Anda di halaman 1dari 43

ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN PADA PASIEN

PNEUMONIA DENGAN INTERVENSI TEKNIK LATIHAN NAFAS


DALAM DAN BATUK EFEKTIF DALAM UPAYA MENINGKATKAN
PENGELUARAN SPUTUM DI UGD RSUP SANGLAH TAHUN 2020

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Oleh :
NI LUH GEDE WAHYU SRI ARINI
NIM. 19J10111

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
TAHUN AJARAN 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas Karya Ilmiah Akhir (KIA)
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada pasien Pneumonia di Ruang UGD RSUP
Sanglah Denpasar”.
Dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir (KIA) ini, penulis banyak mendapat
bimbingan, pengarahan dan bantuan dari semua pihak sehingga Karya Ilmiah Akhir
(KIA) ini bisa diselesaikan tepat pada waktunya. Untuk itu kelompok ingin
menyampaikan ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak I Gede Putu Dharma Suyasa, K.Kep., M.Ng., Ph.D. selaku Rektor Institut
Teknologi Dan Kesehatan Bali yang telah memberikan izin dan kesempatan
kepada penulis untuk menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners ini.
2. Bapak Ns. I Kadek Nuryanto.,S.Kep.,MNS selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Institut Teknologi Dan Kesehatan Bali yang memberi dukungan moral kepada
penulis..
3. Ibu AAA Yuliati Darmini, S.Kep.,Ns.,MNS selaku Ketua Program Studi Profesi
Ners yang memberikan kami ijin untuk mengikuti Program Profesi Ners tahap II
4. Bapak Ns. Dewa Adi Surya Antara, M. Kep. selaku CI dan Pembimbing
Ruangan IGD yang telah banyak memberikan bimbingan dan motivasi dalam
menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir (KIA).
5. Ibu Ni Putu Ayu J. Sastamidhyani,S.Kep.M.Kep. selaku Dosen Pembimbing
yang telah banyak memberikan bimbingan dan motivasi dalam menyelesaikan
Karya Ilmiah Akhir (KIA).

ii
6. Kedua orang tua I Made Arjaya dan Ni Made Artini Asih serta anggota Keluarga
lainnya yang telah banyak memberikan doa, dukungan dan semangat dalam
penyusunan Karya Ilmiah Akhir Ners ini.
7. Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah
membantu penyusunan Karya Ilmiah Akhir (KIA) ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir (KIA) ini masih
belum sempurna, untuk itu masukan dan saran yang membangun dari berbagai
pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan Karya Ilmiah Akhir
(KIA) Asuhan Keperawatan Pada pasien Peumonia di Ruang UGD RSUP
Sanglah Denpasar ini.
Denpasar, Maret 2020

Penulis

iii
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN
PENATALAKSANAAN TEKNIK LATIHAN NAFAS DALAM DAN BATUK
EFEKTIF DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENGELUARAN SPUTUM
PADA PASIEN PNEUMONIA DI IGD RSUP SANGLAH

Ni Luh Gede Wahyu Sri Artini


Program Studi Sarjana Keperawatan
Institut Teknologi Dan Kesehatan (ITEKES) Bali
E-mail : kunyukwahyu@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan Karya Ilmiah Akhir: Untuk melakukan analisa terhadap pemberian


tindakan latihan nafas dalam dan batuk efektif pada pasien pneumonia yang mengalami
ketidakefektifan bersihan jalan nafas di Ruang IGD RSUP Sanglah.
Metode : Karya ilmiah akhir ini diambil dengan menggunakan metode
wawancara dan observasi yang dilakukan di Ruang IGD RSUP Sanglah
Hasil Karya Ilmiah Akhir: Hasil karya Ilmiah Akhir ini menunjukkan pemberian
Intervensi latihan nafas dalam dan batuk efektif sangat efektif dilakukan pada pasien
Pneumonia untuk meningkatkan pengeluaran sputum dan peningkatan suplai oksigen
keparu-paru.
Kesimpulan: Bahwa latihan nafas dalam dan batuk efektif dapat membantu
meningkatkan pengeluaran sekret pada pasien Pneumonia

Kata Kunci : Pneumonia, relaksasi nafas dalam, batuk efektif,

iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................II
ABSTRAK........................................................................................................IV
DAFTAR ISI.....................................................................................................V
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
A. Latar Belakang ............................................................................1
B. Tujuan .........................................................................................3
C. Manfaat .......................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................5
A.Konsep Dasar Pneumonia ............................................................5
B.Konsep dasar asuhan teoritis ......................................................13
C.Konsep Dasar Latihan Nafas Dalam ..........................................21
D.Konsep Dasar Batuk Efektif ......................................................23
BAB III ANALISA KEGIATAN/KASUS.................................................26
A. Profil Lahan Praktik .......................................................................26
B. Pengkajian ......................................................................................28
C. Diagnosa .........................................................................................28
D. Intervensi ........................................................................................29
E. Implementasi...................................................................................30
F. Evaluasi ..........................................................................................32
BAB IV PEMBAHASAN ...........................................................................33
BAB V PENUTUP.....................................................................................36
A. KESIMPULAN .............................................................................36
B. SARAN ..........................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru
yang biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA).
Dengan gejala batuk disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksi
seperti virus, bakteri, mycoplasma (fung), dan aspirasi subtansi asing, berupa
radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat
melalui gambaran radiologis (Nanda, 2015). Komplikasi meliputi hipoksemia,
gagal respiratorik, efusipleura, empiema, abses paru, dan bakteremia, disertai
penyebaran infeksi ke bagian tubuh lain yang menyebabkan meningitis,
endokarditis,dan perikarditis.
Pneumonia adalah penyakit yang banyak terjadi yang menginfeksi
kira- kira 450 juta orang pertahun dan terjadi di seluruh penjuru dunia.
Penyakit ini merupakan penyebab utama kematian pada semua kelompok
yang menyebabkan jutaan kematian (7% dari kematian total dunia) setiap
tahun. Angka ini paling besar terjadi pada anak-anak yang berusia kurang dari
lima tahun, dan dewasa yang berusia lebih dari 75 tahun (Langke, dkk, 2016).
Angka period prevalence pneumonia atau angka penderita pneumonia pada
waktu tertentu di Indonesia cenderung meningkat dari 2,1% pada tahun 2007
menjadi 2,7% pada tahun 2013 (Depkes, 2013). Pada tahun 2015, terjadi
920.136 kematian akibat pneumonia, 16% dari seluruh kematian anak usia
kurang dari 5 tahun (WHO, 2016).
Menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2017
ditemukan 10 besar penyakit pada pasien rawat inap di RSU Provinsi Bali
yaitu salah satunya Pneumonia berjumlah 2683 orang. Dari pengamatan
lapangan harian yang dilakukan dalam kurun waktu 2015-2016 ini di Ruang

1
2

Rawat Intermediate Instalasi Rawat Darurat Rumah Sakit Sanglah Denpasar,


70% lebih pasien yang dirawat dengan masalah paru dan respirasi adalah
pneumonia. Hampir seluruh pasien pneumonia tersebut, menderita penyakit
komorbid lainnya antara lain penyakit paru obstruktif kronik, penyakit ginjal
kronik dengan hemodialysis rutin, penyakit keganasan, pasca infeksi demam
berdarah, diabetes mellitus, infeksi HIV, stroke (Rai, 2016).
Penyebab pneumonia adalah organisme seperti virus dan bacterial yang
masuk kedalam tubuh sehingga kuman pathogen mencapai bronkioli
terminalis lalu merusak sel epitel basilica dan sel goblet yang menyebabkan
cairan edema dan leokosit ke alveoli sampai terjadi konsolidasi paru yang
menyebabkan kapasitas vital dan rasio ventilasi perfusi menurun sehingga
suplai O2 dalam tubuh terganggu (Arifin&Ratnawati, 2015). Masalah
keperawatan tersebut dapat dicegah dengan penatalaksanaan perawat dalam
memberi asuhan keperawatan secara menyeluruh mulai dari pengkajian
masalah, menentukan diagnosa, keperawatan, membuat intervensi,
implementasi serta evaluasi asuhan keperawatan. Keluhan diatas dapat
ditangani dengan tindakan keperawatan dan kolaborasi dengan cara
farmokologi dan non farmokologi seperti memberikan latihan nafas
dalam memperbaiki pola nafas, serta membersihkan jalan nafas yang
tersumbat oleh sekret atau dahak dengan mengajarkan batuk efektif. (Nanda,
2015)
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi
secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan
(Smeltzer & Bare, 2011). Menurut Ambarawati & Nasution, (2015) Batuk
efektif merupakan cara untuk melatih pasien yang tidak memiliki
kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk membersihakan
laring, trakea, dan bronchioles dari secret atau benda asing dijalan nafas.
3

Pentingnya penanganan terhadap penyakit pneumonia, maka penulis


akan membahas tentang terapi non farmokologi terhadap pasien pneumonia
dengan memperbaiki pola nafas yang tidakefektif serta kebersihan jalan
nafas. Dengan pengetahuan tentang faktor-faktor dan situasi yang menjadi
predisposisi individu terhadap pneumonia akan membantu untuk
mengidentifikasi pasien yang mengalami penyakit pneumonia. Dengan
memberikan perawatan yang penting antara lain : berikan dorongan untuk
sering batuk dan mengeluarkan sekresi, ajarkan latihan nafas dalam.
Kesembuhan pasien pneumonia dapat diukur dengan berkurangnya batuk,
sesak nafas, dan lancarnya pengeluaran sekresi. (Arifin&Ratnawati, 2015).
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Penulisan Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIA) ini bertujuan untuk melakukan
asuhan keperawatan dalam memberikan latihan nafas dalam dan batuk
efektif terkait dengan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan
nafas pada pasien Pneumonia di ruang IGD RSUP Sanglah Denpasar.
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisa masalah keperawatan pada pasien Pneumonia di ruang
UGD Triage Medik RSUP Sanglah Denpasar
b. Menganalisa evidence based mengenai pemberian intervensi
keperawatan latihan nafas dalam dan batuk efektif pada pasien
Pneumonia yang mengalami ketidaefektifan bersihan jalan nafas di
ruang UGD Triage Medik RSUP Sanglah Denpasar.
C. MANFAAT PENULISAN
1. ManfaatTeoritis
Hasil laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan justifikasi secara
teoritis empiris tentang asuhan keperawatan yang tepat pada pasien yang
mengalami ketidakfektifan bersihan jalan nafas sehingga dapat digunakan
4

sebagai dasar pengembangan teori asuhan keperawatan pada pasien yang


mengalami masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas berdasarkan
jurnal terkait.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang diharapkan hasil laporan kasus ini dapat digunakan
sebagai acuan dalam merancang asuhan keperawatan yang tepat pada
pasien yang mengalami ketidakefektifan bersihan jalan nafas di Ruang
IGD RSUP Sanglah. Hasil studi kasus ini dapat menjadi pertimbangan
dan bahan evaluasi lebih lanjut dalam pengambilan asuhan keperawatan
yang tepat oleh tenaga kesehatan.
a. Bagi pelayanan kesehatan
Laporan kasus ini diharapkan dapat menambah informasi dalam
rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya dalam
asuhan keperawatan dengan pasien ketidakefektifan berdihan jalan
nafas.
b. Bagi Institusi
Laporan kasus ini diharapkan dapat menambah bacaan ilmiah,
kerangka perbandingan untuk mengembangkan ilmu keperawatan serta
dapat menjadi sumber informasi bagi yang ingin mengadakan
penelitian tentang ketidakefektifan berihan jalan nafas pada pasien
pneumonia.
c. Bagi Penulis
Dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pada pasien dengan ketidakefektifan bersihan
jalan nafas pada pasien pneumonia serta mampu mengaplikasikan ilmu
yang diperoleh selama pendidikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Dasar Pneumonia


A. Definisi/Pengertian
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh agen infeksisus (Smeltzer & Bare, 2013). Pneumonia adalah
peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, maupun jamur
(Medicastore).
Pneumonia adalah penyakit infeksius yang sering menyebabkan
kematian. Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang.
Kantong-kantong udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan
cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan
oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Karena inilah, selain
penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita pneumonia bisa meninggal.

B. Epidemiologi/Insiden Kasus
Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus
tipe 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan
pada anak ditemukan tipe 14,1,6,dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan
pada usia kurang dari 4 tahun dan berkurang dengan meningkatnya umur.
Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumokokus dan ditemukan
pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan bronchopneumonia lebih sering
dijumpai pada anak kecil dan bayi.
Pneumonia sebenarnya bukan peyakit baru. Tahun 1936 pneumonia
menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik,
membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun tahun
2000, kombinasi pneumonia dan influenza kembali merajalela. Di Indonesia,
pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler
dan TBC. Kasus pneumonia ditemukan paling banyak menyerang anak balita.
Menurut laporan WHO, sekitar 800.000 hingga 1 juta anak meninggal dunia

5
6

tiap tahun akibat pneumonia. Bahkan UNICEF dan WHO menyebutkan


pneumonia sebagai penyebab kematian anak balita tertinggi, melebihi penyakit
penyakit lain seperti campak, malaria, serta AIDS.
C. Etiologi
a) Bakteri
Bakteri yang dapat menyebabkan pneumonia adalah : Diplococus
pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus Hemoliticus aureus,
Haemophilus influenza, Basilus friendlander (Klebsial pneumonia),
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri gram positif yang menyebabkan
pneumonia bakteri adalah steprokokus pneumonia, streptococcus aureus
dan streptococcus pyogenis
b) Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum disebabkan
oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus merupakan penyebab utama pneumonia virus. Virus lain
yang dapat menyebabkan pneumonia adalah Respiratory syntical virus dan
virus stinomegalik.
c) Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan
pada kotoran burung. Jamur yang dapat menyebabkan pneumonia adalah :
Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides,
Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma
Pneumonia.
d) Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada
penderita AIDS.
e) Faktor lain yang mempengaruhi
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia adalah daya tahan
tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP),
penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
7

D. Patofisiologi
Pneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan
oleh bakteri yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan
paru. Bakteri pneumococcus ini dapat masuk melalui infeksi pada daerah
mulut dan tenggorokkan, menembus jaringan mukosa lalu masuk ke
pembuluh darah mengikuti aliran darah sampai ke paru-paru dan selaput
otak. Akibatnya timbul peradangan pada paru dan daerah selaput otak.
Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret sehingga terjadi
demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman
sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis. Kolaps alveoli akan
mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi.
Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi
surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk melembabkan rongga
pleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah
tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan
frekuensi nafas, hipoksemia, asidosis respiratorik, sianosis, dispnea dan
kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas. Pathway
terlampir
E. Klasifikasi
Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia tahun 2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia, yaitu:
Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b) Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial
pneumonia)
c) Pneumonia aspirasi
d) Pneumonia pada penderita immunocompromised.
Berdasarkan bakteri penyebab:
a) Pneumonia bakteri/tipikal.
8

Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering


diistilahkan dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa
menyerang siapa saja, dari bayi hingga mereka yang telah lanjut usia.
Para peminum alkohol, pasien yang terkebelakangan mental, pasien
pascaoperasi, orang yang menderita penyakit pernapasan lain atau
infeksi virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah
dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu. Pada saat pertahanan
tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi,
bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak
paru-paru.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun
seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di
paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari
jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh
melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah kuman yang
paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut. Biasanya
pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran napas yang
ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu).
Infeksi virus pada saluran pernapasan dapat mengakibatkan pneumonia
disebabkan mukus (cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus
dapat terisap masuk ke dalam paru-paru. Beberapa bakteri mempunyai
tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada
penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi
influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella, dan
chalamydia.
b) Pneumonia Akibat virus.
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan
dengan bakteri hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit
influenza, tetapi bisa menyebabkan pneumonia juga). Gejala awal dari
pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu demam,
batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga
9

36 jam penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir


sedikit. Terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir. Tipe
pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia karena
bakteri. Hal itu yang disebut dengan superinfeksi bakterial. Salah satu
tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah keluarnya lendir yang kental
dan berwarna hijau atau merah tua.
c) Pneumonia jamur,
Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).
Berdasarkan predileksi infeksi:
a) Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus
(percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
b) Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak
infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang
disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang
tua. Pada penderita pneumonia, kantong udara paru-paru penuh dengan
nanah dan cairan yang lain. Dengan demikian, fungsi paru-paru, yaitu
menyerap udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan udara kotor
menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen
dengan segala konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah
terinfeksi oleh bakteri lain (super infeksi) dan sebagainya. Jika
demikian keadaannya, tentu tambah sulit penyembuhannya. Penyebab
penyakit pada kondisi demikian sudah beraneka macam dan bisa terjadi
infeksi yang seluruh tubuh.
F. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Wajah terlihat pucat, meringis, lemas, banyak keringat, sesak, adanya
PCH, Adanya takipnea sangat jelas (25-45 kali/menit), pernafasan cuping
hidung, penggunaan otot-otot aksesori pernafasan, dyspnea, sianosis
sirkumoral, distensi abdomen, sputum purulen, berbusa, bersemu darah,
batuk : Non produktif – produktif, demam menggigil, faringitis.
10

b. Palpasi
Denyut nadi meningkat dan bersambungan (bounding), nadi biasanya
meningkat sekitar 10 kali/menit untuk setiap kenaikan satu derajat
celcius, turgor kulit menurun, peningkatan taktil fremitus di sisi yang
sakit, hati mungkin membesar.
c. Perkusi
Perkusi pekak bagian dada dan suara redup pada paru yang sakit.
d. Auslkutasi
Terdengar stridor, bunyi nafas bronkovesikuler atau bronkial, egofoni
(bunyi mengembik yang terauskultasi), bisikan pektoriloquy (bunyi
bisikan yang terauskultasi melalui dinding dada), ronchii pada lapang
paru. Perubahan ini terjadi karena bunyi ditransmisikan lebih baik
melalui jaringan padat atau tebal (konsolidasi) daripada melalui jaringan
normal.
G. Pemeriksaan Diagnostik
a. Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi strukstural (misal: Lobar, bronchial);
dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat, empiema (stapilococcus);
infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bacterial); atau
penyebaran/perluasan infiltrat nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia
mikroplasma, sinar x dada mungkin bersih.
b. GDA (Gas Darah Arteri)
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat
dan penyakit paru yang ada
c. Pemeriksaan darah.
Pada kasus pneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah netrofil)
Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000-40.000/m dengan
pergeseran LED meninggi.
d. LED meningkat.
11

Fungsi paru hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas


meningkat dan komplain menurun, elektrolit Na dan Cl mungkin rendah,
bilirubin meningkat, aspirasi biopsi jaringan paru
e. Rontegen dada
Ketidak normalan mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang
terlibat dan penyakit paru yang ada. Foto thorax bronkopeumonia
terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada
pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa
lobus.
f. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal,bronskoskopi
fiberoptik, atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme
penyebab, seperti bakteri dan virus. Pengambilan sekret secara
broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan test
resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini
tidak rutin dilakukan karena sulit.
g. Tes fungsi paru
Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar), tekanan jalan
nafas mungkin meningkat dan complain menurun. Mungkin terjadi
perembesan (hipokemia).
h. Elektrolit
Natrium dan klorida mungkin rendah.
i. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka
Dapat menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik
(CMV), karakteristik sel raksasa (rubella).

H. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan dada dengan menggunakan
stetoskop, akan terdengar suara ronchi. Selain itu juga didukung oleh
pemeriksaan penunjang seperti: rontgen dada, pembiakan dahak, hitung
jenis darah, gas darah arteri.
12

I. Therapy
a. Pemberian antibiotik per-oral/melalui infus.
b. Pemberian oksigen tambahan
c. Pemberian cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
d. Antibiotik sesuai dengan program
e. Pemeriksaan sensitivitas untuk pemberian antibiotik
f. Cairan, kalori dan elektrolit glukosa 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1
ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml cairan infuse.
g. Obat-obatan :
- Antibiotika berdasarkan etiologi.
- Kortikosteroid bila banyak lender.
- Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan
Eritromicin 4 X 500 mg sehari atau Tetrasiklin 3-4 hari mg sehari.
Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat penyembuhan
terutama pada kasus yang berat. Obat-obat penghambat sintesis SNA
(Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer
seperti polinosimle, poliudikocid pengobatan simptomatik seperti :
1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat di
rumah.
2. Simptomatik terhadap batuk.
3. Batuk yang produktif jangan di tekan dengan antitusif
4. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris,
diberikan broncodilator.
5. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus
berat. Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai
dengan penyebab yang mempunyai spektrum sempit.
J. Komplikasi
Bila tidak ditangani secara tepat, akan mengakibatkan komplikasi.
Komplikasi dari pneumonia / bronchopneumonia adalah :
13

a. Otitis media akut (OMA) terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang
berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi
masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara,
kemudian gendang telinga akan tertarik ke dalam dan timbul efusi.
b. Efusi pleura
c. Abses otak
d. Endokarditis
e. Osteomielitis
f. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau
kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk
hilang.
g. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
h. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
i. Infeksi sitemik.
j. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
k. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
K. Prognosis
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas
dapat diturunkan sampai 1%. Pasien dalam keadaan malnutrisi energi
protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih
tinggi.

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Teoritis

1) Pengkajian
a. Data Subjektif
a) Klien mengatakan badan demam
b) Klien mengatakan merasa nyeri di daerah dada yang terasa
tertusuk-tusuk, terutama saat bernafas atau batuk
c) Klien mengatakan tenggorokan terasa sakit, sakit kepala, dan
mialgia
14

d) Klien mengatakan sering mengeluarkan dahak yang kental,


berbusa dan berwarna kehijauan atau bercampur darah.
e) Klien mengatakan lebih merasakan nyaman saat duduk tegak
di tempat tidur dengan condong ke arah depan tanpa mencoba
untuk batuk atau nafas dalam.
f) Klien mengatakan sering berkeringat banyak.
g) Klien mengatakan dada terasa sangat sesak dan sulit bernafas.
b. Data Objektif
a) Suhu tubuh klien teraba panas, lebih dari 37,5 0C dan klien
tampak menggigil.
b) Wajah klien tampak meringis.
c) Takipnea (25-45x/menit), dyspnea
d) Terdengar pernafasan mendengkur, rhonchi saat auskultasi.
e) Tampak penggunaan pernafasan cuping hidung atau otot-otot
aksesori pernafasan.
f) Klien tampak lemah dan pucat.
g) Tampak area solid (konsolidasi) pada lobus-lobus paru dalam
hasil rontgen dada.
h) Terjadi peningkatan taktil fremitus saat dilakukan palpasi.
i) Suara pekak pada saat perkusi di daerah dada
j) Terdengar bunyi nafas bronkovesikuler atau bronkial, egofoni
(bunyi mengembik yang terauskultasi), dan bisikan
pektoriloquy (bunyi bisikan yang terauskultasi melalui dinding
dada).
k) Ditemukannya ketidaknormalan pada hasil AGD.
l) Terdapat perubahan pada frekuensi, ritme, dan kedalaman
pernafasan.
m) Kesadaran dapat menurun akibat perluasan infeksi menjadi
sepsis
15

c. Diagnosis Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya
eksudat pada alveoli akibat infeksi
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi
dalam alveoli.
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar-capiler
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologikal
5. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolik.
d. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya
eksudat pada alveoli akibat infeksi
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama ... x ... jam, diharapkan bersihan jalan nafas
klien kembali efektif dengan kriteria hasil:
Respiratory status: airway patency (status pernapasan: kepatenan jalan
napas)
- Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt) (skala 5 = no
deviation from normal range)
- Irama pernapasn normal (skala 5 = no deviation from normal range)
- Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal
range)
- Klien mampu mengeluarkan sputum secara efektif (skala 5 = no
deviation from normal range)
- Tidak ada akumulasi sputum (skala 5 = none)
Intervensi:
Respiratory monitoring
1) Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha respirasi
Rasional: mengetahui tingkat gangguan yang terjadi dan membantu
dalam menetukan intervensi yang akan diberikan.
16

2) Perhatikan gerakan dada, amati simetris, penggunaan otot aksesori,


retraksi otot supraclavicular dan interkostal
Rasional: menunjukkan keparahan dari gangguan respirasi yang terjadi
dan menetukan intervensi yang akan diberikan.
3) Monitor suara napas tambahan
Rasional: suara napas tambahan dapat menjadi indikator gangguan
kepatenan jalan napas yang tentunya akan berpengaruh terhadap
kecukupan pertukaran udara.
4) Monitor pola napas : bradypnea, tachypnea, hyperventilasi, napas
kussmaul, napas cheyne-stokes, apnea, napas biot’s dan pola ataxic
Rasional: mengetahui permasalahan jalan napas yang dialami dan
keefektifan pola napas klien untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
Airway suctioning
5) Putuskan kapan dibutuhkan oral dan/atau trakea suction
Rasional: waktu tindakan suction yang tepat membantu melapangan
jalan nafas pasien
6) Auskultasi sura nafas sebelum dan sesudah suction
Rasional : Mengetahui adanya suara nafas tambahan dan kefektifan
jalan nafas untuk memenuhi O2 pasien
7) Informasikan kepada keluarga mengenai tindakan suction
Rasional : memberikan pemahaman kepada keluarga mengenai indikasi
kenapa dilakukan tindakan suction

8) Gunakan universal precaution, sarung tangan, goggle, masker sesuai


kebutuhan
Rasional : untuk melindungai tenaga kesehatan dan pasien dari
penyebaran infeksi dan memberikan pasien safety
9) Gunakan alat disposible steril setiap melakukan tindakan suction trakea
Rasional: jalan nafas merupakn area steril sehingga alat digunkan juga
steril untuk mencegah penularan infeksi.
17

10) Pilihlah selang suction dengan ukuran setengah dari diameter


endotrakeal, trakheostomy, atau saluran nafas pasien
Rasional: penggunaan dimater yang lebih kecil agar tidak menyumbat
jalan nafas dan memberikan ruang agar pasien mampu melakukan
respirasi
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi
dalam alveoli.
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama ... x ... jam diharapkan pola napas klien
efektif dengan kriteria hasil:
Status pernapasan: ventilasi
- Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal
range)
- Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan (skala 5 = no
deviation from normal range)
- Tidak tampak retraksi dinding dada (skala 5 = no deviation from normal
range)
Tanda-tanda vital
- Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt) (skala 5 = no
deviation from normal range)
Intervensi :
Monitoring respirasi

a) Pantau RR, irama dan kedalaman pernapasan klien.


Rasional : Ketidakefektifan pola napas dapat dilihat dari peningkatan
atau penurunan RR, serta perubahan dalam irama dan kedalaman
pernapasan
b) Pantau adanya penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi dinding
dada pada klien
Rasional : Penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi dinding dada
menunjukkan terjadi gangguan ekspansi paru
18

Memfasilitasi ventilasi

a) Berikan posisi semifowler pada klien.


Rasional : Posisi semifowler dapat membantu meningkatkan toleransi
tubuh untuk inspirasi dan ekspirasi.

b) Pantau status pernapasan dan oksigen klien.


Rasional : Kelainan status pernapasan dan perubahan saturasi O2 dapat
menentukan indikasi terapi untuk klien

c) Berikan dan pertahankan masukan oksigen pada klien sesuai indikasi


Rasional : Pemberian oksigen sesuai indikasi diperlukan untuk
mempertahankan masukan O2 saat klien mengalami perubahan status
respirasi.
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar-capiler
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ...jam diharapkan
gangguan pertukaran gas dapat diatasi dengan kriteria hasil:
- Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
- Tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu bernafas dengan mudah)
- RR= 16-20 x/menit
- AGD klien dalam batas normal (Ph = 7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 ;
HCO3 = 22-26 ; BE = -2 - +2 ; PO2 = 80-100 ; SaO2 = 95-100%)
Intervensi :
Airway Management
a) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu.
Rasional :Untuk memperlancar jalan napas klien.
b) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
Rasional : Memaksimalkan posisi untuk meningkatkan ventilasi klien.
c) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
Rasional : Menghilangkan obstruksi jalan napas klien.
19

d) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.


Rasional : Memantau kondisi jalan napas klien.
Respiratory Monitoring
a) Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi.
Rasional : Mengetahui karakteristik napas klien.
b) Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
Rasional : Penggunaan otot bantu pernapasan menandakan perburukan
kondisi klien.
c) Lakukan pemeriksaan AGD pada klien.
Rasional : Pemantauan AGD dapat menunjukkan status respirasi dan
adanya kerusakan ventilasi klien.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologikal
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ... jam diharapkan nyeri
terkontrol dengan kriteria hasil :
- Klien melaporkan nyeri terkontrol
- Klien mampu mengenali onset nyeri
- Dapat mengggunakan tekni non analgesik untuk mengurangi nyeri
Intervensi :
Pain Management :
1. Kaji intervensi nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
onset, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
Rasional : Mengetahui karakteristik unutk menentukan intervensi yang
sesuai.
2. Observasi ketidaknyamanan secara non verbal
Rasional : Mengetahui nyeri yang tidak dikeluhkan dan menentukan
intervensi yang sesuai.
3. Diskusikan dengan klien faktor-faktor yang dapat mengurangi nyeri
klien.
Rasional : Membantu dalam mengurangi nyeri klien.
20

4. Kolaboratif pemberian analgetik


Rasional : Untuk mengurangi nyeri yang dirasakan klien
Progressive Muscle Relaxation :
5. Setting tempat yang nyaman
Rasional : Untuk mendukung terapi yang akan dilakukan
6. Bantu klien mencari posisi yang nyaman
Rasional : Meningkatkan efek relaksasi
7. Ajarkan gerakan relaksasi otot progresif
Rasional : Menyebabkan relaksasi pada otot-otot dan mengurangi nyeri
yang dirasakan
8. Evaluasi respon relaksasi klien setelah diberikan terapi
Rasional : Mengetahui efektifitas terapi yang diberikan dalam
mengurangi nyeri.
5. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolik.
Tujuan :
Setelah diberikan askep selama ... x ... jam, klien diharapkan panas badan
klien berkurang dengan kriteria hasil:
- Suhu badan pasien normal
- Pasien tidak mengalami komplikasi yang berhubungan.
Intervensi :
1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola); perhatikan menggigil/
diaphoresis
Rasional : Suhu 38,90 – 41,10 menunjukkan proses penyakit infeksius
akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis, misalnya kurva
demam lanjut berakhir lebih dari 24 jam menunjukkan pneumonia
pneumotokal, demam scarlet atau tifoid; demam remiten menunjukkan
infeksi paru; kurva intermiten atau demam yang kembali normal sekali
dalam periode 24 jam menunjukkan episode septic, endokarditis septic,
atau TB. Menggigil sering mendahului puncak suhu.
2) Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai
indikasi
21

Rasional : Suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk


mempertahankan suhu mendekati normal.
3) Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alcohol
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam.
4) Kolaborasi pemberian antipiretik, misalnya ASA (aspirin),
asetaminofen (Tylenol).
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya
pada hipotelamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam
membatasi pertumbuhan organism dan meningkatkan autodestruksi dari
sel-sel yang terinfeksi.
e. Implementasi
Tahap implementasi dimulai setelah intervensi disusun untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien (Nursalam,2011).
f. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk menilai keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Setelah dilaksanakan tindakan keperawatan maka hasil yang diharapkan
adalah sesuai dengan rencana tujuan yaitu bersihan jalan nafas kembali
efektif.

3. Konsep Dasar Latihan Nafas Dalam


1) Definisi
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana
cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara
maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat
menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer &
Bare, 2013).
Latihan pernapasan adalah bentuk latihan dan praktek teratur yang
dirancang dan dijalankan untuk mencapai ventilasi yang terkontrol  dan efisien
22

serta mengurangi kerja pernapasan. Latihan pernafasan ini juga diindikasikan


pada klien dispnoe dan klien yang masih dalam tahap penyembuhan setelah
pembedahan thoraks.
2) Tujuan
Smeltzer & Bare (2013) menyatakan bahwa tujuan teknik relaksasi nafas
dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran
gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi
stress baik stress fisik maupun emosional yakni menurunkan intensitas nyeri
dan menurunkan kecemasan.
3) Indikasi
1) Terdapat penumpukan sekret pada saluran nafas yang dibuktikan dengan
pengkajian fisik, X Ray, dan data klinis.
2) Sulit mengeluarkan atau membatukkan sekret yang terdapat pada saluran
pernapasan.
4) Kontra Indikasi
a. Hemoptisis.
Batuk darah (hemoptisis) adalah darah atau dahak berdarah yang
dibatukkan berasal dari saluran pernafasan bagian bawah yaitu mulai dari
glottis kearah distal, batuk darah akan berhenti sendiri jika asal robekan
pembuluh darah tidak luas, sehingga penutupan luka dengan cepat terjadi..
Hemoptisis adalah ekspetorasi darah akibat pendarahan pada saluran napas
di bawah laring atau pendarahan yang keluar ke saluran napas di bawah
laring.
b. Penyakit jantung.
Penyakit jantung adalah penyakit yang terjadi pada jantung dikarenakan
gangguan kinerja jantung untuk memompa darah yang disebabkan oleh
rokok, makan makanan yang mengandung banyak kolesterol tinggi,
kurangnya berolahraga, kurang istirahat, stress yang tinggi, kegemukan,
darah tinggi, diabetes melitus, dan riwayat.
c. Serangan asma akut.
23

Serangan asma akut adalah suatu keadaan terjadinya spasme bronkus yang
reversibel yang ditandai dengan batuk mengi dan sesak nafas.
d. Deformitas struktur dinding dada dan tulang belakang.

5) Teknik Latihan Nafas Dalam


a. Mengatur posisi pasien dengan posisi nyaman tidur atau duduk
b. Meletakan tangan pasien di abdomen (tepat dibawah Proc. Sipoideus) dan
tangan lainnya di tengah dada untuk merasakan gerakan dada dan
abdomen saat bernafas.
c. Menarik nafas dalam melalui hidung selama 3-4 detik sampai dada dan
abdomen terasa terangkat maksimal lalu jaga mulut tetap tertutup selama
inspirasi dan tahan nafas selama 2 detik
d. Hembuskan nafas melalui bibir yang diapatkan sedikit terbuka sambil
mengontaksikan otot-otot abdomen selama 4 detik (Smeltzer,2013).

4. Konsep Dasar Batuk Efektif


1) Pengertian batuk efektif
Menurut Ambarawati & Nasution, (2015) Batuk efektif merupakan
cara untuk melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara
efektif dengan tujuan untuk membersihakan laring, trakea, dan bronchioles
dari secret atau benda asing dijalan nafas. Menurut Rochimah, (2011) batuk
efektif mengandung makna dengan batuk yang benar, akan dapat
mengeluarkan benda asing, seperti secret semaksimal mungkin. Bila pasien
mengalami gangguan pernafasan karena akumulasi secret, maka sangat
dianjurkan untuk melakukan latihan batuk efektif. Menurut Andarmoyo,
(2012) latihan batuk efektif merupakan cara untuk melatih pasien yang
tidak memiliki kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk
membersihkan laring, trachea, dan bronkiolus dari secret atau benda asing
di jalan nafas.
2) Tujuan batuk efektif
Menurut Rosyidi & Wulansari, (2013), batuk efektif dilakukan dengan
24

tujuan untuk membersihkan jalan nafas, mencegah komplikasi : infeksi


saluran nafas, pneumonia dan mengurangi kelelahan. Menurut Muttaqin,
(2008) tujuan batuk efektif adalah meningkatkan mobilisasi sekresi dan
mencegah risiko tinggi retensi sekresi (pneumonia, atelektasis, dan
demam). Pemberian latihan batuk efektif dilaksananakan terutama pada
klien dengan masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif dan
masalah risiko tinggi infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang
berhubungan dengan akumulasi secret pada jalan nafas yang sering
disebabkan oleh kemampuan batuk yang menurun. Menurut Somantri,
(2012) Batuk yang efektif sangat penting karena dapat meningkatkan
mekanisme pembersihan jalan nafas (Normal Cleansing Mechanism).
3) Mekanisme pengeluaran secret dengan batuk efektif
Batuk efektif adalah teknik batuk untuk mempertahankan kepatenan
jalan nafas. Batuk memungkinkan pasien mengeluarkan secret dari jalan
nafas bagian atas dan jalan nafas bagian bawah. Rangkian normal
peristiwa dalam mekanisme batuk adalah inhalasi dalam, penutupan glottis,
kontraksi aktif otot – otot ekspirasi, dan pembukaan glottis. Inhalasi dalam
meningkatkan volume paru dan diameter jalan nafas memungkinkan
udara melewati sebagian plak lendir yang mengobstruksi atau melewati
benda asing lain. Kontraksi otot – otot ekspirasi melawan glottis yang
menutup menyebabkan terjadinya tekanan intratorak yang tinggi. Aliran
udara yang besar keluar dengan kecepatan tinggi saat glotis terbuka,
memberikan secret kesempatan untuk bergerak ke jalan nafas bagian atas,
tempat secret dapat di keluarkan (Potter & Perry, 2010).
4) Indikasi batuk efektif
Menurut (Rosyidi & Wulansari, 2013) indikasi klien yang
dilakukan batuk efektif adalah :
a. Jalan nafas tidak efektif.
b. Pre dan post operasi.
c. Klien imobilisasi.
5) Kontraindikasi batuk efektif
25

Menurut Rosyidi & Wulansari, (2013)pelaksanaan prosedur batuk


efektif adalah :
a. Klien yang mengalami peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
gangguan fungsi otak.
b. Gangguang kardiovaskular : Hipertensi berat, aneurisma, gagal jantung,
infrak miocard.
c. Emphysema karena dapat menyebabkan rupture dinding alveolar.

6) Prosedur pelaksanaan batuk efektif


Menurut Rosyidi & Wulansari, (2013) kontraindikasi pada batuk
efektif adalah :
a. Meletakkan kedua tangan di atas abdomen bagian atas (dibawah
mamae) dan mempertemukan kedua ujung jari tengah kanan dan
kiri di atas processus xyphoideus.
b. Menarik nafas dalam melalui hidung sebanyak 3-4 kali, lalu
hembuskan melalui bibir yang terbuka sedikit (purs lip breathing).
c. Pada tarikan nafas dalam terkahir, nafas ditahan selama kurang
lebih 2-3 detik.
d. Angkat bahu, dada dilonggarkan dan batukkan dengan kuat.
e. Lakukanlah 4 kali setiap batuk efektif, frekuensi disesuaikan
dengan kebutuhan pasien.
BAB III

ANALISA KEGIATAN/ KASUS

A. Profil Lahan Praktik

Secara historis RSUP Sanglah mulai dibangun pada tahun 1956 dan
diresmikan pada tanggal 30 Desember 1959 oleh Presiden Ir. Soekarno
sebagai RS kelas C dengan kapasitas 150 tempat tidur. Pada tahun 1962,
RSUP Sanglah memulai membangun kerjasama dengan FK Unud sebagai RS
Pendidikan bagi calon dokter. Selanjutnya pada tahun 1978, status RSUP
Sanglah berubah menjadi rumah sakit pendidikan tipe B serta sebagai Rumah
Sakit Rujukan untuk Bali, NTB, NTT, Timor Timur (SK Menkes RI
No.134/1978).
Dalam perkembangannya, RSUP Sanglah mengalami beberapa kali
perubahan status. Dimulai pada tahun 1993 dimana status rumah sakit
menjadi rumah sakit swadana (SK Menkes No. 1133/Menkes/SK/VI/1994).
Kemudian tahun 1997 menjadi Rumah Sakit PNBP (Pendapatan Negara
Bukan Pajak). Pada tahun 2000 berubah status menjadi Perjan (Perusahaan
Jawatan) sesuai peraturan pemerintah tahun 2000. Terakhir pada tahun 2005
berubah menjadi PPK BLU (Kepmenkes RI NO.1243 tahun 2005 tgl 11
Agustus 2005) dan ditetapkan sebagai RS Pendidikan Tipe A sesuai
Permenkes 1636 tahun 2005 tertanggal 12 Desember 2005.
Seperti halnya organisasi lain, RSUP Sanglah Denpasar juga
memiliki visi sebagai arah yang akan dituju, menjadi Rumah Sakit Unggulan
dalam bidang Pelayanan, Pendidikan dan Penelitian tingkat Nasional dan
Internasional. Dalam mewujudkan visi tersebut RSUP Sanglah dalam
memberikan pelayanan selalu berusaha dengan segala upaya agar
pelayanannya prima sehingga dapat memuaskan masyarakat yang
membutuhkan pelayanan. Apalagi RSUP Sanglah adalah merupakan rumah
sakit rujukan utama untuk wilayah Bali, NTB dan NTT. Disamping itu RSUP
Sanglah juga selalu mengedepankan pemberdayaan sumber daya yang

26
27

dimilikinya untuk bisa menghasilkan unggulan di bidang pendidikan dan


penelitian kedokteran, kesehatan dan keperawatan.
I. Visi Misi Rumah Sakit
1. Visi
RSUP Sanglah memiliki visi yaitu ”Menjadi Rumah Sakit Rujukan
Nasional Kelas Dunia Tahun 2019” (“To Be A World Class National
Referral Hospital In 2019”)
2. Misi
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan interprofesi yang paripurna,
bermutu untuk seluruh lapisan masyarakat;
b. Menyelenggarakan pendidikan tenaga kesehatan yang profesional
dan berdaya saing serta menyelenggarakan penelitian dalam bidang
kesehatan berbasis rumah sakit;
c. Menyelenggarakan kemitraan dengan pemangku kesehatan terkait;
3. Sasaran
a. Terciptanya tata kelola rumah sakit yang
berhasil guna dan berdaya guna. Terciptanya pelayanan rumah sakit
kelas dunia.
b. Terselenggaranya pendidikan dokter umum,
dokter spesilalis disemua SMF/Bagian dan tenaga kesehatan lainnya.
c. Terselenggaranya penelitian kesehatan yang
berkualitas, terdokumentasi dan dipublikasikan ke seluruh dunia.
4. Falsafah
“Menjunjung Tinggi Harkat dan Martabat Manusia Dalam Pelayanan
Kesehatan, Pendidikan dan Penelitian.”
5. Tujuan
“Tercapainya tata kelola rumah sakit yang berhasil guna dan berdaya
guna, dalam rangka mewujudkan pelayanan rumah sakit yang berkelas
dunia agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya”
6. Motto
28

“Kepuasan Anda Kebahagiaan Kami’’

II. Profil IGD RSUP Sanglah


Instalasi Gawat Darurat RSUP Sanglah memiliki beberapa triage yaitu :
triage umum, triage bedah, triage medik, triage anak, THT, dan gynecologi.
IGD RSUP sanglah juga memiliki 4 kapasitas bed untuk ruang resusitasi.
Adapun alur masuk pasien di niali dengan menggunakan system triage lima
level. Apabila pasien berada pada level 4 dan 5 pasien nasih bisa ditangani
di ruang triage umum. Jika pasien berada pada level 2 dan 3 pasien akan
dibawa ke ruang triage sesuai indikasi penyakitnya. Apabila pasien berada
pada level 1 pasien akan segera dibawa diruang resusitasi. IGD RSUP
Sanglah memiliki tenaga sebanyak 42 orang perawat, Cleaning Service
sebanyak 17 orang dan Billing 12 orang. Pada bulan Februari 2020 total
kunjungan pasien ke IGD RSUP Sanglah mencapai 3269 kunjungan.

B. Pengkajian
Pengkajian dilakukan di ruang IGD RSUP Sanglah Denpasar, dengan
metode observasi, wawancara, pemeriksaan fisik dan dokumentasi (rekam medis).
Dari hasil pengkajian didapatkan bahwa pasien di diagnosa medis Pneumonia.
Pasien datang ke IGD dengan mengeluh sesak sejak 3 hari yang lalu, batuk
berdahak sejak 2 minggu dan dahaknya susah keluar, serta lemas. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan hasil bahwa TD : 130/90mmHg, S : 37’2C N :
88x/menit frekuensi pernafasan pasien 26 x/menit, terdapat retraksi otot dada dan
dari pemeriksaan auskultasi terdengar suara ronchi serta saturasi (SPO 2) pasien
berada pada rentang 97%, kesadaran pasien composmentis. Saat dibawa ke IGD
pasien tampak dibantu oleh keluarga.

C. Diagnosa Keperawatan
Dari hasil pengkajian didapatkan diagnosa keperawatan fokus pada pasien
Pneumonia yang datang ke IGD RSUP Sanglah Denpasar yaitu
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang
tertahan ditandai dengan pasien mengeluh sesak sejak 3 hari yang lalu, batuk
29

berdahak sejak 2 minggu dan dahaknya susah keluar, frekuensi pernafasan


pasien 26 x/menit, terdapat retraksi otot dada, terdengar suara ronchi pasien
tampak lemas serta saturasi pasien (SPO2) pasien pada rentang 97%.

D. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tindakan
Kriteria Hasil Rasional
Keperawtan Keperawatan

Ketidakefektifan Setelah diberikan NIC Label: NIC Label:


bersihan jalan asuhan Manajemen Manajemen Jalan
nafas keperawatan Jalan Nafas Nafas
berhubungan selama 1 x 8 jam
1. Monitor 1. Mengetahui
dengan sekresi diharapkan jalan
status frekuensi
yang tertahan nafas pasien
pernafasan pernafasan dan
ditandai dengan kembali efektif
dan kadar oksigen di
pasien mengeluh dengan kriteria
oksigenasi dalam tubuh
sesak sejak 3 hari, hasil:
2. Posisikan 2. Posisi fowler
batuk berdahak
NOC Label: pasien untuk dan semi fowler
sejak 2 minggu
memaksimal dapat
dan dahaknya Status
kan jalan meredakan
susah keluar, pernafasan:
nafas sesak nafas
frekuensi Kepatenan Jalan
3. Kolaborasi 3. Pemberian
pernafasan pasien Nafas
pemberian oksigen dapat
26x/menit,
1. Frekuensi O2 nasal mengurangi
terdapat retraksi
pernafasn kanul 4lpm sesak nafas
otot dada,
pasien 16-20 pasien
terdengar suara
x/menit 4. Instruksikan 4. Latihan nafas
ronchi pasien
2. Klien mampu bagaimana dalam dan batuk
tampak lemas
mengeluarkan agar bisa efektif dapat
serta saturasi
sekret melakukan membantu
pasien (SPO2)
3. Tidak terdapat nafas dalam mengeluarkan
30

97%. otot bantu dan batuk sekret yang


pernafasan efektif tertahan di
saluran
pernafasan
5. Kolaborasi 5. Terapi nebulizer
dalam dapat membantu
pemberian mengeluarkan
terapi sekret yang
nebulizer tertahan di
saluran
pernafasan

Berdasarkan intervensi diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas


diatas, maka fokus intervensi yang akan dibahas yaitu keefektifan latihan nafas
dalam serta batuk efektif dalam mengeluarkan sputum/sekret pasien, dari
intervensi yang difokuskan diharapkan jalan nafas pasien kembali efektif dengan
kritetia hasil frekuensi pernafasn pasien 16-20 x/menit, klien mampu
mengeluarkan sekret, Tidak terdapat otot bantu pernafasan,, tidak terdenga suara
nafas tambahan.

E. Implementasi

No Hari/ No. Implementasi Evaluasi Respon Paraf


Tanggal/ Dx
Jam
1 Selasa, Memonitor S:-
3 Maret Dx 1 status O: TD : 130/90 mmHg,
2020 pernafasan dan Nadi : 88 x/mnt, RR : 26
20.30. wita oksigenasi x/mnt, suhu: 37’2oC.

2 20.35 wita Dx 1 Memberikan S: Pasien mengatakan lebih


posisi semi nyaman dengan posisi
31

fowler yang diberikan


O: Pasien tampak nyaman,
RR : 26 x/mnt.
3 20.45 wita Dx 1 Delegatif S : Pasien mengatakan
dalam sesaknya berkurang.
memberikan O : Sudah diberikan terapi
terapi oksigen oksigen nasal kanul 4
nasal kanul 4 lpm, RR : 22 x/mnt,
lpm. tidak terdapat retraksi
dada.
4 20. 55 wita Dx 1 Delegatif S: Pasien mengatakan
dalam sesaknya berkurang dan
memberikan merasa lebih nyaman
terapi inhalasi O: Sudah diberikan terapi
nebilizer inhalasi nebulizer
ventolin. ventolin , RR : 22 x/mnt.
5 21.15 wita Dx 1 Mengajarkan S: Pasien mengatakan dapat
latihan nafas mengatur nafasnya dan
dalam dan mampu mengeluarkan
batuk efektif dahak, pasien
mengatakan lebih
nyaman.
O: Pasien tampak mengikuti
intruksi dan pasien dapat
mengeluarkan dahak,
suara nafas ronchi, RR:
20 x/mnt.
32

F. Evaluasi

No Hari/ Tanggal/ Diagnosa Keperawatan Evaluasi


Jam
1 Selasa Ketidakefektifan S:
3 Maret 2020 bersihan jalan nafas - Pasien mengatakan
21. 30 wita berhubungan dengan sesaknya berkurang
sekresi yang tertahan - Pasien mengatakan
ditandai dengan pasien dapat mengatur
mengeluh sesak sejak 3 nafasnya
hari yang lalu, batuk - Pasien mengatakan
berdahak sejak 2 dapat mengeluarkan
minggu dan dahaknya dahak
susah keluar, frekuensi - Pasien mengatakan
pernafasan pasien 26 lebih nyaman
x/menit, terdapat O:
retraksi otot dada, - Pasien tampak tenang
terdengar suara ronchi - RR : 20 x/mnt
tampak lemas serta - Suara paru ronchi
saturasi pasien (SPO2) - Tidak terdapat
pasien pada rentang retraksi dada
97%. A: Tujuan tercapai
P: Lanjutkan intervensi
Pasien disrankan oleh
dokter untuk rawat
inap
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus di atas dari hasil pengkajian pasien mengeluh sesak sejak 3
hari yang lalu, batuk berdahak sejak 2 minggu dan dahaknya susah keluar,
serta lemas. Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil bahwa TD :
130/90mmHg, S : 37’2C N : 88x/menit frekuensi pernafasan pasien 26
x/menit, terdapat retraksi otot dada dan dari pemeriksaan auskultasi terdengar
suara ronchi serta saturasi (SPO2) pasien berada pada rentang 97%,
kesadaran pasien composmentis. Saat dibawa ke IGD pasien tampak dibantu
oleh keluarga.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus diatas yaitu
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang
tertahan ditandai dengan pasien mengeluh sesak nafas, batuk berdahak dan
dahaknya susah dikeluarkan. Adapun intervensi berdasarkan masalah dalam
kasus: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi
yang tertahan. Penulis memberikan intervensi yaitu : Monitor status
pernafasan dan oksigenasi, berikan posisi semi fowler, kolaborasi dalam
pemberian terapi oksigen, instruksikan bagaimana agar bisa melakukan nafas
dalam dan batuk efektif dan kolaborasi dalam pemberian terapi inhalasi
nebulizer.
Berdasarkan implementasi yang telah dilakukan pada Laporan
Karya Ilmiah Akhir (KIA) di IGD RSUP Sanglah Denpasar tentang pengaruh
terapi non farmakologi yaitu latihan nafas dalam dan batuk efektif terhadap
pengeluaran sekret pada pasien Pneumonia didapatkan hasil bahwa pasien
mengatakan sesaknya sudah berkurang dan dahaknya sudah mau keluar.
Dapat disimpulkan bahwa latihan nafas dalam dan batuk efektif dapat
membantu mengurangi sesak nafas serta meningkatkan pengeluaran sekret
pada pasien pneumonia.

33
34

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Hasaini,


2018) yang menyatakan ada pengaruh (signifikan) antara pemberian teknik
relaksasi napas dalam dan batuk efektif terhadap bersihan jalan napas pada
klien TB Paru di Ruang Al-Hakim RSUD Ratu Zalecha Martapura tahun
2018 bahwa teknik relaksasi napas dalam dan batuk efektif ini adalah
bernapas secara perlahan dan menggunakan diafragma. Sehingga
memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh.
Teknik relaksasi napas dalam dan batuk efektif ini berfungsi untuk mencapai
ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta untuk mengurangi kerja
bernapas. Meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi
otot dan juga teknik relaksasi napas dalam dan batuk efektif ini berfungsi
untuk meningkatkan mobilisasi sekresi sehingga sputum mudah dikeluarkan
dari jalan napas.
Penelitin tersebut di dukung oleh Tarwoto & Wartonah (2015).
Dalam buku Kebutuhan Dasar Keperawatan Manusia dan Proses
Keperawatan. Pemberian teknik nafas dalam dan batuk efektif pada sesak
nafas dapat meningkatkan suplai oksigen keparu-paru. Teknik nafas dalam
dapat mengurangi sesak nafas dengan mekanisme yaitu respirasi proses
pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida baik yang terjadi diparu-paru,
maupun dijaringan. Mekanisme pernapasan atau ventilasi pulmonal
merupakan proses pemindahan udara keparu-paru, proses bernafas terdiri dari
dua fase yaitu inspirasi dan ekspirasi. Selama pernapasan biasa, ekspirasi
merupakan proses pasif tidak ada kontraksi otot-otot aktif. Batuk efektif
dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap pengeluaran volume
sputum.
Hal ini dukung oleh penelitian Alie & Rodiyah (2013) yang berjudul
Pengaruh Batuk Efektif Terhadap Pengeluaran Sputum Pada Pasien
Tuberkulosis Di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang. Dimana
pengeluaran sputum sebelum dilatih batuk efektif pada pasien TB sebagian
besar tidak dapat mengeluarkan sputum tetapi sesudah dilatih batuk efektif
pengeluaran sputum pada pasien TB di Puskesmas Peterongan Kabupaten
35

Jombang hampir seluruhnya dapat mengeluarkan sputum. Maka dapat


disimpulkan ada pengaruh batuk efektif terhadap pengeluaran sputum pada
pasien TB dengan Interpretasi cukup. Selain itu batuk efektif bukan saja
dapat mengeluarkan sputum secara maksimal tetapi juga dapat menghemat
energi.
Hal ini sejalan dengan penelitian dari Kristanti & Nugroho (2011) yang
berjudul Batuk Efektif dalam Pengeluaran Dahak pada Pasien dengan
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas di Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah
Sakit Baptis Kediri. Hasil penelitian menunjukkan ada perubahan yang
signifikan sebelum dan sesudah diberikan tindakan batuk efektif, bahwa
tindakan batuk efektif terbukti efektif dan dapat memberikan perubahan pada
pengeluaran dahak seseorang, karena dengan batuk efektif responden bisa
mengeluarkan dahak dengan maksimal dan banyak serta dapat membersihkan
saluran pernapsan yang sebelumnya terhalang oleh dahak. Hal tersebut dapat
membuktikan bahwa penatalaksanaan nonfarmakologis tindakan batuk efektif
dapat membuat bersihan jalan nafas seseorang menjadi lebih baik.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian tentang Pengaruh pemberian latihan
nafas dalam dan batuk efektif terhadap Pengeluaran Sekret pada Pasien
Pneumonia di Ruang IGD RSUP Sanglah Denpasar, maka dapat
disimpulkan bahwa latihan nafas dalam dan batuk efektif dapat
meningkatkan pengeluaran sekret pada pasien Pneumonia di Ruang IGD
RSUP Sanglah Denpasar. Hal ini dikarenakan Teknik napas dalam dan
batuk efektif ini berfungsi untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol
dan efisien serta untuk mengurangi kerja napas serta meningkatkan
mobilisasi sekresi sehingga sputum mudah dikeluarkan dari jalan napas.
B. Saran
Bagi mahasiswa keperawatan yang diharapkan pada praktik klinik
lapangan atau sedang melaksanakan profesi ners diharapkan senantiasa
selalu memperhatikan keluhan pasien sehingga pengetahuan dan informasi
terkini tentang pemberian asuhan keperawatan pada pasien Pneumonia
sesuai dengan perkembangan ilmu terbaru.

36
37

DAFTAR PUSTAKA

Ambarawati, F. R., & Nasution, N. (2015). Keterampilan Dasar Praktik Klinik.


Yogyakarta: Dua Satria Offset.

Andarmoyo, S. (2012). Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi) Konsep, Proses


dan Praktik Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Alie, Y., & Rodiyah. (2013). Pengaruh Batuk Efektif Terhadap Pengeluaran
Sputum Pada Pasien Tuberkulosis Di Puskesmas Peterongan
Kabupaten Jombang. Jurnal Metabolisme, 2(3), 15–21.
https://doi.org/10.1111/jce.12992.This

Arifin Zainul, Ratnawati Mamik. 2015. Asuhan Keperawatan Padea Pasien


Pneumonia Dengan Ketidakefektifan Pola Nafas di Paviliun
Cempaka RSUD Jombang. Jurnal Ilmiah Keperawatan Volume 1
nomer 2

Brunner & Suddarth. 2011. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.

Depkes RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta:Kementrian


Kesehatan RI.

Hasaini, A. (2018). Pengaruh Teknik Relaksasi Napas Dalam dan Batuk Efektif
Terhadap Bersihan Jalan Napas Pada Klien dengan TB Paru Di
Ruang Al-Hakim RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun
2018. DINAMIKA KESEHATAN JURNAL KEBIDANAN DAN
KEPERAWATAN, 9(2), 240-251.

Kristanti, E. E., & Nugroho, Y. A. (2011). Batuk Efektif dalam Pengeluaran


Dahak pada Pasien dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas di
Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Baptis Kediri. Jurnal
Penelitian STIKES Kediri, 4(2).

Kurniawati, D., & Vidiany, A. K. BATUK EFEKTIF DAN NAPAS DALAM


UNTUK MENURUNKAN KOLONISASI Staphylococcus aureus
DALAM SEKRET PASIEN PASCA OPERASI DENGAN
ANASTESI UMUM DI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER.

Langke N.P, dkk. 2016. Gambaran Foto Toraks Pneumponia di Bagian/Smf


Radiologi FK UNSRAT / RSUP PROF. DR. R. D KANDOU
MANADO Periode 1 APRIL – 30 SEPTEMBER 2015. Jural E-
Clinic (ECL) Vol. 4No 1. Manado: Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi
38

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medias dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3.
Jogjakarta: Mediaction Jogja.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010). Fundamental Keperawatan Jilid 3. (D. Nur
Fitriani, O. Tampubolon, & F. Diba, Eds.) (7th ed.). Jakarta:
Salemba Medika.

Rai, N. (2016). Workshop onPneumonia: Deal the Challenge – Improve the


Outcome. Bali : PT. Percetakan Bali

Rochimah. (2011). Keterampilan Dasar Praktik Klinik. Jakarta: CV. Trans Info
Media.

Rosyidi, K., & Wulansari, N. D. (2013). Prosedur Praktik Keperawatan Jilid 1.


Jakarta: CV. Trans Info Media.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah


Brunner & Suddart. Vol. 1 (8th ed.). Jakarta: EGC.

Somantri, I. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Wartonah & Tarwoto. 2015. Kebutuhan Dasar Keperawatan Manusia dan


ProsesKeperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

WHO. Indonesia: WHO statistical profile. ; 2016.

Anda mungkin juga menyukai