Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER

A. KONSEP MEDIS
1. PENGERTIAN
ADHD atau attention deficit hyperactivity disorder adalah gangguan mental yang
menyebabkan seorang anak sulit memusatkan perhatian, serta memiliki perilaku
impulsif dan hiperaktif, sehingga dapat berdampak pada prestasi anak di sekolah.
Hingga saat ini, penyebab utama ADHD belum diketahui dengan pasti. Akan
tetapi, kondisi ini diduga dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Selain
terjadi pada anak-anak, ADHD juga dapat terjadi pada orang dewasa.
2. ETIOLOGI
Penyebab ADHD belum diketahui secara pasti. Namun, sejumlah penelitian
menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko anak
terkena ADHD. Faktor risiko ini meliputi faktor genetik dan lingkungan. ADHD
juga diduga berkaitan dengan gangguan pada pola aliran listrik otak
atau gelombang otak.
Ada pula yang menganggap bahwa gangguan perilaku hiperaktif pada anak dise
babkan oleh sugar rush atau konsumsi gula berlebihan. Namun, hal ini belum
terbukti benar.
3. TANDA DAN GEJALA
Gejala utama ADHD adalah sulit memusatkan perhatian, serta berperilaku
impulsif dan hiperaktif. Penderita tidak bisa diam dan selalu ingin bergerak.
Gejala ADHD umumnya muncul pada anak-anak sebelum usia 12 tahun. Namun
pada banyak kasus, gejala ADHD sudah dapat terlihat sejak anak berusia 3 tahun.
ADHD yang terjadi pada anak-anak dapat terbawa hingga dewasa.
4. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) masih belum
diketahui pasti. Namun, beberapa faktor telah dikaitkan dengan terjadinya ADHD,
termasuk gangguan pada neurotransmiter, struktur otak, dan fungsi kognitif.
a. Peran Neurotransmiter
Karena efikasi dari penggunaan psikostimulan dan trisiklik noradrenergik pada
tata laksana ADHD, dopamin dan noradrenalin telah dikaitkan dengan
patofisiologi penyakit ini. Penurunan aktivitas dopamin telah dikaitkan dengan
patofisiologi ADHD dan telah dilaporkan ditemukan pada pasien yang
mengalami penyakit ini.
b. Gangguan Struktur Otak
Daerah otak yang dicurigai terlibat pada patofisiologi ADHD adalah regio
frontal, prefrontal, parietal, korteks cingulatum, ganglia basalis, dan
serebelum. Beberapa studi menemukan adanya gangguan aktivasi pada area
otak tersebut ketika anak dengan ADHD melakukan kegiatan tertentu.
c. Gangguan Fungsi Kognitif
Selain itu, ADHD juga telah dihubungkan dengan defisit neurofisiologi dan
abnormalitas fungsi kognitif. Kontrol eksekutif kognitif telah diketahui
berhubungan dengan memori, fleksibilitas kognitif, dan inhibisi, sehingga
gangguan pada fungsi ini diduga berhubungan dengan gejala ADHD.
5. KOMPLIKASI
Penderita ADHD yang tidak tertangani dapat mengalami kondisi di bawah ini:
a. Mengalami kesulitan untuk fokus belajar di kelas, sehingga prestasi
akademiknya menurun.
b. Memiliki masalah interaksi dengan teman-teman sebaya dan lingkungan
sekitarnya.
c. Memiliki risiko mengonsumsi alkohol dan menyalahgunakan NAPZA saat
beranjak dewasa.
d. Berisiko mengalami cedera saat melakukan aktivitas sehari-hari.
e. Merasa rendah diri.

Menurut beberapa penelitian, penderita ADHD juga berisiko mengalami


gangguan mental lainnya, seperti:

a. Depresi
b. Gangguan kecemasan
c. Gangguan bipolar
d. Sindrom Tourette
e. Oppositional defiant disorder (ODD)

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak semua anak yang sulit konsentrasi dan hiperaktif pasti menderita ADHD.
Anak-anak yang sehat umumnya sangat aktif dan sering membuat orang tuanya
kewalahan. Demikian juga halnya dengan remaja. Walau terlihat seperti tidak
mendengarkan pembicaraan, berperilaku impulsif, dan perhatiannya mudah
teralihkan, mereka belum tentu menderita ADHD.
ADHD sering kali tidak terdiagnosis karena orang tua menganggap gejala yang
muncul merupakan perilaku yang normal, sehingga tidak memeriksakannya ke
dokter. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengenali gejala ADHD
serta perbedaannya dengan perilaku normal pada anak-anak.
Diagnosis ADHD cukup sulit dilakukan, sehingga dibutuhkan kerja sama dari
berbagai pihak. Ada serangkaian pemeriksaan fisik serta psikologis yang akan
dilakukan oleh dokter anak dan psikiater. Selain keluarga, pihak sekolah
(khususnya guru) juga sebaiknya terlibat dalam proses ini. Tidak hanya pada
anak-anak, proses diagnosis ADHD pada penderita dewasa juga tergolong sulit.
Pemeriksaan untuk mendiagnosis ADHD meliputi wawancara dan pemeriksaan
fisik. Dokter akan melakukan wawancara, baik dengan anak maupun dengan
orang tua, guru, dan pengasuh.
Secara umum, wawancara dan pemeriksaan ini bertujuan untuk:
a. Mendiagnosis apakah anak menderita ADHD.
b. Mengetahui tingkat keparahan ADHD yang diderita anak.
c. Mengetahui adanya penyakit lain yang menyebabkan gejala yang dialami
anak.
d. Mengetahui adanya gangguan mental lain pada anak.

Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang


berupa hitung darah lengkap, tes fungsi hati, tes fungsi tiroid, dan MRI otak.

7. PENATALAKSANAAN
Kombinasi obat-obatan dan terapi khusus merupakan langkah terbaik untuk
menangani ADHD. Tidak ada jalan pintas untuk mengatasi kondisi ini.
Penanganan ADHD membutuhkan kesiapan dan komitmen dari segi waktu,
emosi, maupun keuangan.
Meski tidak bisa disembuhkan sepenuhnya, ADHD dapat ditangani dengan
beberapa jenis obat dan terapi untuk meredakan gejala-gejala yang timbul,
sehingga penderitanya bisa menjalani aktivitas sehari-hari dengan normal.
Obat yang umum diberikan untuk ADHD adalah methylphenidate. Obat ini
bekerja dengan cara menyeimbangkan senyawa kimia pada otak sehingga dapat
meredakan gejala ADHD.
Methylphenidate aman untuk dikonsumsi anak-anak, namun dokter tetap akan
memantau pengobatan untuk mewaspadai munculnya efek samping, seperti
gangguan pada jantung. Bila anak mengalami efek samping tersebut, atau berisiko
tinggi untuk mengalaminya, maka dokter akan memberikan obat lain yang
meliputi:
a. Atomoxetine.
b. Amitriptyline.
c. Obat golongan agonis alfa, misalnya clonidine.

1) Penanganan Melalui Psikoterapi
Penderita ADHD perlu mendapatkan psikoterapi. Selain untuk menangani
ADHD, psikoterapi juga berguna untuk mengatasi gangguan mental lain yang
menyertai ADHD, misalnya depresi. Jenis-jenis psikoterapi yang bisa menjadi
pilihan adalah:

a) Terapi perilaku kognitif atau cognitive behavioural therapy (CBT)


Terapi perilaku kognitif akan membantu penderita ADHD untuk mengubah
pola pikir dan perilaku saat menghadapi masalah atau situasi tertentu.
b) Terapi psikoedukasi
Penderita ADHD akan diajak untuk berbagi cerita dalam terapi ini, misalnya
kesulitan mereka dalam mengatasi gejala-gejala ADHD. Dari terapi ini,
diharapkan penderita dapat menemukan cara yang paling sesuai baginya
untuk mengatasi gejala tersebut.
c) Pelatihan interaksi social. Jenis terapi ini dapat membantu penderita ADHD
untuk memahami perilaku sosial yang layak dalam situasi tertentu.

Orang tua, keluarga, guru, dan pengasuh penderita ADHD juga membutuhkan
pengetahuan serta bimbingan agar dapat mendampingi penderita. Oleh karena
itu, mereka perlu diberikan program pelatihan khusus.
Materi yang diajarkan dalam pelatihan ini antara lain adalah cara menerapkan
sistem pujian untuk menyemangati anak, cara menghukum anak ketika
berperilaku buruk atau kasar, dan cara mengarahkan aktivitas anak sesuai
dengan kemampuannya.

Untuk membantu anak mengendalikan gejala-gejala ADHD, orang tua juga


dapat menerapkan pola hidup sehat pada anak, antara lain:

a) Membiasakan pola makan yang sehat dengan makanan bergizi


b) Memastikan anak cukup tidur dan istirahat.
c) Membatasi waktu anak dalam menonton televisi, bermain video game, 
dan menggunakan ponsel atau komputer.
d) Mengajak anak melakukan aktivitas fisik minimal 60 menit setiap hari.

ADHD memang tidak bisa disembuhkan, tetapi bila terdiagnosis secara dini
dan ditangani dengan tepat, penderita akan mampu beradaptasi dengan
kondisinya dan menjalani aktivitas sehari-hari secara normal.

8. PENCEGAHAN
Untuk mencegah ADHD, hal yang harus Anda lakukan adalah menghindari
faktor-faktor risikonya. Lakukan pemeriksaan ke dokter secara rutin saat hamil
serta mengonsumsi makanan bernutrisi tinggi. Hindari makanan yang
mengandung pengawet dan pewarna buatan. Jangan lupa untuk berolahraga secara
teratur dan rajin mengonsumsi air putih.
9. DIAGNOSIS
Diagnosis ADHD dilakukan melalui kerja sama berbagai pihak, yaitu dokter anak,
psikiater anak, orang tua, dan pihak sekolah. Proses diagnosis melibatkan
wawancara, baik dengan anak, orang tua, maupun guru. Selain itu, dokter anak
juga akan melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang untuk mencari penyebab
lain yang dapat menimbulkan gejala yang mirip dengan ADHD.
10. PATWAY ADHD
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Masa Toddler
 Bagaimana perkembangan motorik kasar anak (misalnya: mampu
melanhkah dan berjalan tegak, mampu menaiki tangga dengan cara
 satu tangan dipegang, mampu berlari-lari kecil, menendang bolan
dan mulai melompat).
 Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya : mencoba
menyusun atau membuat menara pada kubus)
 Bagaimana kemampuan berbahasa anak (misalnya : memiliki
sepuluh perbendaharaan kata, mampu menirukan dan mengenal serta
responsif terhadap orang lain sangat tinggi, mampu menunjukkan
dua gambar, mampu mengkombinasikan kata-kata, mulai mampu
menunjukkan lambaian anggota badan)
 Bagaimana kemampuan anak dalam beradaptasi sosial (misalnya:
membantu kegiatan di rumah, menyuapi boneka, mulai menggosok
gigi serta mencoba memakai baju)
 Masa Prasekolah (Preschool)1.Bagaimana perkembangan motorik kasar
anak (misalnya: kemampuan untuk berdiri dengan satu kaki selama 1-5
detik, melompat dengan satu kaki, berjalan dengan tumit ke jari kaki,
menjelajah, membuat posisi merangkan dan berjalan dengan bantuan)
 Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya : kemampuan
menggoyangkan jari-jari kaki, menggambar dua atau tiga bagian,
memilih garis yang lebih panjang dan menggambar orang, melepas
objek dengan jari lurus, mampu menjepit benda, melambaikan tangan,
menggunakan tangannya untuk bermain, menempatkan objek ke dalam
wadah, makan sendiri, minum dari cangkir dengan bantuan
menggunakan sendok dengan bantuan, makan dengan jari, membuat
coretan diatas kertas)
 Bagaimana perkembangan berbahasa anak (misalnya : mampu
menyebutkan empat gambar, menyebutkan satu hingga dua warna,
menyebutkan kegunaan benda, menghitung atau mengartikan dua kata,
mengerti empat kata depan, mengertio beberapa kata sifat dan
sebagainya, menggunakan bunyi yntum mengidentifikasi objek, orang
dan aktivitas, menirukan bebagai bunyi kata, memahami arti larangan,
berespons terhadap panggilan dan orang-orang anggota keluarga
dekat)
 Bagaimana perkembangan adaptasi sosial anak (misalnya : bermain
dengan permainan sederhana, menagis jika dimarahi, membuat
permintaan sederhana dengan gaya tubuh, menunjukkan peningkatan
kecemasan terhadap perpisahan, mengenali anggota keluarga)
b. Pengkajian riwayat penyakit
 Risiko cedera berhubungan dengan hiperaktivitas dan perilaku impulsive
 Koping individu tidak efektif berhubungan dengankelainan fungsi dari
system keluarga dan perkembangan ego yang terlambat, serta
penganiayaan dan pengabaian anak
 Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
 Ansietas (sedang sampai berat) berhubungan dengan ancaman
konsep diri, rasa takut terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga
dan hubungan antara orang tua dan anak yang tidak memuaskan
 Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak
efektif6.Koping defensif berhubungan dengan harga diri rendah,
kurang umpan balik atau umpan balik negatif yang berulang yang
mengakibatkan penurunan makna diri.
c. Penampilan umum dan perilaku motoric
 Anak tidak dapat duduk tenang di kursi dan mengeliat serta bergoyang-
goyang saat mencoba melakukannya.
 Anak mungkin lari mengelilingi ruangan dari satu benda ke benda lain
dengan sedikit tujuan atau tanpa tujuan yang jelas.
 Kemampuan anak untuk berbicara terganggu, tetapi ia tidak dapat
melakukan suatu percakapan, ia menyela, menjawab pertanyaan
sebelum pertanyaan berakhir dan gagal memberikan perhatian pada
apa yang telah dikatakan
 Percakapan anak melompat-lompat secara tiba-tiba dari satu topik ke
topik yang lain. Anak dapat tampak imatur atau terlambat tahap
perkembangannya
d. Mood dan Afek
 Mood anak mungkin labil, bahkan sampai marah-marah atau temper
tantrum.
 Ansietas, frustasi dan agitasi adalah hal biasa.
 Anak tampak terdorng untuk terus bergerak atau berbicara dan tampak
memiliki sedikit kontrol terhadap perilaku tersebut.
 Usaha untuk memfokuskan perhatian anak dapat menimbulkan
perlawanan dan kemarahan
e. Proses dan isi pikir
Secara umum tidak ada gangguan pada area ini meskipun sulit untuk
mengkaji anak berdasarkan tingkat aktivitas anak dan usia atau tahap
perkembangan.
f. Sensorium dan proses intelektual
 Anak waspada dan terorientasi, dan tidak ada perubahan sensori
atau persepsi seperti halusinasi.
 Kemampuan anak untuk memberikan perhatian atau berkonsentrasi
tergangguan secara nyata.
 Rentang perhatian anak adalah 2 atau 3 detik pada ADHD yang berat 2
atau 3 menit pada bentuk gangguan yang lebih ringan.
 Mungkin sulit untik mengkaji memori anak, ia sering kali
menjawab, saya tidak tahu, karena ia tidak dapat memberi
perhatian pada pertanyaan atau tidak dapat berhenti memikirkan sesuati.
 Anak yang mengalami ADHD sangat mudah terdistraksi dan jarang
yang mampu menyelesaikan tugas
g. Penilaian dan daya tilik diri
 Anak yang mengalami ADHD biasanya menunjukkan penilaian yang
buruk dan sering kali tidak berpikir sebelum bertindak
 Mereka mungkin gagal merasakan bahaya dan melakukan tindakan
impulsif, seperti berlari ke jalan atau melompat dari tempat yang
tinggi.
 Meskipun sulit untuk mengkaji penilaian dan daya tilik pada anak
kecil.
 Anak yang mengalami ADHD menunjukkan kurang mampu menilai
jika dibandingkan dengan anak seusianya.
 Sebagian besar anak kecil yang mengalami ADHD tidak menyadari
sama sekali bahwa perilaku mereka berbeda dari perilaku orang lain.
 Anak yang lebih besar mungkin mengatakan, "tidak ada yang
menyukaiku di sekolah", tetapi mereka tidak dapat menghubungkan
kurang teman dengan perilaku mereka sendiri
h. Konsep diri
 Hal ini mungkin sulit dikaji pada anak yang masih kecil, tetapis ecara
umum harga diri anak yang mengalami ADHD adalah rendah.
 Karena mereka tidak berhasil di sekolah, tidak dapat mempunyai
banyak teman, dan mengalami masalah dalam mengerjakan tugas di
rumah, mereka biasanya merasa terkucil sana merasa diri mereka
buruk.
 Reaksi negatif orang lain yangmuncul karena perilaku mereka
sendiri sebagai orang yang buruk dan bodoh
i. Peran dan hubungan
 Anak biasanya tidakberhasil dis ekolah, baik secara akademik maupun
sosial.
 Anak sering kali mengganggu dan mengacau di rumah, yang
menyebabkan perselisihan dengan saudara kandung dan orang tua.
 Orang tua sering menyakini bahwa anaknya sengaja dan keras
kepala dan berperilaku buruk dengan maksud tertentu sampai
anak yang didiagnosis dan diterapi.
 Secara umum tindakan untuk mendisiplinkan anak
memiliki keberhasilan yang terbatas pada beberapa kasus, anak
menjadi tidak terkontrol secara fisik, bahkan memukul orang tua
atau merusak barang-barang miliki keluarga.
 Orang tua merasa letih yang kronis baik secara mental maupun secara
fisik.
 Guru serungkali merasa frustasi yang sama seperti orang tua dan
pengasuh atau babysister mungkin menolak untuk mengasuh anak
yang mengalami ADHD yang meningkatkan penolakan anak.
j. Pertimbangan fisiologis dan perawatan diri
Anak yang mengalami ADHD mungkin kurus jika mereka tidak
meluangkan waktu untuk makan secara tepat atau mereka tidak dapat duduk
selama makan. Masalah penenangan untuk tidur dan kesulitan tidur juga
merupakan masalah yang terjadi. Jika anak melakukan perilaku ceroboh
atau berisiko, mungkin juga ada riwayat cedera fisik.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada anak yang mengalami
ADHD antara lain :
1. Risiko cedera berhubungan dengan hiperaktivitas dan perilaku impulsive
2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengankelainan fungsi dari
system keluarga dan perkembangan ego yang terlambat, serta
penganiayaan dan pengabaian anak
3. Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
4. Ansietas (sedang sampai berat) berhubungan dengan ancaman
konsep diri, rasa takut terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga
dan hubungan antara orang tua dan anak yang tidak memuaskan
5. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak
efektif
6. Koping defensif berhubungan dengan harga diri rendah, kurang
umpan balik atau umpan balik negatif yang berulang yang
mengakibatkan penurunan makna diri
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Diagnosa keperawatan 1
 Social interaction
 Skills
 Stress level
Setelah di lakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam di harapkan klien
mampu berinteraksi social dengan kriteria hasil :
 Iklim social keluarga : lingkungan yg mendukung yg bercirikan
hubungan dan tujuan anggota keluarga
 Penyesuaian yang tepat terhadap tekanan emosi sebagai respon
terhadap keadaan tertentu
 Partisipasi waktu luang: menggunakan aktivitas yg menarik,
menyenangkan, dan menenangkan untuk meningkatkan
kesejahteraan.-Meningkatkan hubungan yang efektif dalam perilaku
pribadi.
 Interaksi social dengan kelompok atau organisasi.
 Partisipasi dalam bermain, penggunaan aktivitas oleh anak usia 1-11
tahun untuk meningkatkan kesenangan hiburan dan perkembangan
 Mengungkapkan penurunan perasaan atau pengalaman diasingkan.
b. Diagnosa keperawatan 2
 Body image
 disiturbed
 Coping
 ineffective
Setelah di lakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam di harapkan klien
mampu mengembalikan harga dirinya dengan kriteria hasil :
 Penyesuaian psikososial: perubahan hidup: respon psikososial adaptif
individu terhadap perubahan bermakna dalam hidup.
 Menunjukkan penilaian pribadi tentang harga diri.
 Mengungkapkan penerimaan diri.
 Komunikasi terbuka.
 Mengatakan optimisme tentang masa depan.
 Menggunakan strategi koping efektif.
c. Diagnosa keperawatan 3
 Risk control
setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam di harapkan klien
mampu meningkatkan koping individu dengan keriteria hasil :
 Anak mampu menundakan pemuasan terhadap keinginannya, tanpa
terpaksa untuk menipulasi orang lain
 Anak mampu mengekspresikan kemarahan dengan cara yang dapat
diterima secara social
 Anak mampu mengungkapkan kemampuan-kemampuan koping alternatif
yang dapat diterima secara sosial sesuai dengan gaya hidup dari yang
ia rencanakan untuk menggunakannya sebagai respons terhadap rasa
frusien mampu menngkapkan dan menunjukkan teknik untuk
mengontrol cemas.
d. Diagnosa keperawatan 4
setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam di harapkan klien mampu
meningkatkan koping individu dengan keriteria hasil
 Anak mampu menundakan pemuasan terhadap keinginannya, tanpa
terpaksa untuk menipulasi orang lain
 Anak mampu mengekspresikan kemarahan dengan cara yang dapat
diterima secara social
 Anak mampu mengungkapkan kemampuan-kemampuan koping alternatif
yang dapat diterima secara sosial sesuai dengan gaya hidup dari yang
ia rencanakan untuk menggunakannya sebagai respons terhadap rasa
frustasi.
e. Diagnosa keperawatan 5
 Anxiety self
 Control
 Coping
Setelah di lakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, klien dapat
mengontrol cemas dengan kriteria hasil :
 Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.
 Vital sign dalam batas normal.
 Klien mampu mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk
mengontrol cemas.
 Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan
f. Diagnosa keperawatan 6
 Copping
 Ineffective
Setelah di lakukan asuhan keperawatan 3x24 jam di harapkan klien mampu
meningkatkan koping dengan kriteria hasil :
 Anak mengungkapkan dan menerima tanggung jawab terhadap
perilakunya sendiri
 Anak mengungkapkan korelasi antara perasaan-perasaan
ketidakseimbangan dan keperluan untuk mempertahankan ego melalui
rasionalisasi dan kemuliaan
 Anak tidak menertawakan atau mengkritik orang lain Anak
berinteraksi dengan orang lain dengan situasi-situasi kelompok
tanpa bersikap defensive
4. EVALUASI KEPERAWATAN
Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan
ADHD antaralain :
a. Asietas dipertahankan pada tingkat di mana anak merasa tidak
perlu melakukan agresi
b. Anak mencari staf untuk mendiskusikan perasaan-perasaan yang sebenarnya
c. Anak mengetahui, mengungkapkan dan menerima kemungkinan
konsekuensi dari perilaku maladaptif diri sendiri
d. Anak mengungkapkan dan menerima tanggung jawab terhadap
perilakunya sendiri
e. Anak mengungkapkan korelasi antara perasaan-perasaan
ketidakseimbangan dan keperluan untuk mempertahankan ego melalui
rasionalisasi dan kemuliaan
f. Anak tidakmenertawakan atau mengkritik orang lain
g. Anak berinteraksi dengan orang lain dalam situasi-situasi kelompok
tanpa bersikap defensive
h. Anak mencari anggota staf untuk sosial, serta untuk interaksi terapeutik
i. Anak telah membentuk dan secara memuaskan mempertahankan, satu
hubungan antar probadi dengan pasien lainnya
j. Anak dengan suka rela dan sesuai berpartisipasi di dalam aktivitas kelompok
k. Anak mengungkapkan alasan-alasan bagi ketidakmampuan untuk membentuk
hubungan antar pribadi yang dekat dengan orang lain pada masa lalu
l. Anak mampu menunda pemuasan terhadap keinginannya tanpa terpaksa
untuk memanipulasi orang lain
m. Anak mampu mengeskpresikan kemarahan dengan cara yang dapat
diterima secara social
n. Anak mampu mengungkapkan kemampuan –kemampuan koping alternatif
, dapat diterima secara sosial, sesuai dengan gaya hidup dari yang ia
rencanakan untuk menggunakannya sebagai respon terhadap rasa frustasi
o. Anak mengungkapkan persepsi yang positif tentang diri
p. Anak berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas baru tanpa memperlihatkan
rasa takut yang ektrem terhadap kegiatan
q. Anak mampu untuk mengungkapkan perilaku-perilaku yang menjadi
tanda ketika ansietas mulai timbul dan tindakan yang sesuai untuk
menghentikan perkembangan dari kondisi tersebut
r. Anak mampu mempertahankan ansietas pada tingkat yang dapat dikendalikan
s. Anak mengungkapkan tidak adanya gangguan-gangguan pada waktu tidur
t. Tidak ada gangguan-gangguan yang diamati oleh perawat
u. Anak mampu untuk memulai tidur dalam 30 menit dan tidur selama 6 sampai
7 jam tanpa terbangun
DAFTAR PUSTAKA

fitriani, Y. (2017). teori dan aplikasi praktik keperawatan. klaten: PUSTAKA BARU
PRESS.

Kusuma, N. A. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosis medis dan


NANDA NIC NOC. JOGJAKARTA: MediAction.

Nursallam. (2016). metodologi penelitian ilmu keperawatan . JAKARTA: Salemba Medika.

P, SIKI. D. (2017). Standar diagnosis keperawatan indonesia : DEFINISI DAN INDIKATOR


DIAGNOSTIK. JAKARTA.

Anda mungkin juga menyukai