Anda di halaman 1dari 41

KARYA ILMIAH AKHIR NERS (KIA-N)

ANALISIS APLIKASI FISIOTERAPI DADA PADA PASIEN


PNEUMONIA DENGAN BERSIHAN JALAN NAFAS DI RUANG
KAMBOJA RSUD SANJIWANI GIANYAR

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN ( ITEKES ) BALI

2021

KARYA ILMIAH AKHIR NERS ( KIA-N )

i
ANALISIS APLIKASI FISIOTERAPI DADA PADA PASIEN
PNEUMONIA DENGAN BERSIHAN JALAN NAFAS DI RUANG
KAMBOJA RSUD SANJIWANI GIANYAR

DI AJUKAN OLEH:

NI NENGAH MULIATI, S. Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN ( ITEKES ) BALI

2021

KATA PENGANTAR

ii
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul
”Analisis aplikasi fisioterapi dada pada pasien pneumonia dengan bersihan jalan
nafas di ruang kamboja RSUD Sanjiwani Gianyar”. Penulisan Karya Ilmiah Akhir
( KIA ) ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan dalam
melaksanakan pendidikan di Institut Teknologi dan Kesehatan Bali untuk
mencapai gelar Ners Keperawatan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu sehingga karya ilmiahini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak I Gede Putu Darma Suyasa, S.Kep.,M.ng.,Ph.D. selaku Ketua Institut
Teknologi dan Kesehatan Bali yang telah memberikan ijin dan kesempatan
kepada penulis menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners ini.
2. Ibu A.A.A. Yuliati Darmini, S.Kep., Ns., MNS selaku Ketua Program Studi
Ilmu Keperawatan yang memberikan dukungan moral dan perhatian kepada
penulis.
3. Bapak Ns. I Made Pagerwarsitha, S.Kep selaku Kepala Ruang Kamboja yang
telah banyak memberikan bimbingan dalam menyelesaikan tugas Karya
Ilmiah Akhir Ners ini.
4. Ibu Ns. Sri Dewi Megayanti, S.Kep., Sp.KMB selaku pembimbing akademik
yang telah memberikan masukan, bimbingan serta motivasi kepada penulis
dalam menyelesaikan tugas Karya Ilmiah Akhir Ners ini.
5. Suami I Ketut Sudiarna terimakasih atas dukungannya baik dari segi moril
dan material
6. Seluruh teman-teman yang membantu dan memberikan dukungan moral
kepada penulis.
Penulis menyadari dalam penyusunan karya ilmiah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu dengan hati terbuka, penulis menerima kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya

iii
ilmiah ini memberikan informasi bagi teman-teman dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Akhir kata saya ucapkan
terima kasih.

Gianyar, Maret 2021

Penulis

ANALISIS APLIKASI FISIOTERAPI DADA PADA PASIEN


PNEUMONIA DENGAN BERSIHAN JALAN NAFAS DI RUANG
KAMBOJA RSUD SANJIWANI GIANYAR

iv
Ni Nengah Muliati
Fakultas Kesehatan
Program Studi Sarjana Keperawatan
Peminatan Medikal Bedah KIA
Institut Teknologi dan Kesehatan Bali
nengahmuliati77@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang : Pneumonia merupakan infeksi yang menyerang parenkim paru


biasanya disebabkan oleh virus, atau bakteri streptococcus pneumonia tersebar
melalui droplet sehingga akan menimbulkan reaksi peradangan. Menurut
Riskesdas (2018) angka kejadian pneumonia di indonesia mengalami peningkatan
menjadi 2,0 %, dan diprovinsi bali (2017 ) pneumonia menempati urutan ketiga
dari 10 besar penyakit pada pasien rawat inap di rumah sakit provinsi bali, di
kabupaten gianyar menempati urutan pertama dengan cakupan penemuan
pneumonia terbanyak yaitu sebesar (28,8%) dengan jumlah kasus sebanyak 287.
Masalah yang sering muncul pada kasus pneumonia adalah bersihan jalan nafas
tidak efektif. Salah satu terapi pengobatan non farmakologi adalah dengan aplikasi
penerapan fisioterapi dada yang efektif untuk mengatasi sumbatan jalan nafas.
Tujuan : Tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk mengetahui
keefektifan penerapan fisioterapi dada pada pasien penderita pneumonia dengan
masalah bersihan jalan nafas tidak efektif.
Metode : Populasi yaitu pasien pneumonia yang mengalami sesak nafas dan
batuk berdahak,metode yang digunakan adalah metode diskriptif dengan
pendekatan proses asuhan keperawatan seperti pengkajian, perumusan diagnosa,
penyusunan intervensi, implementasi, dan evaluasi hasil asuhan keperawatan.
Hasil : Penerapan fisioterapi dada efektif dalam mengatasi sumbatan jalan nafas
dibuktikan dengan jalan nafas paten dan sekret bisa keluar.Hasil pengukuran pada
studi kasus ini dengan menggunakan auskultasi bunyi nafas bersih yang
menunjukkan adanya pengeluaran sekret yang cukup signifikan pada pasien
pneumonia.
Simpulan : Fisioterapi dada merupakan salah satu tehnik mandiri perawat dalam
mengatasi sumbatan jalan nafas pada kasus pneumonia secara nonfarmakologi.

Kata Kunci : Pneumonia, bersihan jalan nafas, fisioterapi dada

Pembimbing Peminatan Medikal Bedah


Ns. Sri Dewi Megayanti, S.Kep., Sp.KMB

DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR SAMPUL DEPAN.......................................................................... i

v
LEMBAR JUDUL............................................................................................ ii
KATA PENGANTAR...................................................................................... iii
ABSTRAK........................................................................................................ v
DAFTAR ISI.................................................................................................... vi
BAB IPENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan................................................................................ 4
C. Manfaat Penulisan.............................................................................. 4
BAB IITINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 6
A. Konsep Dasar Pneumonia................................................................... 6
B. Konsep Dasar Fisioterapi dada........................................................... 12
C. Konsep Dasar Yang Berkaitan dengan Jurnal.................................... 14
BAB IIIANALISA KEGIATAN/KASUS........................................................ 16
A. Profil Lahan Praktek........................................................................... 16
B. Pengkajian.......................................................................................... 22
C. Diagnosa............................................................................................. 26
D. Intervensi............................................................................................ 26
E. Implementasi...................................................................................... 27
BAB IVPEMBAHASAN................................................................................. 29
BAB VPENUTUP............................................................................................ 32
A. Kesimpulan......................................................................................... 32
B. Saran................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan bagian dari suatu kebutuhan yang sangat
penting bagi semua orang sehingga perlu mendapatkan bantuan dari semua
pihak. Era globalisasi ini banyak terjadinya masalah kesehatan pada sistem
pernafasan, dimana masalah kesehatan ini yang paling banyak terjadi pada
laki-laki, perempuan dan anak-anak di seluruh dunia, baik itu terjadi pada
negara maju maupun negara berkembang. Masalah ini terjadi karena adanya
reaksi alergi terhadap tubuh sehingga menyebabkan saluran pernafasan
menjadi terganggu seperti batuk, pilek yang kronis dan sangat berbahaya
yang dapat meningkatkan mordibitas dan mortalitas semakin tinggi, serta
dapat mempengaruhi kualitas hidup, produktivitas yang menurun,
peningkatan biaya kesehatan, bahkan kematian pada seorang dengan salah
satu penyakit seperti pneumonia (Smeltzer & Bare, 2013)
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah
kesehatan utama pada orang-orang dewasa di negara berkembang. Kasus
pneumonia tidak mengenal kriteria usia ataupun jenis kelamin, pneumonia
dapat menyerang siapapun, terutama pada orang yang memiliki daya imun
yang menurun. Pneumonia merupakan infeksi jaringan paru-paru yang
bersifat akut. Penyebab dari pneumonia diantaranya: bakteri, virus, jamur,
bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru maupun pengaruh tidak
langsung dari penyakit lain. Bakteri yang biasa menyebabkan pneumoia
adalah sreptococcus dan mycoplasma pneumonia sedangkan virus yang
menyebabkan pneumonia adalah Adenoviruses, Respiratory syncitial virus
(RSV), Influenza virus, Rhinovirus, dan para influenza (Anwar & Ika,
2014 ). Pneumonia yaitu peradangan paru yang menyebabkan nyeri saat
bernafas dan keterbatasan intake oksigen. Pada penderita pneumonia terjadi
penumpukan sputum pada saluran pernafasan, pasien dapat memproduksi
banyak mukus dan pengentalan cairan alveolar. Dampak dari penumpukan

1
sekret yang terus menerus terjadi dan tidak adanya kemampuan
membersihkan sekret dari saluran nafas ini mengakibatkan muncul
permasalahan ketidakefektifan bersihan jalan nafas ( Purnami, 2016 )
Data World Health Organization (2016), penyebab kematian
tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran nafas bawah
termasuk pneumonia menyebabkan 3 juta kematian di seluruh dunia pada
tahun2016. Hal ini menyebabkan pneumonia menempati urutan ke empat
penyebab kematian di dunia (WHO,2018). Dari hasil pemetaan yang
dilakukan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, angka kejadian
pneumonia di indonesia mengalami peningkatan menjadi 2,0 %, provinsi
dengan angka kejadian pneumonia yang tinggi antara lain: Papua (3,6%)
disusul oleh provinsi Bengkulu (3,4%), Papua Barat (2,9%) dan diikuti oleh
provinsi lain diseluruh indonesia. Dari data dinas kesehatan provinsi bali,
2017 pneumonia menempati urutan ketiga dari 10 besar penyakit pada
pasien rawat inap di rumah sakit provinsi bali, di kabupaten gianyar
menempati urutan pertama dengan cakupan penemuan pneumonia terbanyak
yaitu sebesar (28,8%) dengan jumlah kasus sebanyak 287.Sedangkan data
pneumonia rawat inap di RSUD Sanjiwani Gianyar dari tahun 2018 hingga
tahun 2019 adalah 26 kasus.
Pada sebagian besar penderita pneumonia mengalami gangguan
pada jalan nafas. Penumpukan sekret yang terus menerus bertambah
mengakibatkan terjadinya sumbatan pada bronkus, sehingga pasien
mengalami nyeri dada pleuritik yang semakin berat ketika bernafas, sesak
nafas ( dyspnea ), timbul suara nafas tambahan dan keletihan saat bernafas,
selanjutnya mengakibatkan timbulnya masalah pada saluran pernafasan
yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif (Burnner&Suddarth,2013).
Masalah bersihan jalan nafas tidak efektif sudah menjadi perhatian
fokus tersendiri bagi dokter maupun perawat. Dalam hal tersebut perawat
juga berkontribusi besar dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien pneumonia secara komfrehensif. Diantara Intervensi yang bisa
diberikan untuk mengatasi bersihan jalan nafas tidak efektif salah satunya

2
adalah dengan melakukan fisioterapi dada (Bulechek,2013). Fisioterapi dada
meliputi tiga tahapan yaitu perkusi, vibrasi dan drainage postural. Perkusi
disebut juga menepuk (Clapping ), menggunakan tangan yang
ditelungkupkan membentuk mangkuk. Vibrasi merupakan serangkaian
getaran kuat yang diperoleh dari tangan yang ditaruh mendatar pada dinding
dada klien. Drainage postural merupakan drainage dengan memanfaatkan
gaya berat sekresi dan berbagai segmen paru (Smeltzer&Bare,2013).
Adapun tujuan fisioterapi dada adalah membebaskan jalan nafas dari
akumulasi sekret serta mengurangi sesak nafas akibat akumulasi sekret dan
distribusi ventilasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dinar, S.,(2014) di
wonogiri mengatakan ada pengaruh pemberian fisioterapi dada terhadap
kebersihan jalan nafas pada pasien ISPA. Dengan memberikan fisioterapi
pada pasien ISPA didapatkan hasil kebersihan jalan nafas sebagian besar
bersih. Kondisi jalan nafas yang bersih memungkinkan oksigen yang masuk
lebih banyak dan kemampuan ekspirasi dan inspirasi akan semakin
membaik. Hal serupa juga disampaikan dalam penelitian Nurmayanti, dkk
(2019) di jakarta dalam penelitiannya mengatakan ada pengaruh fisioterapi
dada, batuk efektif dan nebulizer terhadap peningkatan saturasi oksigen
sebelum dan sesudah dilakukan intervensi, hal ini sangat efektif diberikan
pada klien dengan PPOK. Penelitian di Medan mengatakan ada pengaruh
signifikan antara clapping, vibrasi dan suction dengan tidal volume pada
pasien terpasang ventilator di ruang ICU, tindakan ini penting dan harus
diperhatikan oleh perawat ICU terutama pada pasien pneumonia yang
menggunakan ventilator karena dapat mencegah terjadinya penumpukan
sekret yang dapat menyebabkan kegagalan nafas sehingga pasien dapat
meningkatkan kualitas hidupnya, Agnesia et.al,(2019). Dari beberapa pasien
yang dirawat diruang kamboja RSUD Sanjiwani gianyar sebagian besar
dengan keluhan sesak nafas, batuk dengan produksi dahak yang banyak dan
sulit di keluarkan sehingga pasien bingung bagaimana cara menghentikan
batuk dan mengeluarkan dahak yang produksinya banyak. Selama ini

3
intervensi untuk bersihan jalan nafas di ruang kamboja menggunakan tehnik
fisioterapi dada kemudian penulis ingin menganalisa intervensi tersebut
efektif atau tidak sesuai dengan jurnal diatas.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
mengambil judul “ Analisis Aplikasi Fisioterapi Dada Pada Pasien
Pneumonia Dengan Bersihan Jalan Nafas di Ruang Kamboja RSUD
Sanjiwani Gianyar.”
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui analisis penerapan fisiotherapi dada untuk mengatasi
masalah sumbatan jalan nafas pada kasus Pneumonia di Ruang
Kamboja Rumah Sakit Sanjiwani Gianyar.
2. Tujuan Khusus
Penulis mampu menganalisa intervensi dan implementasi yang
diberikan pada pasien dengan masalah sumbatan jalan nafas dengan
melakukan fisiotherapi dada diharapkan dahak atau sekret bisa keluar.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi pelayanan Keperawatan
Penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan dibidang ilmu
keperawatan tentang pasien Pneumonia dan dapat menambah
pengetahuan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
medikal bedah.
2. Bagi Masyarakat
Hasi penelitian ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat
pentingnya pengetahuan terkait dengan tindakan nonfarmakologi yaitu
penerapan fisiotherapi dada yang dapat membantu kemandirian
masyarakat dalam perawatan pada pasien Pneumonia.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat memberikan referensi dan informasi tentang
memberikan intervensi penanganan masalah sumbatan jalan nafas yang

4
dapat di jadikan dokumen pendidikan, sebagai bacaan yang dapat
meningkatkan ilmu serta wawasan mahasiswa khususnya keperawatan.

4. Bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan


Penelitian ini dapat memberikan sumber rujukan bagi ilmu
keperawatan tentang penanganan kasus Pneumonia dengan masalah
sumbatan jalan nafas dan dapat memberikan terapi nonfarmakologi
yaitu menyarankan untuk melakukan fisiotherapi dada.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT PNEUMONIA


1. Pengertian
Pneumonia adalah peradangan paru dimana asinus paru terisi cairan
radang dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang kedalam dinding
alveoli dan rongga interstisium. Pneumonia adalah proses inflamasi, yang
melibatkan parenkim paru (Jaypee, 2006). Pneumonia adalah suatu penyakit
peradangan akut pada parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus,
atau parasit (Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK Unsri Palembang,
2000). Pneumonia disebabkan oleh virus pathogen yang masuk ke dalam
tubuh melalui aspirasi, inhalasi/penyebab sirkulasi : pneumonia paling
banyak disebabkan oleh bakteri (Brunner & Suddarth, 2001).
2. Etiologi
Secara umum individu yang terserang pneumonia diakibatkan oleh
adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi
organisme pathogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme
pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas: reflek glottis
dan batuk, adanya lapisan mucus, gerakan silia yang menggerakan kuman
keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat. Penyebab Pneumonia yang
biasa ditemukan menurut (Wijayaningsih, 2013 ) antara lain:
a. Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus
Hemoliticus Aureus, Haemophilus, influenza Basillus Friendlander
(Klebsial  Pneumonia), Mycobacterium Tuberculosis.
b. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
c. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices
Dermatices, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma
Pneumonia, Aspirasi benda asing.

6
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi
pada pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal
yang terdapat dalam mulut dan arena adanya pneumocystis crania,
Mycoplasma.

3. Patofisiologis
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel
infektif. Ada beberapa mekanisme yang pada keadaan normal melindungi
paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap
dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu
partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan
dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan
humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi
maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari
pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan
pasien mudah mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis
kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital, atau kelainan
neurologis yang memudahkan pasien mengalami aspirasi dan perubahan
kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada pasien tanpa faktor-
faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru melalui
perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling
sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas.
Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan
menyebabkan pneumonia virus. Kemungkinan lain, kerusakan yang
disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan yang normal dapat
menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian
bawah.Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal
berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari
satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-
kadang pneumonia bakterialis dan virus (contoh: varisella, campak, rubella,

7
CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui
penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir atau
bakteremia/viremia generalisata. Setelah mencapai parenkim paru, bakteri
menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit
fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti
infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi
lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia
menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada
struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel
epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis
(Ngastiyah, 2005)
4. Menisfestasi klinis
Pneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratoris
bagian atas selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai
39-40 derajat celcius dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
Pasien sangat gelisah, dispnea pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang
juga disertai muntah dan diare.Batuk biasanya tidak ditemukan pada
permulaan penyakit tapi setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian
menjadi produktif.Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan
pemeriksaan fisik tetapi dengan adanya nafas dangkal dan cepat, pernafasan
cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut dapat diduga adanya
pneumonia.Hasil pemeriksaan fisik tergantung luas daerah auskultasi yang
terkena, pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi
mungkin hanya terdengar ronchi basah nyaring halus dan sedang.
(Ngastiyah, 2005)

8
5. PATHWAY
Virus, Bakteri, Jamur
(Penyebab)

Invasi saluran napas atas

Kuman berlebih Kuman terbasa ke Infeksi saluran napas


di bronkus saluran cerna bawah

Proses peradangan Infeksi saluran Dilatasi Peradangan


Cerna Pembuluh darah

Akumulasi secret Peningkatan flora Eksudat masuk Peningkatan


suhu tubuh
di bronkus normal di usus Alveoli

Bersihan Peristaltic Gangguang Hipertermi


jalan napas usus
tidak efektif difusi gas

Malabsorpsi Pola nafas Suplai O2


tidak efektif
dalam darah

Frekuensi Hipoksia
BAB>3x/Hari

Fatique
Gangguan
Keseimbangan
Cairan Tubuh

9
Intoleransi
Aktivitas
6. Komplikasi
Menurut Elizabeth (2009)
a. Sianosis merupakan warna kulit dan membran mukosa kebiruan
atau pucat karena kandungan oksigen yang rendah dalam darah.
b. Hipoksemia merupakan penurunan tekanan parsial oksigen dalam
darah, kadang-kadang khusus sebagai kurang dari yang, tanpa
spesifikasi lebih lanjut, akan mencakup baik konsentrasi oksigen
terlarut dan oksigen yang terikat pada hemoglobin
c. Bronkaltasismerupakan kelainan morfologis yang terdiri dari
pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan
kerusakan komponen elastis dan muskular dinding bronkus.
d. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-
paru yang diserang tidak mengandung udara dan kolaps). Terjadi
akibat penumpukan secret.
e. Meningitis terjadi karena adanya infeksi dari cairan yang
mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang.
7. Pemeriksaan penunjang/Diagnostik
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat melalui beberapa
pemeriksaan penunjang, sebagai berikut:
a. Pemeriksaan radiologi yaitu pada foto thoraks, konsolidasi satu
atau beberapa lobus yang berbercak-bercak infiltrate.
b. Pemeriksan laboratorium didapati lekositosit antara 15000 sampai
40000 /mm3.
c. Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali apabila pasien
mengalami imunodefiensi.
d. Pemeriksaan AGD (analisa gas darah), untuk mengetahui status
kardiopulmoner yang berhubungan dengan oksigen.
e. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah: diambil dengan biopsi
jarum, untuk mengetahui mikroorganisme penyebab dan obat yang

10
cocok untuk menanganinya (Wijayaningsih K.S, 2013).

8. Penatalaksaan medis
a. Pemberian antibiotik per-oral/melalui infus.
b. Pemberian oksigen tambahan
c. Pemberian cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
d. Antibiotik sesuai dengan program
e. Pemeriksaan sensitivitas untuk pemberian antibiotik
f. Cairan, kalori dan elektrolit glukosa 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1
ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml cairan infuse.
g. Obat-obatan :
- Antibiotika berdasarkan etiologi.
- Kortikosteroid bila banyak lender.
- Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan
Eritromicin 4 X 500 mg sehari atau Tetrassiklin 3-4 hari mg
sehari. Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat
penyembuhan terutama pada kasus yang berat. Obat-obat
penghambat sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan Indoksi
Urudin) dan interperon inducer seperti polinosimle,
poliudikocid pengobatan simptomatik seperti :
- Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup
istirahat di rumah.
- Simptomatik terhadap batuk.
- Batuk yang produktif jangan di tekan dengan antitusif
- Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris,
diberikan broncodilator.
- Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk
kasus berat. Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang
sesuai dengan penyebab yang mempunyai spektrum sempit.

11
B. KONSEP DASAR FISIOTHERAPI DADA
1. Pengertian
Fisioterapi dada merupakan salah satu tindakan untuk membantu
mengeluarkan dahak di paru dengan menggunakan pengaruh gaya
gravitasi.Waktu yang terbaik untuk melakukan fisioterapi dada yaitu sekitar
1 jam sebelum sarapan pagi dan sebelum tidur pada malam hari. Fisioterapi
dada adalah tindakan dengan melakukan tehnik clapping ( menepuk-nepuk )
dan tehnik vibrasi ( menggetarkan ) pada pasien dengan gangguan sisten
pernafasan ( Smeltzer & Bare,2013 )
2. Adapun tujuan dilakukannya fisioterapi dada adalah :
a. Untuk mencegah terkumpulnya dahak dalam saluran nafas
b. Mempercepat pengeluaran dahak sehingga tidak terjadi atelektasis
c. Memudahkan pengeluaran dahak
d. Klien dapat bernafas dengan bebas dan tubuh mendapatkan oksigen
yang cukup.
3. Prosedur kerja fisioterapi dada
a. Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang tipis dan longgar
b. Observasi nadi, pernafasan, dan keadaan umum pasien
c. Fisioterapi dada dilakukan satu sampai setengah jam sebelum
makan, atau minimal satu jam setelah makan untuk mencegah
muntah.
d. Auskultasi paru untuk menetukan lokasi sumbatan.
e. Dengarkan kembali suara paru pasien untuk menentukan posisi
postural drainage
f. Baringkan pasien pada posisi postural drainage sesuai lokasi
sumbatan yang ditemukan. Lakukan sesuai kondisi dan toleransi
pasien.
g. Berikan alas berupa kain atau handuk tipis pada dada pasien.

12
h. Dengan menggunakan telapak tangan yang membentuk seperti
sungkup, tepuk-tepukan ( perkusi ) pada satu lobus selama 2-3
menit.
i. Tengkurapkan pasien, tutupi daerah punggung dengan alas, dan
lakukan penepukan kembali pada lobus kanan dan kiri, baik bagian
atas maupun bawah.
j. Tepuk-tepuk dilakukan secara mantap, tidak menampar, dan
terdenagr bunyi “pooping”
k. Setelah selesai dengan perkusi, berikan vibrasi atau getaran pada
daerah dada kiri dan kanan, depan dan belakang setiap bagian
dilakukan 2-3 kali getaran pada waktu pasien mengeluarkan nafas
dengan menggunakan telapak tangan.
l. Evaluasi hasil atau tindakan fisioterapi dada dengan memantau
suara nafas, tanda-tanda vitaldan status pernafasan pasien.
4. Indikasi penatalaksanaan pada pasien Pneumonia nonfarmakologi
dengan menerapkan fisitherapi dada
a. Profilaksis untuk mencegah penumpukan sekret yaitu pada:
1. Pasien yang memakai ventilator
2. Pasien yang melakukan tirah baring yang lama
3. Pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis
kistik atau bronkiektasis
4. Pasien dengan batuk yang tidak efektif
b. Mobilisasi sekret yang tertahan
1. Pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh sekret
2. Pasien dengan abses paru
3. Pasien dengan Pneumonia
4. Pasien Pre dan Post operasi
5. Pasien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan
menelan atau batuk.
5. Kontraindikasi penatalaksanaan pada pasien Pneumonia
nonfarmakologi dengan menerapkan fisitherapi dada

13
a. Tensionpneumothorak
b. Hemoptisis
c. Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, AMI
dan aritmia
d. Edema paru
e. Effusi pleura yang luas
6. Komplikasi fisioterapi dada adalah Trauma thorak

C. KONSEP DASAR YANG BERKAITAN DENGAN JURNAL


1. Pengaruh pemberian fisioterapi dada terhadap kebersihan jalan nafas
pada pasien ISPA di desa pacung eromoko wonogiri, oleh Dinar,
(2014). Jurnal ini membahas mayoritas penduduk di kabupaten
wonogiri bekerja sebagai petani tembakau dan banyak yang mengalami
ISPA, dan biasanya penatalaksanaan yang diberikan selama ini hanya
langsung membeli obat di apotik, mereka belum mengetahui tentang
fisioterapi dada yang juga mempunyai kegunaan untuk membersihkan
jalan nafas. Dari penelitian yang telah dilakukan yaitu dengan
memberikan fisioterapi pada pasien ISPA di dapatkan hasil rata-rata
kebersihan jalan nafas sebagian besar bersih, klien yang memproduksi
sekret berlebih dapat mengurangi sekretnya setelah dilakukan
fisioterapi dada, klien juga merasa pernafasannya lancar. Fisioterapi
dada termasuk didalamnya adalah drainage postural, perkusi dan vibrasi
dada, latihan pernafasan, dan batuk efektif. Tujuan fisioterapi dada
adalah membuang sekresi bronkhial, memperbaiki efisiensi otot-otot
pernafasan.
2. Pengaruh fisioterapi dada, batuk efektif dan nebulizer terhadap
peningkatan saturasi oksigen dalam darah pada pasien PPOK, oleh
Nurmayanti,et al, (2019). Jurnal ini membahas PPOK yang merupakan
penyebab utama morbiditas dan cacat, yang menjadi penyebab terbesar
ketiga kematian diseluruh dunia tahun 2020. Saat fungsi paru
memmburuk dan penyakit berkembang maka resiko terjadinya hipoksia

14
juga akan meningkat. Dalam mengoptimalkan pengobatan PPOK
diberikan pendekatan komfrehensif yaitu pencegahan, managemen
medis dan rehabilitasi. Pada penelitian ini membahas pengobatan PPOK
secara medis tidak bisa menyembuhkan secara tuntas 100 %, untuk
mengencerkan mukus diberikan inhalasi atau nebulizer, sedangkan
pengobatan berupa supportif dan paliatif hanya untuk mengubah
kualitas hidup dengan jalan memenuhi kebutuhan oksigen, sehingga
peneliti melakukan intervensi berupa tindakan terapi inhalasi, supportif
dan paliatif. Tindakan tersebut adalah pemberian fisioterapi dada,
pemberian nafas dalam dan batuk efektif kepada pasien dan yang
terakhir dilakukan terapi nebulizer, setelah dilakukan intervensi,
peneliti melakukan pengukuran saturasi oksigen. Pada pemberian
tindakan suportif dan paliatif sangat membantu dalam memenuhi
kebutuhan oksigen, maka pengobatan suportif dan paliatif sangat
memegang peranan penting, untuk memudahkan mengeluarkan sekret
sehingga jalan nafas menjadi lancar kemudian saturasi oksigen (SaO2)
mengalami peningkatan.
3. Pengaruh clapping, vibrasi dan suction terhadap tidal volume pada
pasien pneumonia yang menggunakan ventilator di ruang ICU Royal
Prima Medan, oleh Agnesi et.al,(2019), Jurnal ini membahas tindakan
clapping, vibrasi dan suction sangat bermamfaat bagi penderita paru
yang akut maupun kronis, tindakan ini memiliki tujuan untuk
meningkatkan faal paru dan untuk melapangkan jalan pernafasan.
Fungsi utama tindakan clapping, vibrasi dan suction memiliki fungsi
utama untuk mempertahankan fungsi respirasi serta membersihkan
saluran pernafasan dan sekret. Penelitian ini menujukkan bahwa
tindakan clapping, vibrasi dan suction merupakan tindakan yang harus
diperhatikan dan penting untuk dilakukan oleh perawat khususnya
perawat ICU. Pentingnya tindakan clapping, vibrasi dan suction ini
dilakukan untuk melihat keadaan pasien yang sedang dirawat di ruang
ICU terutama pada pasien pneumonia yang menggunakan ventilator
dengan gambaran tidal volume normal. Tindakan ini dapat mencegah

15
terjadinya penumpukan sekret yang dapat menyebabkan kegagalan
nafas sehingga pasien dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
BAB III
ANALISA KEGIATAN/ KASUS

A. PROFIL LAHAN PRAKTEK


1. SEJARAH RUMAH SAKIT SANJIWANI GIANYAR
Secara historisRumahSakitUmumGianyar, berdiri pada tahun 1955
di Jalan NgurahRai, tepatnya pada
lokasiKantorBupatiKepalaDaerahTingkat II Gianyar.
AwalnyahanyasebuahPoliklinik, dengankondisibangunan yang
sangatsederhana, peralatanminim, dan ketenagaanjauhdarimemadai.
Pada tahun 1961 pindahlokasike Jalan CiungWanaraNomor 2
Gianyar, dengankondisi yang tidakjauhberbedadari masa sebelumnya.
BangunanPolikliniksederhana 1 buah, ditambah 2 buahbangunanbangsal.
Ketenagaanterdiridari 1 orangdokter yang merangkap tugas pada
RumahSakitBangli, Klungkung, dan Karangasem, 3 orangBidan, 4
orangtenagapenjagaRumahSakit (Pos) dan 2 orangtenagabangsal.
Seiringdengankemajuanperkembanganpembangunan yang
dicanangkanolehPemerintahOrdeBaru, maka secara perlahan -
lahanRumahSakitGianyar pun mengalamikemajuan. Perkembangan yang
cukupberartidirasakansejakdasawarsatahun 70-an. Dana
OperasionalRumahSakitdariPemerintahsemakinmeningkat,
tenagabertambah, fasilitassemakinlengkap yang secara
keseluruhannyamemungkinkanuntukberkembanglebihlanjutseiringdenganpe
rkembanganilmupengetahuan dan teknologi.
DengandikeluarkannyakeputusanMenteriKesehatanRepublik
Indonesia No. 207/MENKES/SK/ II/1993, Tanggal 26 Februari 1993
TentangPersetujuanPeningkatanKelasRumahSakitUmumKabupatenDaerah
Tingkat II Gianyar, dariKelas D
menjadimenjadiRumahSakitUmumDaerahKelas C,

16
KeputusaniniditindaklanjutidengankeputusanGubernurKepalaDaerahTingka
t I Bali No. 307 Tahun 1994, Tanggal 15 Juli 1994, TentangPenetapan dan
PeningkatanKelasRumahSakitUmumKabupatenDaerahTingkat II
GianyarKelas D menjadiRumahSakitUmumDaerahKelasC.
DalamKeputusantersebutbelumbersifatmengaturmanajemenRumah
Sakit. PembentukanSusunan dan Tata
KerjaRumahSakitbarudiaturdenganKeputusanBupatiKepalaDaerahTingkat
II Gianyar No. 579 Tahun 1994 Tanggal, 7 Nopember 1994.
Pengisianjabatanstrukturalbarudapatdilakukan pada tahun 1996
tepatnya 12 Maret 1996. Dengandemikianperkembangan secara
organisasimenunjukkansemakinmantap dan pengisianjabatanstruktural
secara lengkap dan
menganutpolamaksimalsesuaidenganPeraturanDaerahKabupatenDaerahTing
kat II GianyarNomor 28 Tahun 1997 tanggal, 4 Desember 1997
tentangPembentukanSusunan, Organisasi dan Tata
KerjaRumahSakitUmumDaerahSanjiwaniKabupatenDaerahTingkat II
Gianyar.BerdasarkanPerdaNomor 28 Tahun 1997 tersebut,
tercantumnamaRumahSakityaitu
“RumahSakitUmumDaerahSanjiwani“KabupatenDaerahTingkat II
Gianyar.
BerdasarkanPerdaNomor 6 Tahun 2001 tanggal 5 Januari 2001
tentangPembentukanSusunan, Organisasi dan Tata
KerjaRumahSakitUmumDaerahSanjiwaniKabupatenGianyar.
Mengingatperkembangan dan
peningkatanjangkauanpelayananRumahSakitsemakinpesatmaka RSUD
SanjiwaniKabupatenGianyardiusulkanmenjadiRumahSakitKelas B Non
Pendidikan.
BerdasarkanKeputusan DPRD KabupatenGianyarNomor 11 Tahun
2001 tanggal 3 Agustus 2001 tentangPenetapanPersetujuan DPRD
KabupatenGianyarterhadappeningkatankelas RSUD
SanjiwaniKabupatenGianyardarikelas C kekelas B Non Pendidikan.

17
Sedangkan berdasarkan Surat KeputusanMenteriKesehatanRepublik
Indonesia Nomor 41/Menkes/SK/I/2002 tanggal 21 Januari 2002
tentangPeningkatanKelas RSUD
SanjiwanimilikPemerintahKabupatenGianyar, darikelas C menjadikelas B
Non Pendidikan.
Berdasarkan Surat KeputusanMenteriKesehatanRepublik
Indonesia tersebut di atas dan untukmengoperasionalkan RSUD
SanjiwaniKab.GianyarKelas B Non Pendidikanmakaditerbitkanlah Surat
KeputusanBupatiGianyarNomor 51 Tahun 2002 tanggal 12 Februari 2002
tentangPenetapan RSUD SanjiwaniKab.GianyarmenjadiKelas B Non
Pendidikan, sedangkanstrukturorganisasi dan tata kerjaRumahSakitmengacu
pada PeraturanDaerahNomor 6 Tahun 2001 tentangPembentukanSusunan,
Organisasi dan Tata
KerjaRumahSakitUmumDaerahSanjiwaniKabupatenGianyar.
Mengingatperesmian RSUD Sanjiwanimenjadikelas B Non Pendidikan
yang dilaksanakantanggal 18 Pebruaritahun 2002 olehBapakBupatiGianyar,
makaperistiwabersejarahini, yaitusetiaptanggal 18
FebruaridiperingatisebagaihariUlangTahun RSUD SanjiwaniGianyar.
Pada tahun 2008 RSUD Sanjiwani berubah status menjadi Badan
Layanan Umum Daerah berdasarkan Keputusan Bupati Gianyar Nomor 56
Tahun 2008 tentang Penetapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum (PPK-BLUD) pada RSUD Sanjiwani Gianyar yang didilengkapi
dengan Peraturan Bupati Gianyar Nomor 7 tahun 2008 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan dan Akuntansi RSUD Sanjiwani Kabupaten Gianyar
serta Peraturan Bupati Gianyar Nomor 52 Tahun 2012 tentang Stándar
Akuntansi Berbasis Akrual Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit
Umum Daerah Sanjiwani Kabupaten Gianyar.
Seiring dengan tuntutan peningkatan kualitas pelayanan dan juga
untuk mewujudkan visi Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani Kabupaten
Gianyar yaitu Menjadikan Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani Terdepan
Dalam Pelayanan Kesehatan, Pendidikan dan Penelitian serta Teknologi

18
Kesehatan Berstandar Nasional, Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani
Kabupaten Gianyar telah ditetapkan menjadi Rumah Sakit Pendidikan
Satelit Universitas Udayana melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor. HK.02.03/I/4421/2016 tanggal 27 Desember
2016 dan ditetapkan menjadi Rumah Sakit Pendidikan Utama 4 Universitas
Warmadewa melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor. HK.02.03/I/4422/2016 tanggal 27 Desember 2016.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat,
RSUD Sanjiwani Kabupaten Gianyar secara periodik wajib terakreditasi
oleh komisi akreditasi rumah sakit, dimana saat ini telah lulus akreditasi
versi Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNAR) tingkat paripurna
melalui sertifikat yang dikeluarkan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit
Nomor. KARS-SERT/51/XI/2018 tanggal 7 Nopember 2018.
2. VISI MISI RUMAH SAKIT SANJIWANI GIANYAR
VISI
Menjadikan Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani Terdepan Dalam
Pelayanan Kesehatan, Pendidikan dan Penelitian serta Teknologi
Kesehatan Berstandar Nasional.
MISI :
a. Mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan tata kelola
manajemen keuangan yang efektif, efisien dan akuntabel.
b. Mewujudkan proses pendidikan dan penelitian di bidang
kesehatan.
c. Mewujudkan Sumber Daya Manusia dengan performance kinerja
yang unggul serta semangat pengabdian dan kerjasama untuk
meningkatkan kesejahteraan.
MOTTO
Untuk membangkitkan etos kerja dipandang perlu adanya stimulan
yang mampu berperan sebagai spirit semangat kerja serta kiblat
keseharian dalam berpikir, bersikap dan berperilaku bagi seluruh
karyawan, maka dipilihlah motto RSUD Sanjiwani yakni ”SMARTS”.

19
Kata SMARTS, selain dapat diartikan sebagai performace yang prima,
juga merupakan terjemahan dari singkatan : SENYUM SANTUN
MEMIKAT AMAN RESPONSIF TERPERCAYA SEJAHTERA
Nilai – Nilai Dasar :
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi tersebut di atas RSUD
Sanjiwani memiliki nilai dan keyakinan dasar yang merupakan kerja
dan menjadi pijakan, pegangan dan pedoman bagi direksi, unit kerja
manajemen, unit kerja pelayanan/operasional dan seluruh karyawan
dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.
Nilai-nilai dasar tersebut terdiri atas :
a. Kehormatan dan Kejujuran : Penghargaan kepada semua orang
serta kesungguhan dalam segala hal yang diucapkan, dikerjakan,
akuntabel dan transparan.
b. Keunggulan : Siap untuk memberikan pelayanan yang terbaik
berdasarkan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi
terkini, serta Kemauan untuk menerima perubahan kearah yang
lebih baik.
c. Tanggap dan Nyaman : Adanya kepastian dan rasa nyaman dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
FALSAFAH
Falsafah/filosofi Rumah Sakit merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini
oleh setiap petugas RSUD Sanjiwani Gianyar sebagai petunjuk dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan pada pasien/ masyarakat.
Nilai-nilai luhur tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pasien adalah aktivitas utama kami sebagai petugas rumah sakit.
b. Pasien adalah tujuan kami bekerja. Oleh karena itu perhatian dan
aktifitas akan kami curahkan untuk memenuhi kebutuhan
kesehatannya.
c. Pasien adalah informan yang potensial, melalui pelayanan dan
penyuluhan kesehatan yang tepat akan membantu cakupan dan
jangkauan bagi masyarakat luas.

20
d. Kepuasan pasien adalah tujuan kami

3. TUGAS DAN FUNGSI RUMAH SAKIT SANJIWANI GIANYAR


TUGAS POKOK.
RSUD Sanjiwani Kabupaten Gianyar mempunyai tugas pokok
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
dengan upaya penyembuhan, pemulihan, peningkatan, pencegahan,
pelayanan rujukan, pendidikan, penelitian dan pengembangan serta
pengabdian masyarakat. RSUD Sanjiwani Kabupaten Gianyar sebagai
Unit Organisasi bersifat fungsional dan unit layanan yang berkerja
secara provesional, menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanana rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat.
FUNGSI.
RSUD Sanjiwani Kabupaten Gianyar mempunyai fungsi:
a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit; 10
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai kebutuhan medis;
c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan
kesehatan; dan
d. penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengembangan serta
penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan
pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu
pengetahuan bidang kesehatan.

21
B. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahapawal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada
tahap ini. Tahap ini terbagi atas ( Arif Muttaqin,2011)
1. Pengumpulan data
a) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
no.registrasi, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis.
b) Keluhan utama
Keluhan utama klien dengan pneumonia adalah sesak nafas, batuk,
dan peningkatan suhu tubuh atau demam
c) Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Apabila
klien mengatakan batuk, maka perawat harus menanyakan sudah
berapa lama, dan lama keluhan batuk muncul. Keluhan batuk
biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah minum obat.
Pada awalnya keluhan batuk nonproduktif, lama kelamaan menjadi
batuk produktif dengan mukus purulent kekuningan, kehijauan,
kecoklatan, atau kemerahan dan sering kali berbau busuk. Klien
biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil serta
sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, dan lemas.
d) Riwayat penyakit terdahulu
Penyakit diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah
mengalami infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dengan gejala
seperti luka tenggorokan, kongesti nasal, bersin, dan demam ringan.
e) Riwayat keperawatan berdasarkan pola kesehatan fungsional
1) Pola persepsi sehat-penatalaksaan sehat

22
Keluarga sering menganggap seperti batuk biasa, dan
menganggap benar-benar sakit apabila sudah mengalami sesak.
2) Pola metabolik nutrisi
Sering muncul anoreksia (akibat respon sistematik melalui
kontrol saraf pusat), mual muntah karena terjadi peningkatan
rangsangan gaster dari dampak peningkatan toksik
mikroorganisme.
3) Pola eleminasi
Penderita mengalami penurunan produksi urine akibat
perpindahan cairan karena demam.
4) Pola tidur-istirahat
Data yang muncul adalah pasien kesulitan tidur karena sesak
nafas. Penampilan lemah, sering menguap, dan tidak bisa tidur
di malam hari karena tidak kenyaman tersebut.
5) Pola aktivitas-latihan
Aktivitas menurun dan terjadi kelemahan fisik
6) Pola kognitif-persepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah
disampaikan biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi
dan oksigenasi pada otak.
7) Pola persepsi diri-konsep diri
Tampak gambaran keluarga terhadap pasien, karena pasien diam
8) Pola peran hubungan
Pasien terlihat malas jika diajak bicara dengan keluarga, pasien
lebih banyak diam
9) Pola toleransi stress-koping
Aktivitas yang sering tampak saat menghadapi stress adalah
pasien selalu diam dan mudah marah.

23
10) Pola nilai-kepercayaan
Nilai keyakinan mugkin meningkat seiring dengan kebutuhan
untuk mendapat sumber kesembuhan dari Tuhan Yang Maha
Esa.
2. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
Wajah terlihat pucat, meringis, banyak keringat, sesak, adanya
takipnea sangat jelas (25-45x/menit), pernafasan cuping hidung,
penggunaan otot-otot pernafasan, dyspnea, sianosis sirkumoral,
distensi abdomen, sputum purulen, berbusa, bersemu merah, batuk
non produktif-produktif, demam menggigil, faringitis.
b) Palpasi
Denyut nadi meningkat, nadi biasanya meningkat sekitar 10x/menit
untuk setiap kenaikan satu derajat celcius, turgor kulit menurun,
peningkatan taktil fremitus disisi yang sakit, hati mungkin
membesar.
c) Perkusi
Perkusi pekak bagian dada dan suara redup pada paru yang sakit
d) Auskultasi
Terdengar stridor, bunyi nafas bronkovesikuler atau bronkial, ronchi
pada lapang paru. Perubahan ini terjadi karena bunyi
ditramsmisiskan lebih baik melalui jaringan padat atau tebal
(konsolidasi) daripada melalui jaringan normal.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a) Sinar X
Pada pneumonia mikroplasma sinar x dada mungkin bersih, dapat
juga menyatakan abses luas/infiltrat, empiema (stapilococcus),
infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bacteria), atau
penyebaran/perluasan infiltrat nodul (lebih sering virus)

24
b) GDA (Gas Darah Arteri)
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang
terlibat dan penyakit paru yang ada.
c) Pemeriksaan darah
Pada kasus pneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
( meningkatnya jumlah netrofil) (Sandra M. Nettina,2001:684).
Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000-40.000/m
dengan pergeseran LED meninggi.
d) LED meningkat
Fungsi paru hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas
meningkat dan komplain menurun, elektrolit Na dan Cl mungkin
rendah, bilirubin meningkat, aspirasi biopsi jaringan paru.
e) Rontgen dada
Ketidaknormalan mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang
terlibat dan penyakit paru yang ada. Foto thorak bronchopneumonia
terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika
ada pneumonialobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau
beberapa lobus.
f) Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakea,
bronskoskopi fiberoptik, atau biopsi pembekuanparu untuk
mengatasi organisme penyebab, seperti bakteri dan virus.
Pengambilan sekret secara bronkoscopy dan fungsi paru untuk
preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapatmenemukan atau
mencari etiologinya, tetapicara ini tidak rutin dilakukan karena sulit.
g) Test fungsi paru
Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar), tekanan
jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun. Mungkin
terjadi perembesan (hipoksemia)

25
h) Elektrolit
Natrium dan klorida mungkin rendah
i) Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka
Dapat menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan
sitoplasma(CMV), karakteristik sel raksasa (rubella).
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien
pneumonia adalah sebagai berikut:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif ( D.0001) berhubungan dengan
penumpukan sekret yang berlebih
2. Pola nafas tidak efektif (D.0005) berhubungan dengan hiperventilasi
3. Intoleransi aktivitas (D.0056) berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian
dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan
keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah
atau untuk memenuhi kebutuhan pasien (Setiadi, 2012). Berdasarkan
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SLKI) dan Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI) Tahun 2018 intervensi pada diagnosa yang
muncul seperti di bawah berikut:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001) berhubungan dengan
penumpukan sekret yang berlebih dibuktikan dengan gajala dan tanda
mayor. Suyektif: tidak tersedia, Obyektif : batuk tidak efektif, tidak
mampu batuk, sputum ( neonatus).
Intervensinya: Managemen jalan nafas diantaranya: monitor pola
nafas , monitor bunyi nafas tambahan ( gurgling, mengi, wheezing,
ronchi), monitor sputum, monitor tanda vital, berikan minuman hangat,
lakukan fisioterapi dada, lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik, hiperoksigenasi, ajarkan batuk efektif, kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran, mukolitik jika perlu.

26
2. Pola nafas tidak efektif (D.0005) berhubungan dengan hiperventilasi
dibuktikan dengan gejala dan tanda mayor. Subyektif: Dispnea.
Obyektif : Penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekspirasi
memanjang, pola nafas abnormal ( mis. Takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes). Intervensinya : pertahankan
jalan nafas yang paten, identifikasi adanya pemasangan alat jalan nafas
buatan, posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, lakukan
fisioterapi dada dan keluarkan sekret dengan batuk efektif atau suction.
Berikan terap oksigen, observasi adanya tanda-tanda hiperventilasi.
3. Intoleransi aktivitas (D.0056) berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen dibuktikan dengan: gejala dan tanda
mayor. Subyektif : mengeluh lelah. Obyektif: frekuensi jantung
meningkat > 20% dari kondisi istirahat. Intervensinya: monitor vital
sign, evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama
dan setelah aktivitas, berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
selama fase akut seusai indikasi, dorong penggunaan manageman stres
dan pengalih yang tepat, jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana
pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas, bantu pasien
memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/ atau tidur, bantu aktivitas
perawatan diri yang diperlukan, berikan kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase penyembuhan.

E. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan yang dilakukan pada masalah bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret yang
berlebih, tindakan keperawatannya adalah: monitor pola nafas, monitor
bunyi nafas tambahan ( gurgling, mengi, wheezing, ronchi), monitor
sputum, monitor tanda vital, berikan minum air hangat, memberikan
informasi kepada pasien dan keluarga tentang tindakan fisioterapi dada dan
persetujuan tindakan serta pendekatan komunikasi efektif kepada pasien,

27
berikut melakukan tehnik fisioterapi dada dengan SOP yang benar yaitu
mengajarkan keluarga cara melakukan fisioterapi dada dengan cara:
mencuci tangan, lakukan auskultasi dada, atur posisi drainage klien,
melakukan perkusi/clapping pada dinding dada selama 1-2 menit,
mengajurkan klien untuk tarik nafas dalam perlahan, lakukan vibrasi sambil
klien menghembuskan nafas perlahan, (lakukan 3-4 kali), menganjurkan
klien untuk batuk, auskultasi adanya perubahan suara nafas, mengulangi
perkusi/clapping dan vibrasi sesuai kondisi klien selama 15-20 menit, cuci
tangan, dengan tujuan untuk mengeluarkan sekret, pastikan tindakan selalu
di dampingi oleh keluarga pasien, bekerja sama dalam tindakan setelah itu
memberikan minum air hangat pada klien dan mengajarkan tehnik batuk
efektif agar sekret keluar secara optimal.

28
BAB IV
PEMBAHASAN

Analisis pada pasien pneumoniayaitu setelah di lakukan pengkajian pada


pasien pneumonia di dapatkan data subyektif dan data obyektif yang
mempengaruhi semua masalah keperawatan pada teori yang ada di alami oleh
pasien tersebut. Dari pasien-pasien tersebut di dapat keluhan utama sesak,
hipoksemia, kelelahan, infeksi, batuk dan sputum yang berlebih. Masalah
keperawatan utama yang muncul pada kasus kelolaan berdasarkan SDKI (2018)
pada pasien pneumonia dengan sumbatan jalan nafas adalah: Bersihan jalan nafas
tidak efektif (D.0001) berhubungan dengan penumpukan sekret yang berlebih.
Menurut SDKI (2018) bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan
membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan
nafas tetap paten yang di tandai dengan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk,
sputum berlebih, mengi, whezing dan/ atau ronchi. Salah satu kondisi yang dapat
menyebabkan gagal nafas adalah obstruksi jalan nafas. Obstruksi jalan nafas
merupakan kondisi yang tidak normal akibat ketidakmampuan batuk secara
efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit
infeksi, imobilisasi, statis sekresi, dan atau batuk tidak efektif karena penyakit
persyarafan seperti CVA, efek pengobatan sedatif, dan lain-lainnya (Hidayat et.al
2016).
Peningkatan sekresi sputum memerlukan treatment perawat baik treatment
mandiri maupun treatment kolaboratif. Salah satu treatment mandiri perawat yaitu
pemberian air hangat untuk memudahkan mobilisasi sekret dan fisioterapi dada.
Prosedur ini dilakukan untuk mempertahankan patensi jalan nafas, memudahkan
pengeluaran sekret. Fisioterapi dada merupakan tindakan drainage postural,
pengaturan posisi serta perkusi dan vibrasi dada yang merupakan metode untuk
memperbesar upaya klien dan memperbaiki fungsi paru (Aryayuni,2015).
Fisioterapi dada ini dapat digunakan untuk pengobatan dan pencegahan pada
pasien dengan tirah baring lama, penyakit paru obstruksi kronis, penyakit
pernafasan restriktif karena kelaian neuromuskuler dan penyakit paru restriktif

29
karena kelainan parenkim paru seperti fibrosisi dan pasien yang mendapat
ventilasi mekanik (Kusuma,2016). Fisioterapi dada terbukti dapat memudahkan
dalam mengencerkan dan mengeluarkan akumulasi sekret yang tertahan dijalan
nafas pasien. Sesuai dengan penelitian Dinar, 2014 yang mengatakan ada
pengaruh pemberian fisioterapi dada terhadap kebersihan jalan nafas pada pasien
ISPA. Dengan memberikan fisioterapi pada pasien ISPA didapatkan hasil
kebersihan jalan nafas sebagian besar bersih. Kondisijalannafasyang
bersihmemungkinkanoksigenyang masuklebih banyak dan
kemampuanekspirasidan inspirasiakan semakin membaik. Hal serupa
disampaikan oleh penelitian di Medan mengatakan ada pengaruh signifikan antara
clapping, vibrasi dan suction dengan tidal volume pada pasien terpasang ventilator
di ruang ICU, tindakan ini penting dan harus diperhatikan oleh perawat ICU
terutama pada pasien pneumonia yang menggunakan ventilator karena dapat
mencegah terjadinya penumpukan sekret yang dapat menyebabkan kegagalan
nafas sehingga pasien dapat meningkatkan kualitas hidupnya.Hal serupa juga
disampaikan dalam penelitian Nurmayanti, dkk (2019) di jakarta dalam
penelitiannya mengatakan ada pengaruh fisioterapi dada, batuk efektif dan
nebulizer terhadap peningkatan saturasi oksigen sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi, hal ini sangat efektif diberikan pada klien dengan PPOK.
Implemetasi yang dianalisis diruang Kamboja sebagian besar perawat
melakukan tehnik fisoterapi dada karena efektif mengeluarkan sekret, ada
beberapa perawat tidak melakukan tindakan mandiri perawat melainkan
melakukan tindakan terapi farmakologi yaitu pemberian nebulizer atau inhalasi
saja hal ini dikarenakan lebih praktis. Nebulizer atau inhalasi merupakan suatu
pengobatan dengan cara pemberian obat-obatan tersebut terlebih dahulu
dipecahkan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil melalui cara aerosol atau
humidifikasi ( Purnamadyawati, 2000). Kekurangan nebulizer atau inhalasi terlalu
sering dapat menimbulkan iritasi pada saluran nafas, alat yang digunakan kadang
error karena alat sudah lama, kadang alat mati sendiri, kadang klien mengeluh
area hidung dan sekitar mulut perih karena sering di nebulizer. Kelebihan
tindakan fisioterapi dada adalah mudah dilakukan, tanpa menggunakan obat,

30
mudah ditirukan, mengeluarkan sekret dijalan nafas,efisien dan tidak
mengeluarkan biaya, memperbaiki ventilasi,dan meningkatkan efisiensi oto-otot
pernafasan. Hal-hal yang harus diperhatikan saat melakukan fisioterapi dada
adalah hati-hati pada daerah dada, kecepatan dan pelaksanaan perkusi, saat
melakukan perkusi perhatikan gerakan normal pergerakan dada, tindakan
dihentikan jika terjadi gejala-gejala merugikan seperti nyeri meningkat, nafas
pendek meningkat, kelemahan, kepala pening, atau hemoptisis (Brunner &
Suddart, 2013).

31
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada bab ini, penulis akan mengemukakan kesimpulan dari hasil
pembahasan serta memberikan saran kepada beberapa pihak agar dapat di
jadikan acuan untuk perkembangan keilmuan khususnya dibidang
keperawatan.
1. Hasil analisa didapatkan pasien kasus kelolaan dengan diagnosa medis
pneumonia. Masalah keperawatan yang ditemukan pada pasien kelolaan
yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif, pola nafas tidak efektif, dan
intoleransi aktivitas.
2. Intervensi yang diberikan berupa aplikasi fisioterapi dada yang mampu
menurunkan sesak dan mampu mengeluarkan
sekret.Kondisijalannafasyang bersihmemungkinkanoksigenyang
masuklebih banyak dan kemampuanekspirasidan inspirasiakan semakin
membaik.
3. Implemetasi yang dilakukan adalah dengan tehnik fisioterapi dada yang
efektif mengeluarkan sekret dengan SOP yang benar. Implementasi
yang dianalisis diruang kamboja sebagian besar perawat melakukan
tehnik fisioterapi dada karena efektif mampu mengeluarkan sekret,
tetapi ada beberapa perawat tidak melakukan tindakan mandiri perawat
melainkan melakukan tindakan terapi farmakologi yaitu pemberian
nebulizer atau inhalasi saja hal ini dikarenakan lebih praktis

B. Saran
1. Bagi Layanan Masyarakat
a. Bagi Layanan
Hasil Karya ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini diharapkan dapat
dijadikan terapi non farmakologi yaitu dengan melakukan

32
penerapan aplikasi fisioterapi dada dengan masalah bersihan jalan
nafas tidak efektif pada pasien Pneumonia

b. Bagi Masyarakat
Karya ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini diharapkan dapat digunakan
oleh masyarakat sebagai informasi dan sebagai tehnik sederhana
yang nantinya dimanfaatkan dengan baik dalam mengatasi
pengeluaran dahak yang berlebihan terutama pada pasien
Pneumonia
2. Bagi Pendidikan dan Perkembangan Ilmu Keperawatan
Karya ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini dapat menjadi pedoman dan
acuan dalam proses pendidikan terutama dalam bidang keperawatan
medikal bedah khususnya dalam mengatasi masalah untuk mengurangi
dahak yang berlebihan pada penderita Pneumonia.

33
DAFTAR PUSTAKA

Agnesia, Vaulina, Yana Malinda, Yunistia Gulo, Victory Oktavianus And Tiarda
Nababan, 2019.” Pengaruh Clapping, Vibrasi, Dan Suction Terhadap
Tidal Volume Pada Pasien Pneumonia Yang Menggunakan Ventilator Di
Ruang Icu Royal Prima Medan Effect Of Clapping, Vibration And Suction
Against Tidal Volume Of Pneumonia Patients Using Ventilator In Icu
Ro”4 (1):48-52.

Ardiansyah, Muhammad.(2012). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogyakarta:


DIVA Prees.

Aryayuni, 2015 Gangguan Saluran Pernafasan, Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth, 2013, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : EGC

Carpernito-Moyet L.J Rencana Tindakan keperawatan Anak ISPA. Jakarta, 2013,


EGC

Dinar Ariasti, Sri Aminingsih, Endrawati “ Pengaruh Pemberian Fisioterapi


Dada Terhadap Kebersihan Jalan Nafas Pada pasien ISPA Di Desa
Pucung Eromoko Wonogiri, 2014. Kosala JIK. Vol.2 No.2

Djojodibroto, Darmanto (2014). Respirologi. Jakarta : EGC, hal.151

Muttaqin A (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Sistem Pernafasan, Jakarta: Salemba Medika

Nurmayanti, Agung Waluyo, Endrawati “Pengaruh Fisioterapi dada, Batuk


efektif Dan Nebulizer Terhadap peningkatan saturasi Oksigen Dalam
darah Pada pasien PPOK, 2019 e-ISSN: 2581-1975, p-ISSN:2597- 7482
Vol.3, No.1

PDPI,(2003). Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Komunitas


Indonesia

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2015. Diagnosis dan


Penatalaksanaan Asma. Penerbit Universitas Indonesia

Riskesdas, 2018 Kenaikan Prevalensi ISPA Di Indonesia Akses:


www.riskesdas2018.com

SDKI, Tim.Pokja 2018, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2 nd ed.


Jakarta: Dewan PP PPNI

34
Setiadi, 2012. Konsep Penulisan Dokumentasi asuhan Keperawatan Teori dan
praktek, Yogyakarta: Graha Ilmu

SIKI, Tim. Pokja. 2018. Standar Intervensi Keperawatan indonesia, 2 nd ed.


Jakarta: Dewan PP PPNI

Soemantri, Irwan. Asuhuan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernafasan. Edisi II. Jakarta : Salemba medika, 2009

Suddarth, Brunner and, 2017, Medical surgical Nursing. 8E. Ed. Jakarta: EGC

World Health Organization, 2017. Peningkatan Penyakit ISPA Di Dunia

World Health Organization, 2018. Diambil Kembali Dari Global Health Estimatis
2016 Death Cause, age, Sex, by Country And by Region, 2000-2016

35

Anda mungkin juga menyukai