Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN OPEN NEPROLITHOTOMY

DI RUANG INSTALANSI BEDAH SENTRAL


RSUD ULIN BANJARMASIN

Disusun Oleh:
Nor Atia
NIM: 11194692110114

UNIVERSITAS SARI MULIA BANJARMASIN


FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2021
LEMBAR PERSETUJUAN
JUDUL KASUS : Penyakit Open Neprolithotomy
NAMA MAHASISWA : Nor Atia
NIM : 11194692110114

Banjarmasin, …………………….
Menyetujui,
RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Profesi Ners
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

………………………………… ………………………………
NIK. NIK.
LEMBAR PERSETUJUAN
JUDUL KASUS : Penyakit Open Neprolithotomy
NAMA MAHASISWA : Nor Atia
NIM : 11194692110114

Banjarmasin, …………………….
Menyetujui,
RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Profesi Ners
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

………………………………… ………………………………
NIK. NIK.

Mengetahui,
Ketua Jurusan Program Studi Profesi Ners

Mohammad Basit, S.Kep.,Ns.,MM


NIK.1166102012053
Tinjauan Pustaka

A. Anatomi dan Fisiologi


Sistem kemih (urinearia) adalah suatu sistem tempat terjadinya proses

penyaringan darah dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan

menyerap zatzat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat- zat yang

tidak di pergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa

urine (air kemih).20Sistem kemih terdiri atas saluran kemih atas

(sepasang ginjal dan ureter), dan saluran kemih bawah (satu saluran

kemih dan uretra).

a. Saluran Kemih Atas

1) Ginjal

Dalam keadaan normal, manusia memiliki 2 ginjal. Ginjal

merupakan organ yang berbentuk seperti kacang berwarna merah

tua, panjangnya sekitar 12,5 cm dan tebalnya sekitar 2,5 cm


(kurang lebih sebesar kepalan tangan). Ginjal adalah organ yang

berfungsi sebagai penyaring darah yang terletak di bagian

belakang kavum abdominalis di belakang peritoneum melekat

langsung pada dinding belakang abdomen. Setiap ginjal memiliki

ureter, yang mengalirkan air kemih dari pelvis renalis (bagian ginjal

yang merupakan pusat pengumpulan air kemih) ke dalam saluran

kemih. Setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron.21 Selama 24 jam

dapat menyaring darah 170 liter.20 Fungsi yang lainnya adalah

ginjal dapat menyaring limbah metabolik, menyaring kelebihan

natrium dan air dari darah, membantu mengatur tekanan darah,

pengaturan vitamin D dan Kalsium. Ginjal mengatur komposisi

kimia dari lingkungan dalam melalui suatu proses majemuk yang

melibatkan filtrasi, absorpsi aktif, absorpsi pasif, dan sekresi.

Filtrasi terjadi dalam glomerulus, tempat ultra filtrate dari plasma

darah terbentuk. Tubulus nefron, terutama tubulus kontortus

proksimal berfungsi mengabsorpsi dari substansisubstansi yang

berguna bagi metabolisme tubuh, sehingga dengan demikian

memelihara homeostatis lingkungan dalam. Dengan cara ini

makhluk hidup terutama manusia mengatur air, cairan intraseluler,

dan keseimbangan osmostiknya. Gangguan fungsi ginjal akibat

BSK pada dasarnya akibat obstruksi dan infeksi sekunder.

Obstruksi menyebabkan perubahan struktur dan fungsi pada

traktus urinearius dan dapat berakibat disfungsi atau insufisiensi

ginjal akibat kerusakan dari paremkim ginjal.

2) Ureter

Ureter merupakan saluran kecil yang menghubungkan antara

ginjal dengan saluran kemih (vesica urinearia), dengan panjang ±


25-30 cm, dengan penampang ± 0,5 cm.20 Saluran ini menyempit

di tiga tempat yaitu di titik asal ureter pada pelvis ginjal, di titik saat

melewati pinggiran pelvis, dan di titik pertemuannya dengan

kendung kemih. Lapisan dinding ureter terdiri dari dinding luar

berupa jaringan ikat (jaringan fibrosa), lapisan tengah terdiri dari

lapisan otot polos, lapisan sebelah dalam merupakan lapisan

mukosa. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan

peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih

masuk ke dalam saluran kemih (vesica urinearia). Setiap ureter

akan masuk ke dalam saluran kemih melalui suatu sfingter.

Sfingter adalah suatu struktur muskuler (berotot) yang dapat

membuka dan menutup sehingga dapat mengatur kapan air kemih

bisa lewat menuju ke dalam saluran kemih. Air kemih yang secara

teratur tersebut mengalir dari ureter akan di tampung dan

terkumpul di dalam saluran kemih.


b. Saluran Kemih Bawah

1) Saluran Kemih

Saluran kemih merupakan kantong muscular yang bagian

dalamnya dilapisi oleh membran mukosa dan terletak di depan

organ pelvis lainnya sebagai tempat menampung air kemih yang

dibuang dari ginjal melalui ureter yang merupakan hasil buangan

penyaringan darah. Dalam menampung air kemih saluran kemih

mempunyai kapasitas maksimal yaitu untuk volume orang dewasa

lebih kurang adalah 30-450 ml. Saluran kemih bersifat elastis,

sehingga dapat mengembang dan mengkerut. Ketika kosong atau

setengah terdistensi, saluran kemih terletak pada pelvis dan ketika

lebih dari setengah terdistensi maka saluran kemih akan berada

pada abdomen di atas pubis. Dimana ukurannya secara bertahap

membesar ketika sedang menampung jumlah air kemih yang

secara teratur bertambah. Apabila saluran kemih telah penuh,

maka akan dikirim sinyal ke otak dan menyampaikan pesan untuk

berkemih. Selama berkemih, sfingter lainnya yang terletak diantara

saluran kemih dan uretra akan membuka dan akan diteruskan

keluar melalui uretra. Pada saat itu, secara bersamaan dinding

saluran kemih berkontrasksi yang menyebabkan terjadinya

tekanan sehingga dapat membantu mendorong air kemih keluar

menuju uretra.

2) Uretra

Saluran kemih (uretra) merupakan saluran sempit yang

berpangkal pada saluran kemih yang berfungsi menyalurkan air

kemih keluar. Pada laki-laki uretra berjalan berkelok-kelok melalui


tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang

menembus tulang pubis ke bagian penis panjangnya ± 20 cm.

Uretra pada lakilaki terdiri dari uretra prostatika, uretra

membranosa, dan uretra kavernosa. Uretra prostatika merupakan

saluran terlebar dengan panjang 3 cm, dengan bentuk seperti

kumparan yang bagian tengahnya lebih luas dan makin ke bawah

makin dangkal kemudian bergabung dengan uretra membranosa.

Uretra membranosa merupakan saluran yang paling pendek dan

paling dangkal. Uretra kavernosa merupakan saluran terpanjang

dari uretra dengan panjang kira-kira 15 cm. Pada wanita, uretra

terletak di belakang simfisis pubis berjalan miring sedikit kearah

atas, panjangnya ± 3-4 cm. Muara uretra pada wanita terletak di

sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini

hanya sebagai saluran ekskresi. Uretra wanita jauh lebih pendek

daripada uretra laki-laki.

B. Pengertian
Nefrolitotomi yaitu salah satu teknik bedah urologi dengan melakukan
insisi pada ginjal untuk mengangkat batu”. (Smeltzer, S.C.,dan Bare,
B.G., alih bahasa : Kuncara H.Y., dkk, 2016:1466)
Nefrolitotomi adalah pembedahan terbuka untuk mengambil batu pada
saluran ginjal”. (Purnomo, Basuki.B., 2017 : 65)
        Dua pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Nefrolitotomi
adalah tindakan bedah urologi dengan melakukan insisi pada ginjal untuk
mengeluarkan batu pada saluran ginjal.
       Berdasarkan pengertian-pengertian diatas bahwa gagal ginjal kronik
ec nefrolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri adalah suatu kondisi
dimana terjadi penurunan fungsi ginjal diakibatkan oleh batu yang
terbentuk pada tubuli ginjal atau berada di kaliks, infundibulum, pelvis
ginjal dan bahkan bisa mengisi seluruh pelvis serta kaliks ginjal yang
menyebabkan obstruksi pada saluran kemih. Tindakan untuk  mengatasi
hal tersebut dilakukan nefrolitotomi yaitu mengangkat batu yang berada
pada saluran ginjal.
C. Etiologi
         Menurut Purnomo, Basuki.B., 2017 : 57, terbentuknya batu ginjal
diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan
metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain
yang masih belum terungkap. Secara epidemiologis  terdapat beberapa
faktor yang mempermudah terjadinya batu ginjal (nefrolithiasis) pada
seseorang, yaitu :  
1) Faktor Intrinsik :
a) Herediter
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya
b) Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
c) Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan
2) Faktor Ekstrinsik :
a) Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu ginjal
lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai
daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika
selatan hampir tidak dijumpai.
b) Iklim dan temperatur
c) Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu ginjal.
d) Diet
Diet banyak purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
batu ginjal
e) Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktifitas atausedentary life.
D. Klasifikasi
Komposisi kimia yang tersaluran dalam batu ginjal dan saluran
kemih dapat diketahui dengan menggunakan analisis kimia khusus untuk
mengetahui adanya kalsium, magnesium, amonium, karbonat, fosfat,
asam urat oksalat, dan sistin.
a. Batu kalsium
Terdiri dari batu kalsium okslat dan kalsium fosfat (merupakan jenis
batu ginjal yang paling umum). Disebabkan karena terlalu banyaknya
okslat dalam urin atau disebut hiperkalsuria. Urin memiliki berbagai
limbah di dalamnya, jika terlalu banyak limbah dalam cairan yang
terlalu sedikit, kristal dapat mulai terbentuk. Kristal-kristal ini dapat
mulai menempel ke kalsium ketika urin di produksi oleh ginjal dan
membentuk massa padar yaitu batu ginjal.
b. Batu asam urat
Tidak berkaitan dengan hiperurokosuria tetapi karena
penurunan kelarutan asam urat karena pH urin yang rendah. Batu
urat terbentuk dengan mekanisme kelebihan produksi, peningkatan
sekresi tubular, atau penurunan reabsorbsi tubular. Hasil asam urat
sebagai produk akhir yang relatif tidak larut adari metabolisme purin.
Konsentrasi asam urat dalam plasma tergantung pada konsumsi
makanan, sintetis de novo purin, dan eliminasi asam urat oleh ginjal
dan usus.
c. Batu struvit
Campuran magnesium, amonium fosfat dan apatit karbonat yang
terbentuk ketika saluran kemih terinfeksi mikroorganisme yang
memiliki enzim urease seperti golongan proteus, providencia,
klebsiella, psuedommas, dan enterococci.
d. Batu sistin
Ditemukan pada pasien dengan kelainan bawaan pada
transfortasi asam amino pada ginjal dan usus yang menyebabkan
peningkatan ekskresi lisin, ornithin, sistin, dan arginin karena
gangguan reabsorbsi di nefron. Batu terbentuk karena terbatasnya
kelarutan sistin. Kelarutan sistin lebih tinggi dalam urin alkali, berkisar
175-360 mg/L di urin pada pH lebih dari 7.0. tujuan menjaga
konsentrasi sistin dibawah 240 mg/L pada pH urin 7.0 untuk menjaga
kelarutan.
E. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang dapat ditemukan dan dirasakan pada
pasien Nefrolitotomi yaitu :
a. Nyeri
Nyeri mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan
kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltic otot polos
sistem kalises ataupunn ureter meningkat dalam usaha
untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih.
b. Batu di ginjal dapat menimbulkan obstruksi dan infeksi.
c. Hematuria yang disebabkan akibat trauma mukosa saluran
kemih karena batu.
d. Demam
e. Perubahan dalam Buang air kecil dan warna urin
Apabila ginjal manusia mengalami gangguan maka akan
terjadi gangguan pada pembentukan urin,baik dari
warna,bau dan karakterisitiknya.
f. Tubuh mengalami pembengkakan
Ketika ginjal gagal untuk melakukan fungsinya, yakni
mengeluarkan cairan atau toksin dalam tubuh , maka tubuh
akan dipenuhi cairan yang mengakibatkan pembengkakan
terhadap  beberapa bagian tubuh, diantaranya di bagian
kaki, pergelangan kaki, wajah dan atau tangan.
g. Tubuh cepat lelah / kelelahan
h. Bau Mulut / ammonia breath
i. Gangguan gastrointestinal: Rasa Mual dan Ingin Muntah .
F. Patofisiologi
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi
dan infeksi saluran kemih. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih
dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, poineprosis, urosepsis, dan
kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal). 75% dari batu ginjal adalah
batu kalsum. 60% tersusun dari kalsium okslat, 20% dari campuran
kalsium okslat dan hydroxyapatie, 10% dari asam urat dan struvite
(magnesium ammonium fosfat) dan 2% adalah batu brushite.
Mekanisme pembentukan batu ginjal atau saluran kemih tidak
diketahui secara pasti, akan tetapi beberapa buku menyebutkan
proses terjadinya batu dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Adanya presipitasi garam-garam yang larut dalam air seni,
dimana apabila air seni jenuh akan terjadi pengendapan.
b. Adanya inti (nidus). Misalnya adanya infeksi kemudian terjadi
tukak, dimana tukak ini menjadi pembentukan batu, sebagai
tempat menempelnya partikel-partikel batu pada inti tersebut.
c. Perubahan pH atau adanya koloid lain di dalam air seni akan
menetralkan muatan dan menyebabkan terjadinya
pengendapan.
Terbentuknya batu bisa disebabkan ileh berbagai macam
mekanisme. Supersaturasi yang berlebihan adalah penyebab
terbentuknya batu asam urat atau batu sistin, sementara batu infeksi
disebabkan oleh metabolism bakteri. Sementara batu yang paling
sering, yaitu batu yang mengandung kalsium, masih belum
sepenuhnya dimengerti penyebabnya.
Terbentuk atau tidaknya batu juga ditentukan oleh adanya
keseimbangan antra zat pembentukan batu dan inhibitor. Beberapa
inhibitor batu antara lain ion magnesium yang dapat menghambat
pembentukan batu karena jika berikatan dengan okslat, membentuk
garam magnesium okslat sehingga jumlah okslat yang akan berikatan
dengan kalsium akan menurun.
PATHWAY

Nefrolithotomi

Pre Op Intra Op Post Op

Kecemasan Efek posisi lateral Penurunan kesadaran

Gelisah Luka operasi


Pernafasan
Resiko aspirasi

Tidak nyaman Peningkatan sekresi


Nyeri
paru Obstruksi jalan nafas

Ansietas Pola nafas Bersihnya


tidak efektif jalan nafas
tidak efektif

Pendarahan

Defisit volume cairan

Syok hipovolemik

Herdman TH. 2018


G. Komplikasi
Jika batu dibiarkan dapat menjadi sarang kuman yang dapat

menimbulkan infeksi saluran kemih, pylonetritis, yang pada akhirnya

merusak ginjal, kemudian timbul gagal ginjal dengan segala

akibatnya yang jauh lebih parah.

H. Penatalaksanaan Medis
a. Medikamentosa
Ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5
mm, karna diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi
yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri,
memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum,
dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar
dari saluran kemih.
b. ESWL ( Extracorporeal Shockwae Lithotripsy)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan
pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat
memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-
buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan.
Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga
mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang
pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan
nyeri kolik dan hematuria.
c. Endourologi
Tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu
saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat
yang dimasukkan langsung kedalam saluran kemih. Alat itu
dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit
(perkutan). Proses  pemecahan batu dapat dilakukan secara
mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi
gelombang suara, atau dengan energi laser. Beberapa
tindakan endourologi yaitu :
1) PNL ( Percutaneous Nephro Litholapaxy)
Usaha mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran
ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke
sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi
fragmen-fragmen kecil.
2) Litotripsi
Memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukkan alat pemecah batu ke dalam buli-buli.
Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik.
3) Ureteroskopi atau ureto-renoskopi
Memasukkan alat utereskopi per-uretram guna melihat
keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan
memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam
ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui
tuntutan uteroskopi/uterorenoskopi ini.
4) Ektraksi dormia
Mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui
alat keranjang Dormia.
d. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu
saluran kemih saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak
dipakai untuk mengambil batu ureter.
e. Bedah terbuka
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah
pielolitotomi atau nefrolitotomi unutk mengambil batu pada
saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak
jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau
pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi
dan berisi nanah (pionefrosis), korteks sudah sangat tipis,
atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih
yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun.
i. Penatalaksanaan Persiapan Operasi

1. Pre Operatif
Penatalaksanaan keperawatan pre operasi adalah lebih
kepada bagaimana menjelaskan kepada pasien dan
keluarga mengenai prosedur operasi, bagaimana mengatasi
cemas sebelum operasi.
2. Post Operatif
Penatalaksanaan pos operasi adalah mengajarkan pasien
bagaimana melatih pernafasan dan batuk yang baik dan
benar untuk mengurangi rasa nyeri. Berkolaborasi dengan
tenaga medis dalam pemberian antemetik untuk mencegah
terjadinya muntah yang berhubungan dengan mengurangi
sakit yang ditimbulkan oleh tegangnya otot-otot perut.
Melakukan perawatan luka post operasi untuk mencegah
terjadinya
I. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Keluhhan utama
Biasanya keluhan utama klien merasakan nyeri,
akut/kronik dan kolik yang menyebar ke paha dan
genetelia. Yang dimana keluhan yang paling dirasakan
oleh oasien itu sendiri adalah terjadi penurunan produksi
miksi
2) Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien yang menderita penyakit batu ginjal,
pernah menderita penyakit infeksi saluran kemih. Riwayat
terpapar toksin, obat nefrotik dengan penggunaan
berulang, riwayat tes diagnostik dengan kontras
radiografik.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Tidak adanya anggota keluarga yang memiliki riwayat
ginjal.
4) Riwayat kesehatan sekarang
Tidak bisa BAK (produksi sedikit), sering BAK pada
malam hari, kelemahan otot atau tanpa keluhan lainnya.
b. Pengkajian fisik
1) Keadaan umum : klien tampak sakit sedang, nyeri
dibagian punggung bawah hingga pangkal paha dan
gangguan dalam berkomunikasi.
2) Kesadaran : apatis
Eye : 3
Verbal : 4
Motorik : 5
3) Tanda-tanda vital :
Nadi : 60-100 x/menit
Respirasi : 16-2 0x/menit
Suhu tubuh : 37 derajat c
Tekanan darah : 100-120 / 10-80 mmHg
4) Pemeriksaan fisik head to toe
a) Kepala
Inspeksi : bentuk bulat, tidak ada lesi, distribusi
rambut baik, warna rambut hitam
b) Mata
Inspeksi : strabismus, konjungtiva tidak anemis
c) Telinga
Inspeksi : simetris kanan dan kiri, terlihat sedikit
serumen, tidak ada lesi.
d) Hidung
Inspeksi : tidak ada polip ataupun lesi.
e) Mulut
Inspeksi : bau mulut (ammonia breath), tidak ada
lesi, terkadang timbul stomatitis.
f) Leher
Inspeksi dan palpasi : tidak ada pembesaran kelenjat
tiroid dan vena jugularis.
g) Dada
Ispeksi : bentuk dada normal, pergerakan dada
simetris.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, ekspansi paru
simetris saat inspirasi dan ekspirasi.
Perkusi : suara resonan.
Auskultasi : tidak ada bunyi wheezing
h) Abdomen
Inspeksi : tidak ada lesi
Auskultasi : terdengar bising usus
Perkusi : tidak terdapat massa abdomen, bunyi
timpani.
Palpasi : sedikit mengertas dan adanya nyeri tekan
pada perut bagian bawah
i) Ekstremitas atas
Inspeksi : pergerakan tangan kanan dan kiri baik,
ROM baik.
j) Ekstremitas bawah
Inspeksi : pergerakan tangan kanan dan kiri baik,
ROM aktif.
k) Genetalia
Inspeksi : penyebaran rambut pubis merata,
kebersihan baik.

1. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Ansietas ( pre oprasi ) (D.0080)
Definisi Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu
terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat
antisipasi bahaya yang memungkinkan individu
melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
Batasan 1. Data Mayor :
Karakteristik Subjektif : Merasa bingung, merasa khawatir
dengan akibat dari kondisi yang dihadapi,
sulit berkonsentrasi
Objektif : Tampak gelisah, tampak tegang,
Sulit tidur
2. Data Minor :
Subjektif : Mengeluh pusing, Anoreksia,
Palpitasi, Merasa tidak berdaya.
Objektif : Frekuensi napas meningkat,
Frekuensi nadi meningkat, Tekanan darah
meningkat. Diaforesis, Tremor, Muka tampak
pucat, Suara bergetar, Kontak mata buruk,
Sering berkemih, Berorientasi pada masa
lalu.
Faktor yang kurang terpapar informasi
berhubunga
n

Pola nafas tidak efektif ( intra oprasi ) (D.0009)


Definisi Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan
ventilasi adekuat
Batasan 1. Data Mayor :
Karakteristik Subjektif: Dispnea
Objektif : Penggunaan otot bantu pernapasan
Parshall, Fase ekspirasi memanjang, Pola
napas abnormal (mis. takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes)
2. Data minor
Subjektif :Ortopnea
Objektif : Pernapasan pursed-lip 1,
Pernapasan cuping hidung, Diameter thoraks
anterior-posterior meningkat, Ventilasi
semenit menurun, Kapasitas vital menurun,
Tekanan ekspirasi menurun, Tekanan
inspirasi menurun, Ekskursi dada berubah.
Faktor yang ekspansi paru menurun
berhubungan

Bersihan jalan nafas tidak efektif ( post oprasi ) (D.0149)


Definisi Ketidakmampi\uan membersihkanskret atau
obstruksi jalan nafas untuk mempertahankanjalan
nafas tetap paten.
Batasan 1. Data Mayor :
Karakteristik Objektif : Dispnea
batuk tidak efektif,mengi,wheezing dan
rongki kering
2. Data minor
Subjektif :dispnea,sulit berbicara
Objektif :gelisah,sianosis,bunyi nafas
menurun pola nafas berubah.
Faktor yang Efek agen farmakologi
berhubungan

Nyeri akut (D.0077)

Definisi Pengalaman sensorik atau emosional yang


berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan
Batasan 1. Data mayor :
Karakteristik Subjektif : Mengeluh nyeri
Objektif : Tampak meringis, bersikap
protektif (mis: waspada, posisi mengindar
nyeri), Gelisah, Frekuensi nadi meningkat
dan sulit tidur.
2. Data minor
Subjektif : (tidak tersedia)
Objektif : Tekanan darah meningkat, pola
nafas berubah, nafsu makan menurun,
proses berpikir terganggu, menarik diri,
berfokus pada diri sendiri dan diaphoresis
Faktor yang Agen cedera fisik
berhubunga
n
Nyeri akut (D.0077)

Definisi Pengalaman sensorik atau emosional yang


berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan
Batasan 3. Data mayor :
Karakteristik Subjektif : Mengeluh nyeri
Objektif : Tampak meringis, bersikap
protektif (mis: waspada, posisi mengindar
nyeri), Gelisah, Frekuensi nadi meningkat
dan sulit tidur.
4. Data minor
Subjektif : (tidak tersedia)
Objektif : Tekanan darah meningkat, pola
nafas berubah, nafsu makan menurun,
proses berpikir terganggu, menarik diri,
berfokus pada diri sendiri dan diaphoresis
Faktor yang Agen cedera fisik
berhubunga
n
2. Perencanaan
No Dx Tujuan &
Intervensi
. Keperawatan Kriteria Hasil
1. Nyeri akut Tingkat nyeri Manajemen nyeri (I.08238)
berhubungan (L.08066) Observasi
dengan agen Setelah 1. Identifikasi lokasi,
cedera fisik dilakukan karekteristik, durasi,
(D.0077) frekuensi, kualitas,
tindakan
keperawatan intensitas nyeri
selama 1x8 jam 2. Identifikasi skala
tingkat nyeri nyeri
dapat teratasi 3. Identifikasi respons
Kriteria hasil: nyeri non verbal
1. Keluhan 4. Identifikasi faktor
nyeri dari yang memperberat
skala 3 dan memperingan
(sedang) nyeri
menjadi 1 5. Identifikasi
(menurun) pengetahuan dan
2. Meringis dari keyakinan tentang
skala 3 nyeri
(sedang) 6. Identifikasi pengaruh
menjadi 1 budaya terhadap
(menurun) respon nyeri
3. Gelisah dari 7. Identifikasi pengaruh
skala 3 nyeri pada kualitas
(sedang) hidup
menjadi 1 8. Monitor
(menurun) keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan
analgesic
Terapeutik
1. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur,
terapi music,
biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis. suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu
3. Pola nafas tidak Setelah Manajemen jalan napas
efektif dilakukan (I.01011)
berhubungan tindakan Observasi
dengan keperawatan 1. Monitor pola napas
ekspansi paru (frekuensi,
selama 1x8 jam
menurun kedalaman, usaha
pola nafas
(D.0009) napas)
dapat teratasi
Kriteria hasil: 2. Monitor bunyi
1. Penggunaan napas tambahan
otot bantu (mis. gurgling,
napas mengi,wheezing,
menurun ronkhi kering)
2. Pernapasan Terapeutik
cuping 1. Pertahankan
hidung kepatenan jalan
napas dengan head-
menurun tilt dan chin- lift (jaw-
3. Frekuensi thrust jika curiga
napas trauma servikal)
membaik 2. Posisikan semi-
Fowler atau Fowler
3. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
4. Lakukan
penghisapan lender
kurang dari 15 detik
5. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
penghisapan
endotrakeal
6. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep McGill
7. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi
2. Anjurkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik,jika perlu

5. Ansietas Tingkat Reduksi Ansietas (I.


berhubungan ansietas 09314)
dengan kurang (L.09093) Observasi
terpapar Setelah 1. Identifikasi saat
informasi tingkat ansietas
dilakukan
(D.0080) berubah (mis. kondisi,
tindakan
keperawatan waktu, stresor)
selama 1x8 jam 2. Identifikasi
tingkat infeksi kermampuan
dapat teratasi mengambili.keputusan
Kriteria hasil: 3. Monitor tande-tanda
1. Perilaku ansietas (verbal dan
gelisah dari nonverbal)
skala 5 Terapeutik
1. Ciptakan suasana
(meningkat) terapeutik untuk
menjadi 3 menumbuhkan
(sedang) kepercayaan
2. Perilaku 2. Temani pasien untuk
tegang dari mengurangi
skala 5 kecemasan, jika
(meningkat) memungkinkan
menjadi 3 3. Pahami situasi yang
(sedang) mernbuat ansietas
3. Keluhan 4. Dengarkan dengan
pusing dari penuh perhatian
skala 5 5. Gunakan pendekatan
(meningkat) yang tenang dan
menjadi 3 meyakinkan
(sedang) 6. Tempalkan barang
pribadi yang
memberikan
kenyamanan
7. Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
8. Diskusikan
perencanaan realistis
tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi
1. Jelaskan prosedur,
temasuk sensasi
yang mungkin dialami
2. Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis,
pangobatan, dan
prognosis
3. Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien, jlka perlu
4. Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitir, sasual
kebutuhan
5. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi
6. Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi
ketegangan
7. Latih penggunaan
mekanisme
pertahanan diri yang
tepat
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas,
Jika perlu
6. Defisit Tingkat Edukasi Kesehatan
pengetahuan pengetahuan (I.12383)
berhubungan (L.12111) Observasi
dengan kurang Setelah 1. Identifikasi kesiapan
terpapar dan kemampuan
dilakukan
informasi menerima informasi
(D.0111)
tindakan
keperawatan 2. Identifikasifaktor-
selama 1x8 jam faktor yang
tingkat dapat
pengetahuan meningkatkan dan
dapat teratasi menurunkan motivasi
Kriteria hasil: perilaku hidup bersih
1. Perilaku dan sehat
sesuai Terapeutik
dengan 1. Sediakan materi dan
anjuran dari medla pendidikan
skala 1 kesehatan
(menurun) 2. Jadwalkan
menjadi 3 pendidikan kesehatan
(sedang) sosial kesepakatan
2. Kemampuan 3. Berikan kesempatan
menjelaskan untuk bertanya
Edukasi
pengetahuan
tentang 1. Jekaskan faktor risiko
suatu topik yang dapat
dari skala 1 mempengaruhi
(menurun) kesehatan
menjadi 3 2. Ajarkan perilaku
(sedang) hidup bersih dan
3. Pertanyaan sehat
tentang 3. Ajarkan strategi yang
masalah dapat digunakan
yang untuk meningkatkan
dihadapi dari perilaku hidup bersih
skala 5 dan sehat
(menurun)
menjadi 3
(sedang)
DAFTAR PUSTAKA

Anarkie, D. R. (2020). Pengalaman Pasien Batu Ginjal Dalam


Menjalani Terapi Non Farmakologi (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Malang).
Herdman TH. 2018. Nanda International Nursing Diagnoses:
Definitions And Classification 20182020. Jakarta ECG
Ruckle, A. F., Maulana, A., & Ghinowara, T. (2020). Faktor
Resiko Infeksi Saluran Kemih Pada Pasien Dengan Batu
Saluran Kemih. Biomedika, 12(2), 124-130
Sakhae. “kindey stones 2012: pathogenesis, diagnosis, and
managemen”. The Journal of clinical Endocrinology &
Metabolisme
Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Vol 3 Ed-8. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai