Anda di halaman 1dari 17

TOILET TRAINING

OLEH
KELOMPOK IV

MOH ANDRIYANTO S ABDUL 2120009


YUSTINA MARIANA NGGUNU 2120005

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

GEMA INSAN AKADEMIK

MAKASSAR

2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita, dimana pada
masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan
perkembangan anak selanjutnya. Pada masa balita ini perkembangan kemampuan
berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat
cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya (1).
Di Indonesia diperkirakan jumlah balita mencapai 30 % dari 250 juta jiwa
penduduk Indonesia, dan menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
nasional diperkirakan jumlah balita yang susah mengontrol BAB dan BAK (ngompol)
di usia sampai prasekolah mencapai 75 juta anak. Fenomena ini dipicu karna banyak
hal, pengetahuan ibu yang kurang tentang cara melatih BAB dan BAK, pemakaian
(PEMPRES) popok sekali pakai, hadirnya saudara baru dan masih banyak lainnya
(2).
Kebiasaan yang salah dalam mengontrol BAB dan BAK akan menimbulkan hal-hal
yang buruk pada anak dimasa mendatang. Dapat menyebabkan anak tidak disiplin,
manja, dan yang terpenting adalah dimana nanti pada saatnya anak akan mengalami
masalah psikologi, anak akan merasa berbeda dan tidak dapat secara mandiri
mengontrol buang aiar besar dan buang air kecil (2).
Toilet training ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18
bulan sampai 24 bulan.Salah satu masalah kesulitan anak dalam melakukan toilet
training adalah ketidakmampuan anak dalam melakukan eliminasi, ketidaksiapan fisik
anak dalam mengontrol keinginan untuk berkemih dan defekasi, dan kurangnya
perhatian orangtua terhadap tumbuh kembang anak (2).
Toilet training adalah latihan berkemih dan defekasi dalam perkembangan anak
usia todler pada tahapan usia 1 tahun sampai 3 tahun. Dan toilet training bermanfaat
pada anak sebab anak dapat mengetahui dan mengenal bagian-bagian tubuh serta
fungsinya (anatomi) tubuhnya. Dalam proses toilet training terjadi pergantian impuls
atau rangsangan dan instink anak dalam melakukan buang air kecil dan buang air
besar (3).
Adapun yang mempengaruhi toilet training pada anak adalah kesiapan fisik anak
dan kemampuan anak dalam eliminasi. Tanda-tanda dari kesiapan fisik anak adalah
usia telah mencapai 24 bulan sampai 28 bulan, dapat duduk atau jongkok kurang
lebih 2 jam, ada gerakan usus yang regular, tahu waktu untuk buang air kecil dan
buang besar, tidak betah memakai popok yang basah dan kotor, bisa memegang alat
kelaminnya sambil minta ke kamar mandi kecil jika ingin buang air, bisa memakai dan
melepas celana sendiri, bisa memakai kata pipis atau pup, berhasil membuat
popoknya bersih dan kering selama 3 jam sampai 4 jam, memperlihatkan ekspresi
fisik misalnya meringis, merah atau jongkok buang air (2,3).
Konsep toilet training memang belum banyak dipahami dikalangan masyarakat,
hal ini disebabkan karena informasi terkait tentang toilet training tidak dikenalkan
secara umum dimasyarakat sedangkan fenomena yang terjadi di masyarakat akibat
dari konsep toilet training yang tidak diajarkan secara benar atau kurang tepat
sangatlah tidak sedikit hal ini karena dampak negative yang ditimbulkan tidaklah
dapat dilihat secara langsung, ini yang menyebabkan konsep toilet training
dipandang tidaklah penting dalam tahap perkembangan anak usia toddler (4).
Perkembangan pada usia toddler merupakan perubahan dari fase percaya tidak
percaya menjadi fase otonomi ditunjukkan dengan sikap kemandirian yang semakin
meluas pada masa ini anak dapat mengontrol bagian tubuhnya, kemampuan dalam
berbahasa meningkat, dan pada fase ini juga berada pada fase anal dimana anak
mulai mampu untuk mengontrol buang air besar dan buang air kecil (1).
Lima tahun pertama kehidupan anak merupakan letak dasar bagi terpenuhinya
segala kebutuhan fisik, maupun psikis di awal perkembangannya, diramalkan akan
dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan selanjutnya. Pada masa ini juga
disebut-sebut sebagai masa keemasan (golden age) dalam perkembangan seorang
anak, sebab diusia ini anak mengalami lompatan kemajuan yang menakjubkan (4,5).
Sigmund Freud cit Sunaryo (2004) dalam teori perkembangannya mengatakan
bahwa anak usia toddler (1-3) tahun termasuk dalam fase anal yaitu ditandai dengan
berkembangnya kepuasan (kateksis) dan ketidakpuasan (anti kateksisi) disekitar
fungsi eliminasi. Dengan mengeluarkan feses (buang air besar) timbul perasaan lega,
nyaman dan puas.Kepuasan tersebut bersifat egosentrik yaitu anak mampu
mengendalikan sendiri fungsi tubuhnya (2).
Wong, (2000) mengemukakan bahwa biasanya sejalan dengan anak mampu
berjalan maka kemampuan sfingter uretra dan sfingter ani sudah mulai berkembang
untuk mengontrol rasa ingin berkemih dan defekasi. Oleh karena itu orangtua harus
diajarkan bagaimana cara melatih anak untuk mengontrol rasa ingin berkemih,
diantaranya dengan menggunakan pot kecil yang bisa diduduki anak, atau langsung
ke toilet pada jam tertentu secara regular untuk berkemih. Anak didudukan pada toilet
atau pot yang bisa diduduki dengan cara menapakan kaki dengan kuat pada lantai
sehinngga dapat membantunya untuk mengejan. Latihan merangsang rasa untuk
mengejan ini dapat dilakukan selama 5 sampai 10 menit, dan selama latihan,
orangtua harus mengawasi anak (3).
Usaha untuk melatih anak dalam buang air kecil dan buang air besar dapat
dilakukan dengan cara memberikan contoh dan anak menirukannya secara benar,
mengobservasi saat memberikan contoh toilet training, memberikan pujian saat anak
berhasil dan tidak memarahi saat anak gagal dalam melakukan toilet training (3).
Dampak toilet training yan paling umum dalam kegagalan toilet training antara lain
adalah adanya perlakuan atau aturan yang ketat bagi orangtua kepada anaknya yang
dapat mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersifat retentif di mana
cenderung bersikap keras kepala. Hal ini dapat dilakukan oleh orangtua apabila
sering memarahi anak pada saat buang air besar atau buang air kecil, atau melarang
anak saat berpergian. Bila orangtua santai dalam memberikan aturan dalam toilet
training maka akan dapat mengalami kepribadian ekspresif dimana anak lebih tega,
cenderung ceroboh, suka membuat masalah, emosional dan sesuka hati dalam
melakukan kegiatan sehari-hari (2).
Pengetahuan tentang toilet training sangat penting untuk dimiliki oleh seorang ibu.
Hal ini akan berpengaruh pada penerapan toilet training pada anak. Ibu yang
mempunyai tingkat pengetahuan yang baik berarti mempunyai pemahaman yang baik
tentang manfaat dan dampak toilet training, sehingga ibu akan mempunyai sikap
yang positif terhadap konsep toilet training. Sikap merupakan kecenderungan ibu
untuk bertindak atau berperilaku (2,3).
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini, agar mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan pengertian toilet training, cara mengajarkan toilet training, latihan
mengontrol berkemih dan defekasi, faktor-faktor yang mendukung toilet training,
hal yang perlu diperhatikan selama toilet training, tanda anak siap melakukan toilet
training, dampak toilet training, pengkajian masalah toilet training.
2. Menjelaskan asuhan keperawatan pada toilet training

1.3 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini, antara lain :

1. Apa yang dimaksud dengan toilet training?


2. Bagaimana cara mengajarkan toilet training?
3. Bagaimana latihan mengontrol berkemih dan defekasi?
4. Apafaktor-faktor yang mendukung toilet training?
5. Apa saja hal yang perlu diperhatikan selama toilet training?
6. Apatanda anak siap melakukan toilet training?
7. Apa dampak toilet training?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada toilet training?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Toilet Training


Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar
mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Menurut
Supartini (2004), toilet training merupakan aspek penting dalam perkembangan anak
usia todler yang harus mendapat perhatian orang tua dalam berkemih dan defekasi.
Dan toilet training juga dapat menjadi awal terbentuknya kemandirian anak secara
nyata sebab anak sudah bisa untuk melakukan hal-hal yang kecil seperti buang air
kecil dan buang air besar (2,3).
Toilet training adalah latihan mengontrol buang air, usia yang tepat untuk
berlatih sekitar 18-24 bulan sangat tergantung pada perkembangan beberapa otot
tertentu, minat dan kesadaran anak yang bersumber dari anak tersebut (3).
Pada tahapan usia 1 sampai 3 tahun atau usia toddler, kemampuan sfingter
uretra untuk mangontrol rasa ingin berkemih dan sfingter ani untuk mengontrol rasa
ingin defekasi mulai berkembang (Supartini, 2002). Sedangkan menurut Gupte (2004)
sekitar 90 persen bayi mulai mengembangkan kontrol kandung kemihnya dan
perutnya pada umur 1 tahun hingga 2,5 tahun. Dan toilet training ini dapat
berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan sampai 24 bulan (2).
Dalam melakukan latihan buang air kecil dan besar pada anak membutuhkan
persiapan baik secara fisik,psikologis maupun secara intelektual, melalui persiapan
tersebut diharapkan anak mampu mengontrol buang air besar atau kecil sendiri. Pada
toilet training selain melatih anak dalam mengontrol buang air besar dan kecil juga
dapat bermanfaat dalam pendidikan seks sebab saat anak melakukan kegiatan
tersebut disitu anak akan mempelajari anatomi tubuhnya sendiri serta fungsinya.
Dalam proses toilet training diharapkan terjadi pengaturan impu;s atau rangsangan
dan instink anak dalam melakukan buang air besar atau buang air kecil dan perlu
diketahui bahwa buang air besar merupakan suatu alat pemuasan untuk melepaskan
ketegangan dengan latihan ini anak diharapkan dapat melakukan usaha penundaan
pemuasan (4).
Toilet training secara umum dapat dilaksanakan pada setiap anak yang sudah
mulai memasuki fase kemandirian pada anak. Suksesnnya toilet training tergantung
pada kesiapan yang ada pada diri anak dan keluarga, seperti kesiapan fisik, dimana
kemampuan anak secara fisik sudah kuat dan mampu. Hal ini dapat ditunjukkan anak
mampu duduk atau berdiri sehingga memudahkan anak untuk dilatih buang air besar
dan kecil, demikian juga kesiapan psikologis dimana anaka membutuhkan suasana
yang nyaman agar mampu mengontrol dan konsentrasi dalam merangsang untuk
buang air besar dan kecil. Persiapan intelektual pada anak ujga dapat membantu
dalam proses buang air besar dan kecil. Hal ini dapat ditunjukkan apabila anak
memahami buang aor besar atau kecil sangat memudahkan proses dalam
pengontrolan, anak dapat mengetahui kapan saatnya harus buang air kecil dan kapan
saatnya buang air besar, kesiapan tersebut akan menjadikan anak selalu mempunyai
kemandirian dalam mengontrol khususnya buang air kecil dan buang air besar(toilet
training). Pelaksanaan toilet training dapat dimulai sejak dini untuk melatih respons
terhadap kemampuan untuk buang air kecil dan buang air besar (4,5).

2.2 Cara mengajarkan toilet training pada anak


Latihan buang air besar atau buang air kecil pada anak atau dikenal
dengan nama toilet training merupakan suatu hal yang harus dilakukan pada orang
tua anak, mengingat dengan latihan itu diharapkan anak mempunyai kemampuan
sendiri dalam melaksanakan buang air kecil dan buang air besar tanpa merasakan
ketakutan atau kecemasan sehingga anak akan mengalami pertumbuhan dan
perkembangan sesuai usia tumbuh kembang anak. Banyak cara yang dapat
dilakukan oleh orang tua dalam melatih anak untuk buang air besar dan kecil, di
antaranya (4):
1) Teknik lisan
Merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan intruksi
pada anak dengan kata-kata sebelum atau sesudah buang air kecil dan buang air
besar. Cara ini kadang-kadang merupakan hal biasa yang dilakukan pada orang
tua akan tetapi apabila kita perhatikan bahwa teknik lisan ini mempunyai nilai yang
cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk buang air kecil atau buang air
besar dimana lisan ini persiapan psikologis pada anak akan semakin matang dan
akhirnya anak mampu dengan baik dalam melaksanakan buang air kecil dan air
besar.

2) Teknik modelling

Merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air besar
dengan cara meniru untuk buang air besar atau mamberikan contoh. Cara ini juga
dapat dilakukan dengan memberikan contoh-contoh buang air kecil dan buang air
besar atau membiasakan buang air kecil dan buang air besar secara benar.
Dampak yang jelek pada cara ini adalah apabila contoh yang diberikan salah
sehingga akan dapat diperlihatkan pada anak akhirnya anak juga mempunyai
kebiasaan salah. Selain cara tersebut di atas terdapat beberapa hal yang dapat
dilakukan seperti melakukan observasi waktu pada saat anak merasakan buang air
kecil dan buang air besar, tempatkan anak di atas pispot atau ajak ke kamar
mandi, berikan pispot dalam posisi aman dan nyaman, ingatkan pada anak bila
akan melakukan buang air kecil dan buang air besar, dudukkan anak di atas pispot
atau orang tua duduk atau jongkok di hadapannya sambil mengajak bicara atau
bercerita, berikan pujian jika anak berhasil jangan disalahkan dan dimarahi,
biasakan akan pergi ke toilet pada jam-jam tertentu dan beri anak celana yang
mudah dilepas dan dikembalikan.

2.3 Latihan Mengontrol Berkemih dan Defekasi pada Anak


Orang tua harus diajarkan bagaimana cara melatih anak untuk mengontrol
rasa ingin berkemih, di antaranya pot kecil yang bisa diduduki anak apabila ada,
atau langsung ke toilet, pada jam tertentu secara regular. Misalnya, setiap dua jam
anak dibawa ke toilet untuk berkemih. Anak didudukkan pada toilet atau pot yang
bisa diduduki dengan cara menapakkan kaki dengan kuat pada lantai sehingga
dapat membantunya untuk mengejan. Latihan untuk merangsang rasa untuk
mengejan ini dapat dilakukan selam 5 sampai 10 menit. Selama latihan, orang tua
harus mengawasi anak dan kenakan pakaian anak yang mudah untuk dibuka (3).

2.4 Faktor-faktor yang Mendukung Toilet Training pada Anak


Faktor-faktor yang Mendukung Toilet Training pada Anak, antara lain (5):
1) Kesiapan fisik
a. Usia telah mencapai 18-24 bulan.
b. Dapat jongkok kurang dari 2 jam
c. Mempunyai kemampuan motorik kasar seperti duduk dan berjalan
d Mempunyai kemampuan motorik halus seperti membuka celana dan pakaian
2) Kesiapan mental
a. Mengenal rasa ingin berkemih dan defekasi
b. Komunikasi secara verbal dan nonverbal jika merasa ingin berkemih
c. Keterampilan kognitif untuk mengikuti perintah dan meniru perilaku orang lain
3) Kesiapan psikologis
a. Dapat jongkok dan berdiri ditoilet selama 5-10 menit tanpa berdiri dulu
b. Mempunyai rasa ingin tahu dan rasa penasaran terhadap kebiasaan orang
dewasa dalam buang air keci, dan buang air besar
c. Merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat dicelana dan
ingin segera diganti segera
4) Kesiapan orangtua
a. Mengenal tingkat kesiapan anak dalam berkemih dan defekasi
b. Ada keinginan untuk meluangkan waktu untuk latihan berkemih dan defekasi
pada anak.
c. Tidak mengalami konflik tertentu atau stres keluarga yang berarti
(Perceraian).

2.5 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Selama Toilet Training


Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Selama Toilet Training, antara lain (4):
1. Hindari pemakain popok sekali pakai.
2. Ajari anak mengucapkan kata-kata yang berhubungan dengan buang air
kecil dan buang air besar dengan benar.
3. Motivasi anak untuk melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci
tangan dan kaki sebelum tidur dan cuci muka disaat bangun tidur.
4. Jangan memarahi anak saat anak dalam melakukan toilet training.

2.6 Tanda Anak Siap untuk Melakukan Toilet Training


Tanda Anak Siap untuk Melakukan Toilet Training, antara lain (4):
1. Tidak mengompol dalam waktu beberapa jam sehari minimal 3-4 jam
2. Anak berhasil bangun tidur tanpa mengompol
3. Anak mengetahui saat merasa ingin BAK dan BAB dengan menggunakan kata-kata
pup
4. Sudah mampu memberi tahu bila celana atau popok sekali pakainya sudah basah
dan kotor
5. Bila ingin BAK dan BAB anak memberi tahu dengan cara memegang alat kelamin
atau minta ke kamar mandi
6. Bisa memakai dan melepas celana sendiri
7. Memperlihatkan ekspresi fisik misalnya wajah meringis, merah atau jongkok saat
merasa BAB dan BAK
8. Tertarik dengan kebiasaan masuk ke kamar mandi seperti kebiasaan orang
sekitarnya
9. Minta diajari menggunakan toilet
10. Mampu jongkok lima sampai sepuluh menit tanpa berdiri dulu

2.7 Dampak Toilet Training

Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya
perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anaknya yang dapat
mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersifat retentif dimana anak
cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir.Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua
apabila sering memarahi anak pada saat buang air besar atau kecil, atau melarang
anak saat bepergian. Bila orang tua santai dalam memberikan aturan dalam toilet
training maka anak akan dapat mengalami kepribadian ekspresif dimana anak lebih
tega, cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara, emosional dan seenaknya dalam
melakukan kegiatan sehari-hari (4,5).

2.8 Asuhan Keperawatan


Pengkajian Masalah Toilet Training
Pengkajian kebutuhan terhadap toilet training merupakan sesuatu yang
harus diperhatikan sebelum anak melakukan buang air kecil dan buang air besar,
mengingat anak yang melakukan buang air besar atau buang air kecil
akanmengalami proses keberhasilan dan kegagalan, selama buang air kecil dan
buang air besar. Proses tersebut akan dialami oleh setiap anak, untuk mencegah
terjadinya kegagalan maka dilakukan sesuatu pengkajian sebelum melakukan toilet
training yang meliputi pengkajian fisik, pengkajian psikologis, dan pengkajian
intelektual (1,4,5).
1) Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik yang harus diperhatikan pada anak yang akan melakukan
buang air kecil dan buang air besar dapat meliputi kemampuan motorik kasar
seperti berjalan, duduk, meloncat dan kemampuan motor ik halus seperti mampu
melepas celana sendiri. Kemampuan motorik ini harus mandapat perhatian karena
kemampuan untuk buang air besar ini lancar dan tidaknya dapat dilihat dari
kesiapan fisik sehingga ketika anak berkeinginan untuk buang air kecil dan buang
air besar sudah mampu dan siap untu melakukannya.Selain itu, yang harus dikaji
adalah pola buang air besar yang sudah teratur, sudah tidak mengompol setelah
tidur.

2) Pengkajian Psikologis
Pengkajian psikologis yang dapat dilakukan adalah gambaran psikologis
pada anak ketika akan melakukan buang air kecil dan buang air besar seperti anak
tidak rewel ketika akan buang air besar, anak tidak menangis sewaktu buang air
besar atau buang air kecil, ekspresi wajah menunjukan kegembiraan dan ingin
melakukan secara sendiri, anak sabar dan sudah mau ke toilet selama 5 sampai
10 menit tanpa rewel atau meninggalkannya, adanya keinginantahuan kebiasaan
toilet training pada orang dewasa atau saudaranya, adanya ekspresi untuk
menyenangkan pada orangtuanya.

3) Pengkajian Intelektual
Pengkajian intelektual pada latihan buang air kecil dan buang air besar
antara lain kemampuan anak untuk mengertibuang air kecil dan buang air besar,
kemampuan mengkomunikasikan buang nair kecil dan buang air besar, anak
menyadari timbulnya buang air kecil dan buang air besar, mempunyai kemampuan
kognitif untuk meniru prilaku yang tepat seperti buang air kecil dan buang air besar
pada tempatnya serta etika dalam buang air kecil dan buang air besar. Dalam
melakukan pengkajian kebutuhan buang air kecil dan buang air besar, terdapat
beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan selama toilet training, diantaranya (4):
1. Hindari pemakain popok sekali pakai dimana anak akan merasa aman
2. Ajari anak mengucapkan kata-kata yang khas yang berhubungan dengan
buang air besar
3. Mendorong anak melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci muka saat
bangun tidur, cuci muka, cuci kaki, dan lain-lain.
4. Jangan marah bila anak gagal dalam melakukan toilet training

Diagnosis dan NOC-NIC

Beberapa diagnosa keperawatan beserta NOC-NIC yang mungkin muncul, antara


lain (6,7,8):

Diagnosa NOC NIC


1. Kesiapan untuk Dalam waktu 1 1. Pengajaran : Toilet
peningkatan minggu klien siap Training
pengetahuan untuk meningkatkan Intruksikan kepada orang
(adanya atau pengetahuan dengan tua tentang bagaimana
pemerolehan menggunakan : menentukan kesiapan fisik
informasi kognitif yang 1. Pengetahuan : anak untuk toilet training
berhubungan dengan aktivitas yang di Instuksikan orang tua
tofik tertentu yang anjurkan ( skala tentang bagaimana
memadai untuk 1-5) menentukan kesiapan
memenuhi tujuan Aktivitas dan psikososial anak untuk toilet
terkait kesehatan dan latihan yang training
dapat ditingkatkan) ditetapkan Instuksikan orang tua
Batasan karakteristik : Tujuan aktivitas tentang bagaimana
Mengekspresikan Strategi menentukan kesiapan
ketertarikan dalam peningkatan keluarga anak untuk toilet
belajar aktivitas secara training
Mendeskripsikan bertahap Menyediakan informasi
pengalaman yang Menunjukkan untuk mempromosikan toilet
berkaitan dengan ketepatan dalam training
topik latihan Menyediakan informasi
Keuntungan tentang bagaimana
aktivitas dan melepaskan pakaian anak
latihan Menyediakan informasi
tentang strategi komunikasi,
harapan, dan peningkatan
pemberi perawatan lainnya.
Dukung orang tua selama
proses ini
Dorong orang tua untuk
kreatif dan fleksibel dalam
perkembangan dan
implemntasi strategi training
Menyediakan informasi
tambahan, seperti yang
diminta atau dibutuhkan
2. Kesiapan Dalam waktu 1 1. Pelatihan bowel
Meningkatkan minggu klien dapat  Rencana Program usus
Eliminasi Urinarius siap meningkatkan dengan pasien dan tepat
(suatu pola fungsi eliminasi urinarius  Ajarkan pasien/ keluarga
urinarius yang cukup dengan prinsip-prinsip pelatihan
untuk memenuhi menggunakan : usus
kebutuhan eliminasi 1. Perawatan  Pastikan asupan cairan
dan dapat diri :toileting yang cukup
ditingkatkan)  Merespon  Pastikanlatihan yang cukup
Batasan karakteristik : kandung kemih  Pastikanprivasi
 Jumlah hakuaran penuh dalam  MengevaluasiStatusususter
dalam batas normal waktu yang tepat atur
 Mengekspresikan  Merespon  ModifikasiProgramusus,
keinginan untuk keinginan untukyang diperlukan
meningkatkan melakukan buang 2. Pelatihan Urinkandung
eliminasi urinarius air besar dalam kemih
 Mempromosikan diri waktu yang tepat
 Membantu pasien untuk
untuk mengosongkan  Mendapatkan mengidentifikasi pola
kandung kemih masuk dan keluar
 Asupan cairan dari kamar mandi inkontinensia
adekuat untuk  Melepas pakaian  Tinjauan berkemih harian
kebutuhan cairan  Mengosongkan dengan pasien
kandung kemih  Menetapkan interval jadwal
 Mengosongkan toilet awal,
usus berdasarkanpolaberkemih
 Membersihkan  Menetapkan awal dan akhir
diri setelah buang waktu untuk toilet jadwal jika
air kecil tidak untuk 24 jam
 Membersihkan  Menyediakan privasi untuk
diri setelah buang toileting
air besar  Gunakan kekuatan untuk
 Mendapat naik membantu pasien
daritoilet sugestionuntuk
atautoilet membatalkan
 Ajarkan pasien untuk sadar
menahan kencingsampai
waktu yang dijadwalkan
toileting

3. Kesiapan Dalam waktu 1 1. Bantuan perawatan diri :


meningkatkan minggu klien siap Toileting
perawatan diri (pola dalam meningkatkan  Lepaskan pakaian penting
feforma aktivitas perawatan diri untuk memungkinkan
individu yang dengan eliminasi
membantu memenuhi menggunakan :  Pertimbangkan usia anak
tujuan terkait 1. Perawatan ketika mempromosikan
kesehatan dan dapat diri :toileting kegiatan perawatan diri
ditingkatkan)  Merespon  Membantu pasien untuk
Batasan karakteristik : kandung kemih toilet /toilet/pispot/fraktur
 Mengungkapkan yang penuh pan/urinoir pada selang
keinginan untuk dalam waktu yang waktu tertentu
meningkatkan tepat
kemandirian dalam  Merespon  Pertimbangkan respons
meningkatkan keinginan untuk pasien terhadap kurangnya
kesehatan melakukan buang privasi
 Mengungkapkan air besar dalam  Menyediakan privasi selama
keinginan untuk waktu yang tepat proses eliminasi
meningkatkan  Dapat masuk dan  Ganti pakaian anak setelah
pengetahuan keluar dari kamar eliminasi
tentang strategi mandi  Menyiram
perawatan diri  Melepas pakaian toilet/membersihkan alat
 Mengungkapkan  Mengosongkan eliminasi (toilet, pispot)
keinginan untuk kandung kemih  Instruksikan jadwal buang
meningkatkan  mengosongkanus air
tanggung jawab us  Memantau pasien dengn
perawatan diri  Membersihkan integritas kulit
 Mengungkapkan diri setelah buang
keinginan untuk air kecil
meningkatkan  Membersihkan
perawatan diri diri setelah buang
air besar
 Mendapat naik
dari toilet atau
toilet

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu
mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar.Dalam melakukan
latihan buang air kecil dan besar pada anak membutuhkan persiapan baik secara
fisik,psikologis maupun secara intelektual, melalui persiapan tersebut diharapkan anak
mampu mengontrol buang air besar atau kecil sendiri. Pada toilet training selain melatih
anak dalam mengontrol buang air besar dan kecil juga dapat bermanfaat dalam
pendidikan seks sebab saat anak melakukan kegiatan tersebut disitu anak akan
mempelajari anatomi tubuhnya sendiri serta fungsinya.
Tehnik yang digunakan bisa melalui lisan maupun modeling.terdapat
beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan selama toilet training, diantaranya: Hindari
pemakain popok sekali pakai dimana anak akan merasa aman, ajari anak mengucapkan
kata-kata yang khas yang berhubungan dengan buang air besar, mendorong anak
melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci muka saat bangun tidur, cuci muka, cuci
kaki, dan lain-lain, jangan marah bila anak gagal dalam melakukan toilet training.

3.2 Saran
Bagi para mahasiswa agar lebih aktif dalam diskusi maupun bertanya dengan
orang yang lebih tahu sehingga para mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan yang
lebih dalam. Bagi para dosen agar dapat menjelaskan pada mahasiswa lebih detail lagi
pada bagian yang masih kurang pada pembahasan yang dilakukan pada saat diskusi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
2. Hidayat, AA. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
3. Supartini Y. 2003. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.
4. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. 2006. Buku Ajar Pediatri RUDOLPH
volume 1. Jakarta: EGC
5. Wong, D.L. 1999. Nursing Care Infants and Childrens. St.Louis Mosby.
6. NANDA International. 2009. Nursing Diagnosis: Definition and Classification 2009-
2011. USA: Willey Blackwell Publication.
7. Moorhead, Sue, et all. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth
Edition. USA: Mosbie Elsevier.
8. Bulecheck, Gloria M, et all. 2008. Nursing intervention Classification (NIC) Fifth
Edition. USA: Mosbie Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai