Anda di halaman 1dari 24

TUGAS KEPERAWATAN PALIATIF

PADA PASIEN DENGAN HIV/AIDS


Dosen Pembimbing : Hermani Triredjeki, S.Kep.Ns.M.Kes
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Paliatif

Disusun oleh:

1. Annisa Aulia Rakhmah (P1337420517062)


2. Novia Putri M.A (P1337420517092)

Kelas: Antasena 2

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG


D3 KEPERAWATAN MAGELANG
TAHUN 2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Konsep HIV/AIDS

1. Definisi

AIDS (Acquired Immune Deficiency syndrome) dapat diartikan sebagai

kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh

akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk famili

retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV ( Sudoyo dkk, 2009)

Acquired Immune Deficiency syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV

ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina dan

air susu ibu. Virus tersebut merusak kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan

turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi.

(Nursalam, 2015)

2. Etilogi

AIDS adalah gejala dari penyakit yang mungkin terjadi saat system imun

dilemahkan oleh virus HIV. Penyakit AIDS disebabkan oleh Human Immunedeficiency

Virus (HIV), yang mana HIV tergolong ke dalam kelompok retrovirus dengan materi

genetik dalam asam ribonukleat (RNA), menyebabkan AIDS dapat membinasakan sel

T-penolong (T4), yang memegang peranan utama dalam sistem imun. Sebagai

akibatnya, hidup penderita AIDS terancam infeksi yang tak terkira banyaknya yang

sebenarnya tidak berbahaya, jika tidak terinfeksi HIV.


Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

a. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada

gejala.

b. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes

illness.

c. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.

d. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam

hari, BB menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.

e. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali

ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system

tubuh, dan manifestasi neurologist.

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita.

Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :

a. Lelaki homoseksual atau biseks.

b. Orang yang ketagian obat intravena

c. Partner seks dari penderita AIDS

d. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

e. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

3. Klasifikasi

Klasifikasi Klinis Infeksi HIV Pada Orang Dewasa

Stadium Gambaran Klinis Skala Aktivitas


I 1. Asimptomatik Asimptomatik,
2. Limfadenopati Generalisata aktivitas normal
II 1. Berat badan menurutn <10 % Simptomatik,
aktivitas normal
2. Kelainan kulit dan mukosa yang ringan
seperti, dermatitis seboroik, purigo, onikomikosis,
ulkus oral yang rekuren, kheilitis angularis.
3. Herpes zoster dalam 5 tahun terkahir
4. Infeksi saluran napas bagian atas seperti
sinusitis bakterialis
III 1. Berat badan menurun < 10% Pada umunya
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 lemah, aktivitas
bulan di tempat tidur
3. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan kurang dari 50%
4. Kandidiasis orofaringeal
5. Oral hairy leukoplakia
6. TB paru dalam tahun terakhir
7. Infeksi bacterial yang berat seperti
pneumonia, piomiositis
IV 1. HIV wasting syndrome Pada umumnya
2. Pnemonia Pneumocystis carinii sangat lemah,
3. Toksoplasmosis otak aktivitas di
4. Diare kriptosporidiosis lebih dari 1 bulan tempat tidur
5. Kriptokokosis ekstrapulmonar lebih dari 50 %
6. Retinitis virus situmegalo
7. Herpes simpleks mukokutan > 1 bulan
8. Leukoensefalopati multifocal progresif
9. Mikosis diseminata seperti histoplasmosis
10. Tuberkulosis di luar paru

4. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS

diantaranya adalah seperti dibawah ini:

1) Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk,

nyeri dada dan demam seprti terserang infeksi virus lainnya (Pneumonia). Tidak

jarang diagnosa pada stadium awal penyakit HIV AIDS diduga sebagai TBC.

2) Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala seperti

hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit jamur pada

rongga mulut dan kerongkongan, serta mengalami diarhea yang kronik.

3) Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting syndrome,

yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal karena gangguan
pada sistem protein dan energy didalam tubuh seperti yang dikenal sebagai Malnutrisi

termasuk juga karena gangguan absorbsi/penyerapan makanan pada sistem

pencernaan yang mengakibatkan diarhea kronik, kondisi letih dan lemah kurang

bertenaga.

4) System Persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang

mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak

kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada system persyarafan ujung

(Peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki,

reflek tendon yang kurang, selalu mengalami tensi darah rendah dan Impoten.

5) System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus cacar air

(herpes simplex) atau carar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit

yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi

jaringan rambut pada kulit (Folliculities), kulit kering berbercak (kulit lapisan luar

retak-retak) serta Eczema atau psoriasis.

6) Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali mengalami penyakit

jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV. Luka pada saluran

kemih, menderita penyakit syphillis dan dibandingkan Pria maka wanita lebih banyak

jumlahnya yang menderita penyakit cacar. Lainnya adalah penderita AIDS wanita

banyak yang mengalami peradangan rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai istilah

'pelvic inflammatory disease (PID)' dan mengalami masa haid yang tidak teratur

(abnormal).
5. Patofisiologi

HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4,

yang bekerja sebagai reseptor viral, subset limfosit ini yang mencakup limfosit

penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga

memperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan

penyakit mekanisme infeksi HIV yang menyebabakan penuruan sel CD4.

Virus HIV secar istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan

CD4, yang bekerja sebagai resepetor viral, meskipun kemungkinan mencakup

infeksi litik sel CD4 itu sendiri, induksi apoptosis melalui antigen viral yang

dapat bekerja sebagai superantigen. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain

limfosit, infeksi HIV pada monosit tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak

menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai

resorvoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi dan dapat membawa virus ke

organ, erutama otak. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun

sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh virus

lokal atau komlikasi infeksi lain atau autoimun.

Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir meskipun

“periode inkubasi” , secara umum lebih singkat pada infeksi perinatal

dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama fase ini gangguan regulasi

imun sering tampak pada saat tes, terutama berkenaan dengan fungsi sel B

hipergameglobulinemia dengan produksi antibodi nonfungsional lebih unifersal

di antara anak-anak yang terinfeksi HIV daripada dewasa, sering meningkat

pada usia 3 sampai 6 bulan (Bararah & Jauhar, 2013, p. 297)


6. Pathway

HIV masuk kedalam tubuh

HIV berdifusi dengan CD4

Neutropenia

Netrofil

Mukosa teriritasi ATP melemah

Pelepasan asam amino


Intoleransi aktifitas
BB kurang dari normal

Ketidakseimbangan
nutrisi Menginfeksi paru-paru

Saluran pernafasan

Eksudat

Gangguan jalan nafas

Suplai Oksigen turun

Ketidakefektifan jalan nafas


7. Pemeriksaan penunjang

Tes untuk diagnosa infeksi HIV:

a) ELISA

ELISA digunakan untuk menemukan antibodi (Baratawidjaja). Kelebihan

teknik ELISA yaitu sensitifitas yang tinggi yaitu 98,1 %-100% (Kresno).

Biasanya memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi. Tes ELISA telah

menggunakan antigen recombinan, yang sangat spesifik terhadap envelope dan

core (Hanum, 2009).

b) Western blot

Western blot biasanya digunakan untuk menentukan kadar relatif dari suatu

protein dalam suatu campuran berbagai jenis protein atau molekul lain.

Biasanya protein HIV yang digunakan dalam campuran adalah jenis antigen

yang mempunyai makna klinik, seperti gp120 dan gp41 (Kresno, 2001).

Western blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,6% - 100%. Namun

pemeriksaan cukup sulit, mahal membutuhkan waktu sekitar 24 jam (Hanum,

2009).

c) P24 antigen test

d) Kultur HIV

Tes untuk deteksi gangguan system imun.

a) Hematokrit.

b) LED

c) CD4 limfosit

d) Rasio CD4/CD limfosit

e) Serum mikroglobulin B2
f) Hemoglobulin

8. Penatalaksanaan

1. Non Farmakologi

1). Fisik

Aspek fisik pada PHIV ( pasien terinfeksi HIV ) adalah pemenuhan kebutuhan

fisik sebagai akibat dari tanda dan gejala yang terjadi. Aspek perawatan fisik

meliputi :

a. Universal Precautions

Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana

yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien setiap

saat, pada semua tempat pelayanan dalam rangka mengurangi risiko

penyebaran infeksi.

Selama sakit, penerapan universal precautions oleh perawat, keluraga,

dan pasien sendiri sangat penting. Hal ini di tunjukkan untuk mencegah

terjadinya penularan virus HIV.

Prinsip-prinsip universal precautions meliputi:

a). Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila mengenai

cairan tubuh pasien menggunakan alat pelindung, seperti sarung

tangan, masker, kacamata pelindung, penutup kepala, apron dan sepatu

boot. Penggunaan alat pelindung disesuakan dengan jenis tindakan

yang akan dilakukan.

b). Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, termasuk

setelah melepas sarung tangan.

c). Dekontaminasi cairan tubuh pasien.


d). Memakai alat kedokteran sekali pakai atau mensterilisasi semua alat

kedokteran yang dipakai (tercemar).

e). Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan.

f). Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh secara benar

dan aman.

b. Peran perawat dan pemberian ARV

1). Manfaat penggunaan obat dalam bentuk kombinasi adalah:

(a) Memperoleh khasiat yang lebih lama untuk memperkecil

kemungkinan terjadinya resistensi.

(b) Meningkatkan efektivitas dan lebih menekan aktivitas virus.

Bila timbul efek samping, bisa diganti dengan obat lainnya, dan

bila virus mulai rasisten terhadap obat yang sedang digunakan

bisa memakai kombinasi lain.

2). Efektivitas obat ARV kombinasi:

(a) AVR kombinasi lebih efektif karena memiliki khasiat AVR yang

lebih tinggi dan menurunkan viral load lebih tinggi dibandingkan

dengan penggunaan satu jenis obat saja.

(b) Kemungkinan terjadi resistensi virus kecil, akan tetapi bila

pasien lupa minum dapat menimbulkan terjadinya resistensi.

(c) Kombinasi menyebabkan dosis masing-masing obat lebih kecil,

sehingga kemungkinan efek samping lebih kecil.

c. Pemberian nutrisi

Pasien dengan HIV/ AIDS sangat membutuhkan vitamin dan mineral

dalam jumlah yang lebih banyak dari yang biasanya diperoleh dalam
makanan sehari- hari. Sebagian besar ODHA akan mengalami defisiensi

vitamin sehingga memerlukan makanan tambahan

HIV menyebabkan hilangnya nafsu makan dan gangguan penyerapan

nutrient. Hal ini berhubungan dengan menurunnya atau habisnya

cadangan vitamin dan mineral dalam tubuh. Defisiensi vitamin dan

mineral pada ODHA dimulai sejak masih dalam stadium dini. Walaupun

jumlah makanan ODHA sudah cukup dan berimbang seperti orang sehat,

tetapi akan tetap terjadi defisiensi vitamin dan mineral.

d. Aktivitas dan istirahat

(a) Manfaat olah raga terhadap imunitas tubuh

Hamper semua organ merespons stress olahraga. Pada keadaan akut ,

olah raga akan berefek buruk pada kesehatan, olahraga yang dilakukan

secara teratur menimbulkan adaptasi organ tubuh yang berefek

menyehatkan

(b) Pengaruh latihan fisik terhadap tubuh

(1) Perubahan system tubuh

Olahraga meningkatkan cardiac output dari 5 i/menit menjadi 20

1/menit pada orang dewasa sehat. Hal ini menyebabkan

peningkatan darah ke otot skelet dan jantung.

(2) Sistem pulmoner

Olahraga meningkatkan frekuensi nafas, meningkatkan pertukaran

gas serta pengangkutan oksigen, dan penggunaan oksigen oleh

otot.
(3) Metabolisme

Untuk melakukan olah raga, otot memerlukan energi. Pada olah

raga intensitas rendah sampai sedang, terjadi pemecahan

trigliserida dan jaringa adiposa menjadi glikogen dan FFA (free

fatty acid). Pada olahraga intensitas tinggi kebutuhan energy

meningkat, otot makin tergantung glikogen sehingga metabolisme

berubah dari metabolisme aerob menjadi anaerob

e. Psikologis (strategi koping)

Mekanisme koping terbentuk melalui proses dan mengingat. Belajar yang

dimaksud adalah kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi) pada

pengaruh internal dan eksterna

f. Sosial

Dukungan social sangat diperlukan PHIV yang kondisinya sudah sangat

parah. Individu yang termasuk dalamdan memberikan dukungan social

meliputi pasangan (suami/istri), orang tua, anak, sanak keluarga, teman,

tim kesehatan, atasan, dan konselor.

2. Farmakologis :

Belum ada penyembuhan bagi AIDS, sehingga pencegahan infeksi HIV perlu

dilakukan. Pencegahan berarti tidak kontak dengan cairan tubuh yang tercemar HIV.

a. Pengendalian Infeksi Oportunistik

Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi

opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman

untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus

dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis.


b. Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang

efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human

Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik

traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya < 3 .

Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus

(HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.

c. Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas sistem imun

dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada

prosesnya. Obat-obat ini adalah : didanosine, ribavirin, diedoxycytidine, dan

recombinant CD 4 dapat larut.

d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti

interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan

keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang

pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

1) Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan-

makanan sehat, hindari stress, gizi yang kurang, alkohol dan obat-obatan

yang mengganggu fungsi imun.

2) Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T

dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).


9. Pemeriksaan Penunjang

a) Tes untuk diagnosa infeksi HIV :

b) ELISA (positif, hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)

c) Western blot (positif)

d) P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)

e) Kultur HIV (positif, kalau dua kali uju kadar secara berturut-turut mendeteksi

enzim reverse transcriptase atau antigen P24 dengan kadar yang meningkat

f) Tes untuk deteksi gangguan sistem imun

g) LED (Normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)

h) CD4 limfosit menurun (jika menurun akan mengalami penurunan kemampuan

untuk beraksi terhadap antigen)

i) Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)

j) Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit)

k) Kadar immunoglobin menurun

10. Komplikasi

a. Oral lesi

Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,

peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,

dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.

1. Kandidiasis oral

Kandidiasis oral adalah suatu infeksi jamur, hampir terdapat secara

universal pada semua penderita AIDS serta keadaan yang berhubungan

dengan AIDS. Infeksi ini umumnya mendahului infeksi serius lainnya.

Kandidiasi oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga
mulut. Tanda –tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan

yang sulit serta nyeri dan rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal).

Sebagian pasien juga menderita lesi oral yang mengalami ulserasi dan

menjadi rentan terutama terhadap penyebaran kandidiasis ke sistem tubuh

yang lain.

2. Sarcoma Kaposi

Sarcoma Kaposi (dilafalkan KA- posheez), yaitu kelainaan malignitas

yang berkaitan dengan HIV yang sering ditemukan , merupakan penyakit

yang melibatkan lapisan endotil pembuluh darah dan limfe.

b. Neurologik

1. Kompleks dimensi AIDS karena serangan langsung HIV pada sel saraf,

berefek perubahan kepribadian, kerusakan, kemampuan motorik, kelemahan,

disfasia, dan isolasi sosial. Sebagian basar penderita mula-mula mengeluh

lambat berpikir atau sulit berkonsentrasi dan memusatkan perhatian.

Penyakit ini dapat menuju dimensia sepenuhnya dengan kelumpuhan pada

stadium akhir. Tidak semua penderita mencapai stadium akhir ini.

2. Enselophaty akut karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,

ketidakseimbangan elektrolit, meningitis/ ensefalitis. Dengan efek sakit

kepala, malaise, demam, paralise total/ parsial.

Ensefalopati HIV. Disebut pula sebagai kompleks demensia AIDS (ADC;

AIDS dementia complex), ensefalopati HIV terjadi sedikitnya pada dua

pertiga pasien –pasien AIDS. Keadaan ini berupa sindrom klinis yang

ditandai oleh penurunan progresif pada fungsi kognitif, perilaku dan motorik.

Tanda –tanda dan gejalanya dapat samar- samar serta sulit dibedakan dengan
kelelahan, depresi atau efek terapi yang merugikan terhadap infeksi dan

malignansi

3. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan

menarik endokarditis.

4. Neuropati karena inflamasi demielinasi oleh serangan HIV dengan disertai

rasa nyeri serta patirasa pada akstremitas, kelemahan, penurunan refleks

tendon yang dalam, hipotensi orthostatik dan impotensi.

c. Gastrointestinal

1. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma dan

sarkoma Kaposi. Dengan efek penurunan berat badan, anoreksia, demam,

malabsorbsi, dan dehidrasi.

2. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma kaposi, obat illegal,

alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam

atritik.

3. Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang

sebagai infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal

dan diare.

d. Respirasi

Infeksi karena pneumocystic carinii, cytomegalovirus, virus influenza,

pneumococcus, dan strongyloidiasis dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri,

hipoksia, keletihan gagal nafas.

e. Dermatologi

Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis , reaksi otot,

lesi scabies, dan dekopitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi

sekunder dan sepsis.


f. Sensorik

1. Pandangan: Sarkoma kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan.

2. Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran

dengan efek nyeri.

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas klien dan penanggung jawab

Meliputi nama, umur, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan klien dan penanngung

jawab, dan hubungan klien dengan penanggung jawab (Nurarif & Kusuma, 2015).

2. Riwayat Kesehatan

b. Keluhan utama

Keluhan yang paling sering terjadi seperti demam dan penurunan berat >10%

tanpa sebab disertai dengan diare (Nurarif & Kusuma, 2015)

c. Riwayat kesehatan sekarang

Klien merasakan sariawan yang tak kunjung sembuh, diare kronik selama 1

bulan terus-menerus, demam berkepanjangan (Gallant, 2010).

d. Riwayat kesehatan dulu

Pada pasien HIV/AIDS sering dijumpai riwayat yang bergonta-ganti pasangan

maupun menggunakan jarum suntik, transfusi darah yang mengandung HIV

(Gallant, 2010).
e. Riwayat kesehatan sekarang

Umumnya infeksi HIV/AIDS ditularkan kepada bayi ketika dalam kandungan

atau masa menyusui (Nurafif & Kusuma, 2015).

f. Pengkajian Pola Gordon

a) Pola persepsi dan pengetahuan

Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi

pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.

b) Pola nutrisi dan metabolisme

Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, Keluarga

mengatakan saat masuk RS px hanya mampu menghabiskan ⅓ porsi

makanan, Saat pengkajian keluarga mengatakan px sedikit minum,

sehingga diperlukan terapi cairan intravena.

c) Pola eliminasi

Mengkaji pola BAK dan BAB pasien

d) Pola aktifitas dan latihan

Pasien terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik, tetapi px

mampu untuk duduk, berpindah, berdiri dan berjalan.

e) Pola istirahat

Px mengatakan tidak dapat tidur dengan nyenyak, pikiran kacau, terus

gelisah.

f) Pola kognitf dan perseptual (sensoris)

Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal

dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama

sakit, px mampu memberikan penjelasan tentang keadaan yang dialaminya.

g) Pola persepsi dan konsep diri


Pola emosional px sedikit terganggu karena pikiran kacau dan sulit tidur.

h) Peran dan tanggung jawab

Keluarga ikut berperan aktif dalam menjaga kesehatan fisik pasien.

i) Pola reproduksi dan sexual

Mengkaji perilaku dan pola seksual pada px

j) Pola penanggulangan stress

Stres timbul akibat pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah

penyakitnya, px merasakan pikirannya kacau. Keluarga px cukup perhatian

selama pasien dirawat di rumah sakit.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan

Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi

cemas dan takut, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu, dimana px dan

keluarga percaya bahwa masalah px murni masalah medis dan

menyerahkan seluruh pengobatan pada petugas kesehatan.

3. Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum

Umumnya pasien dengan infeksi HIV/AIDS akan menunjukkan keadaan

yang kurang baik karena mengalami penurunan BB (>10%) tanpa sebab,

diare kronik tanpa sebab sampai >1 bulan, demam menetap (Nurarif &

Kusuma, 2015)

 Tanda-tanda vital

Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat dan cepat

(Kunoli, 2012).
 Body sistem

Sistem neurologi

Sistem penglihatan

Inspeksi : mata anemia, gangguan refleks pupil, vertigo (Wijayaningsih,

2013).

a) Sistem pendengaran

Inspeksi : kehilangan pendengaran dengan efek nyeri yang

berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan

reaksi-reaksi otot (Bararah & Jauhar, 2013)

b) Sistem pengecapan

Inspeksi : lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan

warna mucosa mulut (Bararah & Jauhar, 2013)

c) Sistem integumen

Inspeksi : munculnya bercak-bercak gatal diseluruh tubuh yang

mengarahkan kepada penularan HIV/AIDS menuju jarum suntik ,

turgor kulit jelek (Katiandagho, 2015).

d) Sistem endokrin

Inspeksi : terdapat pembengkakan pada kelenjar getah bening

Palpasi : teraba pembesaran kelenjar getah bening (Gallant, 2010).

e) Sistem pulmoner

Inspeksi : batuk menetap lebih dari 1 bulan, bentuk dada barrel chest

(Muttaqin & Sari, 2011)

f) Sistem kardiovaskuler

Inspeksi : sianosis, hipotensi, edema perifer.

Palpasi : Takikardi (Wijayaningsih, 2013)


g) Sistem gastrointestinal

Inspeksi : diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan, berat

badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan (Bararah & Jauhar,

2013)

h) Sistem urologi

Pada kondisi berat didapatkan penurunan urine output respons dari

penurunan curah jantung (Mutaqin, 2011).

i) Sistem muskulokeletal

Respon sistemik akan menyebabkan malaise, kelemahan fisik, dan di

dapatkan nyeri otot ekstremitas (Mutaqin, 2011).

j) Sistem imunitas

Inspeksi : pasien dengan HIV/AIDS cenderung mengalami

penurunan imun akibat rusaknya CD4 (Gallant, 2010).

k) Sistem perkemihan

Inspeksi : tidak mengalami perubahan pada produsi urine

Palapasi : nyeri tekan abdominal (Muttaqin & Sari, 2011)

l) Sistem reproduksi

Inspeksi : ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam

kandungan atau saat melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI)

(Nurarif & Kusuma, 2015)

4. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan makan ditandai dengan ketidakmampuan memakan makanan,

membran mukosa pucat.


b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus berlebihan

ditandai dengan batuk yang tidak efektif, sputum dalam jumlah yang berlebihan.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi.

5. Intervensi Keperawatan

a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan makan ditandai dengan ketidakmampuan memakan makanan,

membran mukosa pucat.

Tindakan keperawatan:
1) mengkaji kesulitan untuk menelan dan merasakan,
2) mengobservasi bising usus,
3) memberikan fase istirahat sebelum makan dan menghindari prosedur yang
melelahkan saat mendekati waktu makan,
4) menjelaskan pentingnya nutrisi pada keluarga dan pasien,
5) berkolaborasi dengantim ahli gizi dalam pemberian diet TKTP,
6) menentukan jumlah dan tipe makanan yang disukai dan dapat ditoleransi
pasien,
7) memberikan oral hygiene sebelum dan sesudah makan,
8) menganjurkan makanan porsi kecil tapi sering dan berkalori tinggi.

b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus berlebihan

ditandai dengan batuk yang tidak efektif, sputum dalam jumlah yang berlebihan.

Tindakan keperawatan:

a) membina hubungan saling percaya,


b) frekuensi atau kedalaman pernafasan dan gerakan dada,
c) mengobservasi suara paru, mencatat area penurunan atau tak ada aliran
udara dan bunyi nafas adventisius, mis krekels, mengi
d) menjelaskan dan ajarkan latihan nafas dalam sering dan batuk efektif
e) menganjurkan pemberian minum air hangat, dari pada dingin
f) berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan RL 500cc / 24 jam,
levofloxacin 1x500mg, cotrimoxaxole 1x2 tablet, dan ceftriaxone 2x1gr.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi.
Tindakan keperawatan :
a) Monitor tanda-tanda infeksi baru.
b) gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif. Cuci tangan sebelum
meberikan tindakan.
c) Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan yang
patogen.
d) Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.
e) Atur pemberian antiinfeksi sesuai order
(Kurniawati, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Bararah, T., & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat
profesional. Jakarta: Media Pustaka.

Desmon. (2015). Epidemiologi HIV/AIDS. Bogor: IN MEDIA- Anggota IKAPI.

Ersha, Riry F. & Ahmad, A. (2018). Human Immunodeficiency Virus – Acquired


Immunodeficiency Syndrome dengan Sarkoma Kaposi. Jurnal Kesehatan Andalas : 7.

Gallant, J. (2010). HIV dan AIDS. Jakarta: PT indeks.

Katiandagho, D. (2015). Epidemiologi HIV/AIDS. BOGOR: IN MEDIA-Anggota IKAPI.

Kunoli, F. (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit tropis . Jakarta: CV.TRANS MEDIA.

Muttaqin. (2011). Gangguan Gastrointestinal:Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.


Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperwatan
Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan Nanda NIC- NOC Jilid 1.
jogjakarta: Mediafiction Jogja.

Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak . Jakarta Timur : Trans Info Media .

Wilkinson, & Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi-9. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai