PENGKAJIAN FISIK
Oleh
Nuri Hatika 162310101131
Ubaidillah Ustman 162310101149
Nabila Cindy Anggraeni 162310101165
Maida Krismonica 162310101182
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 2
1.3 Tujuan ..................................................................................... 2
..........................................................................................................
BAB 2. KONSEP DASAR ........................................................................... 3
2.1 Pengertian Sistem Saraf......................................................... 3
2.2 Anatomi Fisiologis Sistem Saraf............................................ 3
BAB 3. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ................................. 9
3.1 Definisi ...................................................................................... 9
3.2 Tujuan ...................................................................................... 9
3.3 Indikasi ..................................................................................... 10
3.4 Kontraindikasi ......................................................................... 10
3.5 Persiapan Perawat................................................................... 10
3.6 Persiapan Pasien....................................................................... 10
3.7 Persiapan Alat dan Bahan ...................................................... 10
3.8 Tahap Kerja ............................................................................. 11
3.9 Evaluasi .................................................................................... 21
3.10 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan ........................................ 22
3.11 Kerangka Standar Operasional Prosedur .......................... 22
BAB 4. PENUTUP ....................................................................................... 29
4.1 Kesimpulan .............................................................................. 29
4.2 Saran ......................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 30
iii
iv
BAB 1 PENDAHULUAN
Salah satu masalah kesehatan yang dialami klien yaitu masalah kesehatan
yang berkaitan dengan gangguan system persyarafan. Untuk itu perawat harus
dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas pada klien dengan
memulai langkah awal yaitu melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan
system persyarafan.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sistem saraf ?
2. Bagaimana anatomi fisiologis dari sistem saraf ?
3. Bagaimana Strandart Operasional Prosedur pemeriksaan fisik sistem
saraf ?
1.3 Tujuan
Agar mengetahui strandart operasional prosedur pemeriksaann fisik sistem
saraf dan mengetahui bagaimana cara pemeriksaan fisik sistem persarafan
tersebut .
2
BAB 2. KONSEP DASAR
3
1. Serebrum
Sereberum atau otak besar mempunyai dua belahan yaitu hemisfer kiri dan
hemisfer kanan yang dihubungkan oleh massa substansia alba ``yang disebut
korpus kollosum. Serebrum(telensefalon) terdiri dari korteks serebri, basal ganglia
dan rheniensefalon.
a. Korteks Serebri
Korteks serebri adalah lapisan permukaan hemisfer yang disusun
oleh substansia grisea. Beberapa daerah tertentu dari korteks serebri telah
diketahui memiliki fungsi spesifik. Brodmann (1909) membagi korteks
serebri menjadi 47 area berdasarkan struktur selular.
b. Basal Ganglia
Basal ganglia terdiri dari beberapa kumpulan substansia grisea
yang padat yang terbentuk dalam hubungan yang erat dengan dasar
ventrikulus lateralis. Ganglia basalis merupakan nuklei subkortikalis yang
berasal dari telensefalon. Pada gerakan lambat dan mantap basal ganglia
akan aktif, sedangkan pada gerakan cepat dan tiba-tiba basal ganglia tidak
aktif. Basal ganglia sudah mulai aktif sebelum gerakan dimulai, berperan
dalam penataan dan perencanaan gerakan yaitu dalam proses konversi
pikiran menjadi gerakan volunter. Kerusakan ganglia basalis pada manusia
menimbulkan gangguan fungsi motorik yaitu hiperkinetik (terjadinya
gerakan-gerakan abnormal yang berlebihan) dan hipokinetik
(berkurangnya gerakan, misalnya kekakuan) (Syaifuddin, 2011)
c. Rinensefalon
Sistem limbik (lobus limbic atau rinensefalon) merupakan bagian
otak yang terdiri atas jaringan alo-korteks yang melingkar sekeliling hilus
hemisferserebri serta berbagaai struktur lain yang lebih dalam
yaitu aminglada, hipokampus dan nuclei septal. Rinensefalon berperan
dalam fungsi penghidu, perilaku , makan dan bersama dengan hipotalamus
berfungsi dlam perilaku seksual, emosi takut, marah dan motivasi
(Syaifuddin, 2011)
4
a) Korteks motorik primer (area 4, 6, 8) mengontrol gerakan volunter otot dan
tulang pada sisi tubuh kontralateral. Impulsnya berjalan melalui akson-akson
dalam traktus kortikobulber dan kortikospinal, menuju nuclei saraf-saraf
serebrospinal. Proyeksi motori dari berbagai bagian tubuh terutama daerah
kaki terletak diatas, sedangkan daerah wajah bilateral terletak dibawah. Lesi
area 4 akan mengakibatkan paralisis kontralateral dari kumpulan otot yang
disarafi. Lesi area 6 dan 8 pada perangsangan akan timbul gerakan mata dan
kepala.
b) Korteks sensorik primer (area 3, 4, 5) penerima sensasi umum (area
somestesia); menerima serabut saraf yaitu radiasi yang membawa impuls
sensoris dari kulit, otot sendi dan tendo di sisi kontralateral. Lesi didaerah ini
dapat menimbulkan gangguan sensasi pada sisi tubuh kontralateral; dan
terdapat homunculus sensorik yaitu menggambarkan luas daerah proyeksi
sensorik dari bagian-bagian tubuh di sisi tubuh kontraleteral.
c) Korteks visual (area 17) terletak dilobus oksipitalis pada fisura kalkarina; lesi
iritatif menimbulkan halusinasi visual; lesi destruktif menimbulkan gangguan
lapangan pandang; dan menerima impuls dari radio-optika.
d) Korteks auditorik primer (area 41) terletak pada tranvers temporal girus di
dasar visura lateralis serebri. Menerima impuls dari radiasioauditorik yang
berasal dari korpus genikulatum medialis. Lesi area ini hanya menimbulkan
ketulian ringan kecuali bila lesinya bilateral.
e) Area penghidu (area reseptif olfaktorius) terletak di daerah yang berdekatan
dengan girus parahipotalamus lobus temporalis. Kerusakan jalur olfaktorius
menimbulkan anosmia (tidak bisa menghidu). Lesi iritasi menimbulkan
halusinasi olfaktorius. Pada keadaan ini penderita dapat menghidu bau yang
aneh atau mengecap rasa yang aneh.
f) Area asosiasi, korteks yang mempunyai hubungan dengan area
sensorik maupun motorik, dihubungkan oleh serabut asosiasi. Pada manusia
terdapat tiga daerah asosiasi penting, yaitu daerah frontal (di depan korteks
motorik), daerah temporal (antara girus temporalis superior dan korteks limbik)
dan daerah parieto-oksifital (antara korteks somatetik dan korteks vosual.
Kerusakan daerah sosiasi akan menimbulkan gangguan dengan gejala yang
5
sesuai dengan tempat kerusakan. Misalnya, pada area 5 dan 7 akan
menimbulkan astereognosis (tidak mengenali bentuk benda, yang diletakkan di
tangan dengan mata tertutup) karena area ini merupakan pusat asosiasi sensasi
(indra) kulit.
1. Serebelum
Serebelum (otak kecil) terletak dalam fosa kranial posterior, dibawah
tentorium serebelum bagian posterior dari pons varoli dan medulla
oblongata. Serebelum berfungsi sebagai pusat koordinasi untuk
mempertahankan keseimbangan dan tonus otot. Serebelum diperlukan
untuk mempertahankan postur dan keseimbangan saat berjalan dan berlari
(Syaifuddin, 2011).
2. Batang otak
Batang otak terdiri dari: a) Diesenfalon yaitu bagian otak paling atas
terdapat diantara serebelum dengan mesenfalon, b) Mesensefalon yaitu
bagian otak yang terletak diantara pons varoli dan hemisfer serebri, c)
Pons varoli terletak didepan serebelum diantara otak tengah dan medula
oblongata, d) Medula oblongata merupakan bagian otak paling bawah
yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Fungsi dari
batang otak yang utama adalah sebagai pengatur pusat pernafasan dan
pengatur gerakan refleks dari tubuh.
3. Medula Spinalis
Medula spinalis dan batang otak membentuk struktur kontinu yang keluar
dari hemisfer serebral dan bertugas sebagai penghubung otak dan saraf
perifer. Panjangnya rata-rata 45 cm dan menipis pada jari-jari. Fungsi
medula spinalis sebagai pusat saraf mengintegrasikan sinyal sensoris yang
datang mengaktifkan keluaran motorik secara langsung tanpa campur
tangan otak (fungsi ini terlihat pada kerja refleks spinal, untuk melindungi
tubuh dari bahaya dan menjaga pemeliharaan tubuh) dan sebagai pusat
perantara antara susunan saraf tepi dan otak (susunan saraf pusat), semua
komando motorik volunter dari otak ke otot-otot tubuh yang
6
dikomunikasikan terlebih dahulu pada pusat motorik spinal. Pusat motorik
spinal akan memproses sinyal sebagaimana mestinya sebelum
mengirimkannya ke otot. Sinyal sensoris dari reseptor perifer ke pusat otak
harus terlebih dahulu dikomunikasikan ke pusat sensorik di medula
spinalis. Medula spinalis berfungsi untuk mengadakan komunikasi antara
otak dan semua bagian tubuh serta berperan dalam gerak refleks, denyut
jantung, pengatur tekanan darah, pernafasan, menelan, muntah dan berisi
pusat pengontrolan yang penting (Setiadi, 2007) .
Susunan saraf perifer atau susunan saraf tepi merupakan penghubung susunan
saraf pusat dengan reseptor sensorik dan efektor motorik (otot dan kelenjar).
Serabut saraf perifer berhubungan dengan otak dan korda spinalis. Serabut saraf
perifer terdiri dari 12 pasang saraf cranial dan 31 pasang saraf spinal. Setiap saraf
spinal adalah gabungan dari serabut motorik somatik, sensorik somatik dan
otonom. Sistem saraf tepi dibagi menjadi dua berdasarkan cara kerjanya, yaitu:
7
1. Saraf Simpatis
Saraf simpatis terletak di dalam kornu lateralis medula spinalis servikal
VIII sampai lumbal I. Sistem saraf simpatis berfungsi membantu proses
kedaruratan. Stres fisik maupun emosional akan menyebabkan peningkatan
impuls simpatis. Tubuh siap untuk berespon fight or flight jika ada ancaman.
Pelepasan simpatis yang meningkat sama seperti ketika tubuh disuntikkan
adrenalin. Oleh karena itu, stadium sistem saraf adrenergik kadang-kadang
dipakai jika menunjukkan kondisi seperti pada sistem saraf simpatis (Batticaca,
2008).
2. Saraf Parasimpatis
Fungsi saraf parasimpatis adalah sebagai pengontrol dominan untuk
kebanyakan efektor visceral dalam waktu lama. Selama keadaan diam, kondisi
tanpa stres, impuls dari serabut-serabut parasimpatis (kolenergik) menonjol.
Serabut-serabut sistem parasimpatis terletak di dua area, yaitu batang otak dan
segmen spinal di bawah L2. Karena lokasi serabut-serabut tersebut, saraf
parasimpatis menghubungkan area kraniosakral, sedangkan saraf simpatis
menghubungkan area torakalumbal dari sistem saraf autonom. Parasimpatis
kranial muncul dari mesenfalon dan medula oblongata. Serabut dari sel-sel pada
mesenfalon berjalan dengan saraf okulomotorius ketiga menuju ganglia siliaris,
yang memiliki serabut postganglion yang berhubungan dengan sistem simpatis
lain yang mengontrol bagian posisi yang berlawanan dengan mempertahankan
kesimbangan antara keduanya pada satu waktu (Batticaca, 2008).
8
BAB 3 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
9
3.3 Indikasi
Pasien yang mengalami gangguan sistem persarafan.
10
3.8 Tahap Kerja
3.8.1 Tingkat kesadaran
Tiap pasien neurologis observasi tingkat kesdaran amatlah penting dengan
pemeriksaan ini dapat mengungkapkan penyebab terjadinya koma, perhatikan
suatu berbaring apakah tenang atau santai disertai dengan menguap ini
menandakan penurunan kesadaran yang dalam. Makin keras rangsangan yang
diberikan untuk mendapatkan jawaban kesadaran pasien semakin dalam.
Evaluasi tingkat kesadaran secara sederhana dapat dibagi atas :
a. Kualitatif
1. komposmentis : Kesadaran baik (penuh) sempurna baik waktu,
orang dan tempat.
2. Apatis : perhatian berkurang
3. Somnolen : kesadaran mengantuk, kesadaran dapat pulih
kembali fscorebila dirangsang pasien mudah
dibangunkan, mampu memberi jawaban,
menangkis rangsangan nyeri.
4. Sopor / Stupor : kantuk yang dalam pasien dapat dibangunkan
dengan rangsangan yang kuat, kemuadian pasien
tertidur atau kesadaran turun lagi.
5. Soparokomatus : keadaaan ini tidak ada respon verbal, haya reflek
pupil dan kornea masih baik.
6. Coma : Tidak ada respon sama sekali
b. Kuantitatif
Untuk mengikuti perkembangan tingkat kesadaran pasien secara
akurat dapat digunakan berdasarkan skala dari Glasgow yaitu dikenal
dengan istilah GCS (Glasgow Skala). Skala ini meliputi respon 3 area
khusus yaitu membuka mata, respon verbal dan motorik.
Adapun aspek yang dinilai dalam GCS adalah :
1. membuka mata (E) dengan skor maksimal : 4
2. Respon verbal (V) dengan skor maksimal : 5
3. Respon motorik (M) dengan skor maksimal : 6
Jadi keseluruhan skor untuk ketiga aspek yang dinilai adalah 15.
11
Dari ketiga aspek yang dinilai kemudian diinterpretasikan sesuai dengan
skor yang didapat yaitu bila skor 15 pasien dengan kesadaran penuh (waktu,
tempat, orang )
1. Respon membuka mata
Spontan :4
Dipanggil atas perintah :3
Dengan rangsangan nyeri (Supra orbita) :2
Tidak ada reaksi :1
2. Respons verbal
Orientasi baik (waktu , orang dan tepat ) :5
Disorientasi :4
Bisa bicara, kata-kata jelas, tidak menyambung :3
Hanya suara mengerang :2
Tidak ada jawaban :1
3. Respons Motorik
Mengikuti perintah :6
Mengikuti lokasi nyeri :5
Reaksi menghindar :4
Reaksi fleksi :3
Reaksi ekstensi :2
Tidak ada respon terhdap nyeri :1
12
C : Dekortikasi (respon pasien adalah lengan fleksi dan aduksi kearah dada
sedangkan tungkai keadaan ekstensi, menndakan adanya lesi diatas
mesenfalon).
D : Deserebrasi ( respon pasien adalah lengan kedaan ekstensi, aduksi dan
endorotasi, sedangkan tungkai keadaan ekstensi hal ini menandakan
lesi batang otak atas )
E : Lembek tidak ada respon nyeri sama sekali .
13
b. Posisi Pasien
Posisi dalam keadaan berbaring, bisa duduk dengan mata terpejam
bisa menutup dengan jari tangan tanpa menekan bola mata.
Pasien dalam keadaan santai, tidak boleh tegang, bagian tubuh yang
diperiksa harus bebas dari pakaian
c. Caranya adalah:
Menstimuli atau memberikan rangsangan pada pasien harus sesering
mugkin, jangan memberi tekanan pada jaringan subcutan, pasien hanya
diminta untuk menyataknan YA atau TIDAK, bila merasakan atau tdak
merasakan adanya rangsangan dan juga minta pasien untuk menyatakan
tempat serta bagian tubuh mana yang dirangsang
Caranya adalah:
1. Pasien dapat duduk dengan tungkai menjutai atas berbaring, dan dapat
pula lutut dan sebagian tungkai bagian bawah pasien bertumpu pada kursi
dan jari kakinya menjulur keluar.
2. Pada dasarnya pemeriksaan sedikit menegangkan tendo Achiles dengan
cara menahan ujung kaki kea rah dorsofleksi.
14
3. Tendo achiles dipukul dengan cepat tapi ringan dengan hammer gerakan
bertumpu pada pergelangan tangan pemeriksa.
4. Reaksinya akan muncul gerakan fleksi kaki yang menyentak, pusat ada S1
dan S2.
Caranya adalah :
Caranya :
15
1. Getarkan garputala terlebih dahulu dengan memukulkan ujungnya
pada benda yang padat atau keras.
2. Kemudian pangkal garputala segera ditempelkan pada bagian tubuh
yang akan diuji.
Hasilnya :
Caranya :
16
saarf motoric (efferen) untuk dipersepsikan diotak kemudian timbul respon gerak
spontan yang disebut dengan efektor.
Pemeriksaan reefleks pada kasus neurologis, meliputi reflex fisiologis
maupun reflex pathologis. Adapun dasar pemeriksaan reflex:
1. Alat yang digunakan disebut reflex hammer.
2. Pasien pada waktu diperiksa harus dalam posisi yang nyaman dan santai,
bagian tubuh yang akan diperiksa harus selemas-lemasnya, sehingga gerakan
otot dpat muncul secara optimal.
3. Rangsangan gharus diberikan secara cepat dan langsung, kerasnya pukulan
harus dalaam batas ambang
4. Otot yang diperiksa harus dalam kondisi sedikit kontraksi
17
Otot triceps akan kontraksi dan sedikit menyentak, gerakan ini
dapat dilihat sekaligus dirasakan oleh lengan pemeriksa yang
menopang lengan pasien
Muskulus triceps dipelihara oleh nervus radialis
18
menggunakan reflex hammer, sambil menggunakan
hentakan reflex quadriceps.
Bila pasien tidak mampu duduk, dapat dalam posisi
berbaring.
b. Pemeriksaan reflex Akciless
5. Pasien dapat duduk dengan tungkai menjutai atas berbaring, dan dapat
pula lutut dan sebagian tungkai bagian bawah pasien bertumpu pada kursi
dan jari kakinya menjulur keluar.
6. Pada dasarnya pemeriksaan sedikit menegangkan tendo Achiles dengan
cara menahan ujung kaki kea rah dorsofleksi.
7. Tendo achiles dipukul dengan cepat tapi ringan dengan hammer gerakan
bertumpu pada pergelangan tangan pemeriksa.
8. Reaksinya akan muncul gerakan fleksi kaki yang menyentak, pusat ada S1
dan S2.
19
Refleks ini dibangkitkan dengan jalan menggores atau menyentu bagian
medial paha pasien, maka akan terlihat scrotum montraksi, jika hasil tidak ada
kontraksi berrti negatif menandakan adanya lesi tractus piramidalis, refleks ini
negatif pada usia tua atau lanjut, dan menderita hydrokel, epidedimitis, lengkung
refleks melalui L1 dan L2.
a. Refleks babinzki
Caranya adalah pasien berbaring lurus kedua kaki ekstensi, pegang
pergelangan kaki pasien yang satu, kaki satunya lakukan goresan memakai
benda yang agak lancip tidak tajam, seperti pulpen, pada telapak kaki
bagian lateral muli dari tumit menuju pangkal jari kaki pasien, jika
didapatkan dorsofleksi ibu jari dan mekar jari kaki yang lain disebut
refleks babinzki positif, berarti ada lesi di tractus piramidalis.
20
Kaku kuduk merupakan gejala yang sering dijumpai pada kelainan
rangsangan ; Selaput otak baik menengitis maupun encephalitis.Caranya adalah
Tangan pemeriksa ditempatkan didaerah bawah dagu dan kepala pasien yang
sedang posisi tidur berbaring, tangan yang lain diletakkan didada pasien untuk
menahan kemudian kepala pasien dipleksikan kedepan sampai dagu menyentuh
dada.
b. Tanda Lasque
c. Tanda Kernig :
Caranya adalah : berbaring lurus, kemudian tangan pemeriksa yang non dominan
di letakkan dibawah kepala pasien dan tangan satunya yang dominan diletakkan di
dada pasien, kemudia kepala pasien ditekuk kedepan sampai dagu menyentuh
dada, bila terdapat fleksi kedua kaki pasien maka tanda brudzinski positif
Caranya adalah : pasien berbaring lurus salah satu kaki difleksikan pada
persendian panggul dan tungkai yang satunya tetap ekstensi, bila tungkai
yang satu ikut terfleksi maka tanda brudzunski II positif atau brudzunski
kontra lateral leg sign positif.
3.9 Evaluasi
Setelah melakukan pemeriksaan fisik, klien dikembalikan pada posisi yang
nyaman, jelaskan kesimpulan dari pemeriksaan fisik, jika ditemukan kelainan
didiskusikan dengan tim medis . Tahap akhir adalah pendokumentasian . Catat
dengan teliti dan sistematis, dapat dimengerti oleh setiap anggota tim kesehatan .
21
3.10 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Pemeriksaan Fisik :
a. Selalu minta kesediaan/ ijin pada pasien untuk setiap pemeriksaan
b. Jagalah privasi klien.
c. Pemeriksaan harus seksama dan sistematis.
d. Jelaskan apa yang akan dilakukan sebelum pemeriksaan (tujuan,
kegunaan, cara dan bagian yang akan diperiksa).
e. Beri instruksi spesifik yang jelas.
f. Berbicaralah yang komunikatif.
g. Ajaklah pasien untuk bekerja sama dalam pemeriksaan.
h. Perhatikan ekspresi/bahasa non verbal dari pasien.
No Komponen
I. Persiapan Alat :
1. Reflek Hamer yang berisi jarum tajam dan tumpul
2. Tabung berisi air hangat dan dingin
3. Kapas halus
22
sensasi.
6. Demikian juga untuk sensasi suhu ambil tabung berisi air dingin
maupun panas, sentuhkan bagian tubuh klien, meminta klien untuk
mempersesikan apa yang dirasakan apakah ada perbedaan sensasi.
7. Mencatat hasil pemeriksaan.
8. Mengatur posisi klien senyaman mungkin.
9. Perawat mencuci tangan
V. Tahap Terminasi :
1. Evaluasi respons klien.
2. Simpulkan hasil kegiatan.
3. Pemberian pesan-pesan b/p.
4. Kontrak selanjutnya b/p.
VI. Sikap
1. Sabar.
2. Sopan.
3. Hati-hati.
23
Fungsi Reflek Quadricef
No. Komponen
I. Persiapan Alat :
1. Reflek Hamer
2. Alat pelindung diri : yas, masker (bila perlu)
V. Tahap Terminasi :
1. Evaluasi respons klien.
2. Simpulkan hasil kegiatan.
3. Pemberian pesan-pesan b/p.
4. Kontrak selanjutnya b/p.
VI. Sikap
1. Sabar.
2. Sopan.
3. Hati-hati.
24
Pemeriksaan Laseque
No. Komponen
I. Persiapan Alat :
1. Alat tulis : pensil/bulpen, buku catatan.
2. Alat pelindung diri : yas, masker (bila perlu)
V. Tahap Terminasi :
1. Evaluasi respons klien.
2. Simpulkan hasil kegiatan.
3. Pemberian pesan-pesan b/p.
4. Kontrak selanjutnya b/p.
VI. Sikap
1. Sabar.
2. Sopan.
3. Hati-hati.
VII. Dokumentasi
25
Pemeriksaan Tanda Kernig
No. Komponen
I. Persiapan Alat :
1. Alat tulis : pensil/bulpen, buku catatan.
2. Alat pelindung diri : yas, masker (bila perlu)
V. Tahap Terminasi :
1. Evaluasi respons klien.
2. Simpulkan hasil kegiatan.
3. Pemberian pesan-pesan b/p.
4. Kontrak selanjutnya b/p.
VI. Sikap
1. Sabar.
2. Sopan.
3. Hati-hati.
VII. Dokumentasi
26
Pemeriksaan Brudzinski Neck Sign
No. Komponen
I. Persiapan Alat :
1. Alat tulis : pensil/bulpen, buku catatan.
2. Alat pelindung diri : yas, masker (bila perlu)
V. Tahap Terminasi :
1. Evaluasi respons klien.
2. Simpulkan hasil kegiatan.
3. Pemberian pesan-pesan b/p.
4. Kontrak selanjutnya b/p.
VI. Sikap
1. Sabar.
2. Sopan.
3. Hati-hati.
VII. Dokumentasi
27
Pemeriksaan Babinzki
No Komponen
I. Persiapan Alat:
1. Reflex Hamer atau pencil / pulpen
2. Alat Pelindung diri : yas, Masker (bila perlu)
V. Tahap Terminasi:
1. Evaluasi respon klien
2. Simpulkan hasil kegiatan
3. Pemberian pesan-pesan b/p
4. Kontrak selanjutnya b/p
VI. Sikap:
1. Sabar
2. Sopan
3. Hati-hati
VII. Dokumentasi
28
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sistem saraf merupakan jaringan yang sangat penting dan berpengaruh
terhadap organ lainnya. Pemeriksaan neurologik merupakan suatu proses yang
dibutuhkan bagi tenaga kesehatan untuk mendiagnosa kondisi kesehatan
neurologis pasien. Tujuan pemeriksaan fisik yaitu mengetahui sistem persyarafan,
mengetahui status kesehatan neurologis pasien, sebagai alat untuk menegakkan
diagnosa.
4.2 Saran
Sistem saraf sangat berpengaruh terhadao segala sistem yang ada dalam
tubuh manusia. Hampir semua penyakit berhubungandengan sistem saraf, oleh
karena itu disarankan bagi para pembaca untuk mendeteksi secara dini kondisi
kesehatannya dan dilakukan pemeriksaan fisik khususnya neurologic.
29
DAFTAR PUSTAKA
Setiadi. (2007). Anatomi Dan Fisiologi Tubuh Manusia, Jakarta: Graha Ilmu.
30