Anda di halaman 1dari 41

DEMENTIA

Kelompok 6 : Kelompok 8 :
- Dinni Ayu Yuliantie - Annisa Ayuning
- Dwi Rahayu - Della Tya
- Latiffa Ihza W - Dina Setya
- Lia Khoerus Sholihah Kelompok 7 : - Dyah Resty
- Melliana Hayuputri - Bagus Dharma - Nudia Ayu
- Sabilla Aulia Muhtar - Clara Setiawati- Rhida Amalia
- Fika Rahma
- Mozadi Fitri
- Nur Azizah
- Siti Rohimatul
- Sumarni Umagap
DEFINISI
DEMENSIA
Demensia adalah sindrom di mana terjadi penurunan fungsi kognitif (yaitu kemampuan

untuk memproses pikiran) melebihi apa yang diharapkan dari penuaan normal. Ini

mempengaruhi memori, pemikiran, orientasi, pemahaman, perhitungan, kapasitas belajar,

bahasa, dan penilaian. Kesadaran tidak terpengaruh. Gangguan fungsi kognitif biasanya

disertai, dan kadang-kadang didahului, oleh penurunan kontrol emosional, perilaku sosial,

atau motivasi (WHO, 2020)


PENGKAJIAN
UMUM
Tujuan melakukan pengkajian adalah menentukan kemmapuan klien dalam memelihara diri sendiri,
melengkapi data dasar untuk membuat rencana keperawatan, serta memberi waktu pada klien untuk
berkomunikasi. Pengkajian ini meliputi aspek fisik, psikis, sosial dan spritual dengan melakukan
kegiatan pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan. Pengakjian pada kelompok
lansia di panti ataupun di masyarakat dilakukan dengan melibatkan penanggung jawaban kelompok
lansia, kultural, tokoh masyarakat, serta petugas kesehatan (Sunaryono, 2016).
1. Perilaku
Gangguan kognitif spesifik yang perlu mendapat
perhatian adalah delirium dan demensia. Gambar
dibawah ini menjelaskan karakteristik delerium
dan demensia. Depresi pada lansia sering kali salah
didiagnosis sebagai demensia dan karakteristik
diagnosis tersebut terdapat pada gambar dibawah
ini untuk tujuan perbandingan.
2. Faktor
1. Gangguan suplai oksigen, Predisposisi
1. Penyakit hati kronik.

glukosa, dan zat gizi dasar 2. Penyakit ginjal kronik.

yang penting lainnya ke 3. Defesiensi vitamin

otak. (trauma tiamin).

GANGGUAN 2. Degenerasi yang 4. Malnutrisi.


KOGNITIF berhubungan dengan 5. Abnormalitas genetik.

penuaan.

3. Pengumpulan zat beracun

dalam jaringan otak.

4. Penyakit Alzheimer.

5. Virus imunodefisiensi

manusia (HIV).
3. Stressor Pencetus

Setiap rangsangan mayor pada otak cenderung


mengakibatkan gangguan fungsi kognitif. Berikut ini
merupakan kategori stresor:
1. Hipoksia
2. Gangguan metabolik, termasuk hipotiroidisme,
hipoglekimia, hipopituitarisme, dan penyakit adrenal.
3. Toksisitas dan infeksi.
4. Respons yang berlawanan terhadap pengobatan.
5. Perubahan struktur otak, seperti tumor atau trauma.
4. Penilaian Stressor

Stresor spesifik yang berhubungan dengan gangguan tidak


dapat diidentifikasi, walaupun hal ini berubah secara cepat
pengetahuan tentang saraf meningkat. Secara umum, ketika
respons kognitif maladatif, penyebab fisiologis disingkirkan
terlebih dahulu kemudia stresor psikososial dipertimbangkan
walaupun ada faktor fisiologis, stres psokososial dapat lebih
menggangu proses pikir individu. Oleh karena itu, penilaian
stresor individu sangat penting.
Sumber dan Mekanisme
Koping
Respon individu termasuk kekuatan dan keterampilan. Pemberi perawatan dapat
bersifat mendukung dan juga dapat memberi informasi tentang karakteristik
kepribadian, kebiasaan, dan rutinitas individu. Self-help group dapat menjadi
sumber koping yang efektif bagi pemberi perawatan.

Cara individu menghadapi secara emosional respon kognitif maladatif sangat


dipengaruhi oleh pengalaman hidup yang lalu. Individu yang mengembangkan
mekanisme koping yang efektif pada masa lalu akan lebih mampu mengatasi awitan
masalah kognitif daripada individu yang telah mempunyai masalah koping
PEMERIKSAA
N
Interpretasi hasil :
Tabel Pemeriksaan
24-30 : Tidak
pengkajian ada gangguan
kemampuan aspek
kognitif.
kognitif menggunakan MMSE
(Mini Mental
18-23 Status Exam).
: Gangguan kognitif
sedang.
0– 17 : Gangguan kognitif berat.
Tabel Pengkajian kemampuan
intelektual menggunakan
SPMSQ (Short Portable
Mental Status Quesioner).

Salah 0 – 3 : Fungsi intelektual utuh.


Salah 4 – 5 : Fungsi intelektual kerusakan
ringan.
Salah 6 – 8 : Fungsi intelektual kerusakan sedan.
PENGKAJIAN
KEPERAWATA
N
Identitas Klien
Demensia lebih sering terjadi pada kelompok usia lanjut,
50% populasi berusia lebih dari 85 tahun

Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dan
keluarga untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
penurunan daya ingat, perubahan kognitif, dan
kelumpuhan gerak ekstremitas
Riwayat Kesehatan
Saat ini
Pada anamnesis, klien mengeluhkan sering lupa dan hilangnya ingatan
yang baru. Pada beberapa kasus, keluarga atau caregiver sering
mengeluhkan bahwa klien sering mengalami tingkah laku aneh dan
kacau serta sering keluar rumah sendiri tanpa meminta izin pada
anggota keluarga yang lain atau caregiver sehingga sangat
meresahkan anggota atau caregiver yang menjaga klien. Pada tahap
lanjut dari penyakit, keluarga atau caregiver sering mengeluhkan
bahwa klien menjadi tidak dapat mengatur buang air, tidak dapat
mengurus keperluan dasar sehari-hari, atau mengenali anggota
keluarga/caregiver
Riwayat Kesehatan
Dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penggunaan
obat-obatan anti-ansietas (benzodiazepin), penggunaan
obat-obatan antikolinergik dalam jangka waktu yang lama,
dan riwayat sindrom Down yang pada suatu saat kemudian
menderita penyakit Alzheimer pada usia empat puluhan
Riwayat Kesehatan
Keluarga
Yang perlu di kaji apakah dalam keluarga ada yang
mengalami gangguan psikologi seperti yang dialami oleh
klien, atau adanya penyakit genetik yang mempengaruhi
psikososial (Aspiani, 2014). Pengkajian adanya anggota
generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes
melitus diperlukan untuk melihat adanya komplikasi penyakit
lain yang dapat mempercepat progresifnya penyakit
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Lansia yang mengalami masalah psikososial Demensia biasanya lemah
2. Kesadaran
Composmentis
3. Tanda-Tanda vital
Suhu, Nadi, Tek. Darah, Respirasi
4. Pemeriksaan Review of System
Sistem Pernapasan, Sistem Sirkulasi, Sistem Persyarafan, Sistem
Perkemihan, Sistem Pencernaan, Sistem Muskuloskeletal
-Continue-
6. Pola Hubungan dan Peran
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien
terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal,
pekerjaan, tidak punya rumah, dan masalah keuangan
7. Pola Sensori dan Kognitif
Klien mengalami kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan minat dan motivasi, mudah lupa, gagal dalam
melaksanakan tugas, cepat marah, disorientasi
8. Pola Presepsi dan Konsep Diri
Klien dengan demensia umumnya mengalami gangguan
persepsi, tidak mengalami gangguan konsep diri
-Continue-
9. Pola Seksual dan Reproduksi
Klien dengan demensia umumnya berusia lanjut dengan masa
menopause pada perempuan dan masa andropause pada laki-laki
10. Pola Mekanisme/Penanggulangan Stress dan Koping
Klien menggunakan mekanisme koping yang tidak efektif dalam
menangani stress
11. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Klien tidak mengalami gangguan dalam spiritual.
Usia
Resiko terjadinya PA (Penyakit Alzheimer) meningkat
secara nyata dengan meningkatnya usia, meningkat dua
kali lipat setiap 5 tahun pada individu diatas 65 tahun dan
50% individu diatas 83 tahun mengalami demensi

Jenis Kelamin
Beberapa studi prevalensi menunjukkan bahwa PA lebih
tinggi pada wanita dibanding pria. Angka harapan hidup
yang lebih tinggi dan tingginya prevalensi PA pada wanita
yang tua dan sangat tua dibanding pria.
Riwayat Keluarga dan Genetik
Demensia Alzheimer Awitan Dini (Early onset Alzheimer
Disease/EOAD) terjadi sebelum usia 60 tahun, kelompok
menyumbang 6-7% dari kasus PA.

Psiko-Sosio-Spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubuhan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Adanya perubahan
hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi
akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien merasa
tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Perubahan
yang terpenting pada klien dengan penyakit Alzheimer adalah penurunan kognitif
INTERVENSI
Rencana intervensi keperawatan
No Diagnosa Intervensi

1 Pemeliharaan kesehatan tidak efektif a. Diskusikan dengan klien akibat dari kamar yang kotor (yang akan memperburuk
berhubungan dengan demensia, keadaan gatal di kulitnya)
hambatan kognitif, keterampilan b. Motivasi klien untuk berlatih senam dengan berdiri agar tubuh lebih bugar
motorik halus/ kasar c. Diskusikan dengan klien mengenai kebiasaan, budaya, herediter,asupan makanan,
peningkatan berat badan serta olahraga

2 Risiko jatuh b.d usia ≥ 65 tahun pada a. Gunakan simbol daripada hanya tanda-tanda tertulis untuk membantu klien
dewasa dan ≤2 tahun pada anak, menemukan kamar mandi, ruangan atau area lain untuk menghindari tersesat dan
riwayat jatuh, perubahan fungsi terjatuh
kognitif, demensia b. Edukasi kepada klien atau keluarga untuk melakukan pembatasan area dengan
menggunakan alat pelindung misalnya deteksi gerakan, alarm, pagar, pintu, terali
sisi tempat tidur

3 Defisit perawatan diri b.d demensia, a. Observasi kebersihan kuku, pakaian, kulit klien
kelemahan, gangguan psikologis/ b. Berikan lingkungan yang terapeutik dengan memastikan lingkungan yang aman,
psikotik, penurunan motivasi atau santai, tertutup
minat ditandai dengan tidak mampu c. Edukasi keluarga untuk memberikan bantuan dalam melakukan kegiatan perawatan
mandi atau mengenakan pakaian/ diri klien
makan/ ke toilet/ berhias secara
mandiri, minat melakukan perawatan
diri berkurang
KARAKTERIS
TIK
GANGGUAN
PERILAKU
Menurut Stuart (2016) karakteristik
gangguan perilaku pada demensia
adalah
1. Perilaku Psikomotor
Agresif
Peningkatan Gerakan motoric kasar yang memiliki efek
merugikan atau memukul mundur orang lain. Contohnya seperti
memukul, menendang, mendorong, menggaruk, menyerang

2. Perilaku Psikomotor Tak


Agresif
Peningkatan Gerakan motoric kasar yang tidak memiliki efek negative pada
orang lain tapi jelas menarik perhatian karena sifatnya berulang. Contohnya seperti
gelisah, mondar mandir, keluyuran

3. Perilaku Verbal
Agresif
Vokalisasi yang memiliki efek mengusir orang lain.
Seperti, menuntut, mengganggu, perilaku manipulative,
berteriak, mengeluh, kecendrungan peniadaan
4. Perilaku Pasif
Penurunan perilaku yaitu, penurunan Gerakan motoric kasar
disertai dengan sikap apatis dan kurangnya interaksi dengan
lingkungan. Contohnya penurunan aktivitas, kehilangan minat,
apatis, menarik diri

5. Perilaku Gangguan
Fungsional
Kehilangan kemampuan untuk melakukan perawatan diri,
ekspresi yang mungkin tidak menyenangkan dan memberatkan.
Seperti perilaku vegetative, inkontinensia, kebersihan personel
yang buruk.
TANDA DAN
GEJALA
Tanda dan gejala pada dementia
dibagi menjadi dua, mayor dan
minor.
 Gangguan
 kepribadian
kemunduran dan perilaku
fungsi kognitif ringan
 M
Mudah tersinggung, bermusuhan,
 terjadi kemunduran agitasi
dalam dan kejanghal-hal yang baru
mempelajari
 Gangguan
 psikotik : halusinasi,
menurunya ilusi, waham,
ingatan terhadap paranoid
peristiwa jangka pendek
M
 Keterbatasan dalam ADL
 kesulitan menemukan kata-kata yang tepat untuk diucapkan
 AInkontenensia
 suliturine
mengenali benda,
I
 Mudah terjatuh
 tidakdan keseimbangan
dapat burukdengan berancana,
bertindak sesuai
 Sulit mandi, makan,
 tidak bisaberpakaian dan toileting
memperkirakan jarak dan sulit mengordinasinakan anggota tubuh
 YLupa meletakkan
 depresibarang dialami pada lansia dimana orang yang mengalami demensia sering N
yang penting
 Gangguan orientasi waktujarak
kali menjaga dan tempat
dengan: lupa hari, minggu,
lingkungan bulan,
dan lebih tahun dan
sensitif. tempat
Pada saat dimana
ini mungkin
penderita berada
saja lansia menjadi sangat ketakutan bahkan hingga berhalusinasi.
O  Perubahan perilaku lyang dialami lansia pada penderita demensia bisa menimbulkan
O
delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi,
ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan aktivitas
R
R sehari-hari secara mandiri, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal.
 Perubahan suasana hati dan kepribadian
Terapi aktifitas pada lansia
demensia

1.
Terapi stimulasi kognitif dan orientasi realitas
Guna menstimulasi daya ingat, kemampuan memecahkan masalah,

01
kemampuan berbahasa, meredakan disorientasi pikiran, hingga
meningkatkan kepercayaan diri penderita.
2. Terapi perilaku
Guna menekan perilaku tidak terkontrol yang terjadi karena depresi atau
halusinasi
3. Terapi okupasi
Untuk mengajarkan penderita cara melakukan aktivitas sehari-hari
ANNOUNCEMENTS
dengan aman dan disesuaikan dengan kondisinya, sambil juga
mengajarkan cara mengontrol emosi serta mempersiapkan diri untuk
perkembangan gejala lebih lanjut pada demensia progresif.
You could enter a subtitle here if you need it
4. Terapi validasi
Dengan cara memperlihatkan empati dan memahami kondisi penderita
agar tidak mengalami depresi. Walau dapat membantu
meredakan  kebingungan dan kegelisahan penderita, terapi validasi belum
memiliki bukti cukup dalam segi efektivitasnya
PENATALAKSAAN
EDUKASI PASIEN DAN
KELUARGA PADA
LANSIA DENGAN
DEMENSIA RENCANA
PERAWATAN LANJUTAN
DI RUMAH
Discharge Charger

Discharge planning merupakan proses berkesinambungan guna menyiapkan perawatan


mandiri pasien pasca rawat inap. Proses identifikasi dan perencanaan kebutuhan keberlanjutan
pasien ditulis guna memfasilitasi pelayanan kesehatan dari suatu lingkungan ke lingkungan lain
agar tim kesehatan memiliki kesempatan yang cukup untuk melaksanakan discharge planning.
Discharge planning dapat tercapai bila prosesnya terpusat, terkoordinasi, dan terdiri dari berbagai
disiplin ilmu untuk perencanaan perawatan berkelanjutan pada pasien setelah meninggalkan
rumah sakit. Petugas yang merencanakan pemulangan atau koordinator asuhan berkelanjutan
merupakan staf rumah sakit yang berfungsi sebagai konsultan untuk proses discharge planning
dan fasilitas kesehatan, menyediakan Pendidikan kesehatan, memotivasi staf rumah sakit untuk
merencanakan serta mengimplementasikan discharge planning. Misalnya, pasien yang
membutuhkan bantuan sosial, nutrisi, keuangan, psikologi, transportasi pasca rawat inap. 
LANJUTAN

Discharge planning yang diberikan kepada pasien harus berdasarkan kondisi


kesehatan dan kebutuhan kesinambungan asuhan dan tindakan di rumah. Profesional
Pemberi Asuhan adalah tim interdisiplin yang terdiri dari dokter, gizi, fisioterapi, farmasi,
dan perawat yang memberikan asuhan kepada pasien. Adapun peran PPA yaitu
memfasilitasi pemenuhan kebutuhan asuhan pasien, mengoptimalkan terlaksananya
pelayanan berfokus pada pasien, komunikasi dan koordinasi, edukasi dan advokasi,
kendali mutu, dan biaya pelayanan pasien .
PENATALAKSAAN

Proses pelaksanaan discharge planning dilakukan melalui 5 tahap yaitu :


prioritas klien yang membutuhkan discharge planning adalah :
Seleksi a. Usia di atas 70 tahun, multiple diagnosis dan risiko kematian
yang tinggi, keterbatasan mobilitas fisik,
Pasien Tahap ini meliputi identifikasi pasien yang membutuhkan discharge
b. Keterbatasan kemampuan merawat diri, penurunan status
planning, semua pasien membutuhkan pelayanan, tetapi pemberian discharge kognisi,
planning lebih diprioritaskan bagi pasien yang mempunyai risiko lebih tinggic. Risiko terjadinya cidera,
d. Tuna wisma dan fakir miskin,
memiliki kebutuhan akan pelayanan khusus. Slevin 1996 mendeskripsikan e. Menderita penyakit kronis, antisipasi perawatan jangka
karakteristik pasien yang membutuhkan discharge planning dan rujukan ke panjang pada penyakit stroke,
f. Pasien DM baru, TBC paru,
pelayanan kesehatan adalah pasien yang kurang pengetahuan tentang
g. Gangguan penyalahgunaan zat/obat, riwayat sering
rencana pengobatan, isolasi social, diagnosa baru penyakit kronik, operasi menggunakan fasilitas emergensi seperti asma, alergi.
besar, perpanjangan masa penyembuhan dari operasi besar atau penyakit, h. Discharge planning juga diindikasikan pada pasien yang
berada pada perawatan khusus seperti nursing home atau
ketidakstabilan mental atau emosi, penatalaksanaan perawatan dirumah yang
pusat rehabilitasi.
kompleks, kesulitan financial, ketidakmampuan menggunakan sumber-
sumber rujukan, serta pasien yang sakit pada tahap terminal. 
Pengkajian
 
Pengkajian discharge planning berfokus pada 4 area, yaitu pengkajian fisik dan psikososial, status
fungsional, kebutuhan penkes dan konseling. Zwicker dan Picariello (2003) mengemukakan
bahwa prinsip-prinsip dalam pengkajian adalah :
1. Pengkajian dilakukan pada saat pasien masuk dan berlanjut selama perawatan.
2. Pengkajian berfokus pada pasien dewasa yang berisiko tinggi tidak tercapainya hasil
discharge.
Pengkajian meliputi :
A. Status fungsional (kemampuan dalam aktivitas sehari-hari dan fungsi kemandirian).
B. Status kognitif (kemampuan pasien dalam berpartisipasi dalam proses discharge planning dan
kemampuan mempelajari informasi baru).
C. Status psikologi pasien, khususnya pengkajian terhadap depresi.
D. Persepsi pasien terhadap kemampuan perawatan diri.
E. Kemampuan fisik dan psikologik keluarga dalam perawatan pasien.
F. Kurangnya pengetahuan berkaitan kebutuhan perawatan kesehatan setelah pulang.
G. Faktor lingkungan setelah pulang dari rumah sakit.
H. Kebutuhan dukungan formal dan informal keluarga dalam memberikan perawatan yang benar
dan efektif.
I. Review pengobatan dan dampaknya.
J. Akses ke pelayanan setelah pulang dari rumah sakit.
Pengkajian dalam proses discharge planning ini harus dilakukan secara komprehensif dan
mempertimbangkan kriteria pasien yang membutuhkan discharge planning baik pada pasien sendiri maupun
keluarga yang akan melanjutkan perawatan setelah pulang dari rumah sakit. Agar sasaran kontinuitas perawatan
tercapai, pasien dan keluarga harus dapat beradaptasi dengan kondisi kesehatan serta beban keluarga dapat
diminimalkan .

kriteria pasien yang siap untuk dikaji kebutuhan penkes-nya ditunjukkan dalam 3 kategori sebagai berikut :
1. Secara fisik, pasien mampu berpartisipasi dalam proses pengkajian seperti tanda vital yang sudah terkontrol,
kecemasan menurun.
2. Tujuan dalam proses pengkajian dapat dimengerti oleh pasien serta sesuai dengan kebutuhan pasien dan
keluarga.
3. Pengkajian juga harus mempertimbangkan status emosional pasien dan keluarga sehingga mereka dapat
berpartisipasi aktif dalam mengungkapkan kebutuhannya.
Perencanaan
Dalam perencanaan diperlukan adanya kolaborasi dengan team kesehatan lainnya, diskusi dengan keluarga dan pemberian penkes
sesuai pengkajian. Pendekatan yang digunakan pada discharge planning difokuskan pada 6 area penting dari pemberian penkes yang
dikenal dengan istilah ”METHOD” dan disesuaikan dengan kebijakan masing-masing rumah sakit (Slevin, 1996).
 
M : Medication Pasien diharapkan mengetahui tentang: nama obat, dosis yang harus di komsumsi, waktu pemberiannya, tujuan
penggunaan obat, efek obat, gejala yang mungkin menyimpang dari efek obat dan hal-hal spesifik lain yang perlu dilaporkan.
 
E : Environment Pasien akan dijamin tentang: instruksi yang adekuat mengenai ketrampilanketrampilan penting yang diperlukan di
rumah, investigasi dan koreksi berbagai bahaya di lingkungan rumah, support emosional yang adekuat, investigasi sumber-sumber
dukungan ekonomi, investigasi transportasi yang akan digunakan klien
 
T : Treatment Pasien dan keluarga dapat: mengetahui tujuan perawatan yang akan dilanjutkan di rumah, serta mampu
mendemonstrasikan cara perawatan secara benar.
 
H : Health Pasien akan dapat: mendeskripsikan bagaimana penyakitnya atau kondisinya yang terkait dengan fungsi tubuh,
mendeskripsikan makna-makna penting untuk memelihara derajat kesehatan, atau mencapai derajat kesehatan yang lebih tingg.i
 
O : Outpatient Referral Pasien dapat: mengetahui waktu dan tempat untuk kontrol kesehatan, mengetahui dimana dan siapa yang
dapat dihubungi untuk membantu perawatan dan pengobatannya.
 
D : Diet Pasien diharapkan mampu: mendeskripsikan tujuan pemberian diet, merencanakan jenis-jenis menu yang sesuai dengan
dietnya.
Sumber daya
Mengidentifikasi sumber daya pasien terkait dengan kontinuitas perawatan pasien setelah pulang dari rumah sakit,
seperti keluarga yang akan merawat, financial keluarga, nursing home atau pusat rehabilitasi.

Implementasi dan Evaluasi


Zwicker & Picariello (2003), menjelaskan bahwa dalam implementasi discharge planning ada beberapa hal yang
perlu dipertimbangkan, yaitu :
A. Prinsip umum dalam implementasi discharge planning adalah :

1. Discharge planning harus berfokus pada kebutuhan pasien dan keluarga.


2. Hasil pengkajian dijadikan sebagai pedoman strategi pelaksanaan
3. Hasil pengkajian akan menentukan kebutuhan pendidikan kesehatan yang dibutuhkan setelah pasien pulang dari
rumah sakit.
4. Data pengkajian dapat memprediksikan outcome pasien setelah pulang dari rumah sakit.
5. Discharge planning dimulai saat pasien masuk bertujuan untuk memperpendek hari rawatan.
B. Stategi untuk memastikan kontinuitas perawatan pasien dikenal dengan 4 C yaitu Communication,
Coordination, Collaboration dan Continual Reassesment.

Communication
Komunikasi dilakukan secara multidisiplin melibatkan pasien dan keluarga saat pertama pasien masuk
rumah sakit, selama masa perawatan dan saat pasien akan pulang. Komunikasi dapat dilakukan secara
tertulis dan hasil dokumentasi merupakan pengkajian kebutuhan perawatan pasien berupa ringkasan
pasien dirumah sakit. Komunikasi verbal dilakukan mengenai status kesehatan dilakukan pada pasien,
keluarga, profesional lain dan pelayanan kesehatan untuk rujukan setelah pulang dari rumah sakit.

Coordination
Dalam proses discharge planning harus melakukan koordinasi dengan team multidisiplin serta dengan
unit pelayanan rujukan setelah pasien pulang dari rumah sakit. Komunikasi harus jelas dan bisa
meyakinkan bahwa pasien dan keluarga memahami semua hal yang dikomunikasikan.
.
Collaboration
Kolaborasi dilakukan oleh perawat dengan seluruh team yang terlibat dalam perawatan pasien,
disamping itu adanya kolaborasi antara perawat dengan keluarga dengan memberikan informasi
tentang riwayat kesehatan masa lalu pasien, kebutuhan biopsikososial serta hal – hal yang
berpotensi menghambat proses kontinuitas perawatan.

Continual Reasssesment
Proses discharge planning bersifat dinamis, sehingga status kesehatan pasien akan selalu berubah
sesuai pengkajian yang dilakukan secara kontinyu dan akurat. Fokus pada tahap implementasi ini
adalah memberikan penkes serta pendokumentasian.

Dalam pemberian penkes bukan hanya sekedar pemberian informasi tetapi merupakan suatu
proses yang mempengaruhi perilaku individu, karena kesuksesan suatu pendidikan bisa
diperlihatkan dengan adanya perubahan perilaku. Terbentuknya pola perilaku baru dan
berkembangnya kemampuan seseorang dapat terjadi melalui tahapan yang diawali dari
pembentukan pengetahuan, sikap dan dimilikinya suatu ketrampilan baru.

Anda mungkin juga menyukai