Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

HASIL ANALISIS JURNAL “EFEKTIVITAS DUKUNGAN PSIKOLOGIS


DALAM PERAWATAN PALIATIF BERBASIS HOMECARE PADA
PENDERITA HIV/ AIDS.”

Dosen Pembimbing :

Dr. Yuni Sufyanti Arief, S.Kp.,M.Kes

Di susun oleh :

Kelompok SGD 1

Eliesa Rachma Putri 131611133001

Locita Artika Isti 131611133008

Dita Fajrianti 131611133014

Ayu Saadatul Karimah 131611133020

Putri Aulia K. 131611133027

Erva Yulinda M. 131611133033

Hanum Amalia 131611133040

Septin Sri Mentari 131611133046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA, 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami munajadkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas limpahan rahmat serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan
tugas Mata Kuliah Keperwatan Menjelang Ajal dan Paliatif yang berjudul “Hasil
Analisis Jurnal “Efektivitas Dukungan Psikologis dalam Perawatan Paliatif
Berbasis Homecare pada Penderita HIV/ AIDS.”

Ucapan terimakasih kami haturkan kepada dosen pembimbing mata kuliah


Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif, Dr. Yuni Sufyanti Arief, S.Kp.,M.Kes.
yang telah membimbing kami selama perkuliahan hingga dapat menyelesaikan
tugas makalah ini.

Dengan demikian, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi


pembacanya. Makalah ini masih jauh dari kata sempuna, untuk itu kritik dan saran
dari pembaca sangat kami butuhkan guna perbaikan dan penyempurnaan makalah
berikutnya. Atas kontribusi tersebut, kami ucapkan terimakasih.

Surabaya, 16 April 2019

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sampai saat ini, penyakit Human Immunodeficiency Virus/Acquired
Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) masih merupakan permasalahan
kesehatan yang cukup kompleks dan terus meningkat dari tahun ke tahun di
seluruh bagian dunia (Departemen Kesehatan R1, 2007 dalam Ibrahim,K
2017). Virus HIV tidak menyebabkan kematian secara langsung pada
penderitanya, akan tetapi adanya penurunan imunitas tubuh yang
mengakibatkan mudah terserangnya infeksi oportunistik bagi penderitanya
(Fauci & Lane, 2012; WHO, 2014). Masalah yang sering dialami pada
penderita HIV/ AIDS diantaranya permasalahan fisik, psikososisal, dan
spiritual. Masalah tersebut dapat berupa nyeri, penurunan kualitas hidup, serta
masalah biaya yang menjadi beban keluarga apabila dilakukan perawatan di
Rumah Sakit (Lindayani & Maryam, 2017).
Di seluruh dunia pada tahun 2013 ada 35 juta orang hidup dengan HIV
yang meliputi 16 juta perempuan dan 3,2 juta anak berusia <15 tahun. Jumlah
infeksi baru HIV 2013 sebesar 2.1 juta yang terdiri dari 1.9 juta dewasa dan
240.000 anak berusia <15 tahun. Jumlah kematian akibat AIDS sebanyak 1,5
juta jiwa yang terdiri dari 1,3 juta dewasa dan 190.000 anak beruasia <15
tahun (Pusdatin, 2014).
Kasus HIV dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2017 jumlah
orang yang terinfeksi HIV yang dilaporkan sebanyak 14.640 orang.Prsentase
infeksi HIVtertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (69,2%),
diikuti kelompok umur 20-24 tahun (16,7%), dan kelompok umur ≥ 50 tahun
(7,6%). Sedangkan kasus AIDS dari bulan Oktober sampai denganDesembere
2017 jumlah orang dengan AIDS dilaporkan sebanyak 4.725 orang. Presentase
AIDS tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun (35,2%), diikuti kelompok
umur 20-29 tahun (29,5%) dan kelompok umur 40-49 tahun (17,7%)
(Kemenkes RI,2018).
Jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Juni 2018
sebanyak 301.959 jiwa (47% dari estimasi ODHA jumlah orang dengan HIV
AIDS tahun 2018 sebanyak 640.443 jiwa) dan paling banyak ditemukan di
kelompok umur 25-49 tahun dan 20-24 tahun. Adapun provinsi dengan jumlah
infeksi HIV tertinggi adalah DKI Jakarta (55.099), diikuti Jawa Timur
(43.399), Jawa Barat (31.293), Papua (30.699), dan Jawa Tengah (24.757)
(Kemenkes RI, 2018)
Penyimpangan perilaku yang dulu dilakukan oleh pasien HIV adalah
berganti-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seksual. Menggunakan
alat suntik yang tidak steril dan penggunaannya yang dilakukan secara
bergantian khususnya pada pasien penahun. Penyimpangan perilaku individu
maupun masyarakat tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap
potensi peningkatan penyebaran penyakit HIV/AIDS. Penyakit HIV yang
semula bersifat akut dan mematikan berubah menjadi penyakit kronis yang
bisa dikelola. Namun demikian, hidup dengan penyakit kronis menyisakan
persoalan-persoalan lain yang memerlukan penyesuaian-penyesuaian baik
secara fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. (Lindayani & Maryam, 2017).
Asuhan palitif untuk pasien dengan HIV/AIDS merupakan elemen inti
dari asuhan pasien dengan HIV/AIDS. Asuhan paliatif yang berbasis home
care saat ini menjadi elemen penting yang digunakan di berbagai negara.
Perawatan paliatif home care semakin banyak digunakan sebagai strategi
manajemen utama di banyak negara, terutama di negara berkembang di mana
kesehatan masyarakat layanan sudah terbebani dengan sumber daya manusia
dan keuangan yang terbatas (Young & Busgeeth, 2010). Perawatan paliatif
home care merupakan segala bentuk perawatan yang diberikan kepada orang
sakit di rumah mereka termasuk kegiatan fisik, psikososial, dan spiritual
dengan tujuan untuk membantu orang sakit dan keluarga untuk
mempertahankan kemandirian mereka dan mencapai kualitas hidup sebaik
mungkin (WHO). , 2002 dalam Lindayani & Maryam, 2017). Sebagai negara
berkembang, sebagian besar kasus HIV muncul dan aksesibilitas ke layanan
kesehatan masyarakat masih terbatas dan penerimaan rumah sakit terkait
dengan HIV / Perawatan AIDS masih menyumbang sebagian besar
pengeluaran untuk orang dengan AIDS (Floyd, 2001 dalalm Lindayani &
Maryam, 2017). Hanya 262 Rumah Sakit yang menyediakan ART di tingkat
provinsi dan kota, sedangkan Indonesia adalah negara besar. Tempat tidur
yang ditempati di rumah sakit untuk pasien dengan HIV / AIDS juga terbatas
(Kementerian Kesehatan Indonesia, 2013).
Permasalahan diatas dapat diatasi salah satunya adalah dengan perawatan
yang dilakukan dirumah atau home care sebagai bentuk perawatan yang
diberikan kepada orang sakit di rumah mereka termasuk kegiatan fisik,
psikososial, dan spiritual dengan tujuan untuk membantu orang sakit dan
keluarga untuk mempertahankan kemandirian mereka dan mencapai kualitas
hidup sebaik mungkin. Namun sangat penting untuk memastikan efek dari
layanan home care pada hasil perawatan paliatif, seperti kontrol gejala,
kualitas hidup, dan kepuasan dengan perawatan, dan biaya yang efektif. Untuk
mengetahui keefektifan homecare, maka kelompok kami membuat makalah
yang berjudul Efektivitas Pelayanan Home Care pada Pasien HIV/AIDS.

1.2 Tujuan
Tujuan yang ingin didapatkan adalah untuk mengetahui efektivitas
dukungan psikologis dalam perawatan paliatif berbasis homecare pada
penderita HIV/ AIDS.
BAB 2
ANALISIS JURNAL

2.1 Penjelasan Masalah (PICOT)


P Dengan pengetahuan dan pendidikan yang rendah, stigma dan
(Patient or Problem) diskriminasi ODHA masih banyak terjadi di masyarakat. Hal inilah
yang menyebabkan orang dengan HIV/AIDS menerima perlakuan
yang tidak adil, diskriminasi, dan stigma karena penyakit yang
diderita. Namun, pada kasus ini lebih difokuskan permasalahan
untuk mengetahui keefektifan homecare sebagai bentuk perawatan
yang diberikan kepada ODHA untuk mempertahankan kemandirian
mereka dan mencapai kualitas hidup yang maksimal.

I Bentuk intervensi untuk mempertahankan kemandirian pada ODHA


(Intervention) adalah melalui dukungan sosial yang diberikan lingkungan terhadap
orang yang mengalami HIV/AIDS tersebut. Yang dimaksud dengan
dukungan sosial adalah suatu bentuk bantuan dan orang-orang
disekitar individu yang dianggap dekat secara emosional dan
berfungsi memberikan kenyamanan fisik dan psikologis. Diperlukan
intervensi komprehensif (medikamentosa, nutrisi, dukungan sosial
maupunpsikoterapi/konseling). Penderita HIV/AIDS diarahkan
untuk mengembangkandiri dengan transformasi kesadaran agar
nantinya dapat mengelola emosinya secara mandiri sehingga dapat
melakukan aktivitas seperti layaknya orang sehatsehingga dapat
meningkatkan kualitas hidupnya.

C Intervensi keperawatan lain hospice care, program hospice adalah


(Comparison pelayanan paliatif yang suportif dan terkoordinasi, bisa disiapkan di
Intervention) rumah atau RS dengan memberi pelayanan fisik, psikologis, sosial
dan spiritual untuk pasien yang menunggu ajal dan keluarganya
O Asuhan paliatif yang berbasis home care untuk pasien dengan
(Outcome) HIV/AIDS terhadap nyeri, pengendalian gejala, meningkatkan
kualitas hidup, meningkatkan kepuasan asuhan, dan efektivitas
biaya. Fokus perawatan paliatif bukan hanya pada penderita, tetapi
juga keluarga. Keluarga penderita HIV/AIDS diharapkan mampu
secara mandiri memberikan dukungan dan perawatan yang tepat
untuk membantu meningkatkan kualitas hidup penderita HIV/AIDS.
Namun, kurangnya pengetahuan membuat keluarga belum
memahami perawatan penderita HIV/AIDS di rumah. Hal tersebut
berdampak pada kondisi penderita yang tidak stabil, sehingga harus
kembali ke Rumah Sakit untuk menjalani perawatan. Salah satu
strategi peningkatan kemandirian keluarga dalam perawatan
penderita HIV/AIDS adalah dukungan yang berupa edukasi dan
informasi. Edukasi dapat diberikan oleh perawat komunitas sebagai
petugas kesehatan di Puskesmas yang bertanggung jawab terhadap
pelayanan tindak lanjut keperawatan di rumah.Motivasi untuk
ODHA sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan seseorang baik
itu berupa motivasi ekstrinsik, contohnya dukungan orang tua,
teman dan sebagainya maupun motivasi instrinsik yakni motivasi
yang datang dari dalam individu itu sendiri. Dukungan sosial
mempengaruhi kesehatan dan melindungi seseorang terhadap efek
negatif stres berat penderita HIV/AIDS diarahkan untuk
mengembangkan diri dengan transformasi kesadaran agar nantinya
dapat mengelola emosinya secara mandiri sehingga dapat
melakukan aktivitas seperti layaknya orang sehat sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidupnya.

T Pelaksanaan keefektifan waktu layanan kesehatan homecare pada


(Time) pasien ODHA dilakukan selama 6 bulan.
2.2 Strategi Pencarian Jurnal
Kelompok kami melakukan strategi pencarian jurnal dilakukan
menggunakan beberapa web yang tersedia. Pertama, pencarian dilakukan di
Google Schoolar dengan kata kunci atau keyword “home care HIV/AIDS” dan
terdapat 202 jurnal dan pernyataan yang keluar. Selanjutnya, memilih jurnal
dengan judul judul “Home and Community Based Cared Program Assesment
for People Living with HIV/AIDS in Arba Minch, Southern Ethiopia”.Kedua,
pencarian dilakukan di Google Schoolar dengan kata kunci atau keyword
“Dukungan keluarga pada pasien HIV/AIDS” dan terdapat 10 jurnal dan
pernyataan yang keluar diambil 1 jurnal sebagai referensi dengan judul
Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Keberfungsian Sosial Orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) di Rumah Singgah Caritas PSE Medan. Ketiga, pencarian
dilakukan di Google Schoolar dengan kata kunci atau keyword “Family
Support ODHA” dan terdapat 10 jurnal dan pernyataan yang keluar diambil 1
jurnal sebagai referensi dengan judul Dukungan Keluarga Terhadap
Kelangsungan Hidup ODHA (Orang dengan HIV/AIDS). Keempat, pencarian
dilakukan di Google Schoolar dengan kata kunci atau keyword “Family
Support with PLHA” dan terdapat 10 jurnal dan pernyataan yang keluar
diambil 1 jurnal sebagai referensi dengan judul Understanding Family Support
for People Living with HIV/AIDS in Yunnan, China. Kelima, pencarian
dilakukan di Google Schoolar dengan kata kunci atau keyword “Home care for
patients with HIV” dan terdapat 25 jurnal dan pernyataan yang keluar diambil
1 jurnal sebagai referensi dengan judul Shaping the Patient-Centered Medical
Home to the Needs of HIV Safety Net Patients: the Impactof Stigma and the
Need for Trust.
2.3 Hasil Rangkuman Jurnal

1. Home and Community Based Cared Program Assesment for People Living with
HIV/AIDS in Arba Minch, Southern Ethiopia (Taddese Alemu Zerfu, 2012)
Laporan Jenis kegiatan perawatan dan dukungan yang diberikan kepada ODHA
Penelitian meliputi penyediaan psikososial, perawatan medis dan caring, pemberian
dukungan sosial-ekonomi. Dukungan sosial-ekonomi yang diterima berupa
hasil pangan ataupun pendidikan dan pakaian. Komponen lain dari dukungan
sosial-ekonomi pada ODHA yaitu adalah dengan mengikuti sebuah
kegiatan/pelatihan yang menghasilkan pendapatan. Pelayanan perawatan yang
diberikan meliputi : dukungan kebutuhan nutrisi, pemenuhan tidur dan
pengobatan ARV. Untuk meningkatkan kualitas hidup ODHA juga dilakukan
dukungan mengenai hak asasi ODHA untuk mengatasi stigma dan
diskriminasi. Kegiatan perawatan juga didapatkan dari layanan konseling,
dukungan moral dari masyarakat yang digunakan sebagai dukungan
psikososial bagi ODHA. Selain itu juga diberikan dukungan spiritual dengan
didatangkan tokoh agama.

Setidaknya 1 dari 200 orang dari lima negara di Afrika yang membutuhkan
perawatan paliatif pada tahap terminal penyait HIV/AIDS. Studi saat ini di
kota Arba peserta yang mendapatkan layanan perawatan dan dukungan adalah
perempuan dengan usia berkisar anatara 26-30 tahun. Temuan ini
menggarisbawahi bahwa hampir semua perawatan dan dukungan kegiatan
yang tersedia tidak memadai dan tidak terorganisisr dengan baik. Hal ini
dibuktikan dengan proporsi ODHA yang menerima perawatan dan dukungan
serta berbagai komponen lainnya. ODHA memiliki kebutuhan yang beragam
dan kompleks dalam hal akses dan penyediaan layanan keperawatan dan
dukungan. Menurut Project Perawatan Paliatif WHO di Afrika, paket
perawatan paliatif dasar harus mecakup analgesik dan obat-obatan untuk
mengurangi gejala, kebutuhan nutrisi dan dukungan dari keluarga. Penelitian
sebelumnya yang dilakukan di Jimma, Ethiopia menunjukkan bahwa rumah
adalah tempat yang ideal untuk perawatan medis, sosial, psikososial dan
support.

Sebuah penelitian yang dilakukan di Ghana menunjukkan bahwa meskipun


ODHA baik dengan ART mereka masih menghadapi isolasi psikologis dan
kecaman dari keluarga, teman dan masyarakat karena orang-orang menyadari
status HIV mereka. Stigma dan diskriminasi dapat mengganggu upaya untuk
menerima layanan keperawatan dan juga support. Berbagai program berbasis
masyarakat yang dapat melengkapi pendekatan berbasis instusisi yang saat ini
sedang dikejar oleh pemerintah adalah fokus masyarakat pada pelayanan
dirumah dan dukungan. Perawatan dirumah dan berbasis masyarakat sangat
bermanfaat dan dapat meningkatkan kualitas hidup ODHA. Dalam penelitian
menunjukkan bahwa tindakan keperawatan dan medis, keluarga berencana,
terapi pencegahan IMS, diagnosis dan pengobatan, dukungan nutrisi dan
kebutuhan tidur perlu ditekankan pada masyarakat dalam program perawatan
di rumah. Dalam pemberian perawatan dikatakan bahwa keluarga dan
masyarakat yang pertama harus menerima dan menghormati mereka, tidak
menghakimi dan mengucilkan mereka. Orang yang hidup dengan HIV/AIDS
membutuhkan perawatan yang komprehensif berdasarkan pendekatan hak
asasi manusia.

Sistematik Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kuantitatif cross-
Review sectional yang dikombinasikan dengan metode kualitatif. Data dikumpulkan
menggunakan wawancara kuesioner pra-diuji dan wawancara secara
mendalam. Penelitian ini menggunakan kedua metodologi yaitu kuantitatif dan
kualitatif. Sampel diambil dari ODHA yang saat ini tinggal di Arba kota
Minch dan pedesaan disekitarnya yang memiliki kemampuan kognitif
membaca dan menulis untuk dapat memahami apa yang dibutuhkan dalam
melakukan perawatan di rumah dan paliatif. Peserta wawancara kualitatif
dipilih secara purposive dengan mewancarai 6 dari organisasi pemerintah dan
4 dari organisasi non-pemerintah. Untuk bagian kuantitatif penelitian sampel
ODHA menggunakan probability proportional dengan klaster bertingkat
multistage.
Varibael dependen mendapatkan perawatan dan dukungan ditunjukkan oleh
dukungan sosial-ekonomi, perawatan medis dan caring, support, perawatan
psikososial. Varibae bebas adalah sosiodemografi, jenis perawatan, durasi
perawatan, hambatan untuk perawatan dan support.

Ringkasan Perawatan dan dukungan kegiatan yang disediakan sangat minim dan sebagian
besar respondem tidak mendapatkan layanan perawatan paliatif yang mereka
butuhkan. Masalah psikososial, hukum dan layanan yang secara tepat
diabaikan atau tidak diberikan perhatian karena hampir semua sebagai bagian
dari standar perawatan. Prestasi sederhana yang diamati dalam penyedia
pelayanan medis dan keperawatan termasuk perawatan paliatif, dukungan
nutrisi, keluarga berencana, terapi pencegahan dan lain-lain. Pemerintah yang
menyediakan layanan perawatan harus mendukung ke tingkat yang paling
sesuai dengan kebutuhan ODHA.

2. Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Keberfungsian Sosial Orang dengan


HIV/AIDS (ODHA) di Rumah Singgah Caritas PSE Medan (Siboro, H. K.
2014)
Laporan Permasalahan HIV/AIDS tidak cukup lagi hanya dilihat melalui fakta medis
Penelitian
semata namun harus dipandang melalui analisis sosial kemasyarakatan yang
komperehensif terkait struktur sosial dan budaya. Permasalahan penanganan
HIV/AIDS adalah, masih lemahnya koordinasi atas implementasi program di
masing-masing sektor. Belum terbangunnya sebuah persepsi yang sama,
tentang permasalahan mendasar seputar HIV/AIDS, dan isu HAM terkait
HIV/AIDS belum terintegrasi secara proporsional. Dapat dikatakan bahwa
Odha mengalami kondisi yang tidak menyenangkan baik secara fisik maupun
psikis. Menurut Schultz (1991) apabila kondisi tersebut berlangsung dalam
jangka waktu lama, maka dapat menimbulkan depresi yang mengarah pada
kehampaan hidup serta mengembangkan hidup tidak bermakna.3 Menurut
Joerban, hampir 99% penderita HIV/AIDS mengalami stres berat, Djoerban
juga menemukan sejumlah pasien HIV/AIDS yang mengalami depresi berat,
dimana pada saat mengetahui dirinya mengidap penyakit AIDS, banyak Odha
yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa dirinya tertular HIV/AIDS,
sehingga menimbulkan depresi dan kecenderungan bunuh diri pada diri Odha
itu sendiri.

Bastaman (2007) mengungkapkan bahwa meskipun penghayatan hidup tanpa


makna bukan merupakan suatu penyakit tetapi dalam keadaan intensif dan
berlarut-larut tidak dapat diatasi. Berdasarkan pendapat Bastaman maka
apabila Odha memiliki penghayatan hidup tanpa makna maka Odha akan acuh
tak acuh yang memungkinkan juga acuh tak acuh terhadap kesehatannya
sehingga akan membuat penyakitnya semakin parah. Sebaliknya, orang yang
mempunyai keberfungsian hidup akan mempunyai tujuan hidup yang jelas.
Menurut Smet (1994) optimisme dapat mempengaruhi kesehatan. Berdasarkan
hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa Odha yang memiliki penghayatan
hidup yang berfungsi akan memiliki optimisme dan memiliki coping yang
efektif dalam menghadapi tekanan-tekanan sehingga kondisi ini akan dapat
membantu Odha untuk tetap menjaga kesehatannya. Setelah dikaji dari
permasalahan diatas ternyata keluarga memiliki peran penting dalam
pendekatan masalah HIV/AIDS, arah dan strategi nasional penanggulangan
HIV/AIDS (Keppres 36/94) pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan
ketahanan keluarga sejalan dengan UU pokok no 10 tahun 1992 tentang
kependudukan dan keluarga sejahtera. Misalnya untuk perawatan penderita,
peranan keluarga, baik keluarga batih maupun keluarga jaringan (nuclear and
extended family) akan semakin dibutuhkan.

Infeksi HIV dan AIDS masih menimbulkan stigma dan diskriminasi. Jadi
adalah penting bagi keluarga untuk menjaga kerahasiaan Odha. Keluarga tidak
berhak memberi tahu orang lain, termasuk petugas perawatan kesehatan,
tentang status HIV si Odha, kecuali dia memberi persetujuan yang jelas.
Keluarga harus sangat berhati-hati dengan pengunjung agar mereka tidak dapat
mengetahui secara tidak sengaja, misalnya dengan melihat buku mengenai
AIDS atau obat khusus untuk infeksi Keluarga akan menjadi tempat untuk
bernaung, untuk mendapatkan perawatan, untuk mendapat kasih sayang bagi
penderita dan anak-anak yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya yang
direnggut oleh keganasan AIDS. Dukungan keluarga terutama perawatan Odha
dirumah biasanya akan menghabiskan biaya lebih murah, lebih
menyenangkan, lebih akrab, dan membuat Odha sendiri bisa lebih mengatur
hidupnya. Sebenarnya penyakit yang berhubungan dengan Odha biasanya akan
cepat membaik, dengan kenyamanan di rumah, dengan dukungan dari teman
terutama keluarga. Tak dapat dipungkiri bagaimana besar dan kecilnya
dukungan keluarga itu bisa menjadi patokan bagi keberfungsian sosial atau
keberdayaan dari Odha tersebut. Seperti yang telah diterangkan sebelumnya
jika Lembaga dan Oganisasi Masyarakat (LSM) merupakan salah bagian yang
mempunyai peran aktif dalam melaksanakan kebijakan rencana strategis
pemerintah dalam rangka penanggulangan HIV/AIDS. Rumah Singgah Caritas
PSE merupakan LSM yang bergerak di isu penanggulangan HIV/AIDS,
didalamnya terdapat pekerja-pekerja sosial yang mendampingi Odha untuk
bisa berdaya dan berfungsi. Apalagi jumlah dampingan dari pekerja sosial
Rumah Singgah Caritas PSE lumayan banyak dan sudah ada yang menjadi
pendidik sebaya. Kondisi dukungan keluarga yang bervariasi dan latar
belakang kehidupan Odha yang berbeda-beda tentunya akan mempengaruhi
keberfungsian dari Odha sendiri. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
diasumsikan bahwa dukungan keluarga dapat mempengaruhi keberfungsian
sosial hidup Odha.
Sistematik Penelitian ini adalah penelitian eksplanasi yang bertujuan untuk melihat
Review
hubungan antara variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah
dirumuskannya sebelumnya. Variabel dala penelitian ini terdiri dari variabel
bebas (x) yaitu dukungan keluarga dan variabel terikat (y) keberfungsian sosial
orang dengan HIV/AIDS. Populasi adalah orang dengan HIV/AIDS
merupakan dampingan atau klien dari Rumah Singgah Caritas PSE yang
berjumlah 50 orang, dan terdata mulai dari tahun 2011 sampai Mei 2013. Jadi
semua populasi akan dijadikan data, karena semakin jumlah sampel mendekati
jumlah populasi maka hasil penelitian akan representatif untuk mewakili
penelitian atau menghasilkan penelitian yang semakin membaik. Untuk
memperoleh data yang diperlukan, maka teknik pengumpulan data yang
dilakukan adalah dengan menggunakan studi kepustakaan dan dari penelitian
lapangan yang diperoleh berdasarkan observasi, wawancara, dan pembagian
kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan dengan pendekatan kualitatif,
yaitu dengan menjabarkan hasil penelitian sebagaimana adanya dengan
tahapan editing, koding, membuat kategori klasifikasi data dan menghitung
besar frekuensi data pada masing-masing kategori dan menggunakan korelasi
rank spearman.

Responden Odha mengaku 86% dari mereka dikunjungi keluarga saat


sakit,frekuensi keluarga sering mengunjungi responden sebanyak 64%. Dan
anggota yang paling sering mengunjungi responden adalah ibu (28%) Selain
berkunjung keluarga memberi motivasi sebanyak 90% pada responden, dan
juga merawat anak responden 64%. Dari pengetahuan informasi HIV/AIDS
sebanyak 24% keluarga Odha yang tahu sedangkan 66% lainnya tidak tahu,
padahal selain Odha keluarga juga tahu informasi HIV/AIDS. Responden yang
mengetahui informasi HIV/AIDS dari dokter sebanyak 76% mereka
mengetahui sejak melakukan cek darah dan mendapatkan hasil, berdasarkan
frekuensi sharing 60% responden Odha mengaku sering sharing dengan
keluarga. Hubungan komunikasi responden dengan keluarga dominan dalam
keadaan baik (90%), sehingga 86% keluarga responden menjaga kerahasiaan
status responden. Keluarga menerima status responden sebagai Odha sebanyak
92%, walaupun awalnya sempat terjadi penolakan dalam jiwa tetapi berhasil
ditolerir. Kepedulian keluarga terhadap responden juga tampak 64%,
contohnya keluarga merawat Odha saat sakit. Walaupun sikap keluarga baik
pada responden tetapi 76% responden pernah mengaku kecewa pada
keluarganya. Keluarga juga termasuk patokan Odha untuk pulih baik dari segi
fisik dan psikis, 92% responden tidak pernah ditolak oleh keluarga.

Berdasarkan penghitungan koefisien korelasi rank spearman, dapat diketahui


bahwa korelasi antara X dan Y dengan N = 50 diperoleh nilai sebesar 0,67.
Untuk menguji kebenaran hipotesa r′ dan mendapatkan hasil yang baik maka
hasil Y dan X dipangkatkan (d²) kemudian hasil kedua variabel dikurangkan
untuk mengetahui jumlah perbedaan keduanya. Berdasarkan hasil perhitungan,
ternyata nilai koefisien korelasi r`= 0,67, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh
dukungan keluarga memiliki hubungan positif yang mantap terhadap
keberfungsian sosial orang dengan HIV/AIDS (Odha). Hal ini menunjukkan
bahwa hipotesa alternatif (Ha) yang mengatakan “Ada pengaruh dukungan
keluarga terhadap keberfungsian sosial orang dengan HIV/AIDS di Rumah
Singgah Caritas PSE Medan”, Dapat diterima. Sedangkan hipotesa nol (Ho)
yang mengatakan “Tidak ada pengaruh dukungan keluarga terhadap
keberfungsian sosial orang dengan HIV/AIDS di Rumah Singgah Caritas
PSE”, Tidak dapat diterima (ditolak).
Ringkasan Dukungan keluarga merupakan bagian yang sangat penting yang dibutuhkan
Orang dengan HIV/AIDS dalam proses pemulihannya. Besar atau kecilnya
dukungan tersebut bisa membangkitkan semangat Orang dengan HIV/AIDS
untuk sehat bahkan untuk hidup. Pengobatan Orang dengan HIV/AIDS bukan
hanya pengobatan secara medis saja melainkan pengobatan psikis harus juga
dilakukan sehingga pengobatan medis dan penguatan psikis harus berjalan
seimbang. Masih banyaknya Odha yang bekerja serabutan atau belum
memiliki pekerjaan yang tetap sehingga mereka hanya bisa menggantungkan
hidupnya pada orang lain atau keluarga.

3. Dukungan Keluarga Terhadap Kelangsungan Hidup ODHA (Orang dengan


HIV/AIDS) (Rahakbauw, N. 2018)
Laporan Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pada umumnya pengetahuan ODHA
Penelitian
tentang HIV/AIDS masih sangat terbatas. Ketidaktahuan tentang penyakit
serta isu-isu yang terkait disebabkan karena kekurangan dan kesalahan dalam
menerimma informasi yang selama ini diperoleh, sehingga berakibat pada cara
penerimaan ODHA terhadap penyakit tersebut. Pemahaman tentang penyakit,
gejala serta implikasi pengobatan dari penyakit HIV/AIDS akan sangat
membantu ODHA mengantisipasi pola hidup hidup yang harus dijalani agar
kondisi tubuh tetap stabil. Situasi dan perlakuan yang dialami dan diterima
oleh ODHA dari lingkungan kerja maupun masyarakat, menimbulkan sikap
atau kondisi yang dapat berpengaruh terhadap situasi sosial, psikis maupun
kesehatan mereka. Sikap reaktif yang ditunjukan masyarakat terhadap ODHA
yang disebabkan selama ini telah terbentuk opini yang salah. Masyarakat
beranggapan bahwa karena penyakit HIV merupakan penyakit yang berbahaya
dan belum ada obatnya, mereka menjadi takut jika di wilayah mereka ada yang
terinfeksi HIV. Sikap yang diperlihatkan oleh masyarakat demikian ini
menggambarkan betapa kurangnya informasi yang diperoleh sehingga
menimbulkan diskriminasi dan stigmanisasi yang berlebihan. Hal ini berakibat
terhadap keberlangsungan hidup ODHA, baik secara fisik, psikis, maupun
sosial dan spiritual. memperlihatkan bahwa kekurangan dan ketidakjelasan
informasi tentang HIV/AIDS dari pihak rumah sakit malah menambah
kebingungan dan keresahan keluarga.

Keterbatasan pengetahuan dan pemahaman dokter maupun perawat tentang


HIV/AIDS antara lain ditentukan oleh kebijakannyang ada di pusat pelayanan
kesehatan. Apabila pimpinan paham tentang HIV/AIDS dan pentingnya
memberikan pelayanan yang sesuai, maka tenaga medisnya akan dibekali
dengan berbagai program yang berhubungan dengan isu-isu HIV/AIDS.
Masalah seringkali terjadi apabila pimpinan diganti oleh orang baru yang
belum paham. Situasi ini menyebabkan keluarga tidak mau melakukan
pemeriksaan kesehatan. Jika hal ini dibiarkan, maka para ODHA akan
kesulitan memperoleh pengobatan, dan lebih jauh lagi akan mempengaruhi
upaya pemerintah yang sedang menggalakkan penanggulangan HIV/AIDS.
Perlakuan diskriminatif yang diberikan oleh perawat pada ODHA maupun
keluarga saat dirawat di rumah sakit disebabkan karena terbatasnya
pengetahuan maupun pengalaman yang mereka miliki untuk melayani
penderita HIV/AIDS. Persoalan yang dihadapi ODHA akibat virus yang
menyerang tubuhnya, berdampak terhadap proses pemulihan yang dijalankan
oleh mereka. Permasalahan yang dihadapai dari aspek medis, psikologis,
sosial-ekonomi dan spiritual. Dari aspek medis, tidak dapat dipungkiri bahwa
jika seseorang terserang penyakit apalagi penyakit yang membahayakan, maka
mereka tidak dapat menjalankan aktivitas sebagaimana mestinya karena
kondisi tubuh melemah, dan tidak berdaya. Kondisi ini jelas menghambat
pekerjaan maupun kegiatan kesehariannya.
Disamping itu, perlakuan diskriminatif yang diberikan oleh pihak rumah sakit
memperparah penyakit yang dialami oleh ODHA. Hal ini merupakan faktor
yang sangat mempengaruhi proses kesembuhan yang sedang dijalaninya.
Selain aspek medis, aspek lain yang juga berpengaruh dalam proses
kesembuhan yaitu psikologis. Aspek psikologis tercermin dalam ketakutan,
kecemasan, kesedihan, kebingungan, kemarahan dan kehilangan rasa percaya
diri serta. keputusasaan ketika mengetahui tentang penyakitnya. Kondisi ini
jelas mempengaruhi proses perawatan dan pemulihan ODHA. Faktor fisik dan
psikologis memiliki hubungan timbal balik yang sangat erat. Keadaan fisik
seseorang menentukan kestabilan jiwanya. Selain aspek medis dan psikologis,
aspek lain yang dialami oleh ODHA adalah aspek sosial. Perlakuan dari
lingkungan tetangga maupun lingkungan kerja yang bersifat diskriminatif yang
disertai stigma terhadap ODHA menyebabkan mereka terisolasi dan tidak
diberikan kesempatan yang sama untuk meraih masa depan. Perlakuan seperti
ini menghambat ODHA dalam berinteraksi dengan lingkungannya serta
mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya. Kedekatan maupun interelasi
yang terjadi dengan orang-orang yang berada disekitar ODHA membantu
untuk melihat kehidupan yang lebih berrmakna dan berharga bagi dirinya
maupun orang lain. Artinya lingkungan memberikan peluang dan kesempatan
bagi ODHA dalam meningkatkan kemampuan dan produktivitas sekalipun
dalam keadaan sakit. Selain ketiga aspek diatas, aspek ekonomi dalam hal ini
keuangan juga berperan penting dalam kehidupan ODHA untuk melakukan
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan rutin, terutama terapi obat ARV.
Apabila ODHA tidak mengkonsumsi ARV secara berkesinambungan, maka
tubuhnya akam mengalami resistensi yang berakibat pada kematian.

Permasalahan yang dihadapi keluarga umumnya terkait dengan


ketidakmampuan untuk membiayai perawatan dan pengobatan anggota
keluarga yang terinfeksi HIV. Karena keluarga tidak memiliki pekerjaan,
selain itu juga masalah lain adalah ketegangan, kecemasan dan tidak
harmonisnya relasi antara mereka apalagi ketika informasi tentang status
ODHA belum atau tidak diketahui oleh seluruh keluarga. Mereka juga
mengalami perlakuan yang diskriminatif dari lingkungan masyarakat tempat
tinggalnya. Selain permasalah diatas, permasalahan lain yaitu masalah yang
ditinjau dari aspek psikologis, sosial, ekonomi dan spiritual. Aspek psikologis,
ketidaktahuan karena kurangnya informasi tentang penyakit HIV,
menimbulkan reaksi yang berlebihan dari keluarga seperti ketakutan,
kecemasan, kegalauan, serta kesedihan yang ditujukan tanpa didasarkan pada
pemahaman yang benar berakibat terhadap dukungan yang diberikan.
Disamping aspek psikologis yang dialami, aspek yang sangat mempengaruhi
interaksi keluarga dengan lingkungan adalah aspek sosial. Aspek ini
berdampak terhadap hubungan keluarga maupun ODHA dengan lingkungan,
baik itu lingkungan keluarga besar maupun lingkungan masyarakat. Dengan
demikian dalam mengatasi kegoncangan yang dialami keluarga, dibutuhkan
nilai-nilai untuk menuntunya dalam mengambil keputusan atau memberikan
makna pada kehidupannya.

Dukungan Emosional. Dukungan emosional merupakan suatu upaya yang


diberikan dalam memperlihatkan perasaan maupun kasih sayang terhadap
seseorang ketika berada dalam kondisi labil. Hal ini seperti yang ditunjukan
oleh keluarga ketika ada anggota keluarga yang terinfeksi HIV/AIDS.
Dukungan Penghargaan yaitu Perhatian dan penerimaan keluarga kepada
ODHA, merupakan suatu semangat bagi ODHA dalam menjalani kehidupan
mereka. Adanya penerimaan dari keluarga berdampak secara signifikan dalam
proses pengobatan yang dilakukan oleh ODHA. Dukungan Materi yaitu
Berbagai cara dilakukan oleh keluarga untuk membantu pengiobatan anaknya.
Mereka melakukan berbagai cara untuk memperoleh uang agar dapat membeli
obat yang dikonsumsi oleh anggota keluarga yang terinfeksi. Dukungan
Informasi yaitu Upaya yang dilakukan oleh keluarga besar saat menerima atau
mengetahui tentang kondisi anggota keluarga yang terinfeksi HIV adalah
berusaha untuk mencari informasi sebanyak mungkin terkait dengan penyakit
yang dialami oleh anak atau anggota keluarganya, disamping itu mereka
meminta saran dari berbagai pihak yang berkepentingan terkait dengan kondisi
yang dialami oleh anak/anggota keluarga lainnya. Dukungan Bersosialisasi
yaitu Setelah mengumpulkan informasi dan memperoleh saran dari berbagai
pihak maka keluarga berusaha untuk terlibat di lembaga-lembaga yang
memberikan pelayanan kepada orang dengan HIV/AIDS yaitu melalui
kepompok-kelompok dukungan. Upaya yang dilakukan keluarga merupakan
suatu cara untuk membantu Orang Dengan HIV/AIDS tidak merasa terisolasi
dari lingkungan sosialnnya. Karena saat lingkungan masyarakat telah
membentuk suatu lingkaran yang membatasi kehidupan Orang Dengan
HIV/AIDS, maka peran keluarga sangat penting dalam membantu Orang
Dengan HIV/AIDS melewati berbagai tekanan eksternal yang diterima.
Bantuan atau dukungan dari keluarga sangat berarti untuk ODHA dalam
melalui hari-hari dalam kehidupannya. Berbagai bentuk dukungan yang
diberikan keluarga dalam mendukung ODHA menjalani dan melewati saat-
saat yang kritis berupa dukungan emosional, penghargaan, materi, informasi
dan sosialisasi. Ini penting bagi keluarga, karena dukungan yang berarti dan
positif mempercepat penyembuhan dan meningkatkan kepercayaan diri ODHA
dalam menatap masa depan. Selain itu juga, situasi yang kondusif dan nyaman
bagi ODHA dalam melakukan interaksi dengan lingkungan dan dapat
melakukan aktivitas serta mengikuti berbagai kegiatan.

Sistematik Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif


Review
dengan studi kasus dimana menggambarkan dukungan keluarga terhadap
kelngsungan hidup ODHA. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Merujuk pada masalah dan fokus penelitian, maka yang mnejadi unit analisa
dalam penelitian ini adalah : 6 orang ODHA, 6 keluarga, 1 orang dokter, 1
orang ahli, 1 oarang manajer kasus, 1 orang penjangkau lapangan, 1 lembaga
pelayanan AIDS.

Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui kuiioner,


wawancara mendalam (in-depth interview), observasi, studi kepustakaan.
Penentuan informan ditetapkan secara purposive dengan maksud untuk
memperoleh data dan informasi secara akurat. Penentuan informan dalam
penelitian ini didasarkan atas kondisi dan situasi ODHA maupun OHIDA, dan
peneliti mengambil 6 kasus untuk ODHA dan OHIDA dari 20 informan yang
ada. Masing-masing mewakili kelompok IDU, PMCT, Ibu Rumah Tangga,
Janda. Penentuan kasus ini dilakukan setelah mempelajari dan mengamati
secara intensif kondisi bio-psiko-sosial-spiritual serta interaksi-interaksi
dengan lingkungan sosialnya. Teknik analisa data yang diterapkan dalam
penelitian ini adalah analisis data kualitatif yang dideskripsikan dalam bentuk
uraian. Dalam konteks penelitian ini, analisis data kualitatif adalah analisis
yang dilakukan terhadap data-data hasil wawancara atau catatan laporan,
bacaan dari buku-buku, artikel, jurnal maupun koran-koran.

Ringkasan Ketidakjelasan akan informasi yang diperoleh berdampak reaksi yang


ditimbulkan saat mengetahui salah satu anggota keluarga terinfeksi HIV/AIDS
sehingga pengetahuan dan pemahaman akan informasi yang jelas dan benar
tentang penyakit HIV/AIDS akan membantu keluarga dalam memberikan
dukungan dan pelayanan pada ODHA serta dapat meningkatkan motivasi
ODHA dalam menjalani kehidupannya. Permasalahan yang dihadapi oleh
ODHA yaitu masalah medis, psikologis, sosial mauppun ekonomi kondisi
psikologis yang diperlihatkan oleh ODHA saat mengetahui status yaitu sedih,
cemas, terisolasi dan kehilangan kepercayaan diri serta putus asa. Kondisi ini
sangat mempengaruhi proses pemulihan terkait dengan penyakit HIV/AIDS.
Permasalahan yang dihadapi oleh keluarga ditinjua dari aspek psikologis,
sosial dan ekonomi.

Reaksi yang diperlihatkan keluarga saat pertama kali mengetahui salah satu
anggota keluarganya yang terinfeksi HIV/AIDS adalah kaget, sedih, marah
dan bingung serta takut, reaksi ini muncul didasarkan pada kurangnya
informasi dan pengetahuan akan penyakit, sehingga berdampak pada
perlakuan yang diberikan kepada ODHA. Bentuk-bentuk dukungan yang
diberikan oleh keluarga, berpengaruh secara signifikan terhadap
keberlanngsungan hidup ODHA. Dukungan-dukungan yang diberikan oleh
keluarga berupa dukungan emosional, dukungan materi, dukungan
penghargaan, dukunngan informasi, dan dukungan jaringan sosial. Dengan
demikian maka dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan tempat utama
ODHA maupun anggota keluarga yang lainnya dalam melewati masa-masa
kritis, dan keluarga juga memberikan dorongan bagi individu untuk dapat
melihat hidup lebih berarti dan berguna bagi dirinya maupun orang lain.

4. Understanding Family Support for People Living with HIV/AIDS in Yunnan,


China (Li Li, et al, 2006)

Laporan Dalam banyak kasus, meningkatnya beban psikologis pada anggota keluarga
Penelitian
mendorong keluarga untuk tetap lebih dekat daripada sebelumnya dan pada
saat yang sama memberikan dimensi luas dukungan kepada ODHA. Dukungan
keluarga dimulai dengan proses pengungkapan dan membantu ODHA untuk
mengatasi HIV / AIDS. Keluarga juga menyediakan bantuan keuangan,
dukungan dalam rutinitas sehari-hari, bantuan medis, dan dukungan
psikologis.

Terbukti, dukungan yang diberikan oleh keluarga membuat berbagai tingkat


dampak positif pada ODHA. Sebagai hasil dari dukungan keluarga, ODHA
membuat keputusan penting, seperti diuji untuk HIV, minum obat secara
teratur, dan mendaftar dalam program pelatihan HIV. Di sisi lain, dampak
positif pada ODHA juga menguntungkan hubungan keluarga. ODHA
mendapatkan kembali harapan untuk masa depan mereka dan lebih
menghargai keluarga mereka.

Sebagian besar anggota keluarga tahu status HIV peserta pada saat wawancara
dilakukan. Semua dari 30 peserta melaporkan manfaat dukungan keluarga dari
anggota keluarga dekat mereka (orang tua dan saudara kandung). Dalam
beberapa kasus, keluarga perlu waktu untuk memproses informasi tentang
status HIV anggota keluarga dan menyesuaikan diri dengan perubahan, tetapi
pada akhirnya mereka selalu mendukung. Hal ini berlaku di antara peserta dari
berbagai rute infeksi, jenis kelamin, dan usia. Banyak keluarga yang berasal
dari peserta penelitian memberikan berbagai dukungan kepada anggota
keluarga yang HIV-positif. Dalam analisis kami, kami mengategorikan
beberapa dimensi dukungan keluarga: Dukungan selama proses
pengungkapan, bantuan keuangan, kegiatan sehari-hari, perawatan medis, dan
dukungan psikologis. Karena kepercayaan pada dukungan keluarga yang kuat
dalam mengatasi, banyak penyedia layanan pertama kali memberi tahu
anggota keluarga ODHA tentang status HIV mereka (Li et al., 2005).
Kemudian dalam beberapa kasus, alih-alih penyedia layanan, adalah tanggung
jawab anggota keluarga untuk memberi tahu ODHA.

Setelah mengetahui status ODHA, anggota keluarga berusaha mencari cara


untuk menginformasikan ODHA tentang status HIV mereka dan mendukung
mereka. Satu anggota keluarga peserta perempuan tahu tentang status HIV-nya
1 tahun sebelum dia. Selama 1 tahun ini, saudara lelakinya, yang juga HIV-
positif, mengungkapkan statusnya kepadanya. Peserta menghibur kakaknya
ketika dia mengalami depresi dan belajar lebih banyak tentang HIV / AIDS.

Dukungan keluarga juga termasuk bantuan medis dan perawatan kesehatan


reguler. Peserta ditemani oleh anggota keluarga mereka ke kantor dokter untuk
tes viral load dan tes medis lainnya. Banyak anggota keluarga kehabisan segala
cara mencari pengobatan medis untuk ODHA. Keluarga juga memberikan
dukungan psikologis dan selalu memberi tahu ODHA bahwa mereka dicintai
dan penting.

Dukungan yang diberikan oleh keluarga membuat berbagai tingkat dampak


positif pada peserta kami. Sebagai hasil dari dukungan keluarga, ODHA
membuat keputusan medis dan perawatan yang penting. Sebaliknya, dampak
positif pada ODHA juga menguntungkan hubungan keluarga. ODHA
mendapatkan kembali harapan untuk masa depan mereka dan sikap positif
terhadap kehidupan secara umum. Dengan dukungan keluarga, banyak dari
peserta kami menyatakan perubahan perilaku dan sikap positif dalam hidup
mereka. Anggota keluarga membujuk beberapa peserta untuk dites HIV.

Sistematik Penelitian tersebut mengenai data kualitatif dari tiga lokasi berbeda di provinsi
Review
Yunnan, Cina. Berbatasan dengan Myanmar, Laos, dan Vietnam, Yunnan
memiliki jumlah infeksi HIV yang dilaporkan tertinggi di Cina (40% dari
semua kasus HIV yang dilaporkan) (Kantor Komite Kerja Dewan Negara dan
Kelompok Tema PBB tentang HIV / AIDS di Cina, 2004; Kedutaan Besar AS
, 2000). Prosedur rekrutmen dibangun berdasarkan pengalaman yang diperoleh
dari proyek sebelumnya dan yang sedang berlangsung di daerah tersebut.
Materi informasi tentang penelitian ini tersedia di klinik / rumah sakit setempat
yang merawat pasien HIV. Penyedia layanan yang merawat pasien HIV-positif
juga diberitahu tentang penelitian ini. Dewan Penasihat Masyarakat dibentuk
untuk memberikan konsultasi tentang kesesuaian budaya, penerapan desain
studi untuk populasi, dan administrasi. Dewan tersebut terdiri dari pejabat dari
Biro Kesehatan provinsi, penyedia kesehatan dari Departemen Penyakit
Menular rumah sakit provinsi, administrator dari Pusat Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit (CDC), ODHA, dan anggota keluarga mereka.
Sebelum wawancara dilakukan, revisi dilakukan sesuai dengan saran yang
diberikan oleh Dewan.

Semua wawancara ditranskripsi oleh satu anggota staf penelitian dan kualitas
transkripsi diperiksa silang oleh anggota staf lain. Seorang anggota staf proyek
lokal, fasih dalam dialek lokal, menyalin wawancara ketika dialek lokal
digunakan. Transkrip kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris untuk
analisis data.

Mayoritas peserta HIV-positif berusia antara 20 dan 39 (93,4%), dan sekitar


sepertiga adalah perempuan (36,7%). Sebagian besar ODHA bersekolah di
SMP (70%), hanya seperempat peserta menikah, 63% ODHA menganggur,
dan mayoritas (76,7%) berasal dari daerah perkotaan. Lebih dari 73% peserta
melaporkan bahwa mereka terinfeksi melalui penggunaan narkoba suntikan.
Berdasarkan laporan pengawasan sentinel CDC Yunnan 2003 (Pusat
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Yunnan, 2004), karakteristik peserta
wawancara dan ODHA pada populasi umum sebanding dalam hal jenis
kelamin, usia, status pekerjaan, dan rute infeksi HIV.

Ringkasan Bagi kebanyakan orang, HIV / AIDS masih berhubungan dengan seks bebas
dan penyalahgunaan narkoba, yang keduanya dianggap mewakili status moral
rendah. Dalam budaya Cina, secara sosial dapat diterima untuk
memperlakukan orang-orang dengan status moral rendah dengan tidak hormat
dan terkadang bahkan diskriminatif. Konsisten dengan temuan penelitian
sebelumnya dari negara lain (Bor et al., 1993; Songwathana dan Manderson,
2001), sebagian besar keluarga Tionghoa yang hidup dengan HIV mengalami
rasa malu baik di dalam maupun di luar keluarga mereka. Selama masa-masa
sulit, menjadi sangat penting bagi keluarga untuk tetap dekat dan untuk saling
membantu dan mendukung. Seperti yang ditunjukkan oleh penelitian kami,
keluarga-keluarga di China memang memberikan berbagai macam dukungan
kepada anggota keluarga yang HIV-positif. Dukungan keluarga dimulai
dengan proses pengungkapan, dan dapat mencakup bantuan keuangan, bantuan
untuk kegiatan sehari-hari, bantuan medis, dan dukungan psikologis.

Dukungan keluarga menguntungkan peserta kami dalam berbagai cara.


Anggota keluarga membantu ODHA membuat keputusan penting, seperti
mengikuti tes HIV dan mendaftar dalam program pelatihan HIV. Dukungan
keluarga juga dapat memiliki implikasi yang signifikan untuk intervensi dan
pemrograman HIV. Baru-baru ini, pemerintah Cina meluncurkan kampanye
nasional “Empat Perawatan Gratis Satu” yang bertujuan untuk memberikan
bantuan medis gratis bagi ODHA yang tidak mampu membeli obat-obatan
AIDS (Dewan Komite Kerja Dewan Negara dan Kelompok Tema PBB tentang
HIV / AIDS di Cina, 2004) . Terlepas dari niatnya, kebijakan ini juga akan
menghadapi tantangan perekrutan dan kepatuhan pengobatan peserta (Kantor
Komite Kerja Dewan Negara Bagian dan Kelompok Tema HIV-AIDS di
China, 2004). Berdasarkan temuan penelitian ini, pemerintah dapat mencapai
tingkat partisipasi dan kepatuhan yang lebih tinggi dari ODHA dengan
merekrut dan mendidik anggota keluarga untuk memfasilitasi proses tersebut.
Secara potensial, anggota keluarga dapat bertindak sebagai penganjur
kebijakan dan mendorong ODHA untuk berpartisipasi dalam intervensi dan
minum obat secara teratur.

Lebih lanjut, karena HIV / AIDS adalah pengalaman keluarga, diperlukan


intervensi yang berfokus pada keluarga di Cina. Data kami mengungkapkan
anggota keluarga sering kali adalah orang pertama yang diberi tahu tentang
status HIV orang yang dicintai. Ini menyarankan perlunya memasukkan
komponen-komponen seperti mengajar keluarga bagaimana menangani
pengungkapan HIV di dalam keluarga dan masyarakat dan bagaimana cara
mengatasi stres dan beban menjadi pengasuh. Data kami menunjukkan bahwa
ketika ODHA secara sukarela mengungkapkan status HIV mereka, peserta
biasanya mengungkapkan kepada pasangan mereka jika mereka sudah
menikah dan saudara kandung jika mereka lajang, bukan orang tua mereka.
Temuan ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan di Virginia, Amerika
Serikat, yang menunjukkan bahwa ODHA lebih cenderung mencari bantuan
dari dan cenderung menunjukkan perilaku penghindaran dengan pasangan
intim daripada orang tua (Derlega et al., 2003). Ini menunjukkan bahwa
saudara kandung dan pasangan ODHA mungkin merupakan target audiens
yang baik untuk intervensi keluarga.

5. Shaping the Patient-Centered Medical Home to the Needs of HIV Safety Net
Patients: the Impactof Stigma and the Need for Trust. (Steward, W. T., 2018)

Laporan Rumah medis yang berpusat pada pasien (PCMH) adalah model yang
Penelitian
menjanjikan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas perawatan HIV. Kami
mengevaluasi implementasi Proyek demonstrasi terkait PCMH dalam
pengaturan perawatan HIV melayani populasi jaring pengaman. Kami
melakukan 113 wawancara kualitatif dengan informan kunci dan pasien untuk
memahami mana komponen PCMH yang dipersepsikan sebagai pertemuan
terbaik layanan medis dan dukungan kebutuhan pasien. Hasil kami
menunjukkan nilai dan batasan PCMH, seperti yang dipahami saat ini, untuk
pengaturan perawatan HIV. Klinik berfokus pada memodifikasi alur kerja dan
meningkatkan koordinasi perawatan. Pasien menyambut seperti itu perubahan
karena mereka memperkuat kepercayaan yang ada di penyedia layanan. Klinik
tidak terlalu memperhatikan promosi aktivasi pasien, seperti membangun
manajemen diri keterampilan, karena perubahan tersebut dipandang sebagai
duplikasi atau merusak praktik yang ada untuk memenuhi sosial pasien
kebutuhan dukungan. Penelitian harus mengeksplorasi bagaimana komponen
PCMH dapat dimodifikasi menjadi lebih lengkap memenuhi kebutuhan
populasi pasien ini.
Temuan kami memiliki implikasi penting bagi PCMH implementasi dalam
pengaturan HIV care dan, mungkin lebih secara luas, dalam pengaturan lain
yang melayani populasi jaring pengaman. Ada penekanan yang jauh lebih kuat
pada proyek percontohan studi kami pada komponen PCMH yang mendorong
perbaikan dengan mengubah klinis alur kerja dan meningkatkan koordinasi
perawatan. Klinik kurang menekankan pada komponen untuk meningkatkan
akses untuk layanan atau meningkatkan manajemen diri pasien, seolah-olah
karena dua alasan berbeda. Upaya meningkatkan akses untuk layanan mungkin
telah menggandakan yang sudah ada, proses informal yang digunakan klinik
untuk mendorong akses dan komunikasi. Sebaliknya, PCMH berbasis pada
peningkatan manajemen diri pasien. Sebagai gantinya, pasien berulang kali
membahas pentingnya klinik sebagai tempat untuk yang bisa mereka putar
kapan pun mereka mengalami kesulitan atau masalah kesehatan yang perlu
ditangani. Pola ini paling baik dipahami dengan mempertimbangkan efek
stigma dalam kehidupan pasien. Mencerminkan nasional HIVepidemic (Pusat
Pengendalian Penyakit dan Prevention, 2015), pasien di proyek demonstrasi
termasuk pria yang berhubungan seks dengan pria; orang – orang homoseks;
orang yang menyuntikkan narkoba; dan mereka yang menghadapi diagnosa
kesehatan mental, kemiskinan, dan / atau tunawisma. Selain prasangka apa pun
yang mereka miliki sudah dihadapi, HIV menambahkan subjek atribut lain
untuk cemoohan sosial.

Bagi beberapa pasien, penyedia telah dipercayai bahawa staf klinis tidak hanya
menawarkan nasihat perawatan kesehatan tetapi juga persahabatan dan
kepedulian. Mereka telah memupuk kepercayaan dengan tersedia untuk
memenuhi kebutuhan pasien, sejauh menggunakan saluran telepon pribadi atau
email akun untuk menjaga aksesibilitas. Nilai itu pasien ditempatkan pada
ketersediaan dan perhatian pribadi dari penyedia selaras dengan temuan dari
kualitatif studi yang dilakukan dengan penghasilan rendah, ras dan pasien
etnik minoritas yang tidak konsisten terlibat atau baru saja melepaskan diri
dari perawatan HIV (Jaiswal et al., 2018). Dalam penelitian kami, upaya
koordinasi perawatan dipandang sebagai lambang perhatian yang diberikan
penyedia kepada pasien dan perhatian mereka untuk kesejahteraan pasien.
Sebaliknya, komponen PCMH meningkat akses atau promosikan aktivasi
pasien diberikan kurang relevan karena diduplikasi atau dijalankan
bertentangan dengan praktik informal yang berpusat pada pasien. Penyedia dan
staf di lokasi demonstrasi sudah mengakui bahwa pasien membutuhkan cara
mengakses klinik ketika menghadapi kebutuhan atau masalah yang mendesak
dan telah mengambil langkah (memberikan nomor telepon, menangani
kunjungan klinik pasien yang tidak terduga) untuk memastikan kebutuhan
mereka terpenuhi. Secara kolektif, hasilnya menunjukkan kedua potensi
tersebut nilai dan keterbatasan model PCMH di Indonesia mengenai
pengaturan perawatan HIV. Model ini memiliki penerapan yang jelas untuk
pengobatan HIV mengingat fokus pada kerja tim dan koordinasi layanan.
Perawatan HIV semakin membutuhkan masukan dari beragam spesialisasi
perawatan kesehatan, khususnya untuk pasien lanjut usia dengan komorbiditas
multiple (Edelman et al., 2013; Greene et al., 2013). Selain itu, seperti halnya
bagian lain dari kesehatan A.S. sistem perawatan, fasilitas perawatan HIV
telah dihadapi kemungkinan kekurangan tenaga kerja (Weiser et al., 2016).
Praktik perubahan untuk mempromosikan kolaborasi dan berbagi tanggung
jawab dapat meningkatkan peran staf klinik dan memungkinkan pengiriman
yang lebih efisien. Demikian pula, upaya koordinasi perawatan dapat
membantu memperluas tenaga kerja HIV dengan memfasilitasi dialog antara
penyedia yang bukan spesialis HIV dan mereka yang memiliki spesialisasi
seperti itu. Ini bisa diaktifkan PLWH harus dilihat oleh lebih banyak penyedia
tanpa harus mengorbankan kualitas. Tantangan untuk implementasi PCMH
dalam HIV pengaturan perawatan, dan bisa dibilang dalam pengaturan
melayani lainnya populasi pasien dengan riwayat stigma, datang dalam
implementasi komponen tertentu. Itu keberhasilan rencana perawatan yang
dikembangkan bersama atau program untuk meningkatkan manajemen diri
penyakit didasarkan pada peningkatan pasien (dan substansial) pengaktifan.
Akibatnya, perubahan-perubahan ini mendukung klinis pengaturan di mana
pasien ingin mengambil tanggung jawab yang lebih besar untuk perawatan
mereka dan / atau untuk mengurangi beban menghadiri janji. Untuk pasien
yang rentan populasi yang terdampak secara tidak proporsional oleh HIV dan
terlihat di pengaturan jaring pengaman, beberapa komponen ini tidak harus
dianggap sebagai pasien terpusat karena mereka tidak akan responsif terhadap
kebutuhan dukungan sosial yang mendorong pasien seperti itu pola
pemanfaatan perawatan. Untuk individu dengan sedikit dukungan di rumah
dan sejarah penganiayaan, itu nilai kontak penyedia berakar pada kualitas,
kuantitas, dan sifat interaksi. Pasien ini sedang mencari bukti bahwa penyedia
layanan mereka benar-benar peduli tentang mereka dan ada untuk mendukung
mereka.

Model PCMH, yang menekankan praktik perawatan itu menggabungkan input


pasien dan responsif terhadap seseorang set komprehensif kebutuhan
perawatan kesehatan, mungkin lebih baik memenuhi kebutuhan ini dengan
menekankan program dan layanan yang akan membantu membangun
dukungan sosial pasien sistem. Strategi potensial termasuk rekan atau navigasi
profesional dan penggunaan ponsel teknologi untuk tetap berhubungan dengan
pasien (Blackstock et al., 2015; Broaddus et al., 2015; Sarango et al., 2017).
Temuan kami juga menginformasikan perubahan kebijakan yang lebih besar
telah membentuk kembali perawatan kesehatan di Amerika Serikat. Rumah
sakit dan klinik semakin terkonsolidasi ke dalam sistem kesehatan yang
komprehensif, sebagian karena model pembayaran yang menghargai penyedia
untuk mengikuti pasien dari waktu ke waktu dan menjaga mereka tetap sehat
(Lewis et al., 2013). Terhadap latar belakang ini, perawatan terintegrasi model
seperti PCMH memiliki daya tarik alami. Tetapi perubahan besar sistem yang
lebih besar datang dengan potensi bahaya. Ketika fasilitas klinis melakukan
konsolidasi atau restrukturisasi, ada risiko kehilangan ruang yang
didedikasikan untuk kebutuhan individu dengan tantangan unik. Terbukti oleh
perspektif peserta kami, manfaatnya memiliki fasilitas yang berfokus khusus
pada HIV tidak terbatas pada ketersediaan klinis yang relevan keahlian.
Lingkungan perawatan ini juga telah berkembang praktik yang kompeten
secara budaya yang memastikan klinik dianggap ramah dan tidak stigma untuk
populasi yang paling berisiko terkena HIV. Hilangnya keahlian seperti itu
dapat merusak keuntungan apa pun dicapai dengan konsolidasi dan integrasi.
Pasien tidak akan mendapat manfaat dari perbaikan dalam perawatan jika
mereka keluar dari layanan karena mereka tidak lagi merasa disambut.
Penelitian kami menyarankan itu baru sistem kesehatan terkonsolidasi perlu
mempertahankan focus untuk memenuhi kebutuhan dan keprihatinan unik
ODHA dan mereka yang berada dalam populasi jaring pengaman. Ini mungkin
memerlukan pelatihan penyedia dan staf sebelumnya terbiasa bekerja dengan
populasi yang terpinggirkan atau pemeliharaan fasilitas khusus yang melayani
komunitas yang berisiko.
Sistematik Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian demonstrasi.
Review
Inisiatif ini mendanai lima proyek demonstrasi, beroperasi di berbagai
yurisdiksi perkotaan California. Universitas California, San Franciscowas
mendanai secara terpisah untuk berfungsi sebagai pusat evaluasi lintas situs.
Setiap proyek demonstrasi diusulkan untuk diterapkan teknologi baru, layanan,
dan alur kerja klinik untuk memenuhi kebutuhan situs klinis dan populasi
pasien yang sedang dilayani. Beberapa proyek yang difokuskan pada
mengoordinasikan perawatan di seluruh tim penyedia, sementara proyek lain
difokuskan membangun kapasitas sistem teknologi informasi kesehatan untuk
meningkatkan pelacakan hasil kesehatan pasien dan memprioritaskan
kelompok pasien yang membutuhkan pencegahan layanan (mis., manajemen
panel).

Evaluasi lintas situs terdiri dari kualitatif dan penilaian kuantitatif dengan
demonstrasi anggota tim proyek, serta penyedia, klinis staf, dan pasien di
klinik yang berpartisipasi. Itu tujuan yang lebih besar dari pekerjaan kami
adalah untuk menandai komponen PCMH diimplementasikan untuk setiap
proyek; memahami pertimbangan yang memotivasi perubahan; dan menilai
dampak perubahan pada pemberian layanan klinis, kepuasan, dan terkait HIV
hasil kesehatan. Dalam artikel ini kami fokus secara khusus pada data
wawancara kualitatif. Hal itu untuk mengerti faktor-faktor yang membentuk
komponen PCMH diimplementasikan oleh setiap proyek, serta penyedia dan
reaksi pasien terhadap perubahan.
Persyaratan untuk berpartisipasi, seorang individu harus berusia 18 tahun ke
atas; fasih berbahasa Inggris; dan anggota studi proyek percontohan tim atau
penyedia, anggota staf klinis, atau pasien di klinik yang berpartisipasi.
Penyelidik langsung mendekati demonstrasi anggota tim proyek untuk
wawancara. Penyedia klinik dan anggota staf (mis., petugas klinik, asisten
medis, pekerja sosial, dan spesialis teknologi informasi) yang pekerjaannya
dipengaruhi oleh yang diterapkan komponen PCMH didekati oleh peneliti atau
diberitahu sebelum studi dan memiliki waktu yang dialokasikan dalam jadwal
mereka untuk wawancara. Kesulitan sampel pasien diambil di sebagian besar
situs dengan memasok penyedia dan staf klinis dengan deskripsi studi singkat
dan meminta mereka merujuk calon peserta simpatisan. Di satu situs, penyedia
dan staf tidak dapat membuat rujukan ke tim studi karena jumlah pasien yang
banyak. Sebaliknya, pasien direkrut dengan memiliki anggota tim evaluasi
lintas-situs langsung mendekati mereka di ruang tunggu klinik. Prosedur ini
mungkin karena ruangan itu digunakan khusus untuk Janji perawatan HIV.
Tim evaluasi lintas lokasi anggota menggunakan daftar periksa untuk
mengonfirmasi bahwa setiap calon peserta memenuhi kriteria kelayakan.

Wawancara dilakukan oleh tim peneliti terlatih dalam metode kualitatif.


Seorang antropolog budaya dengan lebih dari 15 tahun pengalaman di
bidangnya memimpin pengumpulan dan analisis data ini. Wawancara dengan
anggota tim proyek demonstrasi, penyedia, dan staf klinis (selanjutnya secara
kolektif disebut karena ‘‘ informan kunci ’) dilakukan secara pribadi atau
melalui telepon, berlangsung sekitar 60 menit, dan tidak insentif. Untuk
menilai persepsi keduanya sebelum dan sesudah implementasi PCMH, kami
melakukan dua putaran wawancara. Karena beberapa pergantian masuk Staf,
itu tidak selalu mungkin untuk mewawancarai yang sama individu di kedua
titik waktu; Namun, pertanyaan di wawancara kedua fokus pada tayangan saat
ini dan dengan demikian, tidak memerlukan peserta untuk memilikinya bagian
di babak pertama. Wawancara pasien adalah dilakukan secara pribadi,
berlangsung sekitar 45 menit, dan diberi insentif oleh kartu hadiah $ 40 ke
pegawai lokal. Pasien diwawancarai sekitar 3 hingga 6 bulan setelah
implementasi PCMH. Prosedur disetujui oleh Universitas Indonesia California,
San Francisco, tinjauan kelembagaan naik. Peserta memberikan persetujuan
lisan, yang didokumentasikan oleh peneliti pada daftar periksa kelayakan.
Persetujuan diperoleh secara lisan, alih-alih secara tertulis, sehingga peneliti
tidak mau kumpulkan nama lengkap peserta.
Ringkasan PCMH adalah model yang menjanjikan untuk meningkatkan efisiensi dan
kualitas perawatan HIV di pengaturan jaring pengaman didanai oleh RWP dan
sumber-sumber publik lainnya. Implementasinya, terutama dalam hal
komponen untuk meningkatkan aktivasi dan keterlibatan pasien, mungkin
memerlukan modifikasi untuk merespons pasien keinginan untuk jaminan
bahwa mereka dapat mempercayai mereka penyedia layanan. Penelitian harus
fokus pada bagaimana model PCMH dapat dimodifikasi menjadi lebih lengkap
menanggapi kebutuhan khusus pasien ini.

2.4 Critical Analysis Jurnal


Jurnal yang berjudul Home and Community Based Cared Program
Assesment for People Living with HIV/AIDS in Arba Minch, Southern Ethiopia
(Zefru, et all 2012) bertujuan untuk menilai dukungan bagi ODHA di Ethiopia
selatan. Perawatan dan dukungan bagi ODHA meliputi empat hal yang saling terkait
antara lain kebutuhan medis, kebutuhan psikologis, kebutuhan sosial ekonomi, dan
hak asasi manusia dan kebutuhan hukum. Kebutuhan medis dan keperawatan dari 226
responden, 132 (58,4%) responden yang memperoleh akses ke layanan pengobatan
melalui tindakan medis dan keperawatan. Dukungan sosial ekonomi berupa
kebutuhan material sebesar 58 responden (25,7%) dari jumlah reponden total (226).
Dukungan psikologis yang diterima dibagi atas dua yaitu kelompok yang
memperoleh dukungan spiritual sebesar 118 (52,2%) dan dukungan moral masyarakat
sebesar 104 (46%). Penyediaan pelayanan kesehatan dan dukungan mempengaruhi
perlindungan hak asasi manusia dan bantuan hukum bagi ODHA. Perawatan berbasis
rumah (homecare) merupakan tempat yang ideal dalam terpenuhi kebutuhan medis,
sosial, psikososial, dan dukungan. Kelebihan dari jurnal tersebut adalah dukungan
keluarga di rumah berupa motivasi dan perawatan (perawatan paliatif, nutrisi, terapi
pencegahan) banyak dilakukan. Dukungan keluarga dapat meningkatkan motifasi
pasien dalam perawatan. Kekurangan dari perawatan dan dukungan di rumah yaitu
kurang memadadai layanan yang dibutuhkan. Dukungan psikologis, hukum, dan
sosial masih sering diabaikan oleh masyarakat.
Literatur berjudul Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Keberfungsian
Sosial Orang dengan Hiv/Aids (Odha) di Rumah Singgah Caritas Pse Medan
(Siboro, 2) bertujuan untuk mengetahui pengaruh dukungan keluaarga
terhadap keberfungsian sosial orang dengan HIV/AIDS di Rumah Singgah
PSE Medan. Odha mengaku 86% dikunjungi keluarga saat sakit, frekuensi
keluarga sering mengunjungi responden sebnayak 64%. Keluarga memberi
motivasi sebanyak 90% pada responden dan merawat anak responden 64%.
Sebanyak 90% Odha dirawat oleh keluarganya sendiri selama sakit.
Sedangkan 10% lainnya dirawat oleh orang LSM beberapanya saat dia sakit,
dan yang lainnya didampingi oleh teman dekatnya. Dukungan keluarga
berkorelasi dengan keberfungsian sosial orang dengan HIV/AIDS karena
dapat membangkitkan semangat untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Kelebihan dari jurnal ini adalah ODHA mendapatkan dukungan yang cukup
oleh keluarga dan LSM sekitar. Kekurangannya adalah pengetahuan dan
informasi tentang HIV/AIDS kurang sehingga perlu dilakukan pendekatan dan
pendampingan untuk meningkatkan keterampilan dalam merawat ODHA di
rumah.
Jurnal Dukungan Keluarga terhadap Kelangsungan Hidup Odha (Orang
Dengan Hiv/Aids) (Rahakbauw, 2016) bertujuan mengetahui tentang
pengetahuan dan pemahaman ODHA maupun keluarga terhadap penyakit HIV
dan isu-isu yang terkait serta bentuk dukungan yang diberikan keluarga bagi
ODHA dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pengetahuan dan
pemahaman keluarga dan ODHA mengenai penyakit HIV/AIDS terbatas
sehingga tidak terlalu memperdulikan penyakit yang dialami dan melakukan
pencegahan. Keluarga sebagai kerabat terdekat pasien HIV/AIDS
mempengaruhi perkembangan kesehatan ODHA. Dukungan keluarga
berdampak positif dalam pemulihan kondisi dan meningkatkan kepercayaan
diri. Bentuk dukungan yang dapat diberikan berupa dukungan emosional,
dukungan materi, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dan dukungan
jaringan sosial. Kelebihan dari jurnal adalah dukungan keluarga pada ODHA
berperan dalam menjalani dan melewati saat-saat yang kritis. Situasi kondusif
dan nyaman bagi ODHA dalam melakukan interaksi dengan lingkungan dan
dapat melakukan aktivitas serta mengikuti berbagai kegiatan. Kekurangan
pengetahuan yang kurang pada masyarakat dapat menimbulkan diskriminasi
pada ODHA.
Jurnal berjudul Understanding Family Support for People Living with
HIV/AIDS in Yunnan, China (Li Li, et al, 2006) bertujuan untuk mengetahui
dampak dukungan keluarga pada ODHA di China. Dukungan keluarga
berdampak positif pada pasien HIV/AIDS dalam menghadapi penyakitnya.
Keluarga di China memberikan dukungan secara luas mencakup bantuan
finansial, membantu aktivitas sehari-hari, dukungan medis, dan dukungan
psikologis. Kelebihannya adalah dukungan dan motivasi keluarga membantu
dalam mengambil keputusan dan keinginan melakukan terapi yang diberikan.
Kekurangan adalah stigma secara umum oleh masyarakat pada keluarga
HIV/AIDS merupakan pengguna obat-obatan karena tingginya penggunaan
obat-obatan di Yunnan, China.
Jurnal Shaping the Patient-Centered Medical Home to the Needs of HIV
Safety Ne Patients: The Impact of Stigma and the Need for Trust (Steward, et
al 2018) bertujuan untuk mengetahui perawatan berbasis rumah berpusat pada
pasien (PCMH) dapat memenuhi kebutuhan pada pasien HIV. Komponen
yang ditekankan dalam pelaksanaan PCMH adalah perkembangan dalam
pelayanan tenaga kesehatan dan koordinasi perawatan. Komponen yang
kurang diperhatikan pada PCMH adalah peningkatan management diri dan
mempermudah akses fasilitas kesehatan. Perawatan rumah berpusat pada
pasien terdiri atas komponen yang dapat meningkatkan dukungan perawatan
pasien HIV. Akses fasilitas kesehatan berkaitan dengan pelayanan tenaga
kesehatan dalam memperoleh informasi yang digunakan dalam perawatan diri
dan promosi kesehatan. Koordinasi keperawatan yang dilakukan dengan
tenaga kesehatan dan pasien dapat meningkatkan kepercayaan dalam penyedia
pelayanan kesehatan. Perawatan diri pasien HIV memerlukan management
perencanaan secara tepat dan dilakukan dengan tenaga kesehatan.
2.5 Rekomendasi Penerapan pelayanan Home care
Home care adalah pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan
komprehensif yang diberikan kepada individu dan keluarga di tempat tinggal
mereka yang bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan atau
memulihkan kesehatan atau memaksimalkan tingkat kemandirian dan
meminimalkan akibat dari penyakit (Depkes, 2012).

Manfaat dari pelayanan Home Care bagi pasien antara lain :

1. Pelayanan akan lebih sempurna, holistik dan komprenhensif.


2. Pelayanan lebih professional
3. Pelayanan keperawatan mandiri bisa diaplikasikan dengan di bawah
naungan legal dan etik- keperawatan
4. Kebutuhan pasien akan dapat terpenuhi sehingga pasien akan lebih
nyaman dan puas dengan asuhan keperawatan yang professional
(Tribowo, 2012)

Dampak sosial home care bagi pasien dan keluarga menurut Sinaga
(2018), antara lain:

1. Home care memberikan perasaan aman karena berada dilingkungan yang


dikenal oleh klien dan keluarga, sedangkan bila di rumah sakit klien akan
merasa asing dan perlu adaptasi
2. Home care merupakan satu cara dimana perawatan 24 jam dapat
diberikan secara fokus pada satu klien, sedangkan dirumah sakit
perawatan terbagi pada beberapa pasien
3. Home care memberi keyakinan akan mutu pelayanan keperawatan bagi
klien, dimana pelayanan keperawatan dapat diberikan secara
komprehensif (biopsikososiospiritual);
4. Home care menjaga privacy klien dan keluarga, dimana semua tindakan
yang berikan hanya keluarga dan tim kesehatan yang tahu
5. Home care memberikan kemudahan kepada keluarga dan care giver
dalam memonitor kebiasaan klien seperti makan, minum, dan pola tidur
dimana berguna memahami perubahan pola dan perawatan klien
6. Home care memberikan perasaan tenang dalam pikiran, dimana keluarga
dapat melakukan kegiatan lain dengan tidak meninggalkan klien
7. Pelayanan home care lebih memastikan keberhasilan pendidikan
kesehatan yang diberikan, perawat dapat memberi penguatan dalam
pelaksanaan perawatan yang dilakukan keluarga.

Kelebihan dari pelayanan Home Care:

1. Biaya yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan dengan perawatan di


rumah sakit (Zerfu, 2012).
2. Memberikan dampak potensial dalam mengurangi stigma dan
deskriminasi dalam keluarga dan masyarakat (Zerfu, 2012).
3. Rumah adalah tempat yang ideal untuk perawatan medis, sosial,
psikososial dan support (Zerfu, 2012).
4. Efektif dalam menurunkan gejala pasien, mencapai kualitas hidup yang
lebih baik, dan meningkatkan kepuasan (Lindayani, 2017)

Kekurangan dari pelayanan Home Care:

1. Terdapat kesenjangan dalam kualitas serta dalam kegiatan pendukung


yang disedikan untuk ODHA (Zerfu, 2012).
2. Stress yang dialami oleh family care giver mempengaruhi proses
perawatan dan kondisi ODHA (Pratitis, 2016).
3. Tidak seluruh tenaga kesehatan dapat menjadi tim paliatif dalam
pelayanan home care,dibutuhkan pelatihan untuk memahami luasnya
kebutuhan perawatan paliatif sehingga dapat memberikan rujukan yang
tepat (Harding, 2005).

Berdasarkan research evidence base dan analisis jurnal yang telah


dipaparkan, pelayanan home care untuk penderita HIV/AIDS dan keluarga
sangatlah efektif untuk diterapkan. Karena banyak manfaat dari pelayanan
homecare tersebut seperti, mengurangi gejala, meningkatkan kesejahteraan
klien, dan menurunkan biaya pengeluaran perawatan. Penerapan pelayanan
ini difokuskan pada pemenuhan kebutuhan pasien dan penyembuhan bukan
pengobatan.
Daftar Pustaka

Ibrahim, K dkk. 2017. Hubungan Antara Fatigue, Jumlah CD 4, dan Kadar


Hemoglobin pada Pasien yang Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV). JKP Vol. 5, No. 3

Indonesia, M. o. h. o. R. I. (2013). Indonesia Health profile in 2013.

Kemenkes RI. 2018. Hari AIDS Sedunia,Momen STOP Penularan HIV: Saya
Berani, Saya Sehat.http://www.depkes.go.id/article/view/18120300001/hari-
aids-sedunia-momen- stop-penularan-hiv-saya-berani-saya-sehat-.html
diakses pada tanggal 15 April 2019.

Kemenkes RI. 2018. Laporan Perkembangan HIV-AIDS & Infeksi Menular


Seksual (IMS)

Young, T., & Busgeeth, K. (2010). Home-based care for reducing morbidity
andmortality in people infected with HIV/AIDS(Review). The Cochrane
Library, (1).

Steward, W. T., Koester, K. A., & Fuller, S. M. (2018). Shaping the Patient-
Centered Medical Home to the Needs of HIV Safety Net Patients: The Impact
of Stigma and the Need for Trust. Journal of the Association of Nurses in
AIDS Care, 29(6), 807-821.

Zerfu, T. A., Yaya, Y., Dagne, S., Deribe, K., Ruiseñor-Escudero, H., &
Biadgilign, S. (2012). Home and community based care program assessment
for people living with HIV/AIDS in Arba Minch, Southern Ethiopia. BMC
palliative care, 11(1), 8.

Siboro, H. K. (2014). Pengaruh dukungan keluarga terhadap keberfungsian sosial


orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Rumah Singgah Caritas PSE
Medan. Welfare StatE, 2(4).

Rahakbauw, N. (2018). Dukungan keluarga terhadap kelangsungan hidup ODHA


(Orang Dengan HIV/AIDS).

Li, L., Wu, S., Wu, Z., Sun, S., Cui, H., & Jia, M. (2006). Understanding family
support for people living with HIV/AIDS in Yunnan, China. AIDS and
Behavior, 10(5), 509-517.

Steward, W. T., Koester, K. A., & Fuller, S. M. (2018). Shaping the Patient-
Centered Medical Home to the Needs of HIV Safety Net Patients: The
Impact of Stigma and the Need for Trust. Journal of the Association of
Nurses in AIDS Care, 29(6), 807-821

Anda mungkin juga menyukai