Anda di halaman 1dari 10

GAMBARAN INSOMNIA PADA PASIEN YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


Dr. SOEDARSO PONTIANAK

DESCRIPTION OF INSOMNIA IN PATIENTS UNDERGOING THERAPY AT THE


HEMODIALISA GENERAL HOSPITAL Dr. SOEDARSO
PONTIANAK AREA

Frengki*, Ns. Icsan Budiharto*, Suhaimi Fauzan*


*Program Studi Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura,
Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak
Email: freefrengki@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Insomnia adalah gejala dimana seseorang kesulitan untuk memulai serta
mempertahankan tidur yang adekuat baik kualitas maupun kuantitas yang dapat bersifat
sementara atau menetap. Gangguan tidur yang dialami oleh pasien gagal ginjal yang menjalani
hemodialisis sekitar 50 – 80 %. Gangguan tidur yang umum terjadi pada pasien yang melakukan
terapi hemodialisa seperti Restless Leg Syndrome (RLS), Sleep Apnea, Excessive Daytime
Somenolence dan insomnia.
Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Gambaran Insomnia pada pasien yang
menjalani terapi Hemodialisa di RSUD dr. Soedarso Pontianak.
Metode Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian Kuantitatif menggunakan desain
Deskriptif dengan rancangan cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling dengan rumus solvin sebanyak 73 orang.
Hasil Analisa dengan frekuensi jenis kelamin perempuan lebih banyak, umur rentang 26-55,
status perkawinan status kawin lebih banyak, untuk tingkat pendidikan yaitu SMA dan lama
menjalani hemodialisa tertinggi 5 jam, frekuensi terapi Hemodialisa di temukan angka paling
tinggi 8 x/bulan.
Kesimpulan responden banyak mengalami insomnia sedang sebanyak 74%.

Kata Kunci : Insomnia, Gagal Ginjal, Hemodialisa

ABSTRACT

Background: Insomnia is a symptom of where someone is difficult to start and maintain a good
adekuat sleep quality as well as quantity which can be temporary or settled. Sleep disorders
experienced by patients of kidney failure undergoing hemodialysis around 50 – 80%. Sleep
disorders are common in patients who do hemodialisa therapy such as Restless Leg Syndrome
(RLS), Sleep Apnea, insomnia and Excessive Daytime Somenolence.
The purpose of this research was conducted to find out the description of Insomnia in patients
undergoing therapy Hemodialisa in the Provincial Hospital Dr. Soedarso Pontianak.
Method This type of research is a type of quantitative research uses Descriptive design with
cross sectional design. Sampling techniques using a purposive sampling with the formula solvin
as much as 73 people.
The results of the analysis of the frequency of sex with women more, age range 26-55, mating
status marital status, while for level of education that is high school and long live the highest
hemodialisa 5 hours, the frequency of Hemodialisa therapy in most figures find height 8 x/month.
The conclusion many respondents suffered insomnia are as much as 74%.

Key words: Insomnia, Kidney Failure, Hemodialysis

1
Pendahuluan pasien yang telah aktif mengikuti
Chronic Kidney Disease atau terapi Hemodialisa.
penyakit gagal ginjal kronik adalah Hemodialisis adalah
destruksi struktur ginjal yang suatu proses terapi pengganti ginjal
progresif serta terus menerus yang yang menggunakan selaput
disebabkan oleh penyakit progresif membran semiperbeabel (dialiser)
cepat disertai awitan mendadak yang berfungsi seperti nefron yang
yang menghancurkan nefron dan berguna untuk mengeluarkan sisa
menyebabkan kerusakan ginjal metabolisme serta mengkoreksi
yang irreversibel sehingga ginjal gangguan keseimbangan cairan dan
tidak mampu melakukan proses elektrolit pada pasien yang
hemodinamik tubuh (Digiulio et al, mengalami penyakit gagal ginjal
2014; Linton, 2012). (Myer, 2014). Tujuan dilakukan ini
Penyakit gagal ginjal untuk menjaga dan mempertahan
kronik ini menjadi gambaran keseimbangan cairan dan elektrolit
masalah kesehatan yang cukup (Ignatavius & Workman, 2016).
signifikan yang meningkat dari Insiden dan prevalensi modalitas
tahun ke tahun mencapai 57% untuk hemodialisa, peritoneal
(Cooper & Gosnell, 2015). Insiden dialisa, dan transplantasi ginjal
penyakit gagal ginjal kronik di pada tahun 2010 per satu juta
Amerika Serikat sudah mencapai penduduk yang menjalani
10% atau 1 dari 10 orang dengan hemodialisa sejumlah 316,
dari angka kematian yang tinggi peritoneal dialisa 23,3,
dari 615.000 pasien yang transplantasi 7,9 (U.S. Renal Renal
mengalami gagal ginjal kronik, Data System, USRDS 2012).
sebanyak 92.000 pasein yang Menurut Pernefri (2012) jenis
meninggal akibat penyakit gagal fasilitas layanan yang diberikan
ginjal kronik pada tahun 2011 renal unit berupa layanan
(Myer et at, 2014 ; Cooper & Hemodialisis (78%), CAPD (3%),
Gosnell, 2015). Transplantasi (16%), CRRT (3%).
Kejadian penyakit gagal Hemodialisis tidak dapat
ginjal kronik di Indonesia semakin menyembuhkan atau memulihkan
meningkat. Penyakit ini penyakit ginjal dan tidak mampu
digambarkan seperti fenomena mengimbangi hilangnya fungsi
gunung es, dimana hanya sekitar metabolik tubuh yang dilakukan
0,1% kasus yang terdeteksi, dan oleh ginjal sehingga pasien akan
11-16% yang tidak terdeteksi tetap mengalami komplikasi baik
(Herman,2016). Berdasarkan data dari penyakitnya juga terapinya
statistik yang di kumpulkan oleh (Hinkle & Kerry, 2014 ; deWit,
Perhimpunan Nefrologi Indonesia 2017). Salah satu komplikasi yang
(Pernefri) tahun 2012 didapatkan sering dialami oleh pasien gagal
jumlah pasien yang mengalami ginjal kronik yang menjalani
penyakit gagal ginjal meningkat hemodialisa yaitu gangguan tidur.
10% dari tahun 2011 mencapai Gangguan tidur yang
19.621 pasein baru dengan 9.161 dialami oleh pasien gagal ginjal
yang menjalani hemodialisis
2
sekitar 50 – 80 % (Maung et al, faktor yang diduga mempunyai
2016). Gangguan tidur yang umum hubungan signifikan terhadap angka
terjadi pada pasien yang kejadian insomnia pada pasein
melakukan terapi hemodialisa hemodialisa diantaranya faktor
seperti Restless Leg Syndrome demografi, faktor gaya hidup, faktor
(RLS), Sleep Apnea, Excessive psikologis dan factor dialysis
Daytime Somenolence dan (Herman, 2009).
insomnia (Ezzat & Amr, 2015 ; Berdasarkan penjelasan
Maung et al, 2016). diatas, peneliti merasa perlu
Insomnia adalah gejala melakukan penelitian mengenai
dimana seseorang kesulitan untuk Insomnia pada pasien yang
memulai serta mempertahankan menjalani terapi Hemodialisa di
tidur yang adekuat baik kualitas Rumah Sakit Umum Daerah Dokter
maupun kuantitas yang dapat Soedarso Pontianak.
bersifat sementara atau menetap
(Stockert & Hall, 2017 ; Herdman METODE
& Shigemi, 2015). Penelitian ini merupakan
Prevalensi insomnia pada jenis penelitian Kuantitatif
pasien yang menjalani terapi menggunakan desain Deskriptif
hemodialisis berkisar antara 43 – 90 dengan rancangan cross sectional.
%. Prevalensi insomnia dalam setiap Tipe desain penelitian deskriptif
penelitian bervariasi karena adanya ditujukan untuk memperoleh
perbedaan pada definisi, diagnosis, gambaran perihal satu kenyataan
karateristik populasi dan metodelogi atau menguji jalinan pada kenyataan
penelitian yang digunakan yang sudah ada atau sudah
(Kzenevic et al, 2011; Ahmad Khan berlangsung pada subjek. Didalam
et al, 2011 ; Lashkari et al, 2013). desain ini, peneliti tidak lakukan
Sulitnya manipulasi perlakuan atau
mempertahankan tidur dan tidak penempatan subjek.
dapat tidur dengan adekuat dapat Populasi dalam penelitian
menyebabkan seseorang terbangun ini adalah 90 pasien yang menjalani
sebelum dia beristirahat denga terapi hemodialisa rutin di RSUD
cukup. Hal ini menyebabkan Soedardo. Pengambilan sampel di
seseorang akan mengalami beberapa lakukan dengan teknik Purposive
konsekuensi diantaranya seperti rasa sampling. Sampel yang diambil
kantuk disiang hari, stres, depresi, dalam penelitian ini didasarkan pada
kelemahan, kurang bersemangat kriteria inklusi dan eksklusi yang
bahkan gangguan kognitif serta dibuat peneliti dan di hitung
gangguan emosi (Artom et al, 2014 menggunakan rumus Slovin hingga
; Palmer et al, 2013). didapatkan hasil berjumlah 73
konsekuensi diantaranya seperti rasa responden.
kantuk disiang hari, stres, depresi, Instrumen yang
kelemahan, kurang bersemangat digunakan dalam penelitian ini
bahkan gangguan kognitif serta berupa Lembar persetujuan
gangguan emosi (Artom et al, 2014 (Informed Consent) dan Kuedioner
; Palmer et al, 2013). Berbagai
3
Pittsburgh Insomnia Rating (47,9%). Rentang usia terbanyak yaitu
Scale_20 ( PIRS_Version 20 ). 26-55 tahun sebanyak 40(54,8%)
Yang terdiri dari 20 poin rentang usia >55 tahun sebanyak 32
pertanyaan, setiap jawaban diberi
(43,8%) yang terendah adalah rentang
penilaian antara 0-3 dengan
penilaian yaitu 0 : sama sekali tidak usia 18-25 tahun sebanyak 1 (1,4%).
terganggu/ baik sekali, 1 : sedikit Karakteristik status Perkawinan
terganggu/ baik. 2 : cukup terbanyak yaitu kawin 72 (98,6%) dan
terganggu/ cukup, 3: sangat yang terendah tidak kawin sebanyak 1
terganggu/ buruk sehingga skor (1,4%). Pendidikan terbanyak yaitu
maksimum dari pertanyaan item SMP sebanyak 20(27,4%), SMA
tersebut adalah 60 dan skor
sebanyak 19 (26,0%), tidak sekolah
minimum 0 dan hasil penghitungan
sebagai berikut: sebanyak 16(21,9%), SD sebanyak
12(16,4%) dan yang terendah tingkat
pendidikan Akademi yaitu sebanyak
Tabel 3.2 Kategori Skor Derajat Insomnia
6(6,8%). Responden yang menjalani Hd
Kategori Skor 1 sesi/jam yang tertinggi yaitu 5 jam
Tidak insomnia 0-15 sebanyak 47 (64,4%), durasi 4 jam
Insomnia ringan 16-30 sebanyak 18 (24,7%) sedangkan yang
Insomnia sedang 31-45 terendah yaitu 4,5 jam sebanyak
Insomnia berat 46-60 8(11,0%). Frekuensi menjalani
Hd/bulan terbanyak yaitu 8 x/bulan 34
(46,6%), 4 x/bulan 9(12,3%), 6 x/bulan
Prosedur pengumpulan data dan 9 x/bulan masing-masing 7 (9,6%),
pada penelitian ini yaitu peneliti 2 x/bulan 6 (8,2%), 7 x/bulan 5 (5,5%),
meminta ijin untuk melakukan 5 x/bulan 3 (4,1%), 3 x/bulan 2 (2,7%)
penelitian pada responden, kemudian dan yang terendah 1 x/bulan sebanyak 1
memperkenalkan diri serta menjelaskan (1,4%). Tingkat Insomnia tertinggi 31-
maksud dan tujuan penelitian, 45 sebanyak 55 (75,3%), 46-60
selanjutnya memberikan lembar sebanyak 15 (20,5%) dan yang terendah
persetujuan pada responden setelah 16-30 sebanyak 3 (4,1%).
responden menandatangani informed Data karakteristik responden
consent, peneliti baru memberikan digunakan oleh peneliti untuk
kuesioner PIRS_20 untuk responden isi. mengetahui gambaran insomnia pada
asien yang menjalani
HASIL
terapi hemodialisa di RSUD dr.
Berdasarkan hasil tabel 4.1
Suedarso. Hasil distribusi dan frekuensi
dibawah menunjukan bahwa jumlah
dari masing-masing karakteristik
terbanyak responden berjenis kelamin
responden yang telah di uraikan
perempuan yaitu sebanyak 38 (52,1 %)
merupakan jumlah persentase dari
dan responden laki-laki sebanyak 35
4
setiap karakteristik responden
berdasarkan hasil output dari program
spss yang kemudian di analisis.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin, Usia, Status Perkawinan, Pendidikan, Lama Menjalani HD, Frekuensi dan Skor

Karakteristik f (%)
Jenis Kelamin
Laki-Laki 35 47,9
Perempuan 38 52,1
Usia
18-25 1 1,4
26-55 40 54,8
>55 32 43,8
Status Perkawinan
Belum Kawin 1 1,4
Kawin 72 98,6
Pendidikan
Tidak Sekolah 16 21,9
SD 12 16,4
SMP 20 27,4
SMA 19 26,0
Akademi 6 8,2
Lama Menjalani HD 1x/sesi
4 jam 18 24,6
4,5 jam 8 11,0
5 jam 47 64,4
Frekuensi
1 x/bulan 1 1,4
2 x/bulan 6 8,2
3 x/bulan 2 2,7
4 x/bulan 9 12,3
5 x/bulan 3 4,1
6 x/bulan 7 9,6
7 x/bulan 4 5,5
8 x/bulan 34 46,6
9 x/bulan 7 9,6
Skor
16-30 3 4,1
31-45 55 75,4
46-60 15 20,5

Sumber : data primer (2018), telah diolah

5
Tabel 4.2 Distribusi Kategori dan Persentase Tingkat Isomnia Responden Pada Pasien yang

Menjalani Hemodialisis

Kategori
F (%)
Insomnia
Tidak Insomnia 0 0
Insomnia Ringan 3 4,1

Insomnia Sedang 55 75,4

Insomnia Berat 15 20,5


Total 73 100 %
Sumber: data primer (2018), telah diolah

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.2 hasil kategori insomnia paling tinggi
didapatkan kondisi insomnia pada yaitu insomnia sedang sebanyak 55
pasien yang menjalani terapi (75,4%) responden, insomnia berat
hemodialisa di Rumah Sakit Umum sebanyak 15 (20,5%), sedangkan
Daerah dr. Soedarso menggunakan kategori insomnia paling rendah yaitu
kuesioner PIRS_20 didapatkan bahwa insomnia ringan sebanyak 3 (4,1%).

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian tidak di ketahui dengan pasti, namun


yang dilakukan di Rumah Sakit Umum beberapa penelitian menduga kejadian
Daerah dr. Soedarso didapatkan insomnia pada wanita berhubungan
frekuensi responden yang berjenis dengan perubahan hormone, di mana
kelamin perempuan lebih tinggi penurunan pada hormone esterogen dan
dibandingkan dengan jenis kelamin progesterone di duga berhubungan
laki-laki. Menurut peneliti hal ini di dengan meningkatnya frevalensi
sebabkan karena perempuan lebih insomnia..
rentan mengalami insomnia
dibandingkan laki-laki selain itu faktor Berdasarkan distribusi rentang
penyakit yang dialami sehingga umur 26-55 tahun didapatkan yang
membuat responden stress dan paling tinggi dan di ikuti umur >55
mengakibatkan insomnia. Hasil tahun. Menurut peneliti kejadian ini ada
penelitian ini sejalan dengan pendapat hubungannya dengan faktor gaya hidup
National sleep foundation 2018 responden yang tidak sehat sehingga
mendapatkan 57% wanita mengalami menimbulkan masalah bagi kesehatan
insomnia. Patofisiologi mengapa wanita tubuh. Kualitas hidup penderita gagal
lebih beresiko mengalami insomnia ginjal sangat rendah dan sangat
6
bergantung pada proses hemodialisa Berdasarkan hasil distribusi
yang terjadwal. Selain itu semakin tua tingkat pendidikan SMP yang tertinggi
umur seseorang maka tingkat kejadian 20 responden di ikuti tingkat pendidikan
insomnia juga semakin tinggi. SMA 19 responden tidak sekolah 16
responden. Dari keseluruhan responden
Penelitian ini sejalan dengan yang di teliti rara-rata mengalami
penelitian oleh Aprianto Sulistiawan, kategori Insomnia sedang. Selain itu
Marlenywati dan Abduh Ridha peneliti juga melakukan wawancara
“Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal terhadap responden di mana sebagian
Kronik Di Ruang HD RSUD Soedarso besar responden menyatakan tidak tahu
Pontianak 2014” yang menyatakan mengenai insomnia. Menurut peneliti,
frekuensi responden pasien gagal ginjal hal ini menunjukan tinggi rendahnya
kronik di ruang Hemodialisa RSUD tingkat pendidikan tidak menjadi alasan
Suedarso lebih besar berumur >45 tahun terhadap tingginya angka kejadian
sebesar 61,1% dan ada Hubungan antara insomnia pada pasien yang menjalani
umur dengan kualitas hidup pasien terapi hemodialisa. Hal ini terjadi akibat
gagal ginjal kronik di ruang kurangnya informasi responden
Hemodialisa RSUD dr. Soedarso mengenai insomnia.
Pontianak ( P value=0,005).
Penelitian menurut Sri Hartini di
Berdasarkan hasil distribusi Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
frekuensi status perkawinan responden Moewardi Surakarta 2016 yang
yang terbanyak yaitu responden yang menyatakan bahwa semakin tinggi
telah kawin. Menurut peneliti hal ini pendidikan seseorang maka akan
disebabkan oleh faktor stress dalam semakin cepat memahami tentang
hidup berumah tangga di mana pada kondisi penyakit yang dialaminya.
rumah tangga banyak masalah yang di Kurangnya pengetahuan dan kesadaran
hadapi seperti masalah ekonomi hingga untuk mencari tahu terhadap penyakit
muncullah konflik yang menyebab insomnia yang di alami responden juga
timbulnya stressor dan masalah akan mempengaruhi tinggi rendahnya
insomnia. tingkat insomnia tersebut. Sehingga
Penelitian ini sejalan dengan pada penelitian ini pendidikan tidak
penelitian Rodin (2008) dimana menjadi patokan untuk kasus insomnia.
terjadinya insomnia dikarenakan oleh Berdasarkan hasil penelitian
stresor yang lebih besar pada distribusi tingkat lama menjalani
permasalahan dalam rumah tangga, hemodialisa tertinggi adalah 5 jam.
sehingga menimbulkan gangguan tidur Kesimpulan peneliti semakin lama
selain itu permasalahan ekonomi responden menjalani hemodialisa,
menjadi salah satu faktor risiko yang maka semakin tinngi tingkat insomnia.
sering terjadi. Hal ini di pengaruhi oleh factor
7
psikologis dan farmakologi. Semakin Berdasarkan hasil penelitian
lama responden menjalani terapi distribusi Frekuensi terapi Hemodialisa
hemodialisa dalam 1 sesi makan di temukan angka paling tinggi 8
semakin besar juga tingkat strees yang x/bulan. Rata-rata tiap responden
di alami responden yang di akibatkan memerlukan waktu 9 sampai 12 jam
proses difusi dalam darah. Hasil dalam seminggu untuk mencuci seluruh
wawancara dari responden yang di teliti darah yang ada, tetapi karena ini waktu
mengatakan bahwa setelah menjalani yang cukup panjang, maka biasanya
terapi hemodialisa malam harinya akan akan dibagi menjasi 2-3 kali pertemuan
sangat sulit untuk memulai tidur dan dalam seminggu selama 4-5 jam setiap
jika setelah tidur responden terbangun kali hemodialisa. Hal ini di di katakan
di tengah malam untuk memulai tidur adekuat bila keadaan uremia pada
kembali membutuhkan waktu 1-3 jam hemodialisis umum pasien merasa
untuk memulai tidur kembali. dalam keadaan baik dan merasa lebih
nyaman. Namun dampak negatif dari
Penelitian ini sejalan dengan frekuensi melakukan hemodialisa akan
penelitian yang di lakukan oleh Ida mempengaruhi kualitas hidup hal ini
Rosdianan, et al.“kecemasan dan dikarenakan banyaknya kehilangan
lamanya waktu menjalani Hd darah akibat waktu yang cukup lama
berhubungan dengan kejadian dari terapi hemodialisa. Hal ini dapat
insomnia pada pasien GGK 2014” yang terjadi karena hampir tidak mungkin
menyatakan bahwa factor psikologis semua darah pasien kembali seluruhnya
(tingkat kecemasan) memiliki setelah terapi hemodialisa pasti ada
hubungan dengan kejadian insomnia darah yang tinggal di dialyzer (ginjal
dan merupakan factor dominan yang buatan) atau bloodline. Meskipun
berhubungan dengan kejadian insomnia jumlahnya tidak signifikan. Tingat
selain itu penelitian juga menemukan insomnia pada responden terkait
hubungan antara insomnia dengan lama frekuensi yang lama dalam menjalani
waktu menjalani hemodialysis terapi hemodialisa juga akan semakin
(p=0,040; OR= 2,477; 95 CI 1,041- tinggi.
5,893).
Penelitian ini sejalan dengan
Demikian juga Coccossis, et al. Nurchayati (2010) yang menyatakan
(2008) menyatakan bahwa pasien yang terdapat hubungan yang bermakna
menjalani hemodialisis dalam jangka antara frekuensi Hemodialisis dengan
panjang sering mengalami peningkatan kualitas hidup dan kualitas tidur pada
defisit fisik dan sosial, serta mengalami pasien gagal ginjal kronik di Rumah
penurunan kualitas hidup sejalan Sakit Fatimah Cilacap dan Rumah Sakit
dengan penurunan kesehatan mental. Umum Daerah Bayumas.

8
Begitu juga dengan penelitian ginjal penderita gagal ginjal kronik
yang di lakukan oleh Sabbatini et al. dapat mengalami peningkatan fosfat
(2012) yang menyatakan bahwa secara serum dan sebaliknya penurunan kadar
signifikan terdapat resiko tinggi terjadi serum kalsium, hipokalsemia dapat
insomnia pada pasien yang sudah merangsang sekresi paratoid hormon (
menjalani hemodialisa dalam waktu PTH). Dalam hal ini juga dapat terjadi
lama. Mereka mengungkapkan penurunan produksi calcitriol oleh
tingginya kejadian insomnia pada ginjal, yang dapat menurunkan
pasien yang menjalani terapi penyerapan kalsium usus yang
hemodialysis dalam waktu lama menyebabkan hipokalsemia dan
berhubungan dengan makin akibatnya, menstimulasi sekresi
progresifnya gejala dan penyakit yang paratoid hormon (PTH). Tingkat fosfat
mendasari terapi dialysis, atau oleh serum yang tinggi juga memiliki efek
karena munculnya komplikasi, seperti menstimulasi langsung pada sekresi
masalah kardiovaskuler dan neurilogis PTH. Pasien dengan hiper
yang sering muncul pada pasien dialysis paratiroidisme memiliki berbagai gejala
jangka panjang. yang dapat mengganggu tidur pasien,
seperti : Nyeri tulang, dan Pruritus:
Berdasarkan hasil penelitian Pruritus terjadi pada gagal ginjal lanjut,
membuktikan bahwa proses terutama pada pasien dialisis, dan
hemodialisa sangat beperan besar pada kemungkinan berhubungan dengan
angka kejadian Insomnia. Hal ini dapat deposisi kalsium dan fosfor dalam kulit.
di lihat pada tabel hasil penelitian Lama menjalani Hemodialisis juga
menunjukan yaitu kategori Insomnia menyebabkan peningkatan dari
Sedang 74,0%, Insomnia berat 20,5% paratiroid hormone (PTH) (Abdullah
dan insomnia ringan 4,1%. Hal ini M.W, 2009; Sabbatini, et al, 2013.
menunjukan bahwa tingginya tingkat
insomnia yang di alami pasien yang SIMPULAN DAN SARAN
menjalani terapi hemodialisa harus
Simpulan
mendapatkan intervensi berupa
1. Responden terbanyak berjenis
pendidikan kesehatan (penkes) maupun kelamin perempuan 52,1%, usia
menggunakan literatur lain dari petugas rentang 26-55 58,8%, status
kesehatan terkait. Insomnia pada pasien perkawinan kawin 98,6%,
dengan terapi Hemodialisa dapat terjadi pendidikan terakhir SMP 27,4%,
akibat dari mekanisme peningkatan dari lama menjalani Hd 5 jam 64,4%,
insiden osteodistrofi renal yang frekuensi 8 x/bulan 46,6% di Rs.
Suedarso.
berhubungan dengan nyeri tulang dan
2. Responden banyak yang
pruritus akibat peningkatan kadar serum mengalami insomnia sedang
paratoid hormon (PTH). Dengan sebanyak 75,4%.
menurunnya filtrasi melalui glomerulus

9
Saran Penyakit Ginjal Kronik Yang
1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan Menjalani Hemodialisa Di Rumah
Berdasarkan hasil penelitian pasien Sakit Islam Fatimah Cilacap Dan
banyak mengalami insomnia Rumah Sakit Umum Daerah
sedang hingga berat sehingga harus Banyumas. Tesis. Universitas
di lakukan intervensi agar pasien Indonesia.
bisa meningkatkan kualitas hidup. 8. Nursalam. (2011). Konsep dan
2. Bagi Responden penerapan metodologi penelitian
Responden harus berusaha untuk ilmu keperawatan, Edisi II.
mencari penatalaksanaan yang baik Jakarta : Salemba Medika.
untuk mengatasi insomnia. 9. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi
3. Bagi peneliti selanjutnya penelitian kesehatan. Jakarata :
Penelitian ini dapat menjadi awal Rineka Cipta.
untuk peneliti selanjutnya dalam 10. Prayitno A (2002). Gangguan pola
hal mengatasi kejadian insomnia tidur pada kelompok usia lanjut dan
penatalaksanaannya. Kedokteran
DAFTAR PUSTAKA Trisakti.
11. Riyanto, A (2011). Aplikasi
1. Depkes, RI. (2011). Sistem
Metodologi Penelitian Kesehatan.
kesehatan nasional. Diperoleh
Jakarta : Nuba Medika
tanggal 22 Desember 2013.
12. Rosdiana, et al.(2014). Kecemasan
Dari repository. usu.ac.id/bitsream
dan Lamanya Waktu Menjalani
/123456789/22361/5/ chafter I.Pdf.
Hemodialisis. Jurnal Keperawatan
2. Grenn, W (2009). 50 hal yang bias
Indonesia, Vol. 17, No. 2.
anda lakukan hari ini untuk
13. Saryono. (2011). Metodologi
mengatasi insomnia. Jakarta : PT
penelitian kesehatan. Jogjakarta :
Elex Media Komputindo.
Mitra Cendikia
3. Japardi, I (2002). Gangguan Tidur.
14. Sugiyono. (2007). Statistika untuk
Fakultas Kedokteran Bagian Bedah
penelitian. Bandung : CV Alfabeta
Sumatra Utara.
15. Sumedi, T (2010). Pengaruh senam
4. Kosmadakis, G.C., & Medcalf, J.F.
lansia terhadap penurunan skala
(2008) Sleep disorders in dialysis
insomnia pada lanjut usia di panti
patients. Int J Artif Organs;
werdha dewanata cilicap. Poltekes
31(11), 919-27.
Depkes Purwokerto.
5. Kurnia, A. W., Wardhani, V,. &
16. Triyadini dkk (2012). Efektifitas
Rusca, K. T. (2009). Lavender
terapi massage dengan terapi mandi
Aromatherapy Improve Quality
air hangat terhadap penurunan
Of Sleep In Eldery People. Fakultas
insomnia. Jurnal Keperawatan
Kedokteran Universitas
Soedirman.
Brawijaya.
17. Rodin SS, Broch L, Bussye D, et al.
6. Muel (2012). Pittsburgh Insomnia
Clinical Guideline for The
Rating Scale. University of
Evaluation and Management of
Pittsburgh.
Chronic Insomnia in Adults. Journal
7. Nurchayati, Sofiana. 2010. Analisis
of Clinical Sleep Medicine. 2008;
faktor-Faktor Yang Berhubungan
4(5) :2.
Dengan Kualitas Hidup Pasien

10

Anda mungkin juga menyukai