Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN MASALAH GANGGUAN

FUNGSI SEKSUAL DAN DEPRESI

Oleh : Kelompok VII

Erwan Hadi
M. Septia Budi
Susi Ramdani Fitri
Widia Rosa

PRODI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES MATARAM)

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan
Gangguan Fungsi Seksual dan Depresi”
Dalam penyusunan makalah ini, kami telah mengalami berbagai hal baik suka
maupun duka. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan selesai dengan
lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta bimbingan dari berbagai
pihak. Sebagai rasa syukur atas terselesainya maklah ini, maka dengan tulus kami sampaikan
terimakasi kepada pihak-pihak yang turut membantu.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan baik
pada teknik penulisan penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
dapat diterapkan dalam, menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan judul
makalah ini.

Mataram, 23 Oktober 2020

Kelompok 7
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................................     
KATA PENGANTAR ............................................................................................................     
DAFTAR ISI ..........................................................................................................................   
BAB   I  PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................    
B. Tujuan Penulisan………. ................................................................................    
C. Rumusan Masalah………................................................................................    
BAB   II PEMBAHASAN
A. Perubahan anatomik sistem genetalia pada lansia......................................................     
B. Perubahan fisiologik aktivitas seksual………………………………………………. 
C. Faktor Psikologik Seksual………………………………………………………........
D. Aupaya Mengatasi Permasalahan Seksual Pada Lansia……………………………..
E. Definisi Depresi……………………………………………………………………..
F. Etiologi Depresi Pada Lansia………………………………………………………..
G. Gambaran Klinik Depresi…………………………………………………………..
H. Dampak Depresi Pada Lansia….……………………………………………………
I. Penatalaksanaan Depresi Pada Lansia………………..……………………………..  
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian………………………………………………………………………….
B. Diagnosa Keperawatan……………………………………………………………..
C. Intervensi Keperawatan…………………………………………………………….
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan………….. ............................................................................................
B. Saran………….. ......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang   
Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia, sehingga kualitas
kehidupan seksual ikut menentukan kualitas hidup. Hubungan seksual yang sehat adalah
hubungan seksual yang dikehendaki, dapat dinikmati bersama pasangan suami dan istri
dan tidak menimbulkan akibat buruk baik fisik maupun psikis termasuk dalam hal ini
pasangan lansia. Dewasa lanjut (Late adult hood) atau lebih dikenal dengan istilah lansia
adalah periode dimana seseorang telah mencapai usia  diatas 45 tahun. Pada periode ini
masalah seksual masih mendatangkan pandangan bias terutama pada wanita yang
menikah, termasuk didalamnya aspek sosio-ekonomi. Pada pria lansia masalah terbesar
adalah masalah psikis dan jasmani, sedangkan pada wanita lansia  lebih didominasi oleh
perasaan usia tua atau merasa tua. 
Pada penelitian di negara barat, pandangan bias tersebut jelas terlihat. Penelitian
Kinsey yang mengambil sampel ribuan orang, ternyata hanya mengambil 31 wanita dan
48 pria yang berusia diatas 65 tahun. Penelitian Masters-Jonhson juga terutama
mengambil sampel mereka yang berusia antara 50-70 tahun, sedang penelitian Hite
dengan 1066 sampel hanya memasukkan 6 orang wanita berusia di atas 70
tahun(Alexander and Allison,1995).
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa:
 Banyak golongan lansia tetap menjalankan aktifitas seksual sampai usia yang cukup
lanjut, dan aktifitas tersebut hanya dibatasi oleh status kesehatan dan ketiadaan
pasangan.
 Aktifitas dan perhatian seksual pasangan suami istri lansia yang sehat berkaitan
dengan pengalaman seksual kedua pasangan tersebut sebelumnya.
 Mengingat bahwa kemungkinan hidup seorang wanita lebih panjang dari pria,
seorang wanita lansia yang ditinggal mati suaminya akan sulit untuk menemukan
pasangan hidup.
Saat ini jumlah wanita di Indonesia yang memiliki Usia Harapan Hidup (UHH)
diatas 45 tahun lebih meningkat dan pada usia tersebut wanita masih berharap dapat
melakukan hubungan seksual secara normal. Karena faktor usia, hubungan seksual pada
lansia umumnya memiliki frekwensi yang relatif rendah, sehingga diperlukan suatu
penelaahan tentang masalah seksual pada lansia. Fenomena sekarang, tidak semua lansia
dapat merasakan kehidupan seksual yang harmonis. Ada tiga penyebab mengapa
kehidupan seksual tidak harmonis. Pertama, komunikasi seksual diantara pasangan tidak
baik. Kedua, pengetahuan seksual tidak benar. Ketiga karena gangguan fungsi seksual
pada salah satu maupun kedua pihak bisa karena perubahan fisiologis maupun patologis.
Agar kualitas hidup lansia tidak sampai terganggu karena masalah seksual, maka
setiap disfungsi seksual harus segra diatasi dengan cara yang benar dan ilmiah. Yang
perlu diperhatikan dalam penanganan disfungsi seksual ialah pertama kita harus
menentukan jenis disfungsi seksual dengan tepat, mencari penyebabnya, memberikan
pengobatan sesuai penyebab dan untuk memperbaiki fungsi seksual seperti dijelaskan
dalam makalah ini.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui masalah seksual dan depresi pada masa usia lanjut
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik masa usia lanjut
b. Mengetahui perubahan-perubahan pada masa usia lanjut
c. Mengetahui masalah seksual pada masa usia lanjut
d. Mengetahui perubahan seksual pada pria lansia
e. Mengetahui perubahan seksual pada wanita lansia
f. Mengetahui cara mengatasi permasalah seksual pada masa usia lanjut
g. Mengetahui penatalaksaan gangguan seksual pada usia lanjut
h. Mengetahui definisi dari depresi
i. Mengetahui etilogi depresi dari usia lanjut
j. Mengetahui tingkatan depresi pada usia lanjut
k. Mengetahui dampak depresi pada usia lanjut
l. Penatalaksanaan depresi pada usia lanjut
C. Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Merupakan sumber tambahan informasi dan pengetahuan tentang permasalahan
seksual dan depresi pada masa usia lanjut sebagai acuan dalam memberikan
pelayanan asuhan keperawatan pada saat praktik lapangan.
2. Bagi institusi dan civitas akademik
Mengukur pengetahuan dan pengalaman mahasiswa dalam menyusun suatu makalah
dengan mengambil dari berbagai sumber literature serta dijadikan sebagai sumber
bacaan tambahan di perpustakaan.
D. Rumusan Masalah
1. Apa perubahan anatomik sistem genetalia pada lansia?
2. Apa perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan bila ditinjau dari
pembagian tahapan seksual?
3. Apa di samping faktor perubahan fisik, faktor psikologi juga sering kali
menyebabkan penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia?
4. Apa beberapa hal yang dapat menyebabkan masalah kehidupan social?
5. Apa upaya mengatasi permasalahan seksual pada lansia?
6. Apakah definisi dari depresi?
7. Apakah etilogi depresi dari usia lanjut?
8. Bagaimanakah tingkatan depresi pada usia lanjut?
9. Apakah dampak depresi pada usia lanjut?
10. Bagaimanakah penatalaksanaan depresi pada usia lanjut?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perubahan Anatomik Sistem Genetalia Pada Lansia


1. Perubahan anatomic sistem genetalia pada wanita
Dengan berhentinya produksinya hormon estrogen, genitalia interna dan eksterna
berangsur-angsur mengalami atrofi. Vagina mengalami kontraktur, panjang dan lebar
vagina mengalami pengecilan. Fornises menjadi dangkal, begitu pula serviks tidak
lagi menonjol ke dalam vagina. Sejak klimakterium, vagina berangsur-angsur
mengalami atropi, meskipun pada wanita belum pernah melahirkan. Kelenjar seks
mengecil dan berhenti berfungsi. Mukosa genitalia menipis begitu pula jaringan sub-
mukosa tidak lagi mempertahankan elastisitasnya akibat fibrosis. Perubahan ini
sampai batas tertentu dipengaruhi oleh keberlangsungan koitus, artinya makin lama
kegiatan tersebut dilakukan kurang laju pendangkalan atau pengecilan genitalia
eksterna.
 Uterus
Setelah klimaterium uterus mengalami atrofi, panjangnya menyusut dan
dindingnya menipis, miometrium menjadi sedikit dan lebih banyak jaringan
fibrotik. Serviks menyusut tidak menonjol, bahkan lama-lama akan merata
dengan dinding jaringan.
 Ovarium
Setelah menopause, ukuran sel telur mengecil dan permukaannya menjadi
“keriput” sebagai akibat atrofi dari medula, bukan  akibat dari ovulasi yang
berulang sebelumnya, permukaan ovarium menjadi  rata lagi seperti anak oleh
karena tidak terdapat  folikel. Secara umum, perubahan fisik genetalia interna
dan eksterna dipengaruhi oleh fungsi ovarium. Bila ovarium berhenti berfungsi,
pada umumnya terjadi atrofi dan terjadi inaktivitas organ yang
pertumbuhannya oleh hormon estrogen dan progesterone.
 Payudara (Glandula Mamae)
Payudara akan menyusut dan menjadi datar, kecuali pada wanita yang
gemuk, dimana payudara tetap besar dan menggantung. Keadaan ini
disebabkan oleh karena atrofi hanya mempengaruhi kelenjar payudara saja.
Kelenjar pituari anterior mempengaruhi secara histologik maupun fungsional,
begitu pula kelenjar tiroid dan adrenal menjadi “keras” dan mengkibatkan
bentuk tubuh serupa akromegali ringan. Bahu menjadi gemuk dan garis
pinggang menghilang. Kadang timbul pertumbuhan rambut pada wajah.
Rambut ketiak, pubis mengurang, oleh karena pertumbuhannya dipengaruhi
oleh kelenjar adrenal dan bukan kelenjar ovarium. Rambut kepala menjadi
jarang. Kenaikan berat badan sering terjadi pada masa klimakterik.
2. Perubahan anatomi sistem genetalia pada pria
Pembesaran prostat merupakan kejadian yang sering pada pria lansia, gejala yang
timbul merupakan efek mekanik akibat pembesaran lobus medius yang kemudian
seolah-olah bertindak sebagai katup yang berbentuk bola (Ball Valve Effect).
Disamping itu terdapat efek dinamik dari otot polos yang merupakan 40% dari
komponen kelenjar, kapsul dan leher kantong kemih, otot polos ini dibawah pengaruh
sistem alfa adrenergik. Timbulnya nodul mikros¬kopik sudah terlihat pada usia 25-30
tahun dan terdapat pada  60% pria berusia 60 tahun, 90% pada pria berusia 85 tahun,
tetapi hanya 50% yang menjadi BPH Makroskopik dan dari itu hanya 50%
berkembang menjadi BPH klinik yang menimbulkan problem medik.
Kadar dehidrosteron pada orang tua meningkat karena meningkatnya enzim 5 alfa
reduktase yang mengkonfersi tetosteron menjadi dehidro steron. Ini yang dianggap
menjadi pendorong hiperplasi kelenjar, otot dan stroma prostat. Sebenarnya selain 
proses menua rangsangan androgen ikut berperan timbulnya BPH ini dapat
dibuktikan pada pria yang di kastrasi menjelang pubertas tidak akan menderita BPH
pada usia lanjut.
Penuaan pada pria tidak menyebabkan berkurangnya ukuran dan berat testis tetapi
sel yang memproduksi dan memberi nutrisi (sel Leydic) pada sperma berkurang
jumlah dan aktifitasnya sehingga sperma berkurang sampai 50% dan testoteron juga
menurun. Hal ini menyebabkan penuruna libido dan kegiatan sex yang jelas menurun
adalah multipel ejakulasi dan perpanjangan periode refrakter. Tetapi banyak golongan
lansia tetap menjalankan aktifitas sexsual sampai umur lanjut.
B. Perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan bila ditinjau dari
pembagian tahapan seksual menurut Kaplan adalah berikut ini :
1. Fase desire
Dipengaruhi oleh penyakit, masalah hubungan dengan pasangan, harapan
kultural, kecemasan akan kemampuan seks. Hasrat pada lansia wanita mungkin
menurun seiring makin lanjutnya usia, tetapi bias bervariasi.Interval untuk
meningkatkan hasrat seksual pada lansia pria meningkat serta testoteron menurun
secara bertahap sejak usia 55 tahun akan mempengaruhi libido.
2. Fase arousal
Lansia wanita: pembesaran payudara berkurang; terjadi penurunan flushing,
elastisitas dinding vagina, lubrikasi vagina dan peregangan otot-otot; iritasi uretra dan
kandung kemih.
Lansia pria : ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan kurang begitu kuat;
penurunan produksi sperma sejak usia 40tahun akibat penurunan testoteron; elevasi
testis ke perineum lebih lambat.
3. Lase orgasmi
Lansia wanita : tanggapan orgasme kurang intens disertai lebih sedikit konstraksil
kemampuan mendapatkan orgasme multipel berkurang.
Lansia pria : kemampuan mengontrol ejakulasi membaik; kekuatan dan jumlah
konstraksi otot berkurang; volume ejakulat menurun.
4. Fase pasca orgasmic
Mungkin terdapat periode refrakter dimana pembangkitan gairah sampai
timbulnya fase orgasme berikutnya lebih sukar terjadi. Disfungsi seksual pada lansia
tidak hanya disebabkan oleh perubahan fisiologik saja, terdapat banyak penyebab
lainnya seperti:
Penyebab iatrogenic
Tingkah laku buruk beberapa klinisi, dokter, suster dan orang lain yang mungkin
membuaT inadekuat konseling tentang efek prosedur operasi terhadap fungsi seksual.
Penyebab biologik dan kasus medis. Hampir semua kondisi kronis melemahkan baik itu
berhubungan langsung atau tidak dengan seks dan system reproduksi mungkin memacu
disfungsi seksual psikogenik.
C. Di samping faktor perubahan fisik, faktor psikologi juga sering kali menyebabkan
penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia seperti :
1. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.
2. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi
dan budaya.
3.    Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
4.    Pasangan hidup telah meninggal.
5. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya
misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
D. Beberapa hal yang dapat menyebabkan masalah kehidupan sosial antara lain :
1. Infark miokard
Mungkin mempunyai efek yang kecil pada fungsi seksual. Banyak pasien segan untuk
terlibat dalam hubungan seksual karena takut menyebabkan infark.
2. Pasca stroke
Masalah seksual mungkin timbul setelah perawatan di rumah sakit karena pasien
mengalami anxietas akibat perubahan gambaran diri, hilangnya kapasitas, takut akan
kehilangan cinta atau dukungan relasi serta pekerjaan atau rasa bersalah dan malu atas
situasi. Pola seksual termasuk kuantitas dan kualitas aktivitas seksual sebelum stroke
sangat penting untuk diketahui sebelum nasehat spesifik tentang aktivitas seksual
ditawarkan. Karena sistem saraf otonomik jarang mengalami kerusakan pada stroke,
maka respon seksual mungkin tidak terpengaruh.
Libido biasanya tidak terpengaruh secara langsung. Jika terjadi hemiplegi
permanent maka diperlukan penyesuaian pada aktivitas seksual. Perubahan
penglihatan mungkin membatasi pengenalan orang atau benda-benda, dalam beberapa
kasus, pasien dan pasangannya mungkin perlu belajar untuk menggunakan area yang
tidak mengalami kerusakan. Kelemahan motorik dapat menimbulkan kesulitan
mekanik, namun dapat diatasi dengan bantuan fisik atau tehnik “bercinta” alternatif.
Kehilangan kemampuan berbicara mungkin memerlukan sistem non-verbal untuk
berkomunikasi.
3. Kanker
Masalah seksual tidak terbatas pada kanker yang mengenai organ-organ seksual.
Baik operasi maupun pengobatan mengubah citra diri dan dapat menyebabkan
disfungsi seksual (kekuatan dan libido) untuk sementara waktu saja, walaupun tidak
ada kerusakan saraf.
4. Diabetes mellitus
Diabetes menyebabkan arteriosklerosis dan pada banyak kasus menyebabkan
neuropati autonomik. Hal ini mungkin menyebabkan disfungsi ereksi dan disfungsi
vasokonstriksi yang memberikan kontribusi untuk terjadinya disfungsi seksual.
5. Arthritis
Beberapa posisi bersenggama adalah menyakitkan dan kelemahan atau kontraktur
fleksi mungkin mengganggu apabila distimulasi secara memadai. Nyeri dan kaku
mungkin berkurang dengan pemanasan, latihan, analgetik sebelum aktivitas seksual
6. Rokok dan alcohol
Pengkonsumsian alkohol dan rokok tembakau mengurangi fungsi seksual,
khususnya bila terjadi kerusakan hepar yang akan mempengaruhi metabolisme
testoteron. Merokok juga mungkin mengurangi vasokongesti respon seksual dan
mempengaruhi kemampuan untuk mengalami kenikmatan.
7. Penyakit paru obstruktif kronik
Ada penyakit paru obstruktif kronik, libido mungkin terpengaruh karena adanya
kelelahan umum, kebutuhan pernafasan selama aktivitas seksual mungkin dapat
menyebabkan dispnoe, yang mungkin dapat membahayakan jiwa.
8. Obat-obatan
Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, antara
lain beberapa obat anti hipertensi, estrogen, anti psikotik, sedatif, dan lain-lain.
E. Upaya mengatasi permasalahan seksual pada lansia
Untuk mengatasi beberapa gangguan baik fisik maupun psikis termasuk masalah
seksual diperlukan penanganan yang serius dan terpadu. Proses penanganan ini
memerlukan waktu yang cukup lama tergantung dari keluhan dan kerjasama antara
pasien dengan konselor. Dari ketiga gangguan tersebut, masalah seksual merupakan
masalah yang penanganannya memerlukan kesabaran dan kehati-hatian, karena pada
beberapa masyarakat Indonesia terutama masyarakat pedesaan membicarakan masalah
seksual adalah masalah yang tabu.
F. Definisi Depresi Pada Lansia
Depresi merupakan suatu gangguan mood Mood adalah  suasana  perasaan  yang 
meresap  dan  menetap yang  dialami  secara  internal  dan  yang  mempengaruhi
perilaku  seseorang  dan  persepsinya terhadap dunia (Sadock & Sadock, 2007).
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan
kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya
kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing
Ability, masih baik), kepribadian tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian
(Splitting of personality), prilaku  dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal
(Hawari Dadang, 2001).
Depresi merupakan masalah psikologis yang sering terjadi pada lanjut usia
(lansia) yang ditandai dengan perasaan sedih, sehingga dapat mempengaruhi aktivitas
fisik seseorang.
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen
psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan
penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Wahyulingsih dan
Sukamto, 2004).
G. Etiologi Depresi Pada Lansia
Etiologi diajukan  para  ahli  mengenai depresipada  usia  lanjut  (Damping, 2003) adalah:
a. Polifarmasi
Terdapat  beberapa  golongan  obat yang  dapat menimbulkan depresi, antara lain:
analgetika, obat antiinflamasi nonsteroid, antihipertensi, antipsikotik, antikanker,
ansiolitika, dan lain-lain.
b. Kondisi medis umum
Beberapa kondisi medis umum yang berhubungan dengan depresi adalah gangguan
endokrin, neoplasma, gangguan neurologis, dan lain- lain.
c. Teori neurobiology
Para ahli sepakat bahwa faktor genetik berperan pada depresi lansia. Pada beberapa
penelitian juga ditemukan adanya perubahan neurotransmitter pada depresi lansia,
seperti menurunnya konsentrasi serotonin, norepinefrin, dopamin, asetilkolin, serta
meningkatnya konsentrasi  monoamin oksidase otak akibat proses  penuaan.  Atrofi
otak juga diperkirakan berperan pada depresi lansia.
d. Teori psikodinamik
Elaborasi Freud pada teori Karl Abraham tentang proses berkabung menghasilkan
pendapat bahwa hilangnya objek cinta diintrojeksikan ke dalam individu tersebut
sehingga menyatu atau merupakanbagian dari individu itu. Kemarahan terhadap
objek yang hilang tersebut ditujukan kepada diri sendiri. Akibatnya terjadi perasaan
bersalah atau menyalahkan diri sendiri, merasa diri tidak berguna,dan sebagainya.
e. Teori kognitif dan perilaku
Konsep Seligman tentang learned helplessnesss menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara kehilangan yang tidak dapat dihindari akibat proses penuaan 
seperti keadaan tubuh, fungsi seksual, dan sebagainya dengan sensasi
passive  helplessness pada pasien usia lanjut. Salah satu teori psikologis tentang
terjadinya gangguan depresif adalah terjadinya distorsi kognitif. Dalam hal ini
berkaitan dengan bagaimana interpretasi seseorang terhadap peristiwa-peristiwa
kehidupan yang dialaminya.
f. Teori psikoedukatif
Hal-hal yang dipelajari atau diamati individu padaorang tua usia lanjut misalnya
ketidakberdayaan mereka, pengisolasian oleh keluarga, tiadanya sanak saudara
ataupun perubahan-perubahan fisik yang diakibatkan oleh proses penuaan dapat
memicu terjadinya depresi pada usia lanjut.
g. Dukungan sosial yang buruk dan kegiatan religious yang kurang dihubungkan
dengan terjadinya depresi pada lansia. Suatu penelitian komunitas di Hongkong
menunjukkan  hubungan  antara dukungan  sosial  yang  buruk  dengan depresi.
Kegiatan religius dihubungkan dengan depresi yang lebih rendah pada lansia
di Eropa. “Religious coping” berhubungan dengan kesehatan emosional dan fisik
yang lebih baik. “Religious  coping”berhubungan dengan berkurangnya gejala-
gejala depresif  tertentu, yaitu kehilangan ketertarikan, perasaan tidak berguna,
penarikan diri dari interaksi sosial, kehilangan harapan, dan gejala- gejala kognitif
lain pada depresi (Blazer, 2003).
H. Gambaran Klinik Depresi
Individu dengan depresi juga harus mengalami paling sedikit empat gejala tambahan
yang ditarik dari suatu daftar yang meliputi perubahan-perubahan dalam nafsu makan
atau berat badan, tidur, dan aktivitas psikomotorik; energy yang berkurang;
perasaan tidak berharga atau bersalah; kesulitan dalam berpikir, berkonsentrasi, atau
membuat keputusan; atau pemikiran-pemikiran berulang tentang kematian atau
pemikiran, rencana-rencana, atau usaha untuk bunuh diri (American Psychiatric
Association).
Dalam Gallo & Gonzales (2001) disebutkan gejala-gejala depresi lain pada lanjut usia:
a. Kecemasan dan kekhawatiran
b. Keputusasan dan keadaan tidak berdaya
c. Masalah-masalah somatik yang tidak dapatdijelaskan
d. Iritabilitas
e. Kepatuhan yang rendah terhadap terapi medis atau diet
f. Psikosis
Manifestasi depresi pada lansia berbeda dengan depresi pada pasien yang lebih muda.
Gejala-gejala depresi sering berbaur dengan keluhan somatik. Keluhan somatic
cenderung lebih dominan dibandingkan dengan mood  depresi. Gejala fisik yang
dapat menyertai depresi dapat bermacam-macam seperti sakit kepala, berdebar-debar,
sakit pinggang, gangguan gastrointestinal dan sebagainya.
Sedangkan menurut Greg Wilkinson, tanda dan gejala depresi terbagi atas:
1) Suasana Hati
a) Sedih
b) Kecewa
c) Murung
d) Putus Asa
e) Rasa cemas dan tegang
f) Menangis
g) Perubahan suasana hati
h) Mudah tersinggung
2) Fisik
a) Merasa kondisi menurun, lelah
b) Pegal-pegal
c) Sakit
d) Kehilangan nafsu makan
e) Kehilangan berat badan
f)  Gangguan tidur
g) Tidak bisa bersantai
h) Berdebar-debar dan berkeringat
i) Agitasi
j) Konstipasi.
I. Tingkatan Depresi Pada Lansia
Menurut Depkes RI tahun 2001 tingkatan depresi yaitu:
a. Depresi ringan
Suasana perasaan yang depresif, Kehilangan minat, kesenangan dan mudah lelah,
konsentrasi dan perhatian kurang, harga diri dan kepercayaan diri kurang, perasaan
salah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram, gagasan dan perbuatan
yang membahayakan diri, tidak terganggu dan nafsu makan kurang.
b. Depresi Sedang
Kesulitan nyata mengikuti kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga
c. Depresi berat tanpa gejala manic
Biasanya Gelisah, kehilangan harga diri dan perasaan tidak berguna, keinginan bunuh
diri.
Gangguan depresi dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai
dengan banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan
seseorang. Menurut ICD 10, pada gangguan depresi ada 3 gejala utama yaitu:
a. Mood terdepresi (suasana perasaan hati murung/sedih),
b. Hilang minat atau gairah,
c. Hilang tenaga dan mudah lelah, yang disertai dengan gejala lain seperti:
1) Konsentrasi menurun,
2) Harga diri menurun,
3) Perasaan bersalah,
4) Pesimis memandang masa depan,
5) Ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri,
6) Pola tidur berubah,
7) Nafsu makan menurun
Tabel 2.1Pedoman Berat Ringannya Depresi

Depresi Gejala Gejala lain Fungsi Keterangan


Utama
Ringan 2 2 Baik Distress +
Sedang 2 3 atau 4 Terganggu Berlangsung
minimal 2
minggu
Berat 3 4 Terganggu Intensitas gejala
berat sangat berat
   Sumber: Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2000

1. Dampak Depresi Pada Lansia
Pada  usia lanjut depresi yang berdiri sendirimaupun yang bersamaan dengan
penyakit lainhendaknya ditangani dengan sungguh-sungguh karenabila tidak diobati
dapat memperburuk perjalanan penyakit dan memperburuk prognosis.
Pada depresi  dapat dijumpai hal-hal sepertidibawah ini (Mudjaddid, 2003):
a. Depresi   dapat   meningkatkan   angka   kematian  pada   pasien   dengan penyakit ka
rdiovaskuler.
b. Pada depresi timbul ketidakseimbangan hormonal yang dapat memperburuk
penyakit kardiovaskular (Misal: peningkatan hormone
adrenokortikotropin akan meningkatkan kadarkortisol).
c. Metabolisme serotonin yang terganggu padadepresi akan menimbulkan efek trombo
genesis.
d. Perubahan  suasana  hati (mood)  berhubungandengan gangguan respons
imunitas termasukperubahan fungsi limfosit dan penurunan jumlah limfosit.
e. Pada depresi berat terdapat penurunan aktivitas selnatural  killer.
f. Pasien depresi  menunjukkan  kepatuhan  yang burukpada  program
pengobatan maupun rehabilitasi.
J. Dampak Depresi Pada Lansia
Depresi pada lansia yang tidak ditangani dapat berlangsung bertahun-tahun dan
dihubungkan dengan kualitas hidup yang jelek, kesulitan dalam fungsi sosial dan fisik,
kepatuhan yang jelek terhadap terapi, danmeningkatnya morbiditas
dan mortalitas  akibat bunuhdiri  dan  penyebab lainnya  (Unützer,  2007).Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa depresi  pada lansia menyebabkan  peningkatan
penggunaan rumah sakit dan outpatient medical  services (Blazer, 2003).
Depresi dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas seseorang terhadap
lingkungannya. Gejala depresi pada lansia diukur menurut tingkatan sesuai dengan gejala
yang termanifestasi. Jika dicurigai terjadi depresi, harus dilakukan pengkajian dengan alat
pengkajian yang terstandarisasi dan dapat dipercayai serta valid dan memang dirancang
untuk diujikan kepada lansia. Salah satu yang paling mudah digunakan untuk
diinterprestasikan diberbagai tempat, baik oleh peneliti maupun praktisi klinis
adalah Geriatric Depression Scale (GDS). Alat ini diperkenalkan oleh Yesavage pada
tahun 1983 dengan indikasi utama pada lanjut usia, dan memiliki keunggulan mudah
digunakan dan tidak memerlukan keterampilan khusus dari pengguna. Instrument GDS
ini memiliki sensitivitas 84 % danspecificity 95 %. Tes reliabilitas alat ini correlates
significantly of 0,85 (Burns, 1999). Alat ini terdiri dari 30 poin pertanyaan dibuat sebagai
alat penapisan depresi pada lansia. GDS menggunakan format laporan sederhana yang
diisi sendiri dengan menjawab “ya” atau “tidak” setiap pertanyaan, yang memrlukan
waktu sekitar 5-10 menit untuk menyelesaikannya. GDS merupakan alat psikomotorik
dan tidak mencakup hal-hal somatik yang tidak berhubungan dengan pengukuran mood
lainnya. Skor 0-10 menunjukkan tidak ada depresi, nilai 11-20 menunjukkan depresi
ringan dan skor 21-30 termasuk depresi sedang/berat yang membutuhkan rujukan guna
mendapatkan evaluasi psikiatrik terhadap depresi secara lebih rinci, karena GDS hanya
merupakan alat penapisan.

K. Penatalaksanaan Depresi Pada Usia Lanjut


a. Terapi fisik
1) Obat
Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya. Pemilihan
jenis antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan pengenalan terhadap
berbagai jenis antidepresan. Biasanya pengobatan dimulai dengan dosis separuh
dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan gejala.
2) Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh
diri atau retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan
aman. ECT diberikan 1- 2 kali seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral
untuk mengurangi confusion/memory problem.Terapi ECT diberikan sampai ada
perbaikan mood(sekitar 5 - 10 kali), dilanjutkan dengan anti depresan untuk
mencegah kekambuhan.
b. Terapi Psikologik
1) Psikoterapi
Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan
bersama-sama dengan pemberian antidepresan. Baik pendekatan psikodinamik
maupun kognitif behavior sama keberhasilannya. Meskipun mekanisme
psikoterapi tidak sepenuhnya dimengerti, namun kecocokan antara pasien dan
terapis dalam proses terapeutik akan meredakan gejala dan membuat pasien lebih
nyaman, lebih mampu mengatasi persoalannya serta lebih percaya diri.
2) Terapi kognitif
Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang
selalu negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu dan
sebagainya) ke arah pola pikir yang netral atau positif. Ternyata pasien usia lanjut
dengan depresi dapat menerima metode ini meskipun penjelasan harus diberikan
secara singkat dan terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas
tertentu terapi kognitif bertujuan merubah perilaku dan pola pikir.
3) Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi,
sehingga dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses penuaan
mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi
dependen pada orang usia lanjut. Tujuan terapi terhadap keluarga pasien yang
depresi adalah untuk meredakan perasaan frustasi dan putus asa, mengubah dan
memperbaiki sikap/struktur dalam keluarga yang menghambat proses
penyembuhan pasien.
4) Penanganan Ansietas (Relaksasi)
Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif baik
secara langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional) atau
melalui tape recorder. Teknik ini dapat dilakukan dalam praktek umum sehari-
hari. Untuk menguasai teknik ini diperlukan kursus singkat terapi relaksasi.
Penanganan depresi dapat dilakukan pada lansia itu sendiri, keluarga
lansia dan masyarakat, yaitu:
a. Diri Sendiri (Lansia)
1) Berfikir positif
2) Terbuka bila ada masalah
3) Menerima kondiri apa adanya
4) Ikut Kegiatan pengajian
5) Tidur yang cukup
6) Olahraga teratur
7) Optimis
8) Rajin beribadah
9) Latihan relaksasi
10) Ikut beraktivitas dan bekerja sesuai kemampuan
b. Keluarga
1) Dukung lansia tetap berkomunikasi
2) Ajak lansia berdiskuasi setiap minggu sekali
3) Mendengarkan keluahan lansia
4) Berikan bantuan ekonomi
5) Dukung kegiatan lansia
6) Ikut serta anak dan cucu merawat lansia
7) Memberikan kesempatan lansia beraktivitas sesuai dengan kemampuan
c.  Masyarakat
1) Sediakan sarana posbindu untuk pelayanan kesehatan lansia
2) Siapkan tempat dan waktu latihan aktivitas lansia.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN MASALAH GANGGUAN
FUNGSI SEKSUAL DAN DEPRESI
A. Pengkajian
a. Identitas klien
1. Nama Klien
2. Umur
3. Agama
4. Suku
5. Pendidikan
6. Alamat
7. Pekerjaan
8. Agama dan kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan
9. Status sosial ekonomi keluarga
b. Riwayat seksual
 Pola seksual biasanya
 Kepuasan (individu, pasangan)
 Pengetahuan seksual
 Masalah (seksual, kesehatan)
 Harapan
 Suasana hati, tingkat energy.
c. Riwayat penyakit keluarga
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala
karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
 Kaji adanya depresi.
 Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat, seperti
geriatric depresion scale.
 Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan
 Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga.

d. Mengkaji Klien Lansia Dengan Depresi


1. Membina hubungan saling percaya dengan klien lansia
Untuk melakukan pengkajian pada lansiadengan depresi, pertama-tama saudara
harus membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia.
Untuk dapat membina hubngan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
1) Selalu mengucapkan salam kepada pasien
2) Perkenalkan nama lengkap perawat yang akan merawat pasien.
3) Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.
4) Jelaskan tujuan merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan.
5) Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas
tersebut.
6) Bersikap empati dengan cara:
 Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan
menunjukkan perhatian
 Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan
menjawab
 Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik
 Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada
klien.
e. Mengkaji pasien lansia dengan depresi
Untuk mengkaji pasien lansia dengan depresi, dapat menggunakan tehnik
mengobservasi prilaku pasien dan wawancara langsung kepada pasien dan
keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama untuk mengkaji data objektif
depresi. Ketika mengobservasi prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti:
1) Penampilan tidak rapi, kusut dan dandanan tidak rapi, kulit kotor (kebersihan
diri kurang)
2) Interaksi selama wawancara: kontak mata kurang, tampak sedih, murung,
lesu, lemah, komunikasi lambat/tidak mau berkomunikasi.

Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat yaitu apakah
lansia mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan afek yang labil, datar atau
tidak sesuai, apakah lansia mempunyai ide untuk bunuh diri. Bila data tersebut diperoleh,
data subjektif didapatkan melalui wawancara dengan menggunakan skala depresi pada
lansia (Depresion Geriatric Scale).
f. Klasifikasi Data
a. Data Subjektif
1) Lansia Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.
2) Sering mengemukakan keluhan somatik seperti: nyeri abdomen dan dada, anoreksia,
sakit punggung, pusing.
3) Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa
putus asa dan cenderung bunuh diri.
4) Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi.
b. Data Objektif
1) Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan sikap
yang merosot.
2) Ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan langkah yang diseret.
3) Kadang-kadang dapat terjadi stupor.
4) Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering menangis.
5)  Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi terganggu,
tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya khayal.
Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk
akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi. Kadang-kadang pasien suka
menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka
diganggu. Pada pasien depresi juga mengalami kebersihan diri kurang dan
keterbelakangan psikomotor.

B. Diagnosa keperawatan
1. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan fungsi/struktur tubuh.
2. Pola seksual tidak efektif berhubungan dengan efek penyakit akut dan kronis.
3. Risiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.

C. Intervensi Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Rasional
. Keperawatan
1. Disfungsi Tujuan : Pasien dapat 1. Bantu pasien untuk 1. Agar pasien
seksual menerima perubahan mengekspresikan lebih bisa
perubahan fungsi tubuh menerima
berhubungan struktur tubuh terutama
termasuk organ seksual perubahan
dengan pada fungsi seksual seiring dengan tersebut
perubahan yang dialaminya. bertambahnya usia. 2. Menambah
2. Berikan pendidikanpemahaman
fungsi/struktu Kriteria Hasil :
kesehatan tentangklien tentang
r tubuh 1. Mengekspresikan penurunan fungsi
semua
kenyamanan seksual. perubahan
3. Motivasi klien untuk yang di alami
2. Mengekspresikan
mengkonsumsi nya agar
kepercayaan diri makanan yang rendah penurunan
lemak, rendah
fungsi seksual
kolesterol, dan berupa
diet vegetarian. tidak menjadi
beban pikiran
3. Makanan
bergizi
dianjurkan
untuk
menjaga daya
tahan tubuh
karena
biasanya pada
lansia daya
tahan
tubuhnya
menurun.
2. Pola seksual Tujuan : pasien dapat 1. Kaji factor-faktor 1. Penting untuk
tidak efektif menerima perubahan penyebab dan membantu
penunjang, yang dalam
berhubungan pola seksualitas yang
meliputi: intervensi
dengan efek disebabkan masalah  Kelelahan selanjutnya
penyakit akut kesehatannya.  Nyeri 2. Untuk
dan kronis. Kriteria hasil:  Nafas pendek menghilangka
1. Mengidentifikasi  Keterbatasan n atau
keterbatasannya pada suplai oksigen mengurangi
aktivitas seksual  Imobilisasi factor-faktor
yang disebabkan  Perubahan penyebab
masalah kesehatan hormone 3. Agar klien
2. Mengidentifikasi  Depresi lebih mengerti
modifikasi kegiatan 2. dan bisa
Berikan informasi yang
seksual yang pantas menerima
tepat pada pasien dan
dalam respon bahkan tidak
pasangannya tentang
terhadap memaksakan
keterbatasan fungsi
keterbatasannya. diri karena
seksual yang disebabkan
keterbatasan
oleh keadaan sakit
yang di
3. Ajarkan pentingnya
sebabkan oleh
mentaati aturan medis
penyakit.
yang dibuat untuk
mengontrol gejala
penyakit.
3. Risiko Tujuan : 1. Diskusikan dengan 1. Menggali ide
mencederai 1. Klien tidak pasien tentang ide-ide dalam pikiran
membahayakan bunuh diri
diri klien tentang
dirinya sendiri 2. Bantu pasien mengenali
berhubungan perasaan yang menjadi bunuh diri
dengan 2. Klien mempunyai penyebab timbulnya ide 2. Menggali
alternatif bunuh diri
depresi. perasaan
penyelesaian 3. Bantu pasien untuk
memilih cara yang pasien tentang
masalah yang
konstruktif. paling tepat untuk penyebab
Kriteria hasil: menyelesaikan masalah
bunuh diri
1) Mampu secara konstruktif.
mengungkapkan ide 4. Beri pujian terhadap 3. Meringankan
bunuh diri pilihan yang telah dibuat masalah
2) Mengenali cara-cara pasien dengan tepat. pasien
untuk mencegah 5. Ciptakan lingkungan
bunuh diri yang aman untuk pasien, 4. Pujian dapat
3) Mendemonstrasikan singkirkan semua benda- menyenangka
cara menyelesaikan benda yang memiliki n perasaan
masalah yang potensi untuk
pasien
konstruktif membahayakan klien
(benda tajam, tali 5. Untuk
pengikat, ikat pinggang, meminimalisir
dan benda-benda lain
resiko klien
yang terbuat dari kaca).
bunuh diri.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada usia lanjut, hambatan untuk aktivitas seksual yang dapat dibagi menjadi
hambatan eksternal yang datang dari lingkungan dan hambatan internal,yang
terutama berasal dari subjek lansianya sendiri. Hambatan eksternal biasanya berupa
pandangan sosial, yang menganggap bahwa aktivitas seksual tidak layak lagi
dilakukan lagi oleh lansia.Hambatan eksternal bilamana seorang janda atau duda
akan menikah lagi sering kali juga berupa sikap menentang dari anak-anak, dengan
berbagai alasan.
Hambatan internal psikologik seringkali sulit dipisahkan secara jelas dengan
hambatan eksternal. Seringkali seorang lansia sudah merasa tidak baisa dan tidaak
pantas berpenampilan untuk menarik lawan jenisnya. Pandangan sosial dan
keagamaan tentang seksualitas diusia lanjut menyebabkan keinginan dalam diri
mereka ditekan sedemikian sehingga memberikan dampak pada ketidakmampuan
fisik, yang dikenal sebagai impotensia. Obat-obatan yang sering diberikan, pada
penderita usia lanjut dengan patologi multipel jika sering menyebabkan berbagai
gangguan fungsi seksual pada usia lanju.
Masa tua merupakan masa yang sangat ditakuti dengan alasan terjadinya
kemunduran fisik terutama pada penampilan. Rasa khawatir akan kehilangan
perhatian dari pasangan membawa akibat terhadap frekwensi maupun kualitas
hubungan seks, baik secara langsung maupun tidak.
Melalui konseling, peran konselor dan tenaga kesehatan dapat menjelaskan
kondisi umum dan masalah yang timbul pada masa usia lanjut serta pengaruhnya
terhadap emosi, pola pikir dan hubungan seksual sangat berpengaruh. Melalui
beberapa tahapan konseling secara terbuka dan kolaborasi dengan dokter spesialis
kebidanan dan kandungan, bisa diperoleh suatu pemecahan masalah seksual pada
lansia, dengan pemakaian krem vasoaktif, melakukan olah raga ringan dan konsumsi
makan seimbang, dan solusi-solusi lain secara bertahap masalah pada lansia akan 
terselesaikan.
B. Saran
Permasalahan pada masa lansia sering terabaikan, tidak hanya di lingkungan
keluarga lansia sendiri, tetapi juga di lingkungan masyarakat bahkan pusat pelayanan
kesehatan. Lansia sebagaimana pria dan wanita mulai dari kanak-kanak hingga
dewasa lainnya mempunya hak-hak untuk diperlakukan adil dan sama, mendapat
informasi dan pelayanan kesehatan yang sempurna dan optimal, serta diperlakukan
dan dihargai masa akhir usia mereka, merasakan kehidupan yang harmonis serta
merasakan kenikmatan seksual yang aman dan nyaman. Oleh karena itu,
pengetahuan tentang permasalahan seksual pada lansia baik pria maupun wanita
perlu sebarluaskan sejak dini, dan perlunya kerjasama yang optimal disetiap instansi
pemerintah dan masyarakat  untuk mengatasi masalah ini agar para lansia
mendapatkan kehidupan yang layak, dan harmonis sebagai manusia dan warga
negara seutuhnya.

DAFTAR PUSTAKA

Nuzulul Wahyudi. Askep Kritikal Pada Lansia Pada Kasus Depresi. Sabtu, 02 November


2013.
Elvy Hadaming. Askep Lansia Dengan Masalah Psikologis. Rabu, 23 April 2014.

Aspiani Reny Yuli,S.Kep.Ns.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik.2008

Jurnal kesehatan Andalas. Hubungan Kemungkinan Depresi dengan Kualitas Hidup Pada
Lanjut Usia di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang.
2018;7 (3).

Anda mungkin juga menyukai