emosi yang kuat

f. Keluhan menujukkan respon dengan pemberian terapi anti asma

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda obstruksi

saluran napas dan tanda yang khas yaitu adanya suara mengi saat

dilakukan auskultasi.

Namun, sebagian penderita asma dapat pula ditemukan suara napas

normal pada auskultasi walaupun pada pengukuran faal paru telah terjadi

penyempitan saluran napas. Pengukuran faal paru dilakukan untuk menilai

obstruksi saluran napas, reversibilitas kelainan faal paru, veriabilitas faal

paru, dan sebagai penilaian tak langsung pada hiperresponsif saluran

napas. Pemeriksaan faal paru yang standar adalah pemeriksaan dengan


20

menggunakan spirometri dan peak flow meter (arus puncak ekspirasi).

Pemeriksaan lain yang juga dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit

asma antara lain uji provokasi bronkus dan pengukuran status alergi. Uji

provokasi bronkus memiliki sensitivitas yang tinggi, namun dengan

spesifisitas yang rendah. Komponen alergi pada penyakit asma dapat

diidentifikasi dengan melakukan pemeriksaan kulit atau pengukuran IgE

spesifik serum, namun cara ini tidak terlalu efektif dalam mendiagnosis

penyakit asma, hanya dapat membantu dalam mengidentifikasi faktor

pencetus.

Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Asma


Gejala Karakteristik
Biasanya >1 gejala respiratori, gejala
Wheezing, batuk, sesak napas, berfluktuasi intensitasnya seiring waktu, gejala
dada tertekan, produksi sputum memberat pada malam hari atau dini hari, gejala
timbul bila ada pencetus
Konfirmasi adanya limitasi aliran
udara respirasi
Gambaran obstruksi saluran FEV1 rendah (<80% nilai prediksi); FEV1/FVC
napas ≤90%
Uji reversibilitas (paska
Peningkatan FEV1 >12%
bronkodilator)
Variabilitas Perbedaan PEFR harian >13%
Uji provokasi Penurunan FEV1 >20% atau PEFR >15%
Sumber: (Lorensia dkk, 2016)

Menurut (Ullmann dkk., 2018) terdapat beberapa diagnosis

banding penyakit asma, diantaranya adalah:

a. Cystic Fibrosis dan Bronchiectasis

Gejala dari penyakit ini berupa batuk harian yang disertai

sputum yang produktif, clubbing, malabsorpsi dan kegagalan tumbuh,

infeksi dada berulang, kolonisasi bakteri saluran udara. Pemeriksaan


21

diagnostik yang perlu dilakukan adalah tes keringat klorida, tes

genetika, kultur swab, tes fungsi paru, dan CT thorax.

b. Imunodefisiensi

Apabila pasien memiliki imunodefisiensi, biasanya terdapat

infeksi pada saluran napas berulang, ataupun infeksi sistemik (sejak

usia beberapa bulan). Pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukan

adalah tes imunoglobulin dan tes khusus immunologi.

c. Diskinesia Ciliary Primer

Penyakit ini ditandai dengan gejala jalan napas atas neonatal,

rinosinusitis kronis, otitis media berulang, batuk basah harian, defek

lateralitas. Pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukan adalah Nasal

NO, HSVM, EM, Tes Genetik, Immunofluoresensi, dan CT thorax.

d. Bronchitis Bacterial

Gejala dari penyakit ini berupa batuk basah berkepanjangan,

respons buruk terhadap beta-2 agonis, serta respons yang baik terhadap

antibiotik jangka panjang. Pada umumnya penyakit ini tidak

memerlukan pemeriksaan khusus, namun dapat juga dilakukan

pemeriksaan khusus seperti kultur swab, dan bronkoskopi dengan BAL

(Bronchoalveolar Lavage).

e. Airway Malacia

Gejala dari penyakit ini berupa mengi monofonik ketika anak

aktif, pengaturan risiko tinggi (misal pada post operasi tracheo-

esophageal fistula atau vaskular ring), serta didapatkan suara napas


22

stridor. Pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukan adalah tes fungsi

paru, bronkoskopi fleksibel, dan Dynamic CT.

f. Benda Asing Jalan Napas

Apabila terdapat beda asing pada saluran napas didapatkan

gejala yang timbul secara mendadak atau tiba-tiba, memiliki riwayat

tersedak, mengi unilateral monofonik, serta hiperinflasi fokal paru.

Pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukan adalah bronkoskopi paru,

dan rontgen thorax.

g. Kebiasaan Batuk

Pada orang yang memiliki kebiasaan batuk, biasanya ditandai

dengan gejala batuk kering yang berkepanjangan, tidak adanya batuk

saat tidur, serta tidak didapatkan temuan fisik. Tidak perlu dilakukan

pemeriksaan diagnostik khusus atau investigasi medis pada pasien yang

memiliki kebiasaan batuk.

h. Vocal Cord Dysfunction

Tidak didapatkan kelainan struktural, didapatkan gejala "asma"

yang memburuk secara mendadak, serta tidak ada respons terhadap obat

asma. Pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukan adalah melihat atau

mengamati video saat terjadi serangan, ataupun laringoskopi selama

serangan.

i. Bronchiolitis obliterans

Pada pasien yang memiliki bronchiolitis obliterans biasanya

memiliki riwayat infeksi virus yang parah pada saat usia 3 tahun

pertama. Pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukan adalah dengan


23

melakukan pemeriksaan CT scan untuk mengamati karakteristik pola

mosaik yang khas dan air trapping.

6. Klasifikasi

Tabel 2.2 Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis


No Derajat Gejala Gejala Faal Paru
Asma Malam
1. Intermiten Bulanan: ≤2x/ bulan APE ≥80%:
Gejala <1x/minggu, VEP1 ≥80% nilai
tanpa gejala diluar prediksi, APE ≥80%
serangan, serangan nilai terbaik,
singkat variabilitas APE
<20%
2. Persisten Mingguan: >2x/ bulan APE ≥80%:
Ringan Gejala >1x/minggu, VEP1 ≥80% nilai
tetapi < 1x/hari, prediksi, APE ≥80%
serangan mengganggu nilai
aktivitas dan tidur, terbaik, variabilitas
membutuhkan APE 20-30%
bronkodilator setiap
hari
3. Persisten Harian: Gejala setiap >1x/ minggu APE 60-80%:
Sedang hari, serangan VEP1 60-80%
mengganggu aktivitas nilai prediksi,
dan tidur, APE 60-80%
membutuhkan nilai terbaik,
bronkodilator setiap variabilitas APE
hari >30%
4. Persisten Kontinyu: sering APE ≤60%:
Berat Gejala terus menerus, VEP1 ≤60% nilai
sering kambuh, prediksi, APE ≤60%
aktivitas terbatas nilai terbaik,
variabilitas APE
>30%
Sumber: (Setiawan, 2018)

7. Penatalaksanaan Asma

Menurut (Kemenkes RI, 2015) tujuan utama dari tata laksana

penyakit asma adalah tercapainya kondisi asma terkontrol sehingga

penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan

aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi


24

menjadi dua, yaitu penatalaksanaan asma jangka panjang dan

penatalaksanaan asma akut/pada saat serangan.

a. Tatalaksana Asma Jangka Panjang

Prinsip utama dari penatalaksanaan jangka panjang adalah

edukasi, obat Asma (terdiri dari pengontrol dan pelega), dan menjaga

kebugaran (senam asma). Obat pelega diberikan saat serangan asma,

obat pengontrol diberikan dengan tujuan untuk mencegah serangan dan

diberikan dalam jangka panjang dan terus-menerus.

b. Tatalaksana Asma Akut pada Anak dan Dewasa

Tujuan dari tatalaksana serangan asma akut adalah:

1) Mengatasi gejala serangan asma

2) Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan

3) Mencegah terjadinya kekambuhan

4) Mencegah kematian karena serangan asma

Untuk mencapai dan mempertahankan keadaan Asma yang

terkontrol terdapat dua faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu:

medikasi dan pengobatan berdasarkan derajat asma.

Kriteria Asma terkontrol pada anak dan dewasa, yaitu:

1) Tidak ada gejala atau minimal

2) Tidak ada serangan pada malam hari

3) Tidak ada keterbatasan dalam melakukan aktivitas termasuk

exercise

4) Tidak ada pemakaian obat-obatan pelega asma atau minimal

5) Variasi harian APE (Arus Puncak Ekspirasi) kurang dari 20%


25

6) Nilai APE normal atau mendekati normal

7) Efek samping obat minimal (tidak ada)

8) Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat

Penyakit asma merupakan penyakit yang didapatkan secara genetik atau

keturunan. Apabila salah satu atau kedua orangtua, kakek, atau nenek menderita

penyakit asma maka penyakit asma dapat diturunkan ke anak. Asma juga tidak

dapat disembuhkan dan obat-obatan yang ada saat ini hanya berfungsi untuk

menghilangkan gejala saja. Namun, dengan melakukan kontrol penyakit asma,

penderita bisa bebas dari gejala penyakit asma yang mengganggu sehingga dapat

menjalani aktivitas hidup sehari-hari. Mengingat banyaknya faktor risiko yang

berperan dalam timbulnya gejala asma, maka prioritas pengobatan penyakit

asma sempai saat ini ditujukan untuk mengontrol gejala asma. Kontrol yang baik

terhadap penyakit asma diharapkan dapat mencegah terjadinya eksaserbasi

(serangan/kumatnya gejala penyakit asma), menormalkan fungsi paru,

memperoleh aktivitas sosial yang baik dan meningkatkan kualitas hidup pasien

(Kemenkes RI, 2015).

C. Upaya Pencegahan Kekambuhan Asma

1. Definisi

Pasien dengan asma untuk mencegah kekambuhan harus menjalani

pemeriksaan seperti mengidentifikasi subtansi, faktor-faktor penyebab, atau

yang mencetuskan terjadinya serangan kekambuhan asma. Penyebab yang

mungkin dapat saja bantal, kasur pakaian jenis tertentu, hewan peliharaan,

sabun, makanan tertentu, jamur dan serbuk sari. Jika serangan berkaitan
26

dengan musim, maka serbuk sari dapat menjadi dugaan kuat. Upaya yang

harus dibuat untuk menghindari dari agen penyebab kekambuhan penyakit

asma bronkiale adalah dengan menghindari faktor pencetus seminimal

mungkin, yaitu menghindari hal-hal berikut (Brunner & Suddartha, 2015)

2015):

a. Faktor Ekstrinsik

1) Zat iritasi sepati debu, asap rokok, gas dan bahanbahan kimia.

2) Zat allergen seperti bulu binatang terutama bila menderita Asma alergi.

b. Faktor intrinsik:

1) Perubahan temperature yang mendadak.

2) Aktivitas fisik yang berlebihan terutama pada exercise induced asma.

3) Gangguan emosi dan stress.

4) Faktor pekerjaan.

Di mana derajat keparahan jumlah kekambuhan asma pada mingguan

bisa menyerang lebih dari 1 kali dalam satu minggu sedangakan dalam kurun

waktu 1 bulan bisa mencapai lebih dari 2 kali. Serangan dapat

mengganggu aktivitas dan tidur yang bisa menyebabkan sesak dan harus

taat untuk minum obat selama gejala asma bronkiale tersebut masih

menyerang (Brunner & Suddarth 2015).

2. Tujuan upaya pencegahan kekambuhan pada pasien asma

Tujuan dari upaya pencegahan kekambuhan pada pasien asma agar

tidak terjadi kekambuhan yang ditinjau dari faktor-faktor penyebab atau

pencetus.
27

3. Upaya pencegahan kekambuhan Asma

Menurut ((PDPI, 2016) upaya pencegahan keambuhan asma terbagi

dari pencegahan primer dan pencegahan sekunder sebagai berikut:

a. Pencegahan primer yaitu mencegah tersensitisasi dengan bahan yang

menyebabkan asma. Perkembangan respon imun jelas menunjukan bahwa

periode prenatal dan perinatal merupakan periode untuk diintervensi

dalam melakukan pencegahan primer penyakit asma. Banyak faktor

terlibat dalam meningkatkan atau menurunkan sensitisasi alergen pada

fetus, tetapi pengaruh faktor-faktor tersebut sangat kompleks dan

bervariasi dengan usia gestasi, sehingga pencegahan primer waktu ini

adalah belum mungkin.

b. Pencegahan sekunder adalah mencegah yang sudah tersensitisasi untuk

tidak berkembang menjadi asma.

c. Pencegahan tersier adalah mencegah agar tidak terjadi serangan/

bermanifestasi klinis asma pada penderita yang sudah menderita asma,

sehingga menghindari pajanan pencetus akan memperbaiki kondisi asma

dan menurunkan kebutuhan medikasi.

Tindakan pencegahan yang berbeda-beda terhadap berbagai paparan

faktor risiko asma sudah diprediksi dengan baik sebelumnya. Ada beberapa

faktor risiko yang tindakan pencegahannya mudah dilakukan, namun ada juga

yang sangat sulit dilakukan, sehingga mempengaruhi perilaku penderita asma

terhadap anjuran tindakan pencegahan yang direkomendasikan. Selain itu,

ada juga penderita asma yang melakukan tindakan pencegahan berdasarkan

pengalamannya selama menderita asma karena sebagian besar penderita


28

menderita asma sejak kecil dan juga ada keterlibatan faktor genetik, atau

berdasarkan mitos yang ada di masyarakat, atau juga berdasarkan determinan

internal (nilai-nilai yang diyakini) (Purnama, 2013).

Dalam jurnal penelitian yang dilakukan oleh (Purnama, 2013) di

lapangan faktor risiko asma yang sering menyebabkan kemunculan gejala dan

tindakan pencegahan asma menurut intensitasnya terdiri dari perubahan suhu

terkait kondisi geografis, alergen, aktivitas fisik, asap rokok, ekspresi emosi

yang berlebihan, dan polusi udara. Faktor risiko yang tersering menyebabkan

kemunculan gejala asma dalam setahun terakhir adalah perubahan suhu

terkait kondisi geografis. Kondisi geografis suatu wilayah yang berakibat

pada perubahan cuaca maupun iklim yang menyebabkan perubahan suhu

setempat menjadi ekstrim dapat memperburuk kondisi tubuh penderita asma.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan pasien dengan

asma yang dipengaruhi oleh faktor risiko aktivitas adalah (27,27%).

Bronkokontriksi timbul sering dipicu oleh hiperreaktivitas saluran pernafasan

akibat aktivitas fisik. Provokator yang berperan adalah proses pendinginan

dan pengeringan saluran pernapasan. Pada orang yang melakukan kegiatan

olahraga, ventilasi-menit akan meningkat. Sebelum masuk ke dalam paru,

udara dingin dan kering harus dihangatkan dan dijenuhkan dengan uap air

oleh epitel trakeobronkial. Epitel trakeobronkial menjadi dingin dan kering

sehingga menyebabkan bronkokontriksi saluran pernapasan. Fenomena

bronkokontriksi seperti exercise induced asthma dapat timbul jika seseorang

menghirup udara dingin dan kering sebanyak ventilasimenit yang diperlukan

untuk terjadinya exercise induced asma tanpa harus melakukan exercise.


29

Hal ini tidak timbul jika orang tersebut menghirup udara hangat dan

jenuh yang ventilasi menitnya sama dengan ventilasi menit udara dingin dan

kering yang menimbulkan bronkokontriksi (Purnama, 2013). Penyebab

kemunculan gejala asma selanjutnya adalah aktivitas fisik. Penderita asma

yang tidak tahan lelah akan sangat cepat menunjukkan tanda-tanda

kekambuhan asma. Walau demikian, aktivitas fisik juga tidak dapat dihindari,

sehubungan dengan masalah ekonomi.

Dalam kondisi seperti ini, penderita asma memang harus mampu

menyesuaikan diri dengan pekerjaan, sehingga waktu istirahat mereka

cukup dan tidak mengorbankan tubuhnya (Hidayati, 2015). Kemudian yang

harus dihindari oleh penderita asma adalah asap rokok. Asap rokok sangat

cepat memicu serangan asma, dan juga dapat meningkatkan frekuensi

terjadinya serangan asma. Partikel yang paling mampu menembus hingga

sistem pernafasan paling akhir, yaitu alveolus di antara seluruh partikel yang

ada di udara bebas (Kalsum, 2021). Hal ini setara dengan kemampuan difusi

virus. Asap rokok juga mampu membuat sel-sel epitel jalan nafas

memproduksi mucus lebih banyak. Gerakan paruparu untuk membersihkan

diri juga terganggu, sehingga dahak dan iritan lain tidak bisa dikeluarkan.

Hal ini berarti penderita asma akan lebih mudah terkena penyakit

infeksi saluran nafas. Gejala asma juga akan muncul akibat infeksi di saluran

nafas. Merokok dapat menyebabkan penurunan fungsi paru yang cepat,

meningkatkan derajat keparahan asma, menjadikan penderita kurang

responsif terhadap terapi gluko kortikosteroid dan menurunkan tingkat

kontrol penyakit asma (GINA, 2018)


30

Sebenarnya, kuantitas paparan asap rokok pada penderita asma dapat

diketahui dengan mengukur kadar cotinin pada air ludah, sehingga penderita

asma bisa lebih waspada (Hidayati, 2015). Asma dipengaruhi oleh stres

psikologis Emosi dan perasaan seperti khawatir, cemas, takut, dan panik,

dapat menyebabkan ketegangan muskuler dan kontraksi di sekitar bronkiolus,

sehingga bronkiolus menjadi lemah dan kejang. Ekspresi emosi yang ekstrim

dapat menyebabkan hiperventilasi dan hipokapnia, yang menyebabkan

penyempitan jalan nafas (GINA, 2018). Penderita asma dengan stress kerja

yang tinggi biasanya memiliki banyak beban pikiran, yang terkadang tidak

bisa dilimpahkan pada orang lain. Hal ini membuat manifestasi klinis asma

sering muncul akibat stress.

Selain karena pekerjaan, umur juga berpengaruh. Hal ini menimbulkan

suatu kondisi seperti depresi, kesepian, merasa tidak dicintai, sedih, dan lain-

lain (Hidayati, 2015). Di saat seperti ini, gejala asma sering muncul. Maka

dari itu, penderita asma sebaiknya mampu mengendalikan pikiran dan

perasaannya. Keluarga juga diharapkan mampu mengkondisikan

lingkungannya agar ekspresi asma tidak muncul akibat emosi yang dirasakan

oleh penderita asma. Polusi udara di suatu wilayah berkaitan dengan

peningkatan kadar polutan atau alergen spesifik dimana penderita asma

tersensitisasi (GINA, 2018). Gejala asma akan mulai terasa parah bila nilai

PSI berada di angka 50-100, dengan kata lain tingkat polusinya sedang.

Partikel-partikel yang secara normal tidak terdapat dalam udara bebas sangat

poten menyebabkan penyempitan jalan nafas, dengan cara kerja seperti

alergen bagi penderita asma. Cara agar ekspresi asma tidak muncul adalah

hanya dengan menghindari paparan polutan ini.


31

D. Kerangka Teori

Adapun kerangka teori dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini.

Etiologi
1. Faktor host Faktor Resiko Kekambuhan
Genetik, obesitas jenis Asma
kelamin
1. Faktor Ekstrinsik
2. Faktor Lingkungan 1) Zat iritasi sepati debu,
Alergen, infeksi, asap asap rokok, gas dan
rokok, makanan bahanbahan kimia.
2) Zat allergen seperti
bulu binatang terutama
bila menderita Asma
alergi
2. Faktor Intrinsik
Faktor yang mempengaruhi 1) Perubahan temperature
pengetahuan yang mendadak.
2) Aktivitas fisik yang
1. Usia berlebihan terutama
2. Pendidikan pada exercise induced
3. Pekerjaan asma.
4. Minat 3) Gangguan emosi dan
5. Pengalaman stress.
6. Informasi 4) Faktor pekerjaan.

Tingkat pengetahuan Pencegahan Kekambuhan


Asma
a. Tahu
b. Memahami 1. Pencegahan Primer
c. Aplikasi 2. Pencegahan Sekunder
d. Analisa 3. Pencegahan Tersier
e. Sintesis
f. Evaluasi

Gambar 2.1 Kerangka Teori


(Donsu, 2018; Priyoto, 2014; Brunner & Suddarth, 2015; PDPI, 2016)
32

E. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Upaya Pencegahan
Pengetahuan Paisen
Kekambuhan Asma
Asma

Variabel Perancu
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Pendidikan
4. Pekerjaan

Keterangan :

: Variabel diteliti

: Variabel tidak diteliti

Gambar 2.2.
Kerangka Konsep Penelitian
33

F. Definisi Operasional

1. Variabel bebas : Pengetahuan Pasien tentang Asma

a. Definisi operasional : Tingkat pemahaman yang diketahui oleh paisen

asma tentang pengertian asma, penyebab kekambuhan asma dan

pencegahan asma.

b. Kriteria objektif :

1) Pengetahuan kurang apabila skor jawaban benar < 50%

2) Pengetahuan baik apabila skor jawaban benar > 50%

c. Alat ukur : Kuesioner

d. Skala ukur : Nominal

2. Variabel terikat : Upaya Pencegahan Kekambuhan Asma

a. Definisi operasional : Tindakan yang dilakukan dalam mencegah asma

meliputi pencegahan primer, sekunder dan tersier

b. Kriteria objektif :

1) Pencegahan kurang apabila skor jawaban dilakukan < 50%

2) Pencegahan baik apabila skor jawaban dilakukan > 50%

c. Alat ukur : Kuesioner

d. Skala ukur : Nominal

G. Hipotesis

Hipotesis dlam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Ho : Tidak ada hubungan pengetahuan pasien tentang asma dengan upaya

pencegahan kekambuhan di IGD RSUD Manokwari

2. Ha : Ada hubungan pengetahuan pasien tentang asma dengan upaya

pencegahan kekambuhan di IGD RSUD Manokwari.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan rancangan

crossectional study, yakni variabel diukur dalam waktu bersamaan (at one time

approach) dalam satu waktu (Notoatmodjo, 2012) yakni menggambarkan

pengetahuan pasien tentang asma dengan upaya pencegahan kekambuhan di

IGD RSUD Manokwari.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Manokwari

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2022 s.d Januari 2022.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Sugiyono, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien

penderita asma di IGD RSUD Manokwari bulan September - November

sebanyak 58 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipandang mewakili

populasi (Notoatmodjo, 2012). Besar sampel dalam penelitian ini

menggunakan rumus Slovin (Notoatmodjo, 2012) sebagai berikut:

34
35

N
n = —————
1 + N (d)2

Keterangan:

n : Besar sampel

N : Besar populasi

d : Penyimpangan populasi yang digunakan, yaitu 5% = 0,05

Berdasarkan jumlah populasi pasien asma sebanyak 83 orang, maka yang

akan menjadi sampel dengan berpedoman pada rumus diatas sebagai

berikut:

58 58 58
n = ——————— = ————— = ———
1 + 58 (0,05)2 1 + 0,145 1,145

n = 50,65 responden dibulatkan menjadi 51 responden

Teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling, yakni

pasien asma yang ditemukan sedang berobat di Ruang IGD.

D. Alat Pengumpulan Data

Alat penelitian dalam penelitian ini menggunakan lembar kuesioner

yang terdiri dari tiga bagian bagian sebagai berikut:

1. Kuesioner A: Karakteristik dan data demografi responden

Kuesioner A digunakan untuk mengukur data demografi responden

mencakup jenis kelamin, usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, pekerjaan dan

lama menderita asma. Data tersebut diperoleh langsung dari responden.

Responden mengisi kuesioner A dengan isian langsung dan mengisi check

list.
36

2. Kuesioner B: Pengetahuan tentang Asma

Instrumen kuesioner untuk mengetahui pengetahuan tentang asma

sebanyak 30 pertanyaan dengan pertanyaan favorabel/mendukung (1, 3, 5,

6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28,

29, 30) yang bila dijawab benar bernilai 1 dan salah bernilai 0 dan

pertanyaan unfavorable (2,4,10,21,25) bila dijawab benar bernilai 0 dan

salah bernilai 1 dengan kriteria pengetahuan baik jika skor jawaban benar >

50% dan pengetahuan kurang jika skor jawaban benar < 50%. Kuisioner

diadopsi dari penelitian Saragih (2017) yang sudah diuji valid dan

reliabilitas.

3. Kuesioner C: Upaya Pencegahan Kekambuhan Asma

Instrumen kuesioner untuk mengetahui upaya pencegahan kekambuhan

asma sebanyak 10 pertanyaan dengan pertanyaan favorabel atau mendukung

yang bila dijawab ya atau dilakukan bernilai 1 dan tidak dilakukan bernilai 0

dengan kriteria pencegahan baik jika skor jawaban dilakukan > 50% dan

pencegahan kurang jika skor jawaban dilakukana < 50%. Kuisioner diadopsi

dari penelitian (Hasmira, 2017) yang sudah diuji valid dan reliabilitas..

E. Prosedur Pengumpulan Data

Sebelum peneliti membagikan kuesioner, terlebih dahulu yang peneliti

lakukan adalah meminta izin Kepala RSUD Manokwari yang

direkomendasikan dari kampus untuk melakukan penelitian selama 2 minggu.

Memberikan informed cosent kepada penderita hipertensi dengan memberikan

penjelasan maksud dan tujuan penelitian. Jika setuju, maka diberikan lembar
37

informed consent sebagai bukti persetujuan pasien. Kemudian peneliti

membagikan kuesioner dalam bentuk angket kepada responden. Waktu

pengisian kuesioner penelitian dilakukan selama 30 menit. Kemudian

dikumpul kembali. Hasil kuesioner kemudian dicek kelengkapan pengisian,

dinilai dan dianalisis dan dipresentasikan dalam bentuk tabel dan dinarasikan.

F. Pengolahan Data

Data yang di peroleh dari kuesioner diolah sebelumnya dilakukan

editing yaitu memeriksa data menghindari hitungan atau pengukuran yang

salah, memeriksa jawaban, pada tahap ini tidak dilakukan pergantian atau

penafsiran jawaban. Kemudian membuat penilaian berdasarkan hasil jawaban

kuesioner responden dengan diberi kode jawaban dengan cara angka atau kode

sesuai definisi operasional dan ditabulasi sesuai dengan item pertanyaan

kemudian dilakukan pengecekan data kembali.

G. Analisis Data

Analisis data terdiri dari univariat dan bivariat sebagai berikut:

1. Analisis Univariat

Merupakan suatu analisa yang digunakan menggambarkan distribusi

responden serta statistik deskriptif berdasarkan persentase. Analisa ini

digunakan menginterpretasikan hasil perhitungan dari karakterisik pasien

asma, pengetahuan asma dan upaya pencegahan kekambuhan asma.

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat menjawab hipotesa sementara untuk mengetahui

pengetahuan pasien tentang asma dengan upaya pencegahan kekambuhan


38

asma di IGD RSUD Manokwari. Data yang telah terkumpul selanjutnya

diolah dengan menggunakan uji chi square dengan tingkat signifikansi 95%,

α = 0,05. Kesimpulan :

a. P value ≤ 0,05 : maka dapat disimpulkan ada hubungan yang antara

variabel independen dan variabel dependen, sehingga Ha diterima dan

Ho ditolak.

b. P value >0,05 : maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang

antara variabel independen dan variabel dependen, sehingga Ho diterima

dan Ha ditolak.

H. Etika Penelitian

Etika penelitian memiliki berbagai macam prinsip, etika penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini menggunakan prinsip-prinsip etika menurut

yang terdiri dari:

1. Beneficence

Beneficence diartikan sebagai prinsip kebermanfaatan dalam suatu

penelitian, yang menunjukkan lebih besar manfaat dibandingkan risiko atau

kerugian. Saat pengambilan data, peneliti menjelaskan secara rinci

mengenai kegiatan, tujuan, dan manfaat penelitian dalam upaya mengetahui

hubungan dukungan keluarga terhadap hasil akhir pengobatan, sehingga

responden merasa tidak ada kerugian yang mungkin dialami jika ikut

berpartisipasi dalam penelitian tersebut.

2. Respect for outonomy


39

Respect for outonomy atau menghargai otonomi merupakan prinsip

menghormati hak responden untuk menentukan terlibat ataupun tidak

terlibat dalam penelitian, dengan bebas, sukarela atau tanpa paksaan.

Responden memiliki hak secara bebas, tidak ada sanksi dari manapun dan

juga berhak untuk tidak menjawab pertanyaan yang dianggap menimbulkan

ketidak-nyamanan bagi diri maupun orang lain. Responden juga diizinkan

untuk mengundurkan menjadi responden jika merasa tidak nyaman.

Responden setuju mengisi lembar persetujuan (informed consent) dan

membubuhi tanda tangan sebagai bukti kesediaan responden dalam

penelitian ini.

3. Non maleficience

Non maleficience atau meminimalkan risiko diartikan sebagai hak yang

dimiliki responden agar terhindar dari risiko selama proses penelitian.

Responden diyakinkan bahwa penelitian tidak menimbulkan bahaya dan

tidak menganggu kenyamanan partisipan secara fisik maupun psikologis.

Peneliti menjaga responden dari bahaya yang kemungkinan bisa

ditimbulkan, dan peneliti mencari cara terbaik untuk selalu menjaga

kenyamanan responden saat pengambilan data penelitian berlangsung.

4. Confidentiality

Confidentialitiy merupakan upaya meyakinkan bahwa data yang

didapatkan dijaga kerahasiaannya. Data-data tersebut antara lain identitas


40

responden, lembar persetujuan, hasil jawaban lembar kuesioner.

Kerahasiaan juga dilakukan dengan menyimpan hasil jawaban lembar

kuesioner responden. Jika kepentingan penelitian berkaitan dengan analisis

data dan laporan penelitian telah selesai, maka data tersebut dapat dibuang.

Peneliti menjaga kerahasiaan data responden dengan menyimpan data hasil

penelitian, merahasiakan dari siapapun, data-data tersebut akan

dimusnahkan.

5. Justice

Justice atau keadilan merupakan prinsip bahwa tidak ada diskriminasi

dalam pemilihan responden. Semua memiliki hak yang sama untuk dipilih

pada penelitian. Responden berhak menerima perlakuan secara adil tanpa

dibeda-bedakan sesuai persetujuan yang telah disepakati. Keadilan tersebut

berkaitan dengan tidak membedakan responden berdasarkan suku, agama,

etnis, jenis kelamin, maupun kelas sosial. Dalam penelitian ini, peneliti

memperlakukan semua respon den sama tanpa membeda-bedakan suku

agama ras, dan peneliti tidak akan melakukan diskriminasi terhadap

responden, sehingga keadilan atau justice benar-benar diterapkan.

6. Persetujuan Sebelum Penelitian (inform consent)

Pada penelitian ini, peneliti memberikan informasi kepada semua

reponden tentang rencana dan tujuan penelitian (lampiran 1). Setiap

responden diberi hak penuh untuk menyetujui atau menolak menjadi

responden dengan cara menandatangani surat informed consent. Responden

memperoleh hak mendapatkan informasi secara terbuka serta bebas


41

menentukan pilihan tanpa adanya paksaan untuk berpartisipasi dalam

penelitian.

7. Tanpa nama (Anonymity)

Penulis memberikan jaminan dalam penggunaan subyek penelitian

dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada

lembar alat dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.

8. Informed consent (lembar persetujuan)

Sebelum menjadi responden, subyek penelitian diminta

menandatangani lembar persetujuan untuk menjadi responden. Responden

yang bersedia diteliti menandatangani lembar persetujuan. Jika subyek

menolak untuk diteliti peneliti tidak dipaksa dan tetap menghormati haknya.

9. Anomity (tanpa nama)

Responden tidak mencantumkan nama pada lembar kuesioner, peneliti

hanya menggunakan nomor kuesioner.

10. Confidentiality (kerahasiaan)

Responden yang memberikan informasi dijaga kerahasiannya oleh

peneliti. Data hanya disajikan kepada kelompok tertentu yang berhubungan

dengan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, R., & Darliana, D. (2018). Hubungan Pengetahuan Dengan Upaya


Pencegahan Kekambuhan Asma Bronkhial. Idea Nursing Journal, 9(1), 9–15.
https://doi.org/10.52199/inj.v9i1.11447

Bakri, M.H. (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka


Mahardika.

Brunner, Suddarth. (2015). Medical Surgical Nursing. 8E ed. Jakarta: EGC.

Donsu J. D. (2017). Psikologi Keperawatan. Aspek – Aspek Psikologi. Konspe


dasar Psikologi. Teori Perilaku Manusia. Psutaka Baru Press; Jakarta.

Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma management and
prevention. Updated 2018. Tersedia online pada: http://www.ginasthma.org
[Diakses pada tanggal 20 Desember 2021]

Global Internitiative for Asthma. 2021. Global Strategy For Asthma Management
and Prevention. Tersedia online pada: ttps://ginasthma.org/wpcontent/
uploads/2019/01/2011-GINA.pdf [Diakses pada tanggal 20 Desember 2021]

Giudice, M L., Allegorico, A., Parisi, G., Galdo, F., Alterio, E., Coronella, A.,
Campana, G., Indolfi, C., Valenti, N., Di Prisco, S., Caggiano, S., & Maiello,
N. (2014). Risk factors for asthma. Italian Journal of Pediatrics, 40(1), 1–2.
https://doi.org/10.1186/1824-7288-40-S1-A77.

Hasmira, W. A. (2016). Tinjauan Sikap Keluarga Terhadap Pencegahan


Kekambuhan Penyakit Asma di Kelurahan Abeli Wilayah Kerja
Puskesmasabeli Kota Kendari. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Politeknik Kesehatan Kendari Jurusan Keperawatan.

Hidayati, P. (2015). Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Pencegahan Asma


Dengan Kejadian Kekambuhan Pada Penderita Asma Di Wilayah Kerja
Puskesmas Ngoresan Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Kalsum, Ummu. (2021). Efektivitas Health Promotion terhadap Upaya Pencegahan


Kekambuhan dan Kontrol Asma. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
Volume 12 Nomor 2, April 2021. Halaman 121-124.

Kemenkes, R. (n.d.). Infodatin Asma. 2015. www.depkes.go.id/development/site/


jkn/index.php [Diakses pada tanggal 20 Desember 2021]

42
43

Kemenkes RI. (2017). Hari Asma Sedunia. Jogyakarta: di akses tanggal 2 Juni
2016. Www. Depkes.go.id.

Kemenkes RI. (2019). Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar Nasional 2018. Jakarta:
Kemenkes RI.

Lorensia, Amelia and Yulia, Rika and Wahyuningtyas, I. S. (2016). Hubungan


Persepsi Penyakit (Illness Perception) dengan Kontrol Gejala Asma pada
Pasien Rawat Jalan. Media Pharmaceutica Indonesiana, 1((2)), 92–99.
https://doi.org/10.24123/mpi.v1i2.191

Notoatmodjo, S. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Padila. (2015). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta


:Nusa Medika

Penghimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). (2016). Pedoman diagnosis dan


penatalaksanaan asma di indonesia. Jakarta: FKUI.

Priyoto. (2014). Teori Sikap & Perilaku dalam Kesehatan Dilengkapi Contoh
Kuesioner. Yogyakarta: Nuha Medika.

Purnama N. P. W. (2013). Asma: Hubungan Antara Faktor Risiko, Perilaku


Pencegahan, Dan Tingkat Pengendalian Penyakit. Jurnal Ners LENTERA,
September 2013, vol.1, hal. 30-41

Saragih, H. R. (2017). Pengetahuan dan Sikap Keluarga Tentang Perawatan


Anggota Keluarga Yang Menderita Asma Di Rumah Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kebun Lada Binjai. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara. http://www.usu.ac.id diakses 20 Desember 2021

Setiawan, W. Y., Syafriati, A. (2018). Literatur Review: Faktor-Faktor Penyebab


Terjadinya Asma Yang Berulang. Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan.
Vol 12, No. 2 (2020)

Ullmann, N., Mirra, V., Di Marco, A., Pavone, M., Porcaro, F., Negro, V., Onofri,
A., & Cutrera, R. (2018). Asthma: Differential diagnosis and comorbidities.
Frontiers in Pediatrics, 6(October), 1–9.
https://doi.org/10.3389/fped.2018.00276
Yudhawati, R., & Krisdanti, D. P. A. (2019). Imunopatogenesis Asma. Jurnal
Respirasi, 3(1), 26. https://doi.org/10.20473/jr.v3-i.1.2017.26-33

WHO. (2021). Asthma. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/asthma.


diakses 20 Desember 2021.
44

Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Kepada Yth,
Bapak/Ibu
Ditempat
Assalamu’alaikum Wr. Wb./Syalom…
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : BENEDIKTUS BEDA LAMADOKEN
NIM : 202014201131B
Pekerjaan : Mahasiswi Prodi Keperawatan STIKES Papua
Melakukan penelitian ini dengan judul “Hubungan Pengetahuan Pasien
Tentang Asma Dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan di IGD RSUD
Manokwari”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan
Pengetahuan Pasien Tentang Asma Dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan di
IGD RSUD Manokwari. Penelitian ini tidak akan menimbulkan kerugian dan
pengaruh apapun terhadap diri maupun pekerjaan bapak/ibu.
Kerahasiaan identitas maupun dan semua informasi yang diberikan akan
dijaga dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian ini saja. Selama
bapak/ibu menjadi responden penelitian terjadi hal yang menimbulkan
ketidaknyamanan maka bapak/ibu diperkenankan untuk mengundurkan diri dengan
memberitahukan terlebih dahulu kepada peneliti, jika bapak/ibu berkenan menjadi
responden penelitian ini saya persilahkan mengisi lembar persetujuan.
Demikian atas perhatian dan kesediaan bapak/ibu, saya ucapkan terimakasih

Manokwari,…….......2022

Peneliti

Benediktus Beda Lamadoken


NIM : 202014201131B
45

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)

Judul Penelitian : Hubungan Pengetahuan Pasien Tentang Asma Dengan


Upaya Pencegahan Kekambuhan di IGD RSUD
Manokwari.
Peneliti : Nama : Benediktus Beda Lamadoken
NIM : 202014201131B

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa saya


memberikan persetujuan untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Saya
mengetahui bahwa saya menjadi bagian dari penelitian dengan tujuan untuk
mengetahui kelayakan dan penerimaan instrument yang akan dipakai pada
penelitian ini.
Saya mengetahui bahwa tidak ada risiko yang saya alami dan saya telah
diberitahukan tentang adanya jaminan kerahasiaan informasi yang diberitahukan
tentang adanya jaminan kerahasiaan informasi yang diberikan dan saya juga
memahami manfaat penelitian ini bagi pelayanan keperawatan

Manokwari,...........................2022

Peneliti Responden

Benediktus Beda Lamadoken


NIM : 202014201131B

(Mentari Tresya Omega Ayal)

NIM. 201602055 A ( )
46

Lampiran 3 : Instrumen Penelitian

KUESIONER

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG ASMA


DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEKAMBUHAN
DI IGD RSUD MANOKWARI

Tanggal :

Nomor Kode :

Petunjuk Pengisian
Berilah tanda checklist (√) di dalam kotak yang telah disediakan pada jawaban yang
anda pilih dan pertanyaan dapat dilewati apabila tidak sesuai dengan keadaan anda.

I. DATA RESPONDEN

1. Nama (Inisial) : …………………………….

2. Umur : [ ] 1. 36-45 tahun [ ] 56-65 tahun

[ ] 2. 46-55 tahun

3. Jenis Kelamin : [ ] Laki-Laki [ ] Perempuan

4. Pendidikan : [ ] Tidak Sekolah [ ] SMA

[ ] SD [ ] Perguruan Tinggi

[ ] SMP

5. Pekerjaan : [ ] Tidak Bekerja [ ] Bekerja

6. Lama menderita Asma :


47

II. PENGETAHUAN TENTANG ASMA


Jawablah dengan memberi tanda (√) pada pilihan yang Anda anggap tepat pada
pilihan jawaban benar dan salah pada kolom bagian kanan
Benar dan Salah

No. Pernyataan Benar Salah


Asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan,
1
tetapi dapat di kontrol
2 Asma merupakan penyakit yang dapat di sembuhkan
Asma adalah penyempitan jalan napas yang mengakibatkan
3 batuk, dada terasa berat, adanya bunyi napas dan sesak
napas
Debu rumah, polusi udara, udara dingin dan asap rokok
4
tidak meningkatkan kekambuhan asma
Salah satu penyebab terjadinya asma adalah adanya
5
penyakit keturunan asma pada keluarga
Faktor-faktor pencetus asma adalah alergen (serbuk sari,
6 bulu binatang, amarah, makanan pantangan dan udara
dingin), aktivitas berlebihan dan terpapar polusi
Mengi pada penderita asma terjadi karena saluran
7
pernapasan sempit
Otot dada dan otot perut merupakan otot yang
8
membantu proses bernapas dengan efektif
9 Salah satu gejala asma adalah adanya bunyi napas
Kekambuhan gejala asma yang paling sering terjadi
10
pada siang hari
Tipe asma alergik merupakan penderita asma yang
11 alergi terhadap: bulu binatang, debu, tepung, makanan,
dan lain-lain
Tipe asma non alergik merupakan asma karena faktor
12
faktor infeksi saluran napas, stress, dan polusi lingkungan
Untuk mengetahui ada atau tidaknya penyempitan saluran
13
napas perlu dilakukan pemeriksaan di rumah sakit
Sebelum olahraga, penderita asma harus melakukan
14 latihan pemanasan dulu dan memakai obat pencegah
serangan asma
Cara untuk mengatasi serangan asma dengan
15
menghindari faktor pencetus dan kontrol yang teratur
Salah satu ciri-ciri asma terkontrol adalah tanpa
16
keterbatasan aktivitas, tidak batuk dan tidak sesak napas
Salah satu cara menghindari sumber alergen adalah dengan
17
menjaga kelembapan dan kebersihkan rumah
Tujuan pengobatan serangan asma adalah menghilangkan
18
obstruksi saluran napas dengan segera, mengatasi
48

hipoksemia, mengembalikan fungsi paru kearah yang


normal secepat mungkin, dan mencegah komplikasi
Latihan bernapas teratur dapat memperkuat otot-otot
19 pernapasan dan mempermudah pengeluaran dahak dari
saluran napas
Pemberian ASI pada bayi usia 6 bulan dapat mencegah
20
terjadinya respon sensitif dari sumber alergi
21 Tidak ada olahraga khusus pada penderita asma
Senam Asma Indonesia (SAI) adalah senam yang diciptakan
22
khusus pada penderita asma
Gerakan dalam senam asma melatih meningkatkan
23
kemampuan otot dada dan perut
Pada saat terjadi serangan asma, longgarkan semua pakaian
24
yang ketat
Obat asma yang digunakan setiiap hari dapat menimbulkan
25
ketergantungan
26 Obat asma hanya diberikan saat sedang kambuh
Minum air putih yang banyak tidak mempengaruhi proses
27
pengeluaran dahak.
Usahakan untuk konsumsi makanan dalam porsi kecil tapi
28 sering untuk mencegah lambung menekan rongga
pernapasan
Penderita asma tidak boleh berada di tempat-tempat yang
28 ramai atau dipenuhi oleh orang-orang, karena dapat
menimbulkan asma.
Terapi awal yang dilakukan apabila terjadi serangan asma
30
adalah dengan menggunakan inhaler
Sumber: Saragih (2017)
49

III. Upaya Pencegahan Kekambuhan Asma


Petunjuk Pengisian
1. Bacalah dengan teliti pernyataan berikut dibawah ini
2. Isilah jawaban pada tempat yang disediakan
3. Lingkari jawaban yang anda pilih pada kolom jawaban Ya dan Tidak
No. Pertanyaan Ya Tidak
1. Jendela rumah dibuka disiang hari
2. ventilasi rumah senantiasa dijaga kebersihannya
Horden jendela Rumah dibuka agar cahaya
3.
matahari dapat masuk
4. rumah dibersihkan dari debu dan kotoran
Lingkungan sekitar rumah dibersihkan untuk
5.
menecegah kecoa dna tikus
Menjauhi anggota keluarga yang mengalami
6.
influensa
Tidak terlalu sering mendatangi tempat-tempat
7.
yang ramai atau sesak
8. Selalu menjaga kondisi fisik
Melarang atau menjauhi anggota keluarga yang
9.
merokok didalam rumah
10. Tersedia obat - obatan asma apabila terjadi gejala
Sumber: Hasmira (2016)

Anda mungkin juga menyukai