Anda di halaman 1dari 2

NAMA : ARI WIDHIATMOKO

NIM : 1920067 / PROGSUS REGULER

STUDI KASUS
Intruksi:
 Analisa kasus dibawah ini kemudian lakukan pembahasan dengan meninjau beberapa
literatur yang sesuai!

 Bagaimanakah peran Perawat dalam menanggapi kasus tersebut?


Paparan Masalah:

Kasus 1
Anak laki-laki usia 7 tahun diantar oleh Gurunya ke RS dengan keluhan badan lemas dan
muntah-muntah di sekolah. Ketika perawat melakukan pengkajian pada pasien, tampak luka
bakar dibelakang telinga kanan, memar pada bahu dan terdapat bekas pola pemantik api pada
lengan kanan atas. Perawat curiga bahwa pasien telah dilakukan tindakan penganiayaan.
Hasil wawancara dengan Guru, pasien merupakan anak yatim piatu yang saat ini tinggal
bersama Pamannya.

Kasus 2
An. G usia 13 tahun seorang siswi SMP yang senang bergaul dan dikenal periang oleh
keluarga maupun lingkungan sosialnya. Sejak 2 hari yang lalu An. G berubah menjadi sosok
yang pendiam, sering menundukkan kepala, kurang kontak mata dan sering menyendiri di
kamar. Ibu An.G yang pertama kali memperhatikan perubahan sikap anaknya tersebut,
bertanya: “Apakah An. G sedang sakit? atau sedang ada masalah di sekolah?”. Didalam
percakapan tersebut, ibu An.G terkejut ketika anaknya bercerita bahwa ia telah dipaksa
berhubungan seksual oleh seorang laki-laki (27 tahun) yang merupakan tetangganya dan
diancam akan dilukai. Adanya kejadian tersebut, ibu An.G mengajaknya ke Polsek terdekat
untuk melapor. Oleh penyidik, An. G bersama ibunya diantar ke RS X untuk menjalani
pemeriksaan.

ANALISA DAN JAWABAN


KASUS 1
Pada kasus tersebut hal pertama yang wajib dilakukan oleh perawat adalah melaporkan kasus tersebut ke pihak
yang berwajib. Apabila tidak melaporkannya maka terdapat ancaman sanksi. Hal ini dikarenakan negara telah
memiliki dasar hukum perlindungan untuk tenaga kesehatan terhadap kekerasan anak, yaitu Permenkes no 68 th
2013 yang mengatur tentang kewajiban bagi pemberi layanan kesehatan untuk memberikan informasi apabila
ditemukan atau terjadi kasus kekerasan terhadap anak. Bila tidak melaporkan diancam pasal 108 KUHP dan UU
perlindungan anak no 23 th 2002.
Secara umum peran perawat dalam kasus Kekerasan pada anak adalah :

1. Memeriksa kesehatan korban sesuai standar profesi (anjurkan segera dilakukan visum ).
2. Melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban.
3. Memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapat perlindungan dari kepolisian dan
penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
4. Mengantarkan korban ke rumah aman atau tempat tinggal alternatif
5. Melakukan kordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan pihak kepolisian,
dinas sosial serta pihak-pihak yang terkait.
6. Sosialisasi undang-undang perlindungan anak kepada keluarga dan masyarakat.

Kasus 2

Perkembangan dalam berbagain aspek kehidupan di Indonesia telah menimbulkan berbagai dampak baik positif
maupun negatif. Situasi ini menyebabkan meningkatnya angka kekerasan. Kekerasan adalah situasi yang amat
kompleks dan multidimensi yang memerlukan beberapa intervensi dan pendekatan yang spesifik dan terfokus.
Hal ini pun berlaku dalam penanganan korban-korban perkoosaan atau pelecehan seksual.

Perawat sebagai garda terdepan telah diperhitungkan sebagai sumber penting yang mampu menyelesaikan
masalah ini secara profesional. Perawat juga harus dilibatkan dalam upaya-upaya pencegahan.

Karena dalam kasus tersebut keluarga telah melaporkan ke pihak berwajib maka disini peran perawat lebih
berfokus untuk pemuliham kondisi psikis dan fisik korban. Dalam menghadapi anak korban perkosaan, perawat
hendaknya tetap mempertimbangkan psikologis anak. Berdasarkan jurnal “ Play Therapy Dalam Identifikasi
Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak “, terapi kekerasan seksual pada anak adalah, diantaranya tujuan
dari terapi bermain sendiri yaitu untuk mengurangi atau menghilangkan gangguan-gangguan perilaku, fisik,
psikis, sosial, sensori dan komunikasi serta mengembangkan kemampuan yang masih dimiliki secara optimal.
Terkait dengan kasus kekerasan seksual pada anak, Jogsma,dkk (2000) menyatakan bahwa terapi bermain
merupakan salah satu metode untuk mengidentifikasi dan menggalikan perasaan anak korban kekerasan seksual.

Anda mungkin juga menyukai