Anda di halaman 1dari 103

Skripsi

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN


KEPUASAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP KELAS II DAN III RSUD
WONOSARI YOGYAKARTA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagain Syarat Memperoleh Gelar Sarjana


Keperawatan Di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yogyakarta

Disusun Oleh:
NITA PURNAMASARI
141100237

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA
2018

i
HALAMAN PERSETUJUAN

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN


KEPUASAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP KELAS II
DAN III RSUD WONOSARI YOGYAKARTA

Disusun Oleh:
NITA PURNAMASARI
NIM: 141100237

Telah Disetujui Oleh:

Pembimbing I

Istichomah, S.Kep.,Ns.,M.Kes Tanggal:

Pembimbimg II

Dina Putri Utami Lubis, S.Kep.,Ns.,M.Kep Tanggal:

ii
HALAMAN PENGESAHAN

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN


KEPUASAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP KELAS II
DAN III RSUD WONOSARI YOGYAKARTA

Disusun Oleh:
NITA PURNAMASARI
NIM: 141100237
Telah Disetujui dan disahkan:
Tanggal :

Oleh:
Penguji I
Dr.Sri Handayani, S.Kep.,Ns,.M.Kes ..........................................

Penguji II
Galuh Kartikasari, SST.,M.Kes ...........................................

Penguji III
Dina Putri Utami Lubis, S.Kep.,Ns.,M.Kep ............................................

Mengetahui,
Ketua STIKes Yogyakarta

(Sulistyaningsih Prabawati, SST.,M.Kes)

iii
SURAT PERYATAAN

Saya yang tanda tanggan di bawah ini:


Nama : Nita purnamasari
Nim : 141100237
Mahasiswa Program : S1 Keperawatan
Tahun Akademik : 2017/2018
Judul : “Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat
Dengan Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat Inap
kelas II dan III RSUD Wonosari Yogyakarta”

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya sendiri.
Sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat karya yang ditulis atau diterbitkan
oramg lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan
karya ilmiah yang lazim.

Yogyakarta, September 2018


Penulis

Nita Purnamasari
141100237

iv
MOTTO

“Jika seseorang berpergian untuk mencari ilmu, maka Allah SWT akan
menjadikan perjalanannya bagaikan perjalanan menuju surga” – Nabi
Muhammad SAW

Artinya : ”Barang siapa yang keluar untuk mencari ilmu maka ia berada di
jalan Allah”. (HR. Turmudzi)

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai


penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.(Al-
Baqarah:153)

Raihlah ilmu, dan jalan untuk meraih ilmu dengan cara belajar untuk tenang
dan juga bersabar.(Umar bin khattab)

Sesungguhnya ilmu itu hanya akan di dapatkan dengan kita terus belajar dan
belajar

Jangan menunda nunda melakukan pekerjaan karena tidak ada yang tahu
apakah kita besok masih hidup atau tidak.

v
HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur senantiasa penulis panjatkan


kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dalam menyelesaikan
Skripsi ini.

Skripsi ini saya persembahkan untuk orang-orang tersayang,

1. Kedua orang tua saya, bapak Najamudin dan ibu Siti Hajar, yang telah
memberikan dukungan moral maupun materi serta doa yang tiada henti untuk
kesuksesan putrinya, karena tiada kata seindah lantunan doa dan tiada doa
yang paling khusuk selain doa yang terucap dari orang tua. Ucapan terima
kasih saja takkan pernah cukup untuk membalas kebaikan orang tua, karena
itu terimalah persembahan bukti dan cinta ku untuk kalian bapak ibuku.
2. Bapak ibu dosen pembimbing, penguji, pengajar, yang selama ini telah tulus
dan ikhlas meluangkan waktunya untuk menuntun dan mengarahkan saya,
memberi bimbingan dan pelajaran yang tiada ternilai harganya, agar saya
menjadi lebih baik. Terima kasih banyak bapak dan ibu dosen. Jasa kalian
akan selalu dihati.
3. Saudara saya (Neni Kusmiati, Ferdiansyah, Suryadin) tanpa semangat,
dukungan dan bantuan kalian semua takkan mungkin aku sampai di sini.
4. Sahabat saya (Kusmia, Aisyah, Athun, rahmania, reni, adel), Teman Terhebat
KKN 2017 Kelompok III tanpa semangat, dukungan dan bantuan kalian
semua takkan mungkin aku sampai di sini, terima kasih untuk canda tawa,
tangis, dan perjuangan yang kita lewati bersama dan terima kasih untuk
kenangan manis yang telah mengukir selama ini. Dengan perjuangan dan
kebersamaan kita pasti bisa! Semangat!
5. Terima kasih untuk semua pihak yang tidak bias penulis sebutkan satu-
persatu. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna untuk kemajuan
ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Aamiin

vi
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohiim
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatum
Dengan memanjat puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyesunan Skripsi
yang berjudul hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien
di ruangan rawat inap kelas II dan III RSUD Wonosari Yogyakarta, penyusunan
Skripsi ini tidak akan selesai tanpak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak,
untuk itu penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Sulistyaningsih Prabawati, SST.,M.Kes selaku Ketua stikes Yogyakarta
2. Istichomah, S.Kep.,Ns.,M.kes selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan, sekaligus sebagai pembimbing I yang memberi dukungan
dan masukan yang sangat berguna bagi peneliti dalam menyelesaikan
Skripsi.
3. Dina Putri Utami Lubis, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Pembimbing II yang
memberi dukungan dan masukan yang sangat berguna bagi peneliti
dalam menyelesaikan Skripsi.
4. Dr.Sri Handayani, S.Kep.,Ns,.M.Kes selaku Penguji yang banyak
memberi saran dan kritik guna terselesainya penelitian ini.
5. Keduan orang tua tercinta, adik-adik saya, dan sahabat-sahabat saya,
yang selalu memberi doa, dan dukungan moral sehingga Skripsi
penelitian ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Semoga amal kebaikan yang diberikan kepada penulis dapat imbalan
pahala dari Allah SWT. Penulis menyadari jika Skripsi ini jauh dari
sempurna. Oleh karena itu penulis berharap kritik dan saran yang
membangun.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabaraakatuh
Yogyakarta, September 2018

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iv
MOTTO ............................................................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
.............................................................................................................................
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii
INTISARI .......................................................................................................... xiii
ABSTRACT ....................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ................................................................................. 9
C. Tujuan penelitian .................................................................................. 10
D. Manfaat penelitian ................................................................................ 10
E. Keaslian penelitian ................................................................................ 11
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Komunikasi Terapeutik ......................................................................... 15
B. Konsep Dasar Teori Kepuasan.............................................................. 27
C. Hubungan Komunikasi Terapeutik Dengan Kepuasan Pasien ............. 35
D. Kerangka Teori ..................................................................................... 36
E. Kerangka konsep ................................................................................... 37
F. Hipotesis ............................................................................................... 38
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rencana penelitian ................................................................................ 39
B. Lokasi dan waktu penelitian ................................................................. 39
C. Subyek penelitian .................................................................................. 39
D. Variabel penelitian ................................................................................ 41
E. Definisi operasional .............................................................................. 42
F. Instrumen penelitian.............................................................................. 43
G. Jenis dan Teknik pengumpulan data ..................................................... 46
H. Analisa Data .......................................................................................... 46
I. Jalannya penelitian ................................................................................ 48
J. Etika penelitian ..................................................................................... 50

viii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ....................................................................................... 52
B. Pembahasan ............................................................................................. 58
C. Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 65
.................................................................................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................. 66
B. Saran ........................................................................................................ 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi opersional variabel penelitian.............................................. 42


Tabel 3.2 Kisi-kisi kuesioner komunikasi terapuetik ........................................ 44
Tabel 3.3 Kisi-kisi kepuasan pasien .................................................................. 44
Tabel 4.1 Karakteristik Jenis Kelamin Pasien Rawat Inap Kelas II dan
III Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Yogyakarta ................... 53
Tabel 4.2 Karakteristik Usia Pasien Rawat Inap Kelas II dan III Rumah
Sakit Umum Daerah Wonosari Yogyakarta ...................................... 54
Tabel 4.3 Karakteristik Pendidikan Pasien Rawat Inap Kelas II dan III
Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Yogyakarta ......................... 54
Tabel 4.4 Komunikasi Terapeutik Perawat Rawat Inap Kelas II dan III
Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Yogyakarta ......................... 55
Tabel 4.5 Kepuasan Pasien Rawat Inap Kelas II dan III Rumah Sakit Umum
Daerah Wonosari Yogyakarta ........................................................... 56
Tabel 4.6 Tabulasi Silang Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan
Pasien Rawat Inap Kelas II dan III Rumah Sakit Umum Daerah
Wonosari Yogyakarta........................................................................ 56
Tabel 4.7 Hasil Uji Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan
Kepuasan Pasien Rawat Inap Kelas II dan III Rumah Sakit Umum
Daerah Wonosari Yogyakarta ........................................................... 58

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka teori ......................................................................... 36


Gambar 2.2. Kerangka konsep ...................................................................... 37

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran : 1. Jadwal penelitian


2. Lembar permohonan menjadi responden
3. Lembar kesediaan menjadi responden
4. Kuesioner komunikasi terapeutik
5. Kuesioner kepuasan pasien
6. Surat ijin studi pendahuluan
7. Surat ijin penelitian
8. Hasil pengolahan data

xii
HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN
KEPUASAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP KELAS II
DAN III RSUD WONOSARI YOGYAKARTA

Nita Purnamasari1, Istichomah2, DinaPutri Utami3

INTISARI
Latar Belakang: Pelayanan kesehatan merupakan hak bagi setiap orang yang
dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
yang harus diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya. Pelayanan kesehatan terkait dengan kepuasan pasien
yang menjadi indikator kualitas pelayanan rumah sakit. Kepuasan pasien dapat
terpenuhi dengan pelayanan keperawatan yang dilakukan melalui hubungan
komunikasi terapeutik antara perawat dengan pasien.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan
kepuasan pasien di ruangan rawat inap kelas II dan III RSUD Wonosari
Yogyakarta.
Metode: Penelitian ini merupakan korelasi kuantitatif dengan pendekatan cross
sectional. Populasi penelitian adalah sebanyak 115 pasien rawat inap kelas II dan
III RSUD Wonosari Yogyakarta. Sampel penelitian sebanyak 54 responden yang
ditentukan menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen penelitian berupa
kuesioner komunikasi terapeutik perawat dan kepuasan pasien. Metode analisis
data menggunakan uji korelasi Kendall Tau.
Hasil: Komunikasi terapeutik yang diberikan perawat pada pasien berada dalam
kategori baik sebesar 62,96%. Tingkat kepuasan pasien yang menjalani rawat inap
berada dalam kategori puas sebesar 74,07%. Ada hubungan antara komunikasi
terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di ruangan rawat inap berdasarkan
nilai pvalue (0,017) < α (0,05).
Kesimpulan: Ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan
kepuasan pasien di ruangan rawat inap kelas II dan III RSUD Wonosari
Yogyakarta.

Kata Kunci: komunikasi terapeutik, kepuasan pasien, rawat inap

1
Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Yogyakarta
2
Dosen Pembimbing I Program Studi Keperawatan STIKES Yogyakarta
3
Dosen Pembimbing II Program Studi Keperawatan STIKES Yogyakarta

xiii
THE CORRELATION BETWEEN NURSING THERAPEUTIC
COMMUNICATION WITH PATIENT SATISFACTION IN PATIENT
ROOM OF CLASS II AND III IN WONOSARI PUBLIC HOSPITAL
OF YOGYAKARTA

Nita Purnamasari4, Istichomah5, DinaPutri Utami6

ABSTRACT
Background: The health services are the right of every person guaranteed by the
1945 Constitution of the Republic of Indonesia, which must be realized by efforts
to improve the highest level of public health. Health services related to patient
satisfaction are indicators of the quality of hospital services. Patient satisfaction
can be fulfilled by nursing services that are carried out through therapeutic
communication relationships between nurses and patients.
Objective: To know the correlation between the nurse therapeutic communication
with patient satisfaction in patient room of class II and III in Wonosari Public
Hospital of Yogyakarta.
Method: This research is a quantitative correlation with cross sectional approach.
The study population was 115 inpatients class II and III RSUD Wonosari of
Yogyakarta. The research samples were 54 respondents who were determined
using purposive sampling technique. The research instrument was a nurse
therapeutic communication questionnaire and patient satisfaction. The data
analysis method uses Full Tau correlation test.
Results: Therapeutic communication provided by nurses in patients is in good
category at 62.96%. The level of satisfaction of patients undergoing
hospitalization is in the satisfied category of 74.07%. There is a correlation
between therapeutic communication of nurses and patient satisfaction in inpatient
rooms based on the value of P value as (0.017) < a (0.05).
Conclusion: There is a correlation between therapeutic communication of nurses
and satisfaction of patients in class II and III inpatient rooms at Wonosari Public
Hospital of Yogyakarta.

Key Words : Therapeutic communication, patient satisfaction, hospital

4
The Student of SI Nursing Study Program of STIKES Yogyakarta
5
The Lecture Guidance I of SI Nursing Study Program of STIKES Yogyakarta
6
The Lecture Guidance I of SI Nursing Study Program of STIKES Yogyakarta

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-undang RI No. 44 tahun 2009 tentang pedoman rumah sakit

menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak bagi setiap orang

yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, yang harus diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya. Kualitas rumah sakit sebagai institusi

yang menghasilkan produk teknologi jasa kesehatan sudah tentu tergantung

pada kualitas pelayanan medis dan pelayanan keperawatan yang diberikan

kepada pasien. Indikator utama dari kualitas pelayanan kesehatan di rumah

sakit antara lain : keselamatan pasien, pengelolaan nyeri dan kenyamanan,

tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan, perawatan diri, kecemasan

pasien, serta perilaku pasien (Nursalam, 2017).

Radke (2013) mengatakan bahwa indikator penting untuk mengetahui

kualitas pelayanan kesehatan dapat dilakukan melalui survei kepuasan pasien.

Kepuasan pasien merupakan indikator yang paling penting dari tingginya

kualitas pelayanan dan digunakan untuk merencanakan pelayanan kesehatan

(Dzomeku, et, al, 2013). Kepuasan merupakan perasaan senang atau puas

bahwa produk atau jasa yang diterima telah sesuai atau melebihi harapan

pasien (Nursalam, 2017). Kepuasan pasien ialah suatu tingkat perasaan pasien

yang timbul sebagai akibat dari kenerja pelayanan kesehatan yang diperoleh

setelah pasien membandingkanya dengan apa yang diharapkannya. Pasien

1
baru akan merasa puas apabila kinerja pelayanan kesehatan yang

diperolehnya sama atau melebihi dari apa yang menjadi harapanya dan

sebaliknya, ketidak puasan akan timbul perasaan kecewa terhadap pasien dan

akan terjadi apabila kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya tidak

sesuai dengan harapannya (Pohan, 2007). Kesehatan sebagai hak asasi

manusia harus diwujutkan dalam bentuk pemberian upaya kesehatan melalui

penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas yang diatur oleh

pemerintah dalam UU No.44 Tahun 2009 dalam peraturan tersebut

dituangkan peraturan dengan ketentuan bagian ketiga (pasal 31) kewajiban

pasien: setian pasien mempunyai kewajiban terhadap rumah sakit atas

pelayanan yang diterimanya dan bagian keempat (pasal 32) Hak pasien:

memperoleh layanan manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi,

memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar produksi

oprasional. Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang diatur oleh

pemerintah UU No.44 Tahun 2009 terkait hak pasien memperoleh layanan

sudah diterapkan dan tercapai di RSUD Wonosari Yogyakarta.

Rumah sakit pemerintah pada abad 21 dituntut untuk menjadi Badan

Layanan Umum (BLU). BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan

mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam

pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, rumah sakit harus dapat memberikan

kepuasan terhadap pasien selaku konsumen utama rumah sakit (Akbar, Sidin

& Pasinringi, 2013). Rumah sakit sebagai salah satu subsistem pelayanan

2
kesehatan menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu

pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan

mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik

dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilakukan melalui unit gawat

darurat, unit rawat inap dan unit rawat jalan (Putra, 2013).

Keperawatan merupakan landasan dasar di dalam sistem pelayanan

kesehatan dan perawat bagian penting dari itu. Perawat memberikan

pelayanan asuhan keperawatan untuk pasien dan berurusan dengan mereka

selama 24 jam, 7 hari seminggu sehingga perawat adalah bagian yang sangat

berharga dalam sistem pelayanan kesehatan. Komunikasi dengan pasien

merupakan bagian dalam memberikan asuhan keperawatan. Komunikasi

perawat dengan pasien terdapat beberapa cara tapi yang sangat penting yaitu

komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik dilakukan oleh profesioanal

perawat dan perawat harus tahu karena untuk melakukan asuhan

keperawatan. Hal ini, dilakukan agar ketika pasien dan keluarga tiba-tiba

stress atau hal yang tidak dapat diubah dating pasien dan keluarga dapat

menerima (Yas & Mohammed, 2016).

Pelayanan ditentukan oleh tiga komponen utama antara lain jenis

pelayanan yang diberikan, manajemen sebagai pengelola pelayanan dan

tenaga keperawatan sebagai pemberi pelayanan keperawatan. Pelayanan

keperawatan yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh ketepatan dalam

memberikan pelayanan tetapi dengan membina hubungan komunikasi yang

dapat menyembuhkan pasien (komunikasi terapeutik). Perawat perlu

3
memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik dalam menjalankan

perannya sehingga dapat menentukan keberhasilan pelayanan atau asuhan

keperawatan yang professional dengan memperhatikan kebutuhan holistik

pasien (Misi, Zulpahiyana, Sofyan, 2016). Komunikasi merupakan komponen

dari pengalaman individu dengan ekspresi seperti emosi, ide, verbal dan

nonverbal. Komunikasi merupakan komponen essensial pokok yang membuat

hubungan interpersonal yang baik (Prasad & George, 2014).

Komunikasi adalah suatu bentuk penyampaian pesan antara dua orang

atau lebih yang terproses dari komunikator atau pemberi pesan kepada

komunikan atau penerima pesan dengan tujuan tertentu. Perawat yang

memiliki keterampilan berkomunikasi tidak saja akan mudah menjalani

hubungan rasa percaya dengan pasien, juga mencegah terjadinya masalah

illegal, memberikan kepuasan professional dalam pelayanan keperawatan dan

meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit. Komunikasi

yang diterapkan oleh perawat kepada pasien merupakan komunikasi

terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan

secara sadar, bertujuan, kegiatannya difokuskan pada kesembuhan pasien dan

merupakan komunikasi professional yang dilakukan oleh perawat atau tenaga

kesehatan lainnya (Afnuahazi, 2014:32)

Komunikasi terapeutik adalah inti dari semua elemen manajemen. Selain

itu, ini adalah bagian utama dari praktik keperawatan, penting dalam

pemberian asuhan keperawatan yang efektif dan tepat. Tampaknya jelas

bahwa filsafat keperawatan saat ini berasumsi bahwa komunikasi dan

4
negosiasi adalah konsep penting untuk penyediaan perawatan berkualitas

tinggi. Oleh karena itu, penting bagi perawat untuk mengembangkan dan

memelihara keterampilan komunikasi dan interpersonal yang kompeten

secara terus menerus yang diperlukan untuk memfasilitasi interaksi

terapeutik, menilai kebutuhan anak, dan menerapkan intervensi yang

mendorong tingkat fungsi optimal (Asmuji, 2012).

Komunikasi merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam

menentukan kepuasan pasien, karena pelayanan keperawatan yang berkualitas

tidak hanya ditentukan oleh ketepatan pelayanan, tetapi bagaimana perawat

mampu membina hubungan komunikasi dengan pasien dalam memberikan

pelayanan keperawatan demi keberhasilan dan kesembuhan pasien (Asmuji,

2012). Penggunaan komunikasi terapeutik merupakan media dalam

mengembangkan hubungan antara perawat dengan pasien, apabila perawat

dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan pasien tidak memperhatikan

tehnik dan tahapan baku komunikasi terapeutik dengan baik, maka hubungan

yang baik antara perawat dengan pasien akan sulit terbina, dampaknya jika

pelayanan rumah sakit kurang baik, maka jumlah kunjungan pasien ke rumah

sakit tersebut akan berkurang dan pasien akan memberikan persepsi negative

tentang pelayanan rumah sakit tersebut, dampak bagi perawat yaitu hubungan

yang baik antara perawat dan pasien pun akan sulit terbina, juga bias

dilakukan pemutusan hubungan kerja dari rumah sakit (Pohan, 2010).

Menurut Negi, dkk (2017) tentang “Quality of nurse patient therapeutic

communication and overall patient satisfaction during their hospitalization

5
stay” dari hasil penelitian ditemukan bahwa kualitas perawat terhadap

komunikasi terapeutik kepada pasien memperbaiki tingkat kepuasan pasien.

Kualitas dari komunikasi terapeutik perawat yang tertinggi terdapat di

bangsal pribadi daripada di bangsal umum. Selain itu upaya yang harus

dilakukan yaitu menjelaskan keraguan pada pasien agar kepuasan pasien

tercapai.

Penelitian yang dilakukan oleh Alemu, et al (2014) di Rumah Sakit

Debre Markos, Ethiopia, didapatkan hasil bahwa pelatihan komunikasi

interpersonal perawat bangsal sangat penting. Pelatihan ini mampu membuat

perubahan yang signifikan pada tingkat kepuasan pasien dari 25,1% menjadi

82,5%. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik sangat berperan

penting dalam meningkatkan kepuasan pasien. Dzomeku et al (2013), dalam

penelitiannya kepada 100 pasien di Ghana, didapatkan hasil bahwa sebanyak

70,7% pasien kurang puas dengan pelayanan yang diberikan oleh perawat.

Sedangkan, Ndambuki (2013) dalam penelitiannya yang dilakukan kepada

151 pasien di Rumah Sakit Nairobi Kenya, sebanyak 67,8% pasien

menyatakan puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh perawat.

Sedangkan hasil penelitian di Indonesia yang dilakukan di provinsi lampung

oleh Satrio (2009) bahwa komunikasi terapeutik perawat di ruangan rawat

inap RSUD Liwa Lampung Barat tahun 2009 dengan kriteria tidak baik

adalah sebesar 48,5% dan dengan kriteria baik adalah sebesar 51,5%.

Sedangkan tingkat kepuasan pasien dengan kriteria tidak puas sebesar 48,5%

dan kriteria puas sebesar 51,5%. Sedangkan penelitian di Yogyakarta yang

6
dilakukan oleh Misi (2016), di ruang rawat inap Pringgodani RSU Rajawali

Citra Bantul Yogyakarta, sebanyak 68,4% responden menyatakan puas

terhadap komunikasi terapeutik.

Menurut Depkes (dalam Nurul, Marsito, Ning 2012) menjelaskan bahwa

aspek komunikasi teraupetik yang mampu menentukan kepuasan pasien

terhadap pelayanan keperawatan. Adanya komunikasi yang saling

berinteraksi antara pasien dengan perawat akan membina hubungan yang baik

dengan keluarga pasien. Komunikasi tersebut baik verbal maupun non verbal

petugas dalam memberikan pelayanan langsung ditujukan kepada pasien.

Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator dalam menilai mutu

pelayanan yang diberikan suatu rumah sakit. Pohan (2007) menyatakan

kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai

akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien

membandingkannya dengan apa yang diharapkannya.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia No 10 tahun 2015 Pasal

42 ayat 4 tentang “Standar Pelayanan di Rumah Sakit”, perawat wajib

menggunakan komunikasi terapeutik dalam pemberian pelayanan/ asuhan

keperawatan. Penelitian yang dilakukan oleh Rorie, Pondaag & Hamel (2014)

di RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado, pasien yang sedang rawat inap

merasa puas dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat. Dari 46

responden yang ada pasien merasa puas sebanyak 42 orang (91,3%). Sama

halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Bolla di RSUD Subang (2008)

menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik perawat baik yaitu sebanyak 9

7
orang (56,3%) dan kepuasan pasien sebanyak 10 orang (62,5%) merasa puas.

Dari hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa nilai signifikan 0,011 < 0,05

hal ini berarti ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan

tingkat kepuasan pasien. Selain itu juga didapatkan koefisien korelasi sebesar

0,618 yang berarti hubungan kuat.

Dari penelitian di beberapa wilayah Indonesia tersebut, dapat

disimpulkan bahwa apabila komunikasi terapeutik perawat dilakukan dengan

baik akan memperoleh kepuasan tinggi pula dari pasien, dari penelitian

tersebut juga terlihat bahwa ada hubungan yang signifikan antara komunikasi

terapeutik perawat dengan kepuasan pasien.

Menurut Kusumo (2017) di RSUD Kota Jogja kepuasan pasien

dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya komunikasi terapeutik yang

dilakukan oleh perawat. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ditemukan

bahwa terdapat pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan

pasien rawat jalan dan IGD di RSUD Kota Jogja. Tahap orientasi komunikasi

terapeutik merupakan tahap yang paling berpengaruh terhadap kepuasan

pasien sedangkan tahap komunikasi terapeutik yang paling berpengaruh di

IGD adalah tahap terminasi.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada

tanggal 14 Maret 2018 di ruangan rawat inap kelas II dan III RSUD Wonosari

Yogyakarta, 10 responden didapatkan tujuh pasien (70%) mengatakan

perawat tidak memperkenalkan diri saat pertama kali bertemu dengan pasien,

sedangkan tiga pasien (30%) mengatakan saat pertama kali bertemu dengan

8
pasien perawat memperkenalkan diri. selain itu, lima pasien (50%)

mengatakan perawat sebelum melakukan tindakan tidak menjelaskan

perannya kepadaa pasien, lima pasien (50%) mengatakan perawat

menjelaskan perannya kepada pasien sebelum melakukan tindakan. Sebanya

enam pasien (60%) mengatakan perawat tidak mejelaskan tindakan yang akan

dilakukan kepada pasien, empat pasien (40%) mengatakan perawat

menjelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien. Sebanyak lima

pasien (50%) mengatakan perawat tidak menjelaskan tujuan yang akan

dilakukan kepada pasien, lima pasien (50%) mengatakan perawat

menjelaskan tujuan yang akan dilakukan kepada pasien. Tujuh pasien (70%)

mengatakan perawat tidak menjelaskan prosedur tindakan yang akan

dilakukan, tiga pasien (30%) mengatakan bahwa perawat menjelaskan

prosedur tindakan yang akan dilakukan. sedangkan tujuh pasien (70%)

mengatakan tidak puas dan tiga pasien (30%) yang mengatakan puas.

Keadaan ini menggambarkan bahwa komunikasi terapeutik yang dilakukan

oleh perawat belum optimal.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

atau mengetahui secara langsung apakah ada hubungan antara komunikasi

terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di ruangan rawat inap dewasa

RSUD Wonosari Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut: “Apakah ada hubungan komunikasi terapeutik perawat

9
dengan kepuasan pasien di ruangan rawat inap kelas II dan III Rumah Sakit

Umum Daerah Wonosari Yogyakarta ”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan

kepuasan pasien di ruangan rawat inap kelas II dan III Rumah Sakit

Umum Daerah Wonosari Yogyakarta

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui komunikasi terapeutik yang diberikan perawat pada

pasien di ruangan rawat inap kelas II dan III Rumah Sakit Umum

Daerah Wonosari Yogyakarta

b. Mengetahui tingkat kepuasan pasien yang menjalani rawat inap di

ruangan rawat inap kelas II dan III Rumah Sakit Umum Daerah

Wonosari Yogyakarta

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

wawasan serta ilmu pengetahuan, dan digunakan untuk mengetahui

hubungan komunikasi terapeutik dengan kepuasan pasien di ruangan

rawat inap kelas II dan III Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari

Yogyakarta

10
2. Manfaat praktis

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

pada beberapa pihak:

a. Bagi direktur RSUD Wonosari Yogyakarta.

Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan katerampilan perawat

dalam melaksanakan komunikasi terapeutik untuk meningkatkan

kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik.

b. Bagi ilmu keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan

ilmu pengetahuan terapan mengenai komunikasi terapeutik dan

sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya.

c. Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai refrensi bagi peneliti yang akan melakukan penelitian atau

pengamatan tentang komunikasi terapeutik dengan kepuasan pasien

yang ingin diteliti oleh peneliti selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian telah dilakukan yang berhubungan dengan penelitian

ini adalah:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ariasti (2016) dengan judul “Hubungan

Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kepuasan Pasien di

Bangsal Tjan Timur Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru” dengan

menggunakan kuota sampel purposive sampling metode analitik

korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam

11
penelitian adalah pasien di bangsal Tjan Timur yang berjumlah 35

responden, besar sampel yang digunakan sebanyak 35 responden. Tehnik

pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan analisis Uji Chi-

Square program SPSS. Hasil penelitian yang didapatkan dari 35

responden terdapat 32 responden (88,5%) menilai perawat melakukan

komunikasi terapeutik secara optimal dan 3 responden (11,5%) menilai

perawat melakukan komunikasi terapeutik kurang optimal. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara komunikasi tearapeutik

perawat dalam tindakan keperawatan dengan tingkat kepuasan pasien.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Aswad (2015) dengan judul “Hubungan

Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pasien Di Instalasi

Gawat Darurat Rsud Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate” dengan

menggunakan kuota sampel purposive sampling metode deskriptif

dengan pendekatan cross sectional. Poulasi dalam penelitian adalah

pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. H Chasan Boesoirie Ternate

yang berjumlah responden, besar sampel yang di gunakan sebanyak 80

responden. Tehnik pengumpulan data menggunakan lembar kuesioner

dengan analisis Uji Chi-Square. Hasil penelitian uji statistik

menggunakan uji chi-square pada tingkat kemaknaan 95% (α ≤ 0,05),

hasil didapatkan nilai p= 0,000 ini berarti bahwa nilai p< α (0,05).

Sehingga dapat di simpulkan bahwa terdapat hubungan komunikasi

terapeutik perawat dengan kepuasan pasien.

12
3. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2016) dengan judul

“Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Berdasarkan Persepsi Klien

Terhadap Tingkat Kepuasan Klien Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Universitas Tanjungpura” dengan menggunakan Jenis penelitian

kuantitatif dengan desain observasional analitik. Penelitian ini

menggunakan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel

menggunakan puposive sampling dengan sampel sebanyak 67 responden

sesuai dengan kriteria inklusi. Setiap responden diberi kuesioner tentang

komunikasi terapeutik dan tingkat kepuasan. Uji yang digunakan adalah

uji Chi-Square. Hasil penelitian yang didapatkan dari 67 responden

terdapat 34 responden (50,7%) menilai perawat melakukan komunikasi

dengan baik, sedangkan sebanyak 33 responden (49,3%) menilai bahwa

komunikasi terapeutik perawat buruk. Tingkat kepuasan klien dengan

kepuasan tinggi sebanyak 35 responden (52,2%), kepuasan rendah

sebanyak 32 responden (47,8%). Hasil uji didapat nilai p value = 0,000.

Sehingga dapat disimpulkan ada hubungan komunikasi terapeutik

perawat terhadap tingkat kepuasan klien. Sehingga perawat dapat selalu

meningkatkan komunikasi terapeutik dalam melakukan asuhan

keperawatan.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2013) dengan judul “Hubungan

pelaksanaan komunikasi terapeutik dalam keperawatan dengan kepuasan

pasien diruangan rawat inap RST.Dr.Soetarto Yogyakarta” dengan

menggunakan metode deskriptif korelasional dengan pendekatan cross

13
sectional. Populasi dalam penelitian adalah seluruh perawat yang

berkerja di ruangan perawatan serta pasien yang di rawat diruangan

rawat inap RST.Dr.Soetarto Yogyakarta, besar sampel yang digunakan

sebanyak 20 perawat dan 100 pasien. Tehnik pengumpulan data

menggunakan cara observasi dan lembar kuesioner dengan analisis Uji

Chi-Square. Dari hasil observasi, pelaksanaan komunikasi terapeutik

yang dilakukan oleh perawat dari tahap oreantasi, kerja dan terminasi

menunjukan bahwa perawat melaksanakan dengan sangat baik 6 (6%),

baik 50 (50%), kurang baik 44 (44%), dan tidak ada yang tidak baik.

Berdasarkan kuesioner yang terkumpul didapatkan gambaran tentang

kepuasan pasien dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik selama

dirawat adalah 54 (54%) merasa puas dan 46 (46%) merasa kurang puas,

dan tidak ada pasien yang merasa tidak puas maupun sangat puas.

14
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi Terapeutik

1. Pengertian komunikasi terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan

secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan

pasien (Purwanto, 1994 dalam Nursalam 2017). Komunikasi terapeutik

adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membentu klien

berdasarkan terhadap stress, mengatasi gangguan psikologis, serta belajar

tenteng bagaimana berhubungan dengan orang lain (Northouse, 1998

dalam Suryani 2014). Komunikasi terapeutik merupakan hubungan

interpersonal antara perawat dengan klien yang saling menguntungkan,

dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar

bersama serta memperbaiki pengalaman emosional klien (Stuart, 2001

dalam Suryani 2014). Pendekatan konseling yang memungkinkan klien

menemukan siapa dirinya merupakan fokus dari komunikasi terapeutik

(Hibdon, 2000 dalam Suryani 2014). Komunikasi terapeutik adalah

komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI,

1997) komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan

titik tolak yang memberi pengertian antara perawat dengan klien

(Ridhyalla 2015).

15
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi

terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk

tujuan terapi. Seseorang perawat dapat membantu klien mengatasi

masalah yang dihadapinya melalui komunikasi terapeutik (Mohr, 2003

dalam Syuryani 2014).

2. Tujuan komunikasi terapeutik

Menurut Suryani (2014) komunikasi terapeutik bertujuan untuk

mengembangkan pribdi klien kea rah yang lebih positif atau adaptif.

Tujuan lain dari komunikasi terapeutik meliputi:

a. Realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan diri.

Komunikasi terapeutik diharapkan dapat mengubah sikap dan

perilaku klien. Klien yang merasa rendah diri, setelah berkomunikasi

terapeutik dengan perawat akan mampu menerima dirinya.

b. Kemempuan membina hubungan interpersonal yang superfisial dan

saling bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik,

klien belajar cara menerima dan diterima orang lain.

c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan

serta mencapai tujuan yang realistic. Klien terkadang menetapkan

dirinya terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya sehingga

ketika tujuannya tidak tercapai, klien akan merasa rendah diri.

Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu

klien menyadari keadaan dirinya.

16
d. Peningkatan identitas dan integritas diri. Klien yang mengalami

gangguan identitas dan integritas diri biasanya tidak mempunyai rasa

percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi

terapeutik diharpkan perawat dapat membantu klien meningkatkan

identitas dan integritas dirinya.

3. Prinsip dasar komunikasi terapeutik

Menurut Ridhyalla (2015), prinsip-prinsip dasar komunikasi

terapeutik yaitu:

a. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling

menguntungkan.

b. Perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai

kriteria yang berbeda.

c. Semua komunikasi yang dilaukan harus dapat menjaga harga diri

pemberi maupun penerima pesan. Komunikasi yang menciptakan

hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu sebelum

menggali permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan

masalah.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik

Menurut Ridhyalla (2015), factor-faktor yang mempengaruhi

komunikasi terapeutik yaitu:

17
a. Perkembangan

Agar dapat berkomunikasi efektif dengan seseorang perawat

harus mengerti pengeruh perkembangan usia, baik dari sisi bahasa

maupun proses berpikir orang tersebut.

b. Persepsi

Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu

kegiatan atau peristiwa. Persepsi yang berbeda antara pengirim pesan

dengan penerima pesan akan menghambat komunikasi, untuk

menyamakan persepsi ini perawat perlu menggunakan tehnik

komunikasi yang tepat.

c. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang

dilakuka. Seseorang yang tingkat pengetahuannya rendah akan sulit

merespon pertanyaan yang mengandung bahasa verbal dibandingkan

tingkat penegetahuan yang lebih tinggi.

d. Emosi

Emosi merupakan keadaan mental dan psikologi yang

berhubungan dengan beragam perasaan, pikiran, dan perilaku atau

pengalaman bersifat subjektif yang dialami berdasarkan sudut

padang individu. Perawat juga perlu mengevaluasi emosi pada

dirinya agar dalam memberikan asuhan keperawatan tidak

dipengaruhi oleh emosi di bawah sadarnya.

18
e. Nilai

Perawat perlu menyadari nilai seseorang dan perlu berusaha

untuk mengetahui serta mengklasifikasikan nilai sehingga dapat

membuat keputusan dan interaksi yang tepat dengan klien. Dalam

hubungan professional diharapkan perawat tidak terpengaruh oleh

nilai pribadinya.

f. Latar belakang sosial budaya

Budaya juga mempengaruhi metode komunikasi tentang tentang

gejala atau perasaan menderita pada orang lain, perbedaan muncul

dalam penyikapan diri atau ketika keinginan untuk menunjukan

emosi dan informasi psikologis pada orang lain. Bahasa dan gaya

komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh factor budaya.

g. Peran dan hubungan

Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antara

orang yang berkomunikasi. Cara berkomunikasi seorang perawat

dengan koleganya dan cara berkomunikasi seorang perawat dengan

klien akan berbeda tergantung peranya.

5. Sikap dalam komunikasi terapeutik

Menurut (Egan,2005 dalam Rismalinda dan prasetyo, 2016), sikap

atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi

komunikasi terapeutik yaitu:

19
a. Berhadapan.

Bentuk sikap dimana seorang perawat langsung bertatap muka atau

berhadapan langsung dengan pasien ( saya siap untuk anda)

b. Mempertahankan kontak mata.

Kontak mata yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan

keinginan untuk tetep berkomunikasi.

c. Membungkuk kearah klien

Posisi ini menunjukan keinginan untuk mengatakan atau mendengar

sesuatu yang disampaikan oleh klien.

d. Mempertahankan sikap terbuka

Bentuk sikap dengan posisi tidak melipat kaki atau tangan

menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.

e. Tetap rileks

Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangsn dan

relaksasi dalam memberi respon kepada klien.

Selain hal-hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi

melalui perilaku non verbal (Stuart & Sundeen, 1998 dalam Rismalinda

dan prasetyo, 2016):

a. Isyarat vocal, yaitu isyarat paraligustik termasuk semua kualitas

bicara non verbal misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa,

irama dan kecepatan bicara.

b. Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah

dan sikap tubuh.

20
c. Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak

sengaja seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainya

6. Hambatan komunikasi terapeutik

Menurut Rismalinda dan prasetyo (2016), hambatan komunikasi

terapeutik dalam hal kemajuan hubungan tenaga kesehatan klien yaitu:

a. Resisten

Resieten adalah upaya klien untuk tetap tidek mneyadari aspek

penyebab ansietas yang dialaminya. Perilaku resisten biasanya

diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat

banyak berisi proses penyelesaian masalah.

b. Transferens

Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien, mengalami

perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait

dengan tokoh dalam kehidupannya dimasa lalu.

Sikap yang paling menonjol adalah ketidakpatenan respon klien

dalam intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan.

c. Kontertransferens

Kebutuhan terapeutik yang dibuat perawat bukan oleh klien,

menunjukan pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap

klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan

terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi.

21
7. Tehnik komunikasi terapeutik

a. Mendengarkan dengan penuh perhatian

Mendengarkan merupakan dasar utama dalam komunikasi, dengan

mendengarkan perawat mengethui perasaan klien, berikan

kesempatan lebih banyak pada klien untuk berbicara. Tenaga

kesehatan harus menjadi pendengar yang aktif.

b. Menunjukan penerimaan

Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa

menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.

c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan

Tujuan tenaga kesehatan bertanya adalah untuk mendapatkan

informasi yang spesifik mengenai apa yang disampaikan oleh klien.

d. Memberi informasi

Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan

kesehatan untuk klien yang bertujuan memfasilitasi klien untuk

mengambil keputusan.

e. Mengklasifikasi

Klasifikasi terjadi saat tenaga kesehatan berusaha untuk menjelaskan

dalam kata-kata ide atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh

klien.

22
f. Memberi penghargaan

Penghargaan janganlah sampai menjedi beban untuk klien dalam arti

jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi

untuk mendapatkan pujian dan persetujuan atas perbuatannya.

8. Tahap-tahap komunikasi terapeutik

Nursalam (2017) Tahap-tahap komunikasi terapeutik yaitu:

a. Fase prainteraksi

Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai hubungan dengan

klien. Tugas tenega kesehatan pada fase ini yaitu:

1) Mengesplorasi perasaan, harapan dan kecemasannya.

2) Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia

akan terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai

terapeutik bagi klien, jiga merasa tidak siap maka perlu belajar

kembali, diskusi teman kelompok.

3) Mengumpulkan data tentang klien sebagai dasar dalam membuat

rencana interaksi.

4) Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di

implementasikan saat bertemu dengan klien.

b. Fase orientasi

Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali denga klien. Pada

saat pertama kali bertemu dengan klien fase ini digunakan tenaga

kesehatan untuk berkenalan dengan klien dan merupakan langkah

23
awal dalam membina hubungan saling percaya. Tugas-tugas tenagaa

kesehatan pada tahap ini antara lain:

1) Membina hubungan saling percaya, menunjukan sikap

penerimaan dan komunikasi terbuka.

2) Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk

menjaga kelangsungan sebuah interaksi.

3) Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah

klien.

4) Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan di rumuskan setelah

masalah klien teridentifikasi.

Hal- hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain:

1) Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jaba

tangan.

2) Memperkenalkan diri tenagaa kesehatan

3) Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan

klien untuk berkomunikasi, topik, tempat, dan lamanya

pertemuan.

4) Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama tenaga kesehatan

perlu melengkapi penjelasan tentang identitas serta tujuan

interaksi agar klien percaya kepada tenaga kesehatan.

5) Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama,

alasan atau kejadian yang membuat klien meminta bantuan.

24
6) Menyepakati masalah. Dengan tehnik memfokuskan tenaga

kesehatan bersama klien mengidentifikasi masalah dan

kebutuhan klien

c. Fase kerja

Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi

terapeutik. Tahap ini tenaga kesehatan bersama klien mengatasi

masalah yang dihadapi klien. Tenaga kesehatan dan klen

mengeksplorasi stressor dan mendorong perkembangan kesadaran

diri dengan menghubungkan persepsi, perasaan dan perilku klien.

Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah

di tetapkan.

d. Fase terminasi

Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting karena hubungan

saling percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal.

Tenaga kesehatan dank lien keduanya merasa kehilangan. Terminasi

dapat terjadi pada saat tenaga kesehatan mengakhiri tugas pada unit

tertentu atau pada saat klien akan pulamg. Terminasi merupakan

akhir dari pertemuan tenaga kesehatan, yang dibagi menjadi dua

yaitu:

1) Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan.

2) Terminasi akhir terjadi jika tenaga kesehatan telah

menyelesaikan proses tenaga kesehatan secara menyeluruh.

25
Tugas tenaga kesehatan pada fase ini yaitu:

1) Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan,

evaluasi ini disebut evaluasi objektif.

2) Melakukan evaluasi subjektif.

3) Menyepakati tindak lanjut terhadap ineteraksi yang telah

dilakukan.

4) Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang

perlu disepakati adalah topic, waktu dan tempat pertemuan.

9. Instrument dan kriteria penilaian komunikasi terapeutik

Instrument yang di gunakan dalam pengumpulan data yang

dilakukan dalam pengukuran komunikasi terapeutik perawat dalam

tindakan keperawatan ini adalah kuesioner. Kuesioner komunikasi

terapeutik perawat dalam tindakan keperawatan dalam penelitian ini

terdiri dari 30 pertanyaan yang meliputi materi: teknik, sikap dan tahap-

tahap komunikasi terapeutik. Masing-masing pertanyaan terdiri dari 2

respon, yaitu: “Ya” bila dilakukan dan “Tidak” bila tidak dilakukan. Bila

pilihan “Ya” diberi skor 1 dan “Tidak” diberi skor 0. Kuesioner ini sudah

baku, sehingga tidak perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas

(Aspauh, 3013).

Dan dikategorikan sebagai berikut (Hidayat, 2009).

Sangat baik : 76-100%

Baik : 51-75%

Tidak baik : 26-50%

26
B. Konsep dasar teori kepuasan

1. Pengertian kepuasan pasien

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang

muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap

kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya (kotler, 2004

dalam Nursalam, 2017). Kepuasan adalah perasaan senang seseorang

yang berasal dari perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan

suatu produk dengan harapannya (Nursalam 2017).

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul

akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperoleh pasien kemudian

dibandingkan dengan yang diharapkannya (Pohan, 2010). Kepuasan

pasien adalah tingkat perasaan pada seseorang setelah membandingkan

kinerja yang dia rasakan dibanding dengan harapannya. Pasien baru akan

merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang diperoleh sama atau

melebihi harapan. Ketidakpuasan atau perasaan kecewa pasien akan

muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak

sesuai dengan harapannya (Kotler, 2010 dalam Nursalam, 2017 ).

Kepuasan seseorang penerima jasa layanan dapat tercapai apabila

kebutuhan, keinginan, dan harapanya dapat dipenuhi melalui jasa atau

produk yang dikonsumsinya. Kepuasan pasien dapat berhubungan

dengan berbagai aspek di antaranya mutu pelayan, prosedur serta sikap

yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri ( Azwar,

2010).

27
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien

Menurut Nursalam (2017) factor-faktor yang mempengaruhi

kepuasan pasien yaitu:

a. Kualitas produk atau jasa.

Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menenjuakan

bahwa produk atau jasa yang diguanakan berkualitas.

b. Harga

Harga, yang termasuk didalamnya adalah harga produk atau jasa.

Harga merupakan aspe penting, naman yang terpenting dalam

penentuan kualitas guna mencapai kepuasaan pasien. Meskipun

demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang

dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien

mempunyai harapan yang lebih besar.

c. Emosional

Pasien yang merasa banga dan yakin bahwa orang lain kagum

terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih institusi

pelayanan kesehatan yang sudah mempunyai pandangan, cenderung

memiliki tingkat kepuasaan yang lebih tinggi.

d. Kinerja

Wujut dari kinerja ini misalnya: kecepatan, kemudahan, dan

kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan

terutama keperawatan pada waktu penyembuhan yang relative cepat,

kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan

28
yang diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramaha,

dan kelengkapan peralatan rumah sakit.

e. Estetika

Estetika merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap

oleh panca indra. Misalnya: keramahan perawat, peralatan yang

lengkap dan sebagainya

f. Karakteristik produk

Produk ini merupakan kepemilikan yang bersifat fisik antara lain

gedung dan dekorasi. Karakteristik produk meliputi penampilan

banguna, kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta

kelengkapannya.

g. Pelayanan

Pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam

pelayanan. Institusi pelayanan kesehatan diangap baik apabiala

dalam memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan

pasien. Kepuasaan muncul dari kesan pertama masuk pasien

terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Misalnya:

pelayanan yang cepat, tanggap dan keramahan dalam memberikan

pelayanan keperawatan.

h. Komunikasi

Komunikasi yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak peneydia

jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan

dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama

29
perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan pasien.

Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan

perawat untuk membentu klien berdasarkan terhadap stress,

mengatasi gangguan psikologis, serta belajar tenteng bagaimana

berhubungan dengan orang lain.

i. Suasana

Suasana meliputi keamanan dan keakraban. Suasana yang tenang,

nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi kepuasaan

pasien dalam proses penyembuhannya.

j. Fasilitas

Kelengkapan fasilitas turut menentukan penilaian kepuasaan pasien,

misalnya fasilitas kesehatan baik saranan dan prasarana, tempat

parker, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap.

k. Lokasi

Lokasi meliputi, letak kamar dan lingkungannya merupakan salah

satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih institusi

pelayanan kesehatan. Umumnya semakin dekat lokasi dengan pusat

perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan

lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien.

3. Pengukuran tingkat kepuasan

Pengukuran kepuasan pelanggan atau klien merupakan elemen

penting dalam penyediaan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan

lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap pelayanan

30
yang dilakukan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif

dan efisien. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan

factor yang terpenting dalam pengembangan suatu sistem penyediaan

pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, meminimalkan

biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap

popolasi dan sasaran (Aditama, 2010). Tingkat kepuasan adalah fungsi

dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan apabila

kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja

sesuai dengan harapan, pelanggan akan sangat puas. Pelanggan yang

puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi

komentar yang baik terhadap rumah sakit.

Menurut Nursalam 2017, terdapat enam tingkat penilaian kepuasan

pasien yaitu:

a. Caring

Dalam hal ini perawat selalu memberi perhatian kepada klien,

memperhatikan keluhan pasien ( sebagai mahkluk individu dan

social masyarakat).

b. Kolaborasi

Perawat memotivasi, bersama-sama menyelesaikan masalah pasien,

perawat berkerja sama dengan pasien dan keluarga.

c. Kecepatan

Keinginan untuk membatu dan menyediakan pelayanan yang

dibutuhkan dengan segera. Indikatornya adalah kecepatan yang

31
dilayani bila pasien membutuhkan, waktu tunggu yang pendek untuk

mendapatkan pelayanan.

d. Empati

Pemberian pelayanan secara individual penuh perhatian dan sesuai

kebutuhan/harapan pasien. Petugas mau mendengarkan keluhan,

memperhatikan dan membantu.

e. courtesy (Sikap sopan)

perilaku perawat yang sopan saat memberikan pelayanan dengan

menghargai pasien, tenaga kesehatan lain dan sesama perawat.

f. Sincerity (Kejujuran)

Kondisi kualitas perawat yang didasarkan pada kejujuran antara

pikiran dan tindakannya.

4. Klasifikasi kepuasan

Menurut Gerson (2010), untuk mengetahui tingkat kepuasan

pelanggan dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan sebagai

berikut:

a. Sangat memuaskan

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penelitian perasaan pasien

yang menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau

sebagian besar sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti

sangat bersih (untuk perasaan), sangat ramah (untuk hubungan

dengan dokter atau perawat), atau sangat cepat (untuk proses

32
administrasi), yang seluruhnya menggambarkan tingkat kualitas

pelayanan yang paling tinggi.

b. Memuaskan

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penelitian perasaan pasien

yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau

sebagian besar sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti tidak

terlalu bersih (untuk sarana), kurang ramah (untuk hubungan dengan

dokter atau perawat), atau kurang cepat (untuk proses administrasi),

yang seluruhnya menggambarkan tingkat kualitas pelayanan yang

sedang.

c. Tidak memuaskan

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penelitian perasaan pasien

rendah, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai

kebutuhan atau keinginan pasien, seperti tidak terlalu bersih (untuk

sarana), agak lambat (untuk proses administrasi) atau tidak ramah.

d. Sangat tidak memuaskan

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penelitian perasaan pasien

yang rendah, menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai

kebutuhan atau keinginan pasien, seperti tidak bersih (untuk sarana),

sangat ramah (untuk hubungan dengan dokter atau perawat), atau

lambat (untuk proses administrasi), dan tidak ramah. Hal ini

menggambarkan tingkat kualitas yang kategori paling rendah.

33
Berpedoman pada skala liker, kepuasan pasien dikategorikan

menjadi, sangat puas, puas, tidak puas, dan sangat tidak puas. Kategori

ini dapat dikuantifikasi misalnya: sangat puas bobotnya 4, puas bobotnya

3, tidak puas bobotnya 2, dan sangat tidak puas bobotnya 1.

5. Instrument dan kriteria penilaian tingkat kepuasan pasien

Instrument yang digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan pasien

adalah dengan kuesioner. Kuesioner kepuasan pasien dalam penelitian ini

terdiri dari 24 pertanyaan. Yang berisi 6 parameter kepuasan meliputi

materi caring, kolaborasi, kecepatan,empati, sikap sopan, kejujuran

(Nursalam, 2017). Masing-masing poin terdiri dari 4 respon, yaitu:

sangat puas, puas, tidak puas, dan sangat tidak puas. kuesioner ini sudah

baku, sehingga tidak perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas

(Nursalam, 2017). Instrument yang kedua adalah kuesioner kepuasan

pasien yang terdiri dari 24 pertanyaan. Masing-masing pertanyaan terdiri

dari empat respon, yaitu sangat puas, puas, tidaak puas, sangat tidak puas

(Nursalam,2017). Kuesioner terdiri dari pertanyaan favorable jika

jawaban “sangat puas” mendapat nilai 4, jika jawaban “puas” mendapat

nilai 3, jika menjawab “tidak puas” mendapat nilai 2, dan jika jawaban

“sangat tidak puas” mendapat nilai1. Sedangkan pertanyaan unfavorable

jika menjawab “sangat puas” mendapat nilai 1, jika jawaban “puas”

mendapat nilai 2, jika menjawab “tidak puas” mendapat nilai 3, dan jika

jawaban “sangat tidak puas” mendapat nilai 4.

34
Dan dikategorikan sebagai berikut (Hidayat, 2009)

Sangat puas : 76-100%

Puas : 51-75%

Tidak puas : 26-50%

Sangat tidak puas : 0-5%

C. Hubungan komunikasi terapeutik dengan kepuasan pasien

Hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien

merupakan pengalaman belajar timbal balik dan pengalaman emosional bagi

pasien. Dalam hal ini, perawat menggunakan tehnik-tehnik klinik tertentu

dalam menangani pasien.

Komunikasi yang baik dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam hal

pengobatan dan perawatan penyakitnya, serta mempunyai peranan yang

cukup besar bagi kepuasan pasien yang berobat dan dirawat, sebaliknya

komunikasi yang tidak baik akan mengurangi kepuasan pasien. Penggunaan

komunikasi terapeutik merupakan media dalam mengembangkan hubungan

antara perawat dan pasien.

35
D. Kerangka Teori

Komunikasi Terapeutik Kepuasan Pasien

Tahap-tahap komunikasi Faktor yang


terapeutik: mempengaruhi kepuasan
1. Fase prainteraksi pasien:
2. Fase orientasi 1. Kualitas.
3. Fase kerja 2. Emosional
4. Fase terminasi 3. Kinerja
(Nursalam 2017) 4. Estetika
5. Pelayanan
6. Komunikasi
7. Lokasi
(Nursalam 2017)

Gambar 2.1: Kerangka teori hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan

kepuasan pasien (Nursalam 2017).

36
E. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Komunikasi Terapeutik Kepuasan Pasien

Faktor yang mempengaruhi


kepuasan pasien:
1. Kualitas produk atau jasa.
2. Harga
3. Emosional
4. Kinerja
5. Estetika
6. Karakteristik produk
7. Pelayanan
8. Suasana
9. Fasilitas.
10. Lokasi

Keterangan :

= Yang diteliti

= Tidak Diteliti

Gambar 2.2 : Kerangka Konsep Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat

Dengan Tingkat Kepuasan Pasien (Nursalam 2017).

37
F. Hipotesis

H0: “Tidak ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan


kepuasan pasien di ruangan rawat inap kelas II dan III Rumah Sakit
Umum Daerah Wonosari Yogyakarta”.
Ha: “Ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan
pasien di ruangan rawat inap kelas II dan III Rumah Sakit Umum Daerah
Wonosari Yogyakarta”.

38
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif

dengan metode survei analitik, dengan pendekatan cross sectional yaitu

dalam penelitian antara variabel independen dan variabel dependen dilakukan

secara bersama dan pada saat yang sama (Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui hubungan antara komunikasi terapeutik perawat

dengan kepuasan pasien di ruangan rawat inap kelas II dan III RSUD

Wonosari Yogyakarta

B. Lokasi dan waktu penelitian

1. Lokasi penelitian

Lokasi dalam penelitian ini di ruangan rawat inap Rumah Sakit Umum

Daerah Wonosari Yogyakarta

2. Waktu penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan juli 2018

C. Subyek penelitian

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2016). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang

menjalaani perawatan di ruangan rawat inap kelas II dan III Rumah

39
Sakit Umum Daerah Wonosari Yogyakarta, pada bulan Februari di

dapatkan populasi sebanyak 115 orang responden.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimili oleh

populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin

mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena

keterbatasan dana, tenaga daan waktu, maka peneliti dapat menggunakan

sampel yang diambil dari populasi itu (Sugiyono, 2016). Penentuan

sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling,

yaitu merupakan cara pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan

tertentu yang telah dibuat, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang

diketahui oleh peneliti (Notoatmodjo, 2012).

Subyek yang diteliti dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi yang dapat dimasukkan atau layak diteliti sebagai

berikut (Notoatmodjo, 2012).

Kriteria Inklusi:

a. Pasien rawat inap kelas II dan III RSUD Wonosari

b. Pasien ruangan Mawar, Bakung, Kana, Cempaka

c. Pasien yang perawatan selama 2 hari

d. Bersedia menjadi responden

e. Pasien sadar GCS= E4 V5 M6

f. Koperatif

40
Kriteria Eksklusi:

a. Pasien yang perawatan kurang dari 2 hari

b. pasien dengan tindakan spesifik

c. Pasien yang berada di ruangan ICU

Jadi sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diatas

adalah sejumlah 54 orang responden.

D. Variabel penelitian

1. Variabel independen (bebas)

Variabel independen merupakan variabel yang mepengaruhi variabel

lain, artinya apabila variabel independen berubah maka akan

mengakibatkan perubahan variabel lain (Handayani dan Riyadi, 2015).

Variabel independen dalam penelitian ini adalah komunikasi terapeutik

perawat.

2. Variabel dependen (terikat)

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel

lain, artinya variabel dependen berubah akibat perubahan pada variabel

bebas (Handayani dan Riyadi, 2015). Variabel dependen dalam

penelitian ini adalah kepuasan pasien

3. Hubungan antar variabel

Hubungan antara variabel dalam penelitian ini adalah komunikasi

terapeutik perawat dengan kepuasan pasien

41
E. Definisi oprasional

Definisi oprasional merupakan definisi variabel-variabel yang akan

diteliti secara oprasional di lapangan. Definisi oprasional bermanfaat untuk

mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-

variabel yang akan diteliti serta untuk mengembangkan instrument

(Handayani dan Riyadi, 2015).

Table 3.1 Definisi oprasional hubungan antara komunikasi terapeutik

perawat dengan kepuasan pasien.

Definisi Alat
Variabel Skala Skor
oprasional ukur
Komunikasi Perawat dalam kuisioner Ordinal Kriteria
terapeutik berkomunikasi 1. Sangat
baik: 76-
yang
100%
direncanakan 2. Baik: 51-
75%
secara sadar,
3. Tidak baik:
bertujuan dan 26-50%
kegiatannya
dipusatkan untuk
kepuasan pasien.
Kepuasan Tingkat kuisioner Ordinal Kriteria
pasien kepuasan pasien 1. Sangat
puas: 76-
setelah
100%
mendapatkan 2. Puas: 51-
75%
pelayanan dari
3. Tidak puas:
pemberi 26-50%
4. Sangat
pelayanan atau
tidak puas:
hasil yang di 0-5%
rasakan di

42
bandingkan
dengan
harapanya

F. Instrumen penelitian

1. Jenis instrumen

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk

pengumpulan data (Notoatmodjo, 2012). Instrumen yang digunakan

untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan kuesioner. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner

tertutup (closed ended) yaitu pertanyaan yang sudah disediakan

jawabanya sehingga responden tinggal memilih jawaban yang sesuai

dengan pendapatnya (Nursalam, 2017). Kuesioner tersebut diisi oleh

responden dengan cara memberi tanda (√) pada table yang menjadi

pilihannya.

Instrument pertama yang digunakan dalam pengumpulan data pada

penelitian komunikasi terapeutik perawat yaitu kuesioner yang terdiri

dari 30 pertanyaan. Masing-masing pertanyaan terdiri dari dua respon,

yaitu “Ya” bila dilakukan “Tidak” bila tidak dilakukan. Kuesioner ini

sudah baku, sehingga tidak perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas

(Aspuah, 2013). Jika jawaban Ya mendapaatkan nilai 1 dan Tidak

mendapat nilai 0. Dikategorikan Sangat baik: 76-100%, Baik: 51-75%,

Tidak baik: 26-50% (Hidayat, 2009).

43
Instrument yang kedua adalah kuesioner kepuasan pasien yang

terdiri dari 24 pertanyaan. Masing-masing pertanyaan terdiri dari empat

respon, yaitu sangat puas, puas, tidaak puas, sangat tidak puas

(Nursalam,2017). Kuesioner terdiri dari pertanyaan favorable jika

jawaban “sangat puas” mendapat nilai 4, jika jawaban “puas” mendapat

nilai 3, jika menjawab “tidak puas” mendapat nilai 2, dan jika jawaban

“sangat tidak puas” mendapat nilai1. Sedangkan pertanyaan unfavorable

jika menjawab “sangat puas” mendapat nilai 1, jika jawaban “puas”

mendapat nilai 2, jika menjawab “tidak puas” mendapat nilai 3, dan jika

jawaban “sangat tidak puas” mendapat nilai 4. Dan dikategorikan Sangat

puas: 76-100%, Puas: 51-75%, Tidak puas: 26-50%, Sangat tidak puas:

0-5% (Hidayat, 2009)

2. Kisi-kisi penelitian

Table 3.2 Kisi-kisi kuesioner komunikasi terapeutik

Komunikasi
terapeutik
No Tahap-tahap Item pertanyaan Total
komunikasi
terapeutik.
1. Pra-interaksi 1,2,3,4,5 5
2. Oreantasi 6,7,8,9,10,11,12 7
3. Fase kerja 13,14,15,16,17,18,19,20 8
4. Fase terminasi 21,22,23,24,25,26,27,28,29,30 10
Total 30

44
Table 3.3Kisi-kisi kepuasan pasien
Item pertanyaan
No Tingkat kepuasan pasien
Favorable Unfavorable
1. Caring 1,3 2,4
2. Kolaborasi 5,7 6,8
3. Kecepatan 9,11 10,12
4. Empati 14,16 13,15
5. Sikap sopan 17,18 19,20
6. Kejujuran 21,22 23,24
Total 24

3. Uji validitas

Untuk menegtahui validitas suatu instrument (dalam hal ini

kuesioner) dilakukan dengan cara melakukan korelasi antara skor

masing-masing variabel dengan skor totalnya. Suatu variabel

(pernyataan) dikatakan valid bila skor variabel tersebut berkorelasi secara

signifikan dengan skor totalnya (Handayani dan Riyadin, 2015).

Instrument komunikasi terapeutik perawat dan kepuasan pasien tidak

dilakukan uji validitas karena kuesioner sudah baku. Kuesioner

komunikasi terapeutik perawat diadopsi dari penelitian yang dilakukan

oleh Aspuah 3013. Sedangkan kuesioner kepuasan pasien yang sudah

menjadi kuesioner baku yang diadopsi dari buku Nursalam 2017.

4. Uji reliabilitas

Reliabilitas artinya kesetabilan pengukuran, alat dikatakan reliabel

jika jika di gunakan berulang-ulang nilai sama. Sedangkan pertanyaan

dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terdapat pertanyaan konsisten

atau stabil dari waktu ke waktu (Handayani dan Riyadin, 2015).

45
Instrument komunikasi terapeutik perawat dan kepuasan pasien tidak

dilakukan uji reliabilitas karena kuesioner sudah baku.

G. Jenis dan tehnik pengumpulan data

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek

dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam

suatu penelitian (Sugiyono, 2016).

a. Data primer

Didapat melalui wawancara langsung dari responden dengan

menggunakan kuesioner.

b. Data sekunder

Data yang diperoleh dari catatan medik di ruangan rawat inap kelas

II dan III RSUD Wonosari Yogyakarta.

2. Tehnik pengumpulan data

Pengumpulan data kuantitatif dengan menggunakan kuesioner yang

berisi 30 pertanyaan untuk komunikasi terapeutik dan 24 pertanyaan

untuk kepuasan pasien. Kuesioner dibagikan kepada pasien yang

menjalani perawatan di ruangan rawat inap kelas II dan III di RSUD

Wonosari Yogyakarta.

H. Analisa data

1. Pengolahan data

Langkah-langkah yang diambil oleh peneliti dalam pengolahan data

antara lain:

46
a. Editing (penyuntingan data)

Dilakukan untuk meneliti atau memeriksa kembali apakah isian

dalam lembar kuesioner sudah lengkap sehingga apabila ada data

yang kurang lengkap dapat dilengkapi.

b. Coding (pengkodean)

Memberi kode untuk scoring jawaban responden sehingga

memudahkan pengolahan data.

c. Tabulating (tabulating)

Tabulating merupakan proses penyusunan data dalam bentuk table

yaitu meliputi tabel distribusi frekuensi dan table silang dengan

menggunakan bantuan program computer.

2. Analisa data

a. Analisa univaria

Analisa univaria adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui

nilai dari tiap-tiap variabel (Notoatmodjo, 2012).

Presentase dibuat dengan rumus:

Keterangan:

p = Persentase

x = Hasil objek yang diteliti (jumlah jawaban benar)

n = Jumlah seluruh objek yang diteliti

47
b. Analisa bivariat

Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diguanakan berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2012).

Untuk mencari hubungan dan menguji hipotesis antara dua variabel

dengan skala ordinal dan jumlah responden >30 digunakan uji

korelasi kendall’Tau, dengan rumus sebagai berikut.

∑ ∑
( )

Keterangan :

τ = Koefisien korelasi kendall’s Tau (˗1˂ τ ˂1)

ΣA = Jumlah ranking atas

ΣB = Jumlah ranking bawah

n = Jumlah anggota sampel

Kriteria penelitian untuk kendall’s Tau adalah jika nilai p value ˂ɑ

(0’05) maka Hο ditolak yang artinya ada hubungan yang bermakna

statistik. Jika nilai p value ˃ɑ (0’05) maka Hο diterima yang artinya

tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik.

I. Jalannya penelitian

1. Tahap persiapan

Penelitian diawali dengan pengajuan judul kepada pembimbing I

dan II, mengurus surat ijin studi pendahuluan dan mengajukan surat ijin

studi pendahuluan kepada RSUD Wonosari Yogyakarta. Selanjutnya

melakukan studi pendahuluan, penyusunan proposal, revisi proposal

48
sampai proposal disetujui lalu mengadakan ujian proposal dan revisi

setelah ujian proposal.

2. Tahap pelaksanaan

a. Peneliti mengurus surat ijin penelitian dan mengajukan surat ijin

penelitian kepada Dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu,

setelah mendapatkan ijin dari dinas penanaman modal dan pelayanan

terpadu lalu mengajukan surat ijin untuk melakukan penelitian di

RSUD Wonosari Yogyakaarta. Setelah diberikan ijin penelitian,

peneliti mulai melakukan penelitian pada tanggal 16-27 juli 2018.

Penelitian di bantu oleh asisten penelitian yaitu Sri Armitasari, Indah

Ayu Ningsi, Milda.

b. Mengambil sampel dengan kriteria yang sudah ditentukan.

c. Peneliti bertemu dengan responden untuk menjelaskan tujuan

penelitian yang akan dilakukan dan diminta kesediaan menjadi

subyek penelitain, lalu peneliti meminta responden untuk mengisi

kuesioner penelitian. Peneliti dan asisten peneliti datang seminggu

dua kali, hari pertama pada tanggal 16 juli 2018 peneliti

menggumpulkan 31 kuesioner, hari kedua pada tanggal 17 juli 2018

peneliti menggumpulkan 16 kuesioner dan hari ketiga tanggal 27

2018 peneliti menggumpulkan 7 kuesioner, hal ini di karenakan

peneliti menggunakan kriteria dalam pengambilan sampel.

49
3. Tahap penyelesaian

Setelah data penelitian terkumpul, dilakukan pengecekan apakah

semua kuesioner telah terisi oleh responden dan dilakukan pengolahan

data dengan uji statistik dengan menggunakan bantuan computer, yang

dilanjutkan dengan menyusun laporan serta seminar hasil penelitian,

perbaikan dan penjilitan hasil penelitian.

J. Etika penelitian

Etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting

dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung

dengan manusia, maka segi penelitian harus diperhatikan. Menurut

Notoatmodjo (2012), masalah etika yang harus diperhatikan antara lain:

1. Persetujuan menjadi responden (Informed consent)

Lembar persetujuan diedarkan sebelum melakukan pengumpulan data

melalui kuesioner dengan tujuan subyek mengenal maksud dan tujuan

penelitian. Subyek yang bersedia diteliti diminta menandatangani lembar

persetujuan berikut.

2. Tanpa nama (Anonimity)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan kerahasiaan dalam penggunaan penelitian dengan cara tidak

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode atau inisial pada lembar penggumpulan data yang akan

disajikan.

50
3. Kerahasiaan (Confidential)

Merupakan kerahasiaan informasi yang akan dikumpulkan dan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data yang akan dilaporkan

pada hasil penelitian. Pada penelitian ini, identitas responden dan data

tentang dirinya akan dirahasiakan dan hanya data hasil penelitian yang

akan digunakan sebagai laporan.

51
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruangan Rawat Inap Kelas II dan III

RSUD Wonosari, yang beralamat di Pedukuhan Jeruksari, Desa

Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Luas wilayah

kerja RSUD Wonosari adalah 1.485,4 km2. Secara geografis, batas-batas

wilayah kerja Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari adalah sebagai

berikut:

Sebelah Utara : Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sleman

Sebelah Timur : Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Pacitan

Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

Sebelah Barat : Kabupaten Bantul

Visi RSUD Wonosari adalah “Rumah Sakit pilihan Utama, Unggul

dalalam pelayanan, terjangkau oleh semua”. Misi RSUD Wonosari

adalah: 1) meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan

terjangkau; 2) mengoptimalkan sarana prasaranauntuk menunjang

pelayanan; 3) meningkatkan kapasitas SDM yang professional pada

bidang tugasnya’ dan 4) meningkatkan kinerja administrasidan keuangan

yang efektif dan efisien. Motto RSUD Wonosari adalah “Cepat, Bersih,

Simpatik”.

52
Terdapat tiga (3) jenis pelayanan yang langsung berhubungan

dengan kepentingan pasien: 1) Pelayanan medik, terdiri dari pelayanan

rawat jalan, rawat inap, rawat darurat, intensif, dan hemodialisa; 2)

Pelayanan penujang medik dan teknis medik, terdiri dari: palayanan

laboratorium, radiologi, elektromedik, gizi, rekam medik dan

medikolegal, dan sanitasi; serta 3) pelayanan administrasi, terdiri dari

pelayanan administrasi umum, administrasi keuangan, dan diklat.

2. Karakteristik Sampel

Berikut ini adalah karakteristik sampel penelitian yang mencakup

jenis kelamin, usia, dan pendidikan.

a. Karakteristik Jenis Kelamin Sampel Penelitian

Tabel 4.1
Karakteristik Jenis Kelamin Pasien Rawat Inap Kelas II dan III
Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Yogyakarta

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase


Laki-laki 19 35,19%
Perempuan 35 64,81%
Total 54 100,00%
Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa sampel penelitian

paling banyak adalah berjenis kelamin perempuan sebanyak 35

orang (64,81%), dan sisanya laki-laki sebanyak 19 orang (35,19%).

Hasil ini menunjukkan bahwa pasien rawat inap kelas II dan III

Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Yogyakarta adalah berjenis

kelamin perempuan.

53
b. Karakteristik Usia Sampel Penelitian

Tabel 4.2
Karakteristik Usia Pasien Rawat Inap Kelas II dan III Rumah
Sakit Umum Daerah Wonosari Yogyakarta
Usia Frekuensi Persentase
17-25 tahun 7 12,96%
26-35 tahun 13 24,07%
36-45 tahun 14 25,93%
45-55 tahun 9 16,67%
56-65 tahun 11 20,37%
Total 54 100,00%

Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa sampel penelitian

paling banyak berada dalam kelompok usia dewasa akhir sebanyak

14 orang (25,93%), dan paling sedikit berada dalam kelompok usia

remaja akhr sebanyak 7 orang (12,96%). Hasil ini menunjukkan

bahwa pasien rawat inap kelas II dan III Rumah Sakit Umum Daerah

Wonosari Yogyakarta adalah berusia dewasa akhir.

c. Karakteristik Pendidikan Sampel

Tabel 4.3
Karakteristik Pendidikan Pasien Rawat Inap Kelas II dan III
Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Yogyakarta

Pendidikan Frekuensi Persentase


SD 13 24,07%
SMP 15 27,78%
SMA 19 35,19%
Sarjana 7 12,96%
Total 54 100,00%
Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa sampel penelitian

paling banyak memiliki latar belakang pendidikan SMA sebanyak 19

orang (35,19%), dan paling sedikit memiliki latar belakang

54
pendidikan Sarjana sebanyak 7 orang (12,96%). Hasil ini

menunjukkan bahwa pasien rawat inap kelas II dan III Rumah Sakit

Umum Daerah Wonosari Yogyakarta memiliki latar belakang

pendidikan SMA.

3. Analisis Univariat

a. Komunikasi Terapeutik Perawat

Tabel 4.4
Komunikasi Terapeutik Perawat Rawat Inap Kelas II dan III
Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Yogyakarta

Komunikasi Terapeutik Perawat Frekuensi Persentase


Sangat Baik 12 22,22%
Baik 34 62,96%
Tidak Baik 8 14,81%
Total 54
100,00%
Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa sebagian besar sampel

penelitian paling banyak mengatakan komunikasi terapeutik perawat

dalam kategori baik sebanyak 34 orang (62,96%). Hasil ini

menunjukkan bahwa pasien rawat inap kelas II dan III Rumah Sakit

Umum Daerah Wonosari Yogyakarta mengatakan komunikasi

terapeutik perawat dalam kategori baik.

55
b. Kepuasan Pasien

Tabel 4.5
Kepuasan Pasien Rawat Inap Kelas II dan III Rumah Sakit
Umum Daerah Wonosari Yogyakarta

Kepuasan Pasien Frekuensi Persentase


Sangat puas 3 5,56%
Puas 40 74,07%
Tidak puas 11 20,37%
Sangat tidak puas 0 0,00%
Total 54 100,0%
Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa sampel penelitian

paling banyak mendapatkan kepuasan dalam kategori puas sebanyak

40 orang (74,07%). Hasil ini menunjukkan bahwa pasien rawat inap

kelas II dan III Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Yogyakarta

mendapatkan kepuasan dalam kategori puas.

4. Analisis Bivariat

Tabel 4.6
Tabulasi Silang Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan
Pasien Rawat Inap Kelas II dan III Rumah
Sakit Umum Daerah Wonosari Yogyakarta

Kepuasan Pasien Komunikasi Terapeutik Perawat Total %


Sangat Baik Baik Tidak Baik
N % N % N %
Sangat Puas 1 1,85 2 3,70 0 0,00 3 5,55
Puas 10 18,52 26 48,15 4 7,41 40 74,08
Tidak Puas 1 1,85 6 11,11 4 7,41 11 20,37
Sangat tidak puas 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00
Total 12 22,22 34 62,96 8 14,82 54 100,00
Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 4.6, diketahui dari 3 pasien dengan tingkat

kepuasan kategori sangat puas, terdapat paling banyak 2 pasien (3,70%)

56
yang mengatakan komunikasi terapeutik perawat dalam kategori baik.

Kemudian dari sebanyak 40 pasien dengan tingkat kepuasan kategori

puas, terdapat paling banyak 26 pasien (48,15%) yang mengatakan

komunikasi terapeutik perawat dalam kategori baik. Sedangkan dari

sebanyak 11 pasien dengan tingkat kepuasan kategori tidak puas, terdapat

paling banyak 6 pasien (11,11%) yang mengatakan komunikasi

terapeutik perawat dalam kategori baik.

Analisis hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan

kepuasan pasien rawat inap kelas II dan III Rumah Sakit Umum Daerah

Wonosari Yogyakarta diuji menggunakan rumus korelasi korelasi

Kendall Tau, dan diolah menggunakan program SPSS 20 for Windows.

Variabel bebas dan terikat penelitian dikatakan mempunyai hubungan

jika nilai pvalue ˂ α (0,05). Uji ini dilakukan untuk menguji hipotesis

dalam penelitian ini, yaitu “Ada hubungan antara komunikasi terapeutik

perawat dengan kepuasan pasien di ruangan rawat inap kelas II dan III

Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Yogyakarta”, Untuk mengetahui

hasil pengujian, maka hipotesis diubah terlebih dahulu menjadi null

hypothesis (H0) dan alternative hypothesis (Ha) yaitu sebagai berikut:

H0 : “Tidak ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan


kepuasan pasien di ruangan rawat inap kelas II dan III Rumah Sakit
Umum Daerah Wonosari Yogyakarta”.
Ha : “Ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan
kepuasan pasien di ruangan rawat inap kelas II dan III Rumah Sakit
Umum Daerah Wonosari Yogyakarta”.
Hasil analisis uji korelasi Kendall Tau pada penelitian ini adalah

sebagai berikut.

57
Tabel 4.7
Hasil Uji Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan
Kepuasan Pasien Rawat Inap Kelas II dan III Rumah Sakit Umum
Daerah Wonosari Yogyakarta

Variabel pvalue α Hasil


Komunikasi Terapeutik H0 ditolak dan
0,017 0,05
Perawat - Kepuasan Pasien Ha diterima
Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 4.7, dapat dilihat bahwa hasil uji hipotesis

menunjukkan nilai pvalue (0,017) < α (0,05), sehingga dapat dikatakan

bahwa terdapat hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat

penelitian. Berdasarkan uraian diatas maka null hypothesis (Ho)

penelitian yang berbunyi,” Tidak ada hubungan antara komunikasi

terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di ruangan rawat inap kelas II

dan III Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Yogyakarta” adalah

ditolak. Sedangkan alternative hypothesis (Ha) penelitian yang berbunyi

“Ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan

pasien di ruangan rawat inap kelas II dan III Rumah Sakit Umum Daerah

Wonosari Yogyakarta” adalah diterima, sehingga teruji kebenarannya.

B. Pembahasan

Pembahasan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan

antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di ruangan

rawat inap kelas II dan III Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Yogyakarta

adalah sebagai berikut:

1. Komunikasi Terapeutik Perawat

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa pasien

mengatakan komunikasi terapeutik perawat paling banyak dalam kategori

58
baik sebanyak 34 orang (62,96%), diikuti 12 orang (22,22%) dalam

kategori sangat baik, dan sisanya 8 orang (14,81%) dalam kategori tidak

baik, sehingga tidak terdapat pasien dalam kategori sangat tidak baik.

Hasil ini menunjukkan bahwa pasien rawat inap kelas II dan III Rumah

Sakit Umum Daerah Wonosari Yogyakarta mengatakan komunikasi

terapeutik perawat dalam kategori baik.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Kurniawan (2016) yang menyatakan bahwa terdapat 50,7% klien di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Universitas Tanjungpura yang menilai

perawat melakukan komunikasi terapeutik dengan baik. Hasil ini juga

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2013), yang

menyatakan bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik yang dilakukan

oleh perawat dari tahap oreantasi, kerja dan terminasi di ruangan rawat

inap RST. Dr. Soetarto Yogyakarta berada dalam kategori baik sebesar

50,0%.

Berdasarkan hasil penelitian, pasien menyebutkan bahwa

komunikasi terapeutik perawat yang dilakukan pada tahap pre-interaksi

berada dalam kategori baik, hal ini menunjukkan bahwa perawat

melakukan eksplorasi perasaan, harapan dan kecemasan pasien dengan

baik, memiliki kemampuan analisis yang baik pada kekuatan dan

kelemahan diri pasien. Perawat memiliki data pasien dengan baik, yang

dijadikan sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi, serta mampu

59
membuat rencana pertemuan secara tertulis dengan baik, yang akan

diimplementasikan saat bertemu dengan pasien.

Komunikasi terapeutik perawat pada tahap orientasi paling banyak

berada dalam kategori baik, yang menunjukkan bahwa perawat mampu

membina hubungan saling percaya, menunjukan sikap penerimaan dan

komunikasi terbuka, yang dilakukan dengan memberikan salam

terapeutik disertai mengulurkan tangan jabat tangan dan

memperkenalkan diri kepada pasien. Perawat juga mampu merumuskan

kontrak bersama klien untuk menjaga kelangsungan interaksi, dan

ketersediaan klien untuk berkomunikasi, membahas topik, dan lamanya

pemberian tindakan. Perawat mampu menggali perasaan dan pikiran,

serta mengidentifikasi masalah klien dengan baik, sehingga mampu

melakukan evaluasi terhadap keluhan, alasan atau kejadian yang

membuat klien meminta bantuan perawat. Berdasarkan hasil identifikasi

dan evaluasi masalah, perawat dapat merumuskan tujuan pemberian

tindakan dengan baik. Pemberian tindakan disesuaikan dengan masalah

dan kebutuhan yang dimiliki pasien.

Komunikasi terapeutik perawat pada fase kerja dilakukan dengan

sangat baik, yang menunjukkan bahwa perawat mampu mengeksplorasi

stressor dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan

menghubungkan persepsi, perasaan dan perilku pasien dengan sangat

baik. Tahap fase kerja berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan

yang telah ditetapkan oleh perawat.

60
Fase terminasi komunikasi terapeutik perawat berada dalam

kategori baik, yang menunjukkan bahwa perawat melakukan evaluasi

obyektif dan subyektif dengan baik, menyepakati tindak lanjut terhadap

ineteraksi yang telah dilakukan, dan membuat kontrak untuk pertemuan

selanjutnya.

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan atau

dirancang untuk tujuan terapi. Pendapat ini sejalan dengan Mohr, dalam

Syuryani (2014), yang menyebutkan bahwa seseorang perawat dapat

membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui

komunikasi terapeutik.

2. Kepuasan Pasien Rawat Inap

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa pasien di

ruangan rawat inap kelas II dan III RSUD Wonosari Yogyakarta

sebagian besar mengatakan puas sebanyak 40 orang (74,07%),

mengatakan tidak puas sebanyak 11 orang (20,37%), dan hanya terdapat

3 orang (5,56%) yang mengatakan sangat puas.

Berdasarkan hasil penelitian diatas juga, masih terdapat beberapa

responden yang merasa tidak puas hal tersebut disebabkan oleh beberapa

factor antara lain yang mempengaruhi kepuasan pasien diantaranya

karakteristik produk rumah sakit, harga merupakan aspek penting, namun

yang terpenting dalam penentuan kualitas produk atau jasa rumah sakit

untuk mencapai kepuasan pasien, kecepatan dalam pelayanan, lokasi

61
letak rumah sakit, kelengkapan fasilitas juga menentukan penilaian

kepuasan pasien.

Menurut asumsi peneliti RSUD Wonosari Yogyakarta sudah

melakukan pelayanan yang baik terutama pada perawat ke pasien,

sehingga pasien sebagian besar merasa puas dengan pelayanan yang ada

di rumah sakit tersebut, hal tersebut pada saat peneliti menanyakan

kinerja terutama komunikasi terapeutik, sebagian besar mengatakan

bahwa perawat dalam pelayanan sangat ramah dan sopan pada pasien

sehingga membuat pasien merasa puas.

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti

(2013), yang menyatakan bahwa gambaran kepuasan pasien dalam

pelaksanaan komunikasi terapeutik selama dirawat di ruangan rawat inap

RST. Dr. Soetarto Yogyakarta berada dalam kategori puas sebesar

54,0%.

Teori kepuasan pasien merupakan salah satu indikator penilaian

antara harapan pasien terhadap pelayanan kesehatan dengan kinerja yang

dilakukan oleh perawat dalam melakukan pelayanan kesehatan. Jika

kinerja sesuai dengan harapan, pasien akan sangat puas, dan cenderung

akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap harga, serta memberi

komentar yang baik terhadap pelayanan kesehatan rumah sakit.

62
3. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien
Rawat Inap Kelas II dan III Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari
Yogyakarta

Hasil tabulasi silang antara komunikasi terapeutik perawat dengan

kepuasan pasien menunjukkan bahwa dari 3 pasien dengan tingkat

kepuasan kategori sangat puas, terdapat paling banyak 2 pasien (3,70%)

yang mengatakan komunikasi terapeutik perawat dalam kategori baik,

dan sisanya 1 pasien (1,85%) dalam kategori sangat baik. Dari sebanyak

40 pasien (74,07%) dengan tingkat kepuasan kategori puas, terdapat

paling banyak 26 pasien (48,15%) yang mengatakan komunikasi

terapeutik perawat dalam kategori baik, diikuti 10 pasien (18,52%) dalam

kategori sangat baik, dan sisanya 4 pasien (7,41%) dalam kategori tidak

baik. Sedangkan dari sebanyak 11 pasien dengan tingkat kepuasan

kategori tidak puas, terdapat paling banyak 6 pasien (11,11%) yang

mengatakan komunikasi terapeutik perawat dalam kategori baik, dan

sisanya 1 pasien (1,85%) dalam kategori sangat baik.

Berdasarkan uji hubungan menggunakan uji korelasi korelasi

Kendall Tau, didapatkan hasil nilai pvalue (0,017) < α (0,05). Hasil ini

menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang berbunyi “Ada hubungan

antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di ruangan

rawat inap kelas II dan III Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari

Yogyakarta” adalah diterima. Hubungan yang dapat terjadi adalah jika

pasien mendapatkan komunikasi terapeutik yang baik dengan perawat,

maka pasien cenderung akan merasa puas dengan pelayanan yang

63
diberikan oleh perawat. Pasien yang merasa puas dengan pelayanan

kesehatan cenderung akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap

harga, serta memberi komentar yang baik terhadap pelayanan kesehatan

rumah sakit.

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ariasti

(2016), yang menyatakan bahwa ada hubungan antara komunikasi

terapeutik perawat dengan tingkat kepuasan pasien di Bangsal Tjan

Timur Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru berdasarkan nilai pvalue (0,000) <

α (0,05). Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Aswad (2015), yang

menyatakan bahwa terdapat hubungan komunikasi terapeutik perawat

dengan kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. H Chasan

Boesoirie Ternate berdasarkan nilai pvalue (0,000) < α (0,05).

Hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan

pasien dapat terjadi ketika perawat memberikan pelayanan komunikasi

terapeutik yang optimal dan kinerja perawat yang cepat dalam mengatasi

masalah pasien. Pasien merasakan kepuasan diri atas pelayanan perawat

yang diberikan dan mengurangi beban perasaan pasien, dalam kondisi

sakit masalah kesehatannya dapat ditangani dengan cepat untuk

mencapai kesembuhan. Hal ini sejalan dengan Suryani (2014), yang

menyatakan bahwa komunikasi terapeutik bertujuan untuk

mengembangkan pribadi klien ke arah yang lebih positif atau adaptif.

Untuk mencapai tujuan pelaksanaan komunikasi terapeutik,

dilakukan tindakan dengan beberapa prinsip: 1) saling menguntungkan

64
antara perawat dengan pasien; 2) perawat dapat menghargai pasien

dengan karakteristik berbeda-beda; 3) perawat dan pasien harus saling

percaya (Ridhyalla, 2015). Dengan mengikuti kaidah komunikasi

terapeutik, maka diharapkan pelaksanaan pelayanan kesehatan yang

dilakukan oleh perawat mampu memenuhi harapan pasien, sehingga

pasien mendapatkan kepuasan, dan dapat memberikan efek positif

terhadap pelayanan kesehatan rumah sakit.

C. Keterbatasan Penelitian

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini tidak sempurnah

karena masih terdapat kelemahan dan keterbatasan dalam penelitian ini

adalah masih terdapat responden yang masih kurang memahami isi kuesioner

tentang kepuasan pasien, sehingga penulis perlu melakukan pendampingan

kepada responden.

65
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan yang terdapat pada

bab sebelumnya, peneliti dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat pada pasien di ruangan

rawat inap kelas II dan III Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari

Yogyakarta berada dalam kategori baik sebesar 62,96%.

2. Tingkat kepuasan pasien yang menjalani rawat inap di ruangan rawat

inap kelas II dan III Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Yogyakarta

berada dalam kategori puas sebesar 74,07%.

3. Ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan

pasien di ruangan rawat inap kelas II dan III Rumah Sakit Umum Daerah

Wonosari Yogyakarta berdasarkan nilai pvalue (0,017) < α (0,05).

B. Saran

1. Bagi Direktur RSUD Wonosari Yogyakarta

Direktur RSUD Wonosari Yogyakarta diharapkan dapat

menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan referensi gambaran

ketrampilan perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik,

sehingga dapat dilakukan pembuatan kebijakan untuk meningkatkan

kepuasan pasien.

66
2. Bagi ilmu keperawatan

Ilmu keperawatan diharapkan dapat menjadikan hasil penelitian ini

sebagai dasar dan referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan

terapan mengenai komunikasi terapeutik.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menjadikan hasil penelitian

ini sebagai referensi dalam melakukan penelitian atau pengamatan

tentang komunikasi terapeutik dengan kepuasan pasien

67
DAFTAR PUSTAKA

Aditama. (2010). Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Yogyakarta : EGC

Akbar, Sidin Dan Pasinringi. 2013. Gambaran Kepuasan Pasien Terhadap


Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat Di Instalasi Rawat Inap
Rsud Labuang Baji Makssar Tahun 2013. Jurnal Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin.

Alemu, et al. (2014). Change In In-Patient Satisfaction With Nursing Care And
Communication At Debre Markos Hospital, Amhara Region, Ethiopia.
American journal of health research, 2(4), 171-176.

Afnuhazi, Ridhyalla 2014. Komunikasi terapeutik dalam keperawatan jiwa.


Gosyen Publishing, Jakarta.

Ariasti, (2016), Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat


Kepuasan Pasien di Bangsal Tjan Timur Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru
(The Correlation Therapeutic Communication with Patient Satisfaction
Level in Tjan Timur Ward Dr. Oen Solo Baru Hospital) IJMS – Indonesian
Journal On Medical Science – Volume 3

Aspuah, (2013). Kumpulan Kuesioner dan Instrumen Penelitian Kesehatan.


Yogyakarta: Nuha Medika

Asmuji. (2012). Manajemen keperawatan: konsep dan aplikasi. Yogyakarta: Ar-


Ruzz Media

Astuti, (2013), Hubungan pelaksanaan komunikasi terapeutik dalam keperawatan


dengan kepuasan pasien diruangan rawat inap RST.Dr.Soetarto
Yogyakarta.

Azwar. (2010). Pengaruh krisis ekonomi terhadap pelayanan kesehatan


masyarakat. Journal kesehatan MKMI XXX. (1), 13-16. Jakarta

Bolla, I. (2008). Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat


Dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Melati RSUD
Subang. Stikes Jendral Achmad Yani Cimahi. Hal 1 – 6

Budiarto, (2012). Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat.


Jakarta.

Dzomeku, et, al. (2013). In-patient satisfaction with nursing care: a case study at
kwame nkrumah university of science and technology hospital.
International journal of research in medical and health sciences.

68
Gerson. (2010). Pengantar keperawatan profesional. Jakarta: EGC

Handayani dan Riyadi, (2015). Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah Bidang
Kesehatan. Yogyakarta.

Hidayat, (2009). Metode Penelitian Dan Tehnik Analisa Data. Jakarta : Salemba
Medika

Kurniawan, (2016), Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Berdasarkan


Persepsi Klien Terhadap Tingkat Kepuasan Klien Di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Universitas Tanjungpura.

Kusumo. 2017. Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Kepuasan


Pasien Di Rawat Jalan Rsud Jogja Vol 6 (1): 72-81. UMY: Jurnal
Medicolegal Dan Manajemen Rumah Sakit.

Machfoedz, (2015). Bio Statistika. Yogyakarta.

Misi, Zulpahiyana, Sofyan. 2016. Komunikasi Terapeutik Perawat Berhubungan


Dengan Kepuasan Pasien Vol. 4 No. 1 Hal 30-34. Jurnal Ners Dan
Kebidanan Indonesia (JNKI).

Negi, Kaur, Singh, Pugazhendi. 2017. Quality Of Nursing Patient Therapeutic


Communication And Overall Patient Satisfaction During Their
Hospitalization Stay Vol. 6 Issue 4. International Journal Of Medical
Science And Public Health.

Ndambuki. (2013). The level of patients’ satisfaction and perception on quality of


nursing services in the renal unit, kenyatta national hospital nairobi, kenya.
Open journal of nursing. 3: 186-194.

Notoatmodjo S, (2012). Metododologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka


Cipta.

Nursalam. (2017). Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik


Keperawatan Profesional. Edisi Kelima. Salemba Medika. Jakarta.

Prasad & George. 2014. Effectiveness Of Structured Teaching Module On


Therapeutic Communication Among Staff Nurses Volume 3 Issue 2 Ver
I(May-Apr). Iosr Journal Of Nursing And Health Science (IOSR-JNHS).

Putra. 2013. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan


Pasien Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel
Abidin Vol. 1 No. 1. Jurnal Ilmu Keperawatan.

69
Pohan. (2010). Komunikasi terapeutik dalam praktik keperawatan. Bandung:
Refika Aditama
Radtke, K. (2013). Improving patient satisfaction with nursing communication
using bedside shift report.

Ridhyallah, (2015). Komunikasih Terapiutik dalam Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta.

Rismalinda dan Prasetyo, (2016). Komunikasih dan Konseling. Jakarta.

Rorie, Pondag & Hamel. (2014). Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat


dengan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Irina A Rsup Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado. Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Sam
Ratulangi Manado. Hal 1 – 7.

Sugiyono, (2016). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Suryani, (2014). Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan. Bandung:


PT Refika Adiatma.

Santika, (2015), Hubungan Indeks Massa Tubuh (Imt) Dan Umur Terhadap Daya
Tahan Umum (Kardiovaskuler) Mahasiswa Putra Semester Ii Kelas A
Fakultas Pendidikan Olahraga Dan Kesehatan Ikip Pgri Bali Tahun 2014
Jurnal Pendidikan Kesehatan Rekreasi Volume 1 : Hal. 42 – 47, Juni 2015.

Yas & Mohammed. 2016. Assessment Of Nursing Knowledge About Therapeutic


Communication In Psychiatric Teaching Hospitals At Baghdad City Vol. 6
No. 2 May-Auguest. Kufa Journal For Nursing Sciences

70
LAMPIRAN

71
Lampiran 1

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tanggan di bawah ini:

Nama :

Tempat tanggal lahir :

Alamat :

Dengan ini memberi kesediaan bapak/ibu/saudara(i) untuk menjadi


responden dalam penelitian saya yang berjudul “HUBUNGAN KOMUNIKASI
TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN DI RUANG
RAWAT INAP KELAS II DAN III RSUD WONOSARI YOGYAKARTA”

Saya menjamin bahwa penelitian ini tidak akan berakibat negativ dan saya
akan menjamin semua kerahasiaan jawaban yang saudara berikan. Atas kesediaan
saya ucapkan terima kasih.

Yogyakarta, September

2018

Penulis

Nita purnamasari

72
Lampiran 2

LEMBAR KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tanggan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Mengatakan bersedia menjadi responden pada penelitian “HUBUNGAN


KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN KEPUASAN
PASIEN DI RUANG RAWAT INAP KELAS II DAN III RSUD
WONOSARI YOGYAKARTA”

Saya memahami bahwa penelitian ini tidak berakibat negativ, oleh karena

itu saya bersedia menjadi responden pada penelitian ini.

Yogyakarta, September

2018

Responden

(……………………)

73
KUESIONER

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN


KEPUASAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP KELAS II
DAN III RSUD WONOSARI YOGYAKARTA

A. Identitas Responden No. Responden : ……

Inisial nama : ...........................................................................

Umur : ...........................................................................

Pekerjaan : ...........................................................................

Pendidikan : ...........................................................................

B. Komunikasi terapeutik

Pilih jawaban yang sesuai menurut anda dan berikan tanda check (√), pada

kolom yang telah disediakan. “Ya” bila dilakukan “Tidak” bila tidak

dilakukan.

No Pernyataan Ya Tidak

A. Pra-interaksi
1. Sebelum berinteraksi dengan pasien, perawat
mengetahui nama dan umur pasien.
2. Ketika bertemu dengan pasien, perawat tersenyum
sambil mengucapkan salam kepada pasien
3. Perawat memperkenalkan diri saat pertama kali
bertemu dengan pasien.
4. Perawat menanyakan nama panggilan yang
disukai pasien dengan ramah.
5. Perawat menyebut nama pasien saat interaksi

74
dengan pasien.
B. Oreantasi
6. Perawat menjelaskan tanggung jawabnya kepada
pasien.
7. Perawat menjelaskan perannya kepada pasien
sebelum melakukan tindakan.
8. Perawat menjelaskan tindakan keperawatan atau
kegiatan yang akan dilakukan kepada pasien.
9. Perawat menyampaikan tujuan yang akan
dilakukan kepada pasien.
10. Perawat menjelaskan cara kerja atau prosedur
tindakan yang akan dilakukan kepada pasien.
11. Perawat memberitahu kepada pasien lamanya
tindakan yang akan dilakukan.
12. Perawat memberi kesempatan kepada pasien
untuk bertanya.
C. Fase kerja
13. Perawat menanyakan keluhan utama pasien
sebelum tindakan.
14. Perawat tanggap terhadap keluhan yang
disampaikan pasien selama interaksi.
15. Perawat tetap menjaga privasi pasien selama
melaksanakan tindakan.
16. Perawat memulai kegiatan atau tindakan dengan
cara yang baik.
17. Perawat meminta kerjasama pasien selama
prosedur tindakan yang dilakukan.
18. Perawat memperhatikan respon pasien selama
melakukan tindakan.
19. Perawat memberitahu pasien bahwa tindakan

75
sudah selesai dilakukan.
20. Perawat memberitahu pasien hasil tindakan yang
telah dilakukan.
D. Fase terminasi
21. Perawat menanyakan perasaan pasien setelah
tilakukan tindakan.
22. Perawat menberitahu pasien tentang apa yang
boleh atau tidak boleh dilakukan pasien
sehubungan dengan penyakitnya.
23. Perawat memberikan pujian disaat pasien dapat
berkerja sama selama tindakan dilakukan.
24. Perawat memberi kesepakatan dengan pasien
untuk kegiatan berikutnya setelah interaksi
(tempat, waktu, dan kegiatan).
25. Perawat mengucapkan terima kasih kepada pasien
atas kerjasamanya yang baik.
26. Perawat mengahiri pertemuan atau interaksi
dengan pasein dengan cara yang baik.
27. Perawat mendengarkan dengan baik saat pasien
mengungkapkan perasaan atau keluhannya.
28. Perawat tetep mempertahankan kontak mata
ketika berkomunikasi dengan pasien.
29. Selama komunikasi dengan pasien, perawat
menunjukan sikap terbuka dengan tidak melipat
tangan saat interaksi.
30. Pada saat berkomunikasi, perawat berhadapan
dengan pasien atau memposisikan sejajar dengan
pasien.

76
C. Kepuasan pasien

Pilih jawaban yang sesuai menurut anda dan berikan tanda check (√), pada

kolom yang tersedia.

Jawaban

No Daftar Pernyataan Sangat


Sangat Tidak
Puas Tidak
Puas Puas
Puas
A. Caring (perhatian)
1. Perawat selalu memperatikan
keluhan pasien.
2. Perawat kurang tanggap bila
pasien membutuhkan.
3. Perawat selalu memberikan
perhatian pada pasien.
4. Perawat sulit dihubungi saat
dibutuhkan.
B. Kolaborasi
5. Perawat memberikan dorongan
atau motivasi pada masalah
pasien.
6. Perawat kurang melibatkan
keluarga dalam menyelesaikan
masalah.
7. Perawat selalu berkonsultasi
dengan teman sejawat seperti
perawat lain, dokter dalam
menyelesaikan masalah.
8. Perawat tidak menerima masukan
atau pendapat dari pihak keluarga
pasien.
C. Kecepatan
9. Perawat memberikan pelayanan
sesuai dengan kebutuhan yang
diinginkan oleh pasien.
10. Perawat bersikap acuh saat
pasien mengeluhkan masalah
yang dirasakan.

77
Jawaban

No Daftar Pernyataan Sangat


Sangat Tidak
Puas Tidak
Puas Puas
Puas
11. Perawat membantu menyediakan
pelayanan yang dibutuhkan
dengan segera.
12. Pasien dan keluarga selalu
menunggu lama untuk
mendapatkan pelayanan.
D. Empati
13. Saat pasien bicara tentang
keluhan yang dirasakan, perawat
mendengarkan sambil menulis.
14. Perawat memberikan pelayanan
dengan hati-hati dan
professional.
15. Perawat menjelaskan tentang
yang dialami pasien dengan
menyinggung hati pasien.
16. Perawat menjelaskan tentang
tindakan yang akan dilakukan
dengan jelas.
E. Courtesy (sikap sopan)
17. Perawat bersikap sopan saat
memberikan pelayanan.
18. Perawat menghargai pendapat
pasien untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi.
19. Perawat terkadang membedakan
pasien antara yang kaya dan yang
miskin.
20. Perawat tidak memberikan
kesempatan pasien untuk
berbicara.
F. Sincereity (kejujuran)
21. Perawat selalu jujur
menceritakan tenteng
perkembangan penyakit pasien.

78
Jawaban

No Daftar Pernyataan Sangat


Sangat Tidak
Puas Tidak
Puas Puas
Puas
22. Perawat bertanggung jawab
terhadap tindakan yang
dilakukan.
23. Perawat kurang menjaga
kerahasian pasie, yaitu perawat
sering bercerita kepada orang
lain tentang kondisi penyakit
pasien.
24. perawat tidak pernah meminta
persetujuan pada pasien setiap
kali melakukan tindaka.

79
80
81
82
83
84
ANALISIS DATA
A. Karakteristik Responden
Umur

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid remaja akhir 7 13.0 13.0 13.0
dewasa awal 13 24.1 24.1 37.0
dewasa akhir 14 25.9 25.9 63.0
lansia awal 9 16.7 16.7 79.6
lansia akhir 11 20.4 20.4 100.0
Total 54 100.0 100.0

Pendidi kan

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 13 24.1 24.1 24.1
SMP 15 27.8 27.8 51.9
SMA 19 35.2 35.2 87.0
Perguruan Tinggi 7 13.0 13.0 100.0
Total 54 100.0 100.0

B. Analisis Univariat
Komunikasi Terapeuti k

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat baik 12 22.2 22.2 22.2
baik 34 63.0 63.0 85.2
tidak baik 8 14.8 14.8 100.0
Total 54 100.0 100.0

Kepuasan Pasien

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat puas 3 5.6 5.6 5.6
puas 40 74.1 74.1 79.6
tidak puas 11 20.4 20.4 100.0
Total 54 100.0 100.0

85
C. Analisis Bivariat
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Komunikasi Terapeutik
54 100.0% 0 .0% 54 100.0%
* Kepuasan Pasien

Komunikasi Terapeuti k * Kepuasan Pasien Crosstabulation

Kepuasan Pasien
sangat puas puas tidak puas Total
Komunikasi sangat baik Count 1 10 1 12
Terapeutik % of Total 1.9% 18.5% 1.9% 22.2%
baik Count 2 26 6 34
% of Total 3.7% 48.1% 11.1% 63.0%
tidak baik Count 0 4 4 8
% of Total .0% 7.4% 7.4% 14.8%
Total Count 3 40 11 54
% of Total 5.6% 74.1% 20.4% 100.0%

Correlati ons

Komunikasi Kepuasan
Terapeutik Pasien
Kendall's tau_b Komunikasi Correlation Coef f icient 1.000 .236*
Terapeutik Sig. (2-tailed) . .017
N 54 54
Kepuasan Correlation Coef f icient .236* 1.000
Pasien Sig. (2-tailed) .017 .
N 54 54
*. Correlation is signif icant at the 0.05 lev el (2-t ailed).

86
DOKUMENTASI PENELITIAN

87
88
89

Anda mungkin juga menyukai