Anda di halaman 1dari 102

PENINGKATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL:

SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT)


DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN MATERNITAS
PASIEN KANKER GINEKOLOGI (KANKER SERVIKS)

PROPOSAL
KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Disusun Oleh :
NURUL MAGHFIRAH
NIM:P1337420921246

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2022
HALAMAN PERSUTUJUAN

PENINGKATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL:


SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT)
DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN MATERNITAS
PASIEN KANKER GINEKOLOGI (KANKER SERVIKS)

Telah disetujui dan dinyatakan memenuhi syarat untuk


diujikan pada hari Selasa, tanggal 24 Januari 2023

Pembimbing I Pembimbing II

Dina Indrati DS, S.Kep.Ns. Sp. Kep. Mat Dr. Halimatussakdiah, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat

NIP. 197004211994032001 NIP. 196808281990032001

Ketua Program Studi Pendidikan Ners


Poltekkes Kemenkes Semarang

Shobirun, MN
NIP. 196801201993121001

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Proposal Karya Ilmiah Akhir Ners ini diajukan oleh:


NAMA :Nurul Maghfirah
NIM :P1337420921246
Program Studi :Pendidikan Profesi Ners
Judul KIAN :Peningkatan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual: Spiritual
Emotional Freedom Technique (Seft) Dalam Pelayanan
Keperawatan Maternitas Pasien Kanker Ginekologi (Kanker
Serviks
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners pada Program Studi
Pendidikan Profesi Ners Program Profesi Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Semarang.

Penguji I Penguji II

Dina Indrati DS, S.Kep.Ns. Sp. Kep. Mat Dr. Halimatussakdiah, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat

NIP. 197004211994032001 NIP. 196808281990032001

Penguji III

Ratna Fitri, SST

NIP.198106292005042001

iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir Ners adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik
yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Nurul Maghfirah

NIM : P1337420921246

Tanda tangan :

Tanggal :14 Desember 2022

iv
Program Studi Pendidikan Profesi Ners Program Profesi
Poltekkes Kemenkes Semarang
KIAN, Desember 2022
Nurul Maghfirah1, Dina Indrati2, Halimatussakdiah3, Ratna Fitri4
Koresponden : nurulmaghfirah1999@gmail.com

ABSTRAK

PENINGKATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL:


SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT)
DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN MATERNITAS
PASIEN KANKER GINEKOLOGI (KANKER SERVIKS)

Latar belakang : Kanker menjadi sebuah fenomena sebagai salah satu penyakit yang
memiliki dampak serius terhadap fisik dan psikologis bagi penderitanya. Kanker
ginekologi merupakan salah satu jenis kanker yang sering terjadi pada wanita, salah
satunya kanker serviks. Penderita cenderung mengalami krisis kepercayaan diri, dan
gelisah sehingga membutuhkan perhatian khusus, dukungan penuh dan spiritualitas yang
baik. Pemenuhan kebutuhan spiritual dapat dilakukan dengan melakukan terapi SEFT
(Spiritual Emotional Freedom Technique). Maka dilakukan penelitian untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan spiritual sebelum dan sesudah melakukan terapi SEFT pada
penderita kanker serviks.
Tujuan : Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh sebelum dan sesudah terapi
SEFT pada pasien kanker Ginekologi terhadap pemenuhan spiritual.
Hasil asuhan keperawatan : Hasil penelitian menunjukkan pengkajian pada 3 pasien
kanker serviks yaitu Ny R, Ny K dan Ny J berjenis kelamin perempuan, berusia 25 – 61
tahun. Masalah keperawatan yang ditemukan pada ketiga pasien adalah kanker serviks
stadium II. Intervensi yang telah dilakukan adalah terapi SEFT. Implementasi yang telah
dilakukan pada pasien kanker serviks berupa penerapan terapi SEFT.
Hasil evaluasi diperoleh dari penerapan terapi SEFT pada Ny R sebelum dilakukan terapi
SEFT tingkat spiritual 40 dengan kategori sedang, setelah melakukan terapi SEFT
tingkat spiritual menjadi 50 dengan kategori baik. Pada Ny. K sebelum dilakukan terapi
SEFT tingkat spiritual 43 dengan kategori baik, setelah melakukan terapi SEFT tingkat
spiritual menjadi 53 dengan kategori baik. Pada Ny. J sebelum dilakukan terapi SEFT
tingkat spiritual 40 dengan kategori sedang, setelah melakukan terapi SEFT tingkat
spiritual menjadi 48 dengan kategori baik. Maka disimpulkan terapi SEFT dapat
meningkatkan tingkat spiritual dan dapat dilakuka secara mandiri oleh pasien.
Kata kunci: Kanker serviks, SEFT, tingkat spiritual

1)
Mahasiswa Program Studi Profesi Ners Poltekkes Kemenkes Semarang
2)
Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang
3)
Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Aceh
4)
Pembimbing Klinik RSUD Zainoel Abidin Banda Aceh

v
Professional Education Study Program Ners Professional Program
Nursing Department Polytechnic Ministry of Health Semarang
Ners Scientific Papers, Desember 2022
Nurul Maghfirah1, Dina Indrati2, Halimatussakdiah3, Ratna Fitri4
Coresponden author : nurulmaghfirah1999@gmail.com

ABSTRACT
Background: Cancer has become a phenomenon as a disease that has serious
physical and psychological impacts on sufferers. Gynecological cancer is a type
of cancer that often occurs in women, one of which is cervical cancer. Sufferers
tend to experience a crisis of confidence and anxiety that requires special
attention, full support and good spirituality. Fulfillment of spiritual needs can be
done by doing SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) therapy. So a
study was conducted to find out the fulfillment of spiritual needs before and after
carrying out SEFT therapy in cervical cancer patients. The purpose of this study
was to analyze the effect before and after SEFT therapy in gynecological cancer
patients on spiritual fulfillment. The results showed that there were 3 cervical
cancer patients, namely Mrs. R, Mrs. K and Mrs. J is female, aged 25-61 years.
The nursing problem found in the three patients was stage II cervical cancer. The
intervention performed was SEFT therapy. The implementation that has been
carried out in cervical cancer patients is the application of SEFT therapy.
Evaluation results were obtained from the application of SEFT therapy to Mrs. R
before SEFT therapy at the spiritual level was 40 in the moderate category, after
SEFT therapy at the spiritual level it was 50 in the good category. In Mrs. K
before SEFT therapy was carried out at a spiritual level 43 in the good category,
after SEFT therapy was carried out at a spiritual level 53 in the good category.
In Mrs. A before SEFT therapy the spiritual level was 40 moderate categories,
after SEFT therapy the spiritual level was 48 good categories. So it was
concluded that SEFT therapy can increase the spiritual level and can be done
independently by the patient.

Keyword: Cervical cancer, SEFT, spiritual level

vi
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, Puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT yang telah

melimpahkan karunia beserta rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

proposal Karya Ilmiah Akhir Ners dengan judul “Peningkatan Pemenuhan

Kebutuhan Spiritual: Spiritual Emotional Freedom Technique (Seft) Dalam

Pelayanan Keperawatan Maternitas Pasien Kanker Ginekologi (Kanker Serviks)”

Proposal KIAN ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi mahasiswa

Program Studi Profesi Ners dalam Tugas Akhir. Proposal ini disusun atas

kerjasama dan berkat bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penyusun

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak DR. Marsum, BE, S.Pd. MHP selaku Direktur Politeknik

Kesehatan Kemenkes Semarang.

2. Bapak Suharto, S.Pd.,MN selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes

Kemenkes Semarang.

3. Bapak Shobirun.MN selaku Ketua Program Studi Sarjana Terapan

Keperawatan Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang.

4. Ibu Dina Indrati Dyah Sulistiyowati, S.Kep. Ns. Sp. Kep. Mat, selaku

pembimbing 1 yang telah memberikan bimbingan pada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan KIAN ini.

vii
5. Dr. Halimatussakdiah, S.Kp. M. Kep. Sp.Mat selaku pembimbing 2 yang

telah memberikan bimbingan pada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan KIAN ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf Akademik Program Studi Profesi Ners Jurusan

Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang

7. Kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda Joni Edwar (alm) dan ibunda

Ratna, yang selalu memberikan kasih sayang, doa, nasehat, serta atas

kesabarannya yang luar biasa dalam setiap langkah hidup penulis, yang

merupakan anugerah terbesar dalam hidup. Penulis berharap dapat

menjadi anak yang dapat mmbanggakan.

8. Kakak tercinta, Tiara Sari Dewi S.Pd, Geubrina Razeuki Amd. Keb,

terimakasih atas segala kasih sayang, doa, dan dukungannya.

9. Teman-teman seperjuangan Mahasiswa Profesi Ners VI 2022 yang

memberikan kritik dan saran dalam menyusun KIAN ini.

10. Serta semua pihak yang baik secara langsung ataupun tidak langsung

telah membantu penulis dan menyelesaikan KIAN ini.

viii
Penulis menyadari proposal Karya Ilmiah Akhir Ners ini tidak luput dari

berbagai kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan

dan perbaikannya sehingga akhirnya proposal Karya Ilmiah Akhir Ners ini dapat

memberikan manfaat bagi bidang pendidikan dan penerapan dilapangan serta bisa

dikembangkan lagi lebih lanjut. Amiin Ya Rabbal’alamin..

Semarang, 14 Desember 2022

Penulis

vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 4
1.3 Manfaat penulisan............................................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Masalah Keperawatan ............................................................... 7
2.2 Implementasi Evidance Based Practice Nursing ............................................. 27
2.3 Jenis Rumah Sakit dan Pelayan Kanker ........... Error! Bookmark not defined.
2.4 Kerangka Konsep .......................................................................................... 44
BAB III METODE
3.1 Desain Penelitian ........................................................................................... 45
3.2 Subjek Studi Kasus ........................................................................................ 45
3.3 Lokasi Dan Waktu Studi Kasus ...................................................................... 46
3.4 Fokus Studi Kasus ......................................................................................... 46
3.5 Definisi Operasional ...................................................................................... 47
3.6 Instrumen Studi Kasus ................................................................................... 48
3.7 Metode Pengumpulan Data ............................................................................ 49
3.8 Analisa Dan Penyajian Data ........................................................................... 49
3.9 Etika Penelitian .............................................................................................. 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Lahan Praktik ………………………………………………………...61
4.2 Proses Keperawatan…………………………………………………………...61
4.3 Hasil Penerapan Tindakan Keperawatan……………………………………...67
4.4 Pembahasan…………………………………………………………………....68
4.5 Implementasi Keperawatan……………………………………………………73
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan……………………………………………………………………75
5.2 Saran…………………………………………………………………………...76
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 77

vii
DAFTAR TABEL

2.1 Stadium kanker serviks……………………………………………………...11


2.2 Intervensi keperawatan………………………………………………………17
2.3 Analisa picot…………………………………………………………………42
2.4 Definisi operasional………………………………………………………….47

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar kusioner ...................................................... 82


Lampiran 2 SOP………………………………………………….85
Lampiran 3 Lembar Informed Consent…………………………..88
Lampiran 4 Hasil Penelitian……………………………………...89

ix
2

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kanker telah menjadi sebuah fenomena sebagai salah satu penyakit yang

memiliki dampak serius terhadap fisik dan psikologis bagi penderitanya.

Kanker ginekologi merupakan salah satu jenis kanker yang sering terjadi pada

wanita setelah kanker payudara, kanker usus besar dan kanker paru. World

Health Organization (WHO) (2018) menyebutkan bahwa kanker merupakan

penyakit yang terjadi akibat pertumbuhan massa yang tidak normal dari sel-sel

jaringan tumbuh yang tidak dapat terkendali, serta dapat mengenai organ

disekitarnya. Jumlah penderita kanker diseluruh dunia terus meningkat

signifikan, laporan terbaru dari International Agency for Research on Cancer

mengungkapkan terdapat 18,1 juta kasus kanker baru dan 9,6 juta kematian

yang terjadi pada tahun 2018 (Adiratna dkk, 2020).

Jumlah kasus penyakit kanker di Indonesia mencapai 136,2 kasus kanker

dari 100.000 penduduk sehingga menempatkan Indonesia berada pada urutan

ke-8 di Asia Tenggara, sedangkan Asia di urutan ke-23 (Depkes, 2019). Angka

penderita kanker semakin meningkat juga disebabkan tingginya jumlah

penderita kanker pada wanita. Berdasarkan Global Burden of Cancer,

International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2018, di Indonesia

terdapat 32,469 kasus kanker serviks, 13.310 kasus kanker ovarium, 6.745

kasus kanker rahim, 1.153 kasus kanker vulva, dan 412 kasus kanker vagina.

Sedangkan di Provinsi Aceh berdasarkan data yang diperoleh dari bagian rekam
3

medik RSUD dr. Zainoel Abidin, pasien yang mengalami kanker serviks pada

tahun 2015 sebanyak 54 kasus (35 rawat jalan dan 19 rawat inap). Pada tahun

2016 terjadi peningkatan jumlah penderita kanker ginekologi (secarviks) yang

sangat signifikan yaitu sebanyak 272 kasus (254 rawat jalan dan 18 rawat inap).

Namun pada tahun 2017 terjadi penurunan jumlah penderita kanker serviks

yaitu sebanyak 80 kasus (53 rawat jalan dan 27 rawat inap) (Faradilla, Nuzulul,

2019).

Kanker merupakan salah satu penyakit ganas yang dapat mengancam

nyawa, sehingga penderita cenderung mengalami krisis kepercayaan diri, dan

gelisah sehingga membutuhkan perhatian khusus, dukungan penuh pada pasien

dan spiritualitas yang baik. Saat ini penelitian tentang spiritualitas telah

meningkat secara kualitas maupun kuantitas dalam dua dekade terakhir pada

beberapa profesional kesehatan (Komariah, Ibrahim, 2019). Spiritualitas

dianggap sebagai dimensi mendasar dari kesehatan pasien karena dapat

meningkatkan perasaan tenang dan damai, terutama pada kondisi seseorang

sedang mengalami krisis atau ketika didiagnosis penyakit yang mengancam

jiwa atau penyakit keganasan (Martins, Caldeira, 2018; Martins et al., 2019).

Oleh karena itu, diperlukan adanya peningkatan kesadaran bahwa perawat dan

juga petugas layanan kesehatan lainnya harus mampu mengidentifikasi,

mendiagnosis dan mendukung kebutuhan spiritual pasien sebagai komponen

pemberian perawatan kesehatan holistic (Caldeira et al., 2017). Pengalaman

terkena penyakit kanker sangat berdampak pada kondisi spiritualitas seseorang

(Komariah, Ibrahim, 2019).


4

Salah satu cara mendukung kebutuhan spiritual pasien adalah dengan terapi

komplementer, merupakan pengobatan yang bisa digunakan untuk penderita

kanker servik yang ditimbulkan dari keselarasan tubuh serta pikiran yang

diyakini bisa menjadi fasilitas bagi penyembuhan fisik dan psikologis.Terapi

komplementer yang bisa digunakan salah satunya yaitu terapi spiritual

emosional freedom technique (SEFT) yang bisa digabungkan dengan latihan

nafas dalam. Terapi (SEFT) termasuk dalam hypnoterapi yang termasuk

kedalam penatalaksanaan non farmakologi nyeri pada pasien kanker servik.

Pengaruh yang dirasakan pada pasien kanker servik saat diberikan terapi

hypnosis dan self- hypnosis yaitu lebih bisa menahan rasa sakit dan

menimbulkan rasa nyaman (Natosba, 2019).

Ketukan (tapping) pada terapi SEFT bisa merangsang serabut pada saraf A-

beta, yang diteruskan ke bagian nucleus kolumna dorsalis serta impuls saraf

yang dapat diteruskan ke lemnikus melewati jalur kolateral yang terhubung

dengan periaqueductal grey area (PAG). Perangsangan PAG dapat

menghasilkan enkepalin, berupa opium ditubuh sehingga dapat menurunkan

nyeri. Terapi SEFT hampir memiliki kesamaan dengan akupresur namun tetap

memiliki perbedaan yaitu terapi SEFT dapat dilakukan dengan mudah, cepat

dan sederhana serta tidak menimbulkan resiko karena dilakukan tidak dengan

menggunakan jarum atau alat yang lainnya. Terapi SEFT ini melibatkan Tuhan

sehingga masalah yang diatasi lebih luas terutama masalah emosi dan fisik

(Brahmantia, 2018).
5

Sugih Wijayati, Dkk (2020) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa

metode SEFT memberikan dampak hasil penurunan tingkat skor depresi pada

pasien kanker dari depresi sedang menjadi deprsi klinis. Penelitian Avianti dan

Desmaniarti (2017) menyebutkan bahwa SEFT dapat menurunkan stres pada

pasien kanker serviks sebesar 19,5%. SEFT merupakan teknik penggabungan

dari sistem energi tubuh dan terapi spiritualitas dengan menggunakan metode

tapping (ketukan ringan) pada beberapa titik meridian tubuh. Pada saat tapping

terjadi peningkatan proses perjalanan sinyal-sinyal neurotransmitter yang

menurunkan regulasi hipotalamic-pitutiary-adrenal Axis (HPA axis) sehingga

mengurangi produksi hormon stres yaitu kortisol. Efek tapping telah dibuktikan

dengan sebuah penelitian di Harvard Medical School. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ketika seseorang yang dalam keadaan takut kemudian

dilakukan tapping pada titik meridiannya maka terjadi penurunan akitivitas

amygdala, dengan kata lain terjadi penurunan aktivitas gelombang otak, hal

tersebut juga membuat respon fight or flight pada partisipan terhenti.

Berhentinya respon fight or flight pada partisipan memunculkan efek relaksasi

yang akan menetralisir segala ketegangan emosi yang dialami individu. Efek

relaksasi yang menetralisir ketegangan emosi secara otomatis akan

meningkatkan rasa tenang dan nyaman pada individu.

Hasil dari penelitian Nuraeni dkk., (2015) menunjukan bahwa jumlah

persentase paling tinggi diraih pada kebutuhan spiritual dimensi religion.

Menurut penelitian ini dimensi religion sangat dibutuhkan oleh pasien kanker.

Kebutuhan spiritualitas mempunyai peran yang penting bagi pasien kanker,


6

berdasarkan beberapa penelitian di atas serta masih sedikitnya penelitian

tentang kebutuhan spiritual maka peneliti tertarik melakukan studi literatur

tentang kebutuhan spiritual pada pasien kanker.

Terapi Spiritual emotional freedom technique SEFT adalah terapi yang

menggabungkan antara spiritualitas berupa doa, keikhlasan dan kepasrahan,

dengan Emotional Freedom Technique (EFT) yang memanfaatkan sistem

energi tubuh untuk membantu memperbaiki kondisi pikiran, emosi, dan

perilaku. Emosi negatif dapat diatasi dengan terapi SEFT melalui sugesti

kalimat berupa doa dan ketukan ringan dengan dua ujung jari (tapping) di

bagian tubuh tertentu. Terapi SEFT sangat mudah dilakukan dengan 3 tahapan

sederhana, yaitu set-up, tune-in dan tapping. Penggunaan set–up dalam SEFT

berisikan doa yang berpengaruh terhadap kesehatan psikologis.Tahap tune-in

dapat merasakan rasa sakit yang dialami, berlanjut mengarahkan pikiran ke

tempat rasa sakit yang diiringi dengan doa.

Pemberian rangsangan secara manual ini dapat memproduksi serotonin dan

memperbaiki pengaturan kerja sistem kortisol. Neurochemical yang dihasilkan

tersebut dapat menurunkan heart rate, mengurangi kecemasan, menunjukkan

fight or flight response, memperbaiki regulasi sistem saraf outonom, dan

berdampak pada kenyamanan hidup.

Terapi dapat berlangsung dengan baik tentunya dibutuhkan adanya fasilitas

pelayanan maternitas, seperti adanya pap smear di RSUDZA memberikan

kemudahan kepada pasien yang membutuhkan pelayanan kanker. Namun

promosi belum dilakukan secara aktif dari instansi maupun petugas kesehatan
7

sehingga pemanfaatannya masih rendah. Untuk meningkatkan pemanfaatan

pelayanan pap smear selanjutnya diharapkan rumah sakit dapat mengambil

kebijakan lain yang bersifat proaktif seperti kegiatan pap smear gratis dan

melakukan sosialisasi tentang tindakan pap smear melalui poster, leaflet dan

kegiatan promosi lainnya. Maka dari itu dibutuhkan upaya kuratif untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien dengan meningkatkan spiritualitas pasien

guna mencegah penyakit menjadi lebih parah dengan memberikan tindakan

SEFT, sehingga dapat meminimalisir gangguan emosi atau rasa sakit yang

dirasakan oleh pasien.

Berdasarkan masalah dan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui

“Peningkatan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Emotional Freedom Technique

(SEFT) Dalam Pelayanan Keperawatan Maternitas Pasien Kanker Ginekologi”.

1.2 Tujuan Penilitian

1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis pengaruh terapi Spiritual Emotional Freedom

Technique (SEFT) pada pasien kanker Ginekologi.

2. Tujuan Khusus

1) Menganalisis hasil pengkajian pada pasien kanker ginekologi dengan

Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Emotional Freedom Technique

(SEFT).
8

2) Menganalisis hasil analisa data pada pasien kanker ginekologi dengan

Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Emotional Freedom Technique

(SEFT).

3) Menganalisis hasil intervensi keperawatan pada pasien kanker

ginekologi dengan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Emotional Freedom

Technique (SEFT).

4) Menganalisis hasil implementasi keperawatan pada pasien kanker

ginekologi dengan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Emotional Freedom

Technique (SEFT).

5) Menganalisis hasil evaluasi keperawatan pada pasien kanker ginekologi

dengan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Emotional Freedom Technique

(SEFT).

6) Menganalisis hasil keperawatan pada pasien kanker ginekologi dengan

Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Emotional Freedom Technique

(SEFT).

1.3 Mamfaat Penulisan

1. Mamfaat Akademis

Mamfaat penulisan laporan kasus ini bagi institusi/akademis adalah sebagai

bahan referensi dalam penerapan pemenuhan kebutuhan Spiritual Emotional

Freedom Technique (SEFT) pada pasien kanker ginekologi.


9

2. Mamfaat Praktis

1) Penulis, dapat menganalisis penerapan pemenuhan kebutuhan Spiritual

Emotional Freedom Technique (SEFT) pada pasien kanker ginekologi.

2) Rumah Sakit, khususnya di ruang Ginekologi yaitu sebagai bahan

referensi dalam pengkajian terhadap pemenuhan kebutuhan Spiritual

Emotional Freedom Technique (SEFT) dengan pasien kanker.

3) Pasien, dapat memberikan informasi terkait pemenuhan kebutuhan

dengan terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) pada

pasien kanker ginekologi.


8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Masalah Keperawatan

A. Konsep Dasar Kanker Ginekologi (Kanker Serviks)

a. Pengertian

Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, yaitu

suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu

masuk kearah rahim yang terletak antara uterus dengan vagina (Black &

Hawks, 2014). Kanker serviks atau yang biasa disebut juga dengan

kanker mulut rahim adalah sejenis kanker yang 99,7% disebabkan oleh

Human Papilloma Virus (HPV) yang menyerang serviks (leher rahim)

(Setiawati, 2014) yang banyak diderita oleh wanita yang telah menikah

atau aktif dalam melakukan aktivitas seksual (Fitrisia et al., 2019).

b. Etiologi

Nanda, 2015 menyebutkan penyebab terjadinya kelainan pada sel -

sel serviks tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor

resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker serviks seperti HPV

(Human papilloma virus), yang merupakan virus penyebab kutil

genetalis (Kandiloma akuminata) yang ditularkan melalui hubungan

seksual. Varian yang sangat berbahaya adalah HPV tipe 16, 18, 45, dan

56. Merokok tembakau juga dapat merusak sistem kekebalan dan

mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi HPV pada

serviks. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini. Berganti-


9

ganti pasangan seksual. Suami/pasangan seksualnya melakukan

hubungan seksual pertama pada usia di bawah 20 tahun, berganti - ganti

pasangan dan pernah menikah dengan wanita yang menderita kanker

serviks. Pemakaian DES (Diethilstilbestrol) pada wanita hamil untuk

mencegah keguguran (banyak digunakan pada tahun 1940-1970).

Gangguan sistem kekebalan tubuh. Pemakaian Pil KB. Infeksi herpes

genitalis atau infeksi klamidia menahun. Dan golongan ekonomi lemah

(karena tidak mampu melakukan pap smear secara rutin).

c. Tanda dan Gejala

Menurut (Purwoastuti, 2015), gejala kanker leher rahim seperti

keputihan yang semakin lama semakin berbau busuk, pendarahan

setelah senggama yang kemudian berlanjut menjadi pendarahan

abnormal terjadi secara spontan walaupun tidak melakukan hubungan

seksual, hilangnya nafsu makan dan berat badan yang terus menurun,

nyeri tulang panggul dan tulang belakang, nyeri disekitar vagina nyeri

abdomen atau nyeri pada punggung bawah nyeri pada anggota gerak

(kaki), terjadi pembengkakan pada area kaki, sakit saat berhubungan

seks. Pada fase invasif dapat keluar cairan kekuning-kuningan, berbau

dan bercampur dengan darah. Anemia (kurang darah) karena perdarahan

yang sering timbul. Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi

pendarahan diantara siklus haid. Sering pusing dan sinkope. Pada

stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema

kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah
10

(rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rectovaginal, atau

timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.

d. Patofisiologi

Skema 2.1 Patofosiologi kanker serviks

Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) persisten dapat berkembang

menjadi neoplasia intraepitel serviks (NIS). Seorang wanita dengan

seksual aktif dapat terinfeksi oleh HPV resiko tinggi dan 80% akan

menjadi transien dan tidak akan berkembang menjadi NIS dan HPV

akan hilang dalam waktu 6-8 bulan. Dalam hal ini respon antibody
11

terhadap HPV risiko tinggi yang berperan. Dua piluh persen sisanya

berkembang menjadi NIS dan sebagian besar yaitu 80% virus

menghilang kemudian lesi juga menghilang.

Maka yang berperan dalam cytotoxic T-cell. Sebanyak 20% dari

yang terinfeksi virus tidak menghilang dan terjadi infeksi yang

persisten. NIS akan bertahan atau NIS 1 akan berkembang menjadi NIS

3, dan pada akhirnya sebagiannya lagi akan menjadi kanker invasif.

HPV risiko rendah tidak berkembang menjadi NIS 3 atau kanker

invasive tetapi paling banyak menjadi NIS 1 dan beberapa menjadi NIS

2. Maka interval antara NIS 1 dan kanker invasive di perkirakan 12,7

tahun dan kalau dihitung dari infeksi HPV sampai terjadinya kanker

adalah 15 tahun. Dalam hal ini factor onkogen E6 dan E7 dari HPV

mengikat gen suppressor p53 dan Rb sehingga control siklus sel dan

reparasi DNA terganggu, terjadi aktifasi telomerase, dan menimbulkan

ketidak stabilan genetic sehingga terjadi perubahan fenotipe ganas.

Kecepatan pertumbuhan kanker ini tidak sama antara kasus satu

dengan kasus yang lainnya. Namun, pada penyakit yang

pertumbuhannya sangat lambat bila diabaikan sampai lama juga tidak

mungkin terobati. Sebaliknya tumor yang tumbuh dengan cepat bila

dikenali secara dini akan mendapatkan hasil pengobatan yang lebih

baik. Semakin dini penyakit tersebut di deteksi dan dilakukan terapi

yang adekuat, semakin memberi hasil yang sempurna.


12

e. Klasifikasi

Skema 2.2. Klasifikasi Kanker Serviks

Menurut Federation International of Gynecology and Obstetricts

(FIGO) ada beberapa klasifikasi dari kanker serviks, yaitu sebagai

berikut (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017):

1. Stadium 0, stadium ini biasa disebut juga dengan Karsinoma in

situ (karsinoma pre-invasif). Dimana tumor masih dangkal,

hanya tumbuh dilapisan sel serviks.


13

2. Stadium 1, kanker telah tumbuh dalam serviks namun belum

menyebar kemanapun, stadium ini juga dibedakan menjadi:

a) Stadium 1 A1, pada stadium ini dokter tidak dapat

melihat kanker tanpa mikroskop, kedalamannya tidak

lebih dari 3 mm dan besarnya kurang dari 7 mm.

b) Stadium 1 A2, pada stadium ini dokter tidak dapat

melihat kanker tanpa mikroskop, kedalamannya antara 3-

5 mm dan besarnya kurang dari 7 mm.

c) Stadium 1 B1, pada stadium ini dokter dapat melihat

dengan mata telanjang. Ukurannya lebih besar dari

ukuran A2 atau sekitar 4 mm.

d) Stadium 1 B2, pada stadium ini dokter dapat melihat

kanker dengan mata telanjang. Ukurannya lebih besar

dari 4 mm.

3. Stadium 2, kanker berada di bagian dekat serviks tetapi tidak

sampai ke dinding panggul atau mencapai 1/3 bawah vagina.

Stadium 2 dibagi menjadi:

a) Stadium 2 A, pada stadium ini kanker meluas sampai ke

atas vagina, tetapi belum menyebar ke jaringan yang

lebih dalam dari vagina.

b) Stadium 2B, pada stadium ini kanker telah menyebar ke

jaringan sekitar vagina dan serviks, namun belum sampai

ke dinding panggul.
14

4. Stadium 3, kanker telah menyebar ke jaringan lunak sekitar

vagina dan serviks sepanjang dinding panggul. Dan/ atau dapat

menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal.

5. Stadium 4, pada stadium ini kanker telah menyebar ke bagian

lain tubuh, seperti kandung kemih, rektum, dan paru-paru.

Stadium IV dibagi menjadi:

a) Stadium 4A, kanker telah menyebar ke organ mendekat,

seperti kandung kemih dan rektum.

b) Stadium 4B, kanker telah menyebar ke organ yang lebih

jauh seperti paru-paru.

f. Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian terdiri dari pengumpulan informasi subjektif dan

objektif (misalnya, tanda-tanda vital, wawancara klien/keluarga,

pemeriksaan fisik) dan peninjauan informasi riwayat pasien dan

rekam medik. Perawat juga mengumpulkan kekuatan (untuk

mengidentifikasi peluang promosi kesehatan) dan resiko (area yang

merawat dapat mencegah atau potensi masalah yang dapat ditunda)

(NANDA Internasional, 2015). Pengkajian untuk klien kanker

serviks antara lain :

1. Identitas pasien

Meliputi nama pasien, tempat tanggal lahir, usia, status

perkawinan, pekerjaan, jumlah anak, agama, alamat, jenis


15

kelamin, pendidikan terakhir, asal suku bangsa, tanggal masuk

rumah sakit, nomor rekam medik, nama orangtua dan pekerjaan

orangtua.

2. Identitas penanggungjawab

Meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan, hubungan dengan

pasien.

3. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama

Biasanya pasien datang kerumah sakit dengan keluhan

seperti pendarahan intra servikal dan disertai keputihan yang

menyerupai air dan berbau. Pada pasien kanker servik post

kemoterapi biasanya datang dengan keluhan mual muntah

berlebihan, tidak nafsu makan dan anemia.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya pasien pada stadium awal tidak merasakan keluhan

yang mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu stadium 3

dan 4 timbul keluhan seperti keputihan yang berbau busuk,

pendarahan setelah melakukan hubungan seksual, rasa nyeri

di sekitar vagina, nyeri pada panggul. Pada pasien kanker

servik post kemoterapi biasanya mengalami keluhan mual

muntah berlebihan, tidak nafsu makan dan anemia.

3) Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya pada pasien kanker serviks memiliki riwayat


16

kesehatan dahulu seperti riwayat penyakit keputihan,

riwayat penyakit HIV/AIDS (Ariani, 2015).

4. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya riwayat keluarga adalah salah satu faktor yang

paling mempengaruhi karena kanker bisa dipengaruhi oleh

kelainan genetika. Keluarga yang memiliki riwayat kanker

didalam keluarganya lebih beresiko tinggi terkena kanker dari

pada keluarga yang tidak ada riwayat di dalam keluarganya.

5. Keadaan psikososial

Biasanya tentang penerimaan pasien terhadap penyakitnya

serta harapan terhadap pengobatan yang akan dijalani,

hubungan dengan suami/keluarga terhadap pasien dari sumber

keuangan. Konsep diri pasien meliputi gambaran diri peran dan

identitas. Kaji juga ekspresi wajah pasien yang murung atau

sedih serta keluhan pasien yang merasa tidak berguna atau serta

keluhan pasien yang merasa tidak berguna atau menyusahkan

orang lain (Reeder, 2013).

6. Data khusus

1) Riwayat obsetri dan ginekologi)

Menurut (Aspiani, 2017) Untuk mengetahui riwayat obstetri

pada pasien dengan kanker serviks yang perlu diketahui adalah:

a) Keluhan haid

Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab


17

kanker serviks tidak pernah ditemukan sebelum menarche

dan mengalami atropi pada masa menopose. Siklus

menstruasi yang tidak teratur atau terjadi pendarahan

diantara siklus haid adalah salah satu tanda gejala kanker

serviks.

b) Riwayat kehamilan dan persalinan

Jumlah kehamilan dan anak yang hidup karna kanker serviks

terbanyak pada wanita yang sering partus, semakin sering

partus semakin besar resiko mendapatkan karsinoma serviks.

2) Riwayat kebiasaan sehari-hari

Biasanya meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi, elimenasi,

aktivitas pasien sehari-hari, pemenuhan kebutuhan istirahat dan

tidur (Padila, 2015). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi

biasanya mengalami keluhan tidak nafsu makan, kelehan,

gangguan pola tidur.

3) Pemeriksaan fisik meliputi:

a) Keadaan umum

Pasien kanker serviks post kemoterapi sadar, lemah dan

tanda-tanda vital normal (120/80 mmHg).

b) Kepala

Pemeriksaan kepala meliputi bentuk kepala, kebersihan

kepala, apakah ada benjolan atau lesi, dan biasanya

pasien kanker serviks post kemoterapi terdapat rambut


18

rontok.

c) Mata

Pemeriksaan mata meliputi kesimetrisan dan kelengkapan

mata, kelopak mata, konjungtiva anemis atau tidak,

ketajaman penglihatan. Biasanya ada keadaan dimana

konjungtiva anemis dan skelera ikterik karena mengalami

proses perdarahan.

d) Hidung

Pemeriksaan hidung meliputi tulang hidung dan posisi

septum nasi, kondisi lubang hidung, apakah ada sekret,

perdarahan atau tidak, serta sumbatan jalan yang

mengganggu pernafasan.

e) Telinga

Pemeriksaan telinga meliputi bentuk, kesimetrisan,

keadaan lubang telinga, kebersihan, serta ketajaman

telinga.

f) Leher

Pemeriksaan leher meliputi kelenjar tiroid, vena jugularis

apakah ada pembesaran atau tidak, biasanya pada pasien

kanker serviks post kemoterapi terdapat pembesaran

kelenjar getah bening pada stadium lanjut

g) Dada

Pemeriksaan meliputi inspeksi untuk menilai bentuk


19

thoraks, kesimetrisan, apakah ada penggunaan otot bantu

nafas, palpasi yang dilakukan dengan vokal premitus

yaitu menyebutkan angka “Tujuh puluh tujuh” apakah

getaran antar dada yang satu dengan lain sama, perkusi

yang dilakukan pada semua lapang paru mulai dari

klavikula kebawah pada setiap spasium intercostalis, dan

auskultasi untuk menilai bunyi, suara nafas.

h) Abdomen

Biasanya pada pasien kanker serviks terdapat adanya

nyeri abdomen atau nyeri pada punggung bawah akibat

tumor menekan saraf lumbosakralis (Padila, 2015).

i) Genetalia

Pemeriksaan genetalia untuk melihat apakah terdapat

hematoma, oedema, tanda-tanda infeksi, pemeriksaan

pada lokhea meliputi warna, bau, jumlah, dan

konsistensinya. Biasanya pada pasien kanker serviks

mengalami sekret berlebihan, keputihan, peradangan,

pendarahan dan les.

j) Ekstremitas

Pemeriksaan integumen meliputi warna, turgor,

kelembapan, suhu tubuh, tekstur, hiperpigmentasi.

Pemeriksaan ekstremitas untuk melihat apakah ada

tidaknya oedema, varises, reflek bisep, trisep, patela,


20

reflek babinski, nyeri tekan, dan pemeriksaan human

sign. Biasanya pada pasien kanker serviks yang stadium

lanjut mengalami udema dan nyeri. Pada pasien kanker

serviks post kemoterapi biasanya mengalami kesemutan

atau kebas pada tangan dan kaki.

4) Pemeriksaan penunjang

Sitologi dengan cara pemeriksaan pap smear, koloskopi,

servikografi, pemeriksaan visual langsung, gineskopi (Padila,

2015). Selain itu bisa juga dilakukan pemeriksaan hematologi

karna biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi

mengalami anemia karna penurunan hemaglobin. Nilai

normalnya hemoglobin wanita 12-16 gr/dl (Brunner, 2013).

7. Diagnosa Keperawatan

1) D.0080 Ansietas berhubungan dengan status kesehatan

menurun

2) D.0087 Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan

pada citra tubuh

3) D.0069 Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan

struktur tubuh.

8. Intervensi Keperawatan

Tabel 1.2 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. D.0087 NOC : SIKI :
21

Harga diri rendah Setelah dilakukan asuhan Promosi Koping


berhubungan keperawatan selama 6x24 1. Identifikasi
dengan perubahan jam diharapkan masalah kemampuan yang
citra tubuh harga diri rendah tertasi dimiliki
dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi
1. Menunjukkan penilaian pemahaman proses
pribadi tentang harga penyakit
diri 3. Identifikasi dampak
2. Mengungkapkan situasi terhadap
penerimaan diri peran dan
3. Komunikasi terbuka hubungan
4. Mengatakan optimisme 4. Identifikasi metode
penyelesaian
terhadap masa
masalah
depan
5. Identifikasi
5. Menggunakan koping
kebutuhan dan
efektif
keinginan terhadap
dukungan sosial
6. Diskusikan
perubahan peran
yang dialami
7. Gunakan
pendekatan yang
tenang dan
meyakinkan
8. Diskusikan alasan
mengkritik diri
sendiri
9. Diskusikan
konsekuensi tidak
menggunakan rasa
malu
10. Fasilitasi dalam
memperoleh
informasi yang
dibutuhkan
11. Motivasi untuk
menentukan
harapan yang
realistis
12. Dampingi saat
berduka
22

13. Anjurkan
penggunaan sistem
spiritual jika perlu
14. Ajarkan
mengungkapkan
perasaan dan
presepsi
15. Anjurkan keluarag
terlibat
16. Ajarkan cara
memecahkan
masalah secara
kontruktif
17. Latih penggunaan
teknik relaksasi
2. D.0080 NOC : SIKI :
Ansietas Setelah dilakukan asuhan Promosi Koping
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam 1. Kaji tingkat
dengan status pasien terhindar dari adanya kecemasan pasien
2. Gunakan
kesehatan menurun kecemasan dengan kriteria
pendekatan yang
hasil:
menenangkan
1. Klien mampu
3. Jelaskan semua
mengidentifikasi dan
prosedur dan apa
mengungkapkan gejala
cemas yang dirasakan
2. Mengidentifikasi, selama prosedur
mengungkapkan dan 4. Nyatakan dengan
menunjukkan tehnik untuk jelas harapan
mengontrol cemas terhadap pelaku
3. Vital sign dalam batas pasien
normal 5. Temani pasien
4. Postur tubuh, ekspresi untuk memberikan
wajah, bahasa tubuh dan keamanan dan
tingkat aktifitas mengurangi takut
menunjukkan 6. Dengarkan dengan
berkurangnya kecemasan penuh perhatian
7. Identifikasi tingkat
kecemasan
8. Bantu pasien
mengenal situasi
yang
menimbulakan
kecemasan
23

9. Dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan ketakutan,
presepsi.
10. Instruksikan pasien
menggunakan
tehnik relaksasi
nafas dalam

3. D.0069 NOC: SIKI:


Disfungsi seksual Setelah dilakukan asuhan Konseling Seksualitas
berhungan dengan keperawatan selama 6x24 jam I.07214
perubahan struktur diharapkan gangguan disfungsi 1. Identifikasi tingkat
seksual teratasi dengan kriteria pengetahuan,
tubub
hasil : masalah sistem
1. Pengenalan dan reproduksi, masalah
penerimaan identitas seksualitas dan
seksual pribadi penyakit menular
2. Mengetahui masalah seksusal
reproduksi 2. Identifikasi waktu
3. Fungsi seksual : integrasi disfungsi seksual
aspek fisik, sosio emosi dan dan kemungkinan
intelektual ekspresi dan penyebab
performa seksual 3. Monitor stress,
4. Mampu mengontrol kecemasan, depresi,
kecemasan dan penyebab
5. Menunjukkan keinginan disfungsi seksual
untuk mendiskusikan 4. Fasilitasi
6. perubahan fungsi seksual komunikasi antara
7. Mengungkapkan pasien dan
pemahaman tentang pasangan
perubahan fungsi seksual 5. Berikan
8. Pengenalan dan penerimaan kesempatan kepada
pasangan untuk
menceritakan
permasalahan
seksual
24

6. Berikan pujian
terhadap perilaku
yang benar
7. Berikan saran

9. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah tindakan dari rencana keperawatan yang telah

disusun dengan menggunakan pengetahuan perawat, perawat

melakukan dua intervensi yaitu mandiri/independen dan

kolaborasi/interdisipliner (NANDA, 2015). Tujuan dari

implementasi antara lain adalah: melakukan, membantu dan

mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan

asuhan keperawatan untuk mecapai tujuan yang berpusat pada klien,

mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan

perawatan kesehatan yang berkelanjutan dari klien.

10. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan sebagai penialian status pasien dari efektivitas

tindakan dan pencapaian hasil yang diidentifikasi terus pada setiap

langkah dalam proses keperawatan, serta rencana perawatan yang

telah dilaksanakan (NANDA, 2015). Tujuan evaluasi adalah untuk

melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa

dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan pasien.


25

B. Konsep Spiritual

a. Pengertian Spiritual

Spiritual merupakan sesuatu yang berhubungan dengan spirit,

semangat untuk mendapatkan keyakinan, harapan dan makna hidup.

Spiritualitas juga merupakan suatu kecenderungan untuk membuat

peningkatan makna hidup melalui hubungan intrapersonal, interpersonal

dan transpersonal dalam mengatasi berbagai masalah kehidupan (Ah.

Yusuf, Dkk. 2016). Spiritualitas adalah kebangkitan atau pencerahan

diri untuk mencapai makna hidup dan tujuan hidup. Spiritual merupakan

bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang.

(Tamami, 2011). National care institute (2015) menyatakan bahwa

spiritualitas adalah perasaan damai individu, tujuan hidup, hubungan

dengan orang lain, dan keyakinan tentang makna kehidupan.

Spiritualdapat ditemukan dan diungkapkan melalui agama yang

terorganisir atau dengan bentuk lainnya.

b. Komponen Kebutuhan Spiritual

Hodge et al (2010) pada penelitiannya mengungkapkan bahwa

terdapat 6 aspek kebutuhan spiritual yakni:

1) Makna,tujuan, dan harapan hidup

Makna, tujuan dan harapan hidup adalah kebutuhan untuk

memahami peristiwa dalam kehidupan secara keseluruhan. Pasien

membutuhkan penjelasan tentang penyakitnya, mengapa penyakit ada

pada dirinya, dengan adanya penjelasan diharapkan agar pasien tidak


26

putus asa, berfikir positif dan bersyukur atas berkat Tuhan, fokus pada

hal-hal yang baik,membuat hidup menjadi lebih berarti. Kebutuhan

akan makna, tujuan, dan harapan erat kaitannya dengan kebutuhan

akan hubungan dengan Tuhan.

2) Hubungan dengan tuhan

Bagi pasien hubungan dengan Tuhan menjadi kebutuhan yang

penting yang dapat membantu pasien menghadapi masa-masa sulit,

memberi rasa yang utuh mengenai makna dan tujuan serta

memberikan harapan untuk masa kini, masa depan, dan masa yang

akan datang. Perilaku yang ditunjukkan pasien adalah berdoa,

komunikasi dengan Tuhan, menerima kehendak Tuhan, menerima

rencana Tuhan, percaya bahwa Tuhan yang menyembuhkan

penyakitnya, yakin akan kehadiran Tuhan pada masa-masa perawatan

penyakitnya dan pasien percaya Tuhan yang memelihara dan

mengawasi mereka.

3) Praktek spiritual

Praktek spiritual dilakukan pasien dan harus mempunyai

keinginan untuk melakukan kegiatan ibadah secara rutin. Dengan

demikian diharapkan dapat meningkatkan hubungan dengan Tuhan

sehingga dapat menyemangati dari keterpurukan yang mereka hadapi.

Kegiatan yang dilakukan oleh pasien adalah berdoa, membaca kitab

suci, pelayanan keagamaan, membaca buku yang bertema rohani.


27

4) Kewajiban agama

Kewajiban agama berhubungan dengan tradisi agama pasien

misalnya adanya makanan yang halal dan tidak halal, kematian dan

proses penguburan yang harus dihormati.

5) Hubungan interpersonal

Selain hubungan dengan Tuhan, pasien juga membutuhkan

hubungan dengan makhluk tuhan, termasuk hubungan dengan kaum

ulama. Kebutuhan ini meliputi: mengunjungi anggota keluarga,

menerima do’a orang lain, meminta maaf, menerima dukungan,

dihargai dan dicintai orang lain.

6) Hubungan dengan perawat dan tenaga kesehatan lainnya

Pasien diharapkan memiliki interaksi dengan perawat dan tenaga

kesehatan lainnya. Pasien membutuhkan para tenaga kesehatan

memiliki ekspresi wajah yang ramah, kata-kata dan bahasa tubuh yang

baik, menghormati, empati, peduli, memberikan informasi tentang

penyakitnya secara lengkap dan akurat, dan mendiskusikan tentang

pilihan pengobatan. Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada

klien, perawat diharapkan untuk peka terhadap kebutuhan spiritual

klien, tetapi dengan berbagai alasan ada kemungkinan perawat juga

menghindari untuk memberikan asuhan spiritual. Perawat merasa

bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual klien bukan menjadi tugasnya,

tetapi tanggung jawab pemuka agama (Suratmi, 2011)


28

c. Faktor Yang Mempengaruhi Spiritual

Taylor, Lilis, dan Le Mone (1997), craven dan Himle (1996) dalam

(Hamid A. , 2008) menyatakan faktor penting yang dapat mepengaruhi

spiritualitas seseorang adalah keluarga, latar belakang etnik dan budaya,

pengalaman hidup sebelumnya, krisis, terpisah dari 24 ikatan spiritual,

isu moral terkait dengan terapi, serta asuhan keperawatan yang kurang

tepat.

a) Tahap perkembangan

1) Pada masa anak-anak (6-12), spiritualitas pada masa ini belum

bermakna pada dirinya. Spiritualitas didasarkan pada perilaku

yang didapat yaitu interaksi dengan orang lain seperti keluarga.

Pada masa ini, anak-anak belum mempunyai pemahaman slah

atau benar. Keperacayaan atau keyakinan mengikuti ritual atau

meniru orang lain.

2) Pada masa remaja (12-17), spiritualitas pada masa ini sudah

mulai pada keinginan akan pencapaian kebutuhan spiritualitas

seperti keinginan melalui berdoa kepada pencipta-Nya yang

berarti sudah mulai membutuhkan pertolongan melalui

keyakinan atau kepercayaa. Bila pemenuhan kebutuhan

spiritualitas tidak terpenuhi, akan menimbulkan kekecewaan.

3) Sedangkan pada kondisi usia dewasa awal (18-25 tahun)

merupakan masa pencarian kepercayaan diri, diawali dengan

proses pertanyaan akan keyakinan atau kepercayaan yang


29

dikaitkan secara kognitif sebagai bentuk yang untuk

mempercayainya. Pada masa ini, pemikiran sudah bersifat

rasional dan keyakinan atau kepercayaan harus dapat dijawab

secara rasional.

4) Pada usia dewasa pertengahan (26-38 tahun), lansia (>60 tahun)

mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan

berusaha untuk mengerti nilai agama. Perasaan kehilangan

karena pensiun dan tidak aktif lagi serta menghadapi kamatian

orang lain baik itu saudara maupun sahabat menimbulkan rasa

kesepian dan mawas diri. Perkembangan pemahaman agama

yang lebih matang dapat membantu orang tua untuk menghadapi

kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga,

serta lebih dapat menerima kematian sebagai hal yang tidak

dapat ditolak atau dihindari.

b) Keluarga

Keluarga merupakan kelompok terdekat dan suatu sistem pertama

dalam memandang kehidupan yang ada di dunia. Dari keluarga

ndividu belajar tentang Tuhan, kehidupan, dan diri sendiri. Keluarga

memiliki peran ang penting dalam memenuhi kebutuhan spiritualitas

karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan selalu

berinteraksi dalam kehidupan sehi-hari.

c) Latar belakang etnik dan budaya


30

Keyakinan, sikap , dan nilai sanagat dipengaruhi oleh latar belakang

etnik dan sosial budaya. Pada dasarnya, seseorang akan terbawa oleh

tradisi dan agama yang dilakukan oleh keluarganya.

d) Pengalaman hidup sebelumnya

Pengalaman hidup seseorang baikitu pengalaman negatif maupun

positif dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang. Setiap kejadian

dalam suatu kehidupan biasa dianggap sebagai cobaan dari Tuhan

yang diberikan kepada manusia untuk menguji bagaimana kekuatan

imannya.

e) Krisis dan perubahan

Krisis dialami hampir setiap orang yang sedang menghadapi

penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan kematian,

utamanya pada pasien dengan penyakit terminal atau prognosis yang

buruk.

f) Terpisah dari ikatan spiritual

Individu yang mengalami sakit yang bersifat akut dapat membuat

individu tersebut merasakan terisolasi, kehilangan sistem dukungan

dan kebebasan pasien yang dirawat di rumah sakit merasa terisolasi

dalam suatu ruangan yang tidak biasanya dan merasa tidak aman.

Aktivitas sehari- hari juga berubah yaitu antara lain tidak dapat

mengahadiri kegiatan keagamaan atau berkumpul dengan keluarga,

teman yang dapat memberikan sistem dukungan kepada pasien itu


31

sendiri. Terpisahnya klien dari ikatan spiritual dapat menimbulkan

resiko terjadinya perubahan fungsi spiritual.

d. Masalah Spiritual

Ketika penyakit, kehilangan atau nyeri menyerang seseorang.

Kekuatan spiritual dapat membantu kearah penyembuhan atau pada

perkembangan kebutuhan dan perhatian spiritual. Selama penyakit

individu menjadi kurang mampu untuk merawat diri mereka dan lebih

tergantung pada orang lain untuk merawat dan dukungan. Distres

spiritual merupakan gangguan kemampuan untuk mengintegrasikan

makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri sendiri,

hubungan dengan orang lain, seni, musik, alam dan kekuatan yang lebih

besar dari diri sendiri. Distres spiritual muncul ketika kebutuhan

spiritual tidak terpenuhi, sehingga dalam menghadapi keadaan hidup

seperti menderita penyakit kronik pasien mengalami depresi, cemas dan

marah kepada tuhan (Putri Sulistiyani, 2022). Adapun batasan

karakteristik distress spiritual menurut (Herdman, 2016) yaitu Kurang

diterima dan dorongan, marah dan rasa bersalah, perasaan tidak dicintai,

menolak interaksi terhadap teman dan keluarga, perubahan tiba-tiba

dalam praktik spiritual, meminta menemui pemimpin keagamaan Tidak

tertarik pada alam dan membaca literature spiritual

C. Konsep Dasar Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)

a. Pengertian
32

Avianti (2014) mengatakan SEFT (Spiritual Emotional Freedom

Technique) merupakan perpaduan teknik yang menggunakan energi

psikologis dan kekuatan spiritual serta doa untuk mengatasi emosi

negatif. SEFT juga merupakan sebuah teknikrevolusioner yang dengan

sangat mudah dan cepat yang dapat digunakan untuk mengatasi

berbagai masalah fisik, masalah penyakit, masalah emosi, mengatasi

berbagai masalah keluarga (Zainuddin, 2016).

b. Metode Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)

Teknik SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) ada 3

rangkaian yaitu:

1. The Set-UP adalah yang bertujuan untuk memastikan agar aliran

energy tubuh kita terarahkan dengan tepat.

2. 2. The Tune-In adalah suatu cara merasakan sakit yang kita alami,

lalu mengarahkan pikiran kita ketempat rasa sakit.

3. 3. The Tapping adalah mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada

titik-titik tertentu ditubuh manusia (zainuddin, 2016).

c. Penerapan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)

a) Idividu

Penggunaan SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) untuk

mengatasi berbagai masalah pribadi dimana banyak orang yang

stagnan atau terhenti pengembangan dirinya hanya karena tidak

dapat mengatasi satu atau beberapa masalah pribadi. Bisa berupa

trauma masa lalu yang terus menghantui hidup kita, kebiasaan jelek
33

yang sukar kita tinggalkan, ketakutan untuk mengambil resiko dan

sebagianya.

b) Keluarga

SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) dalam keluarga

dapat menjadi alat bantu yang sangat bermanfaat untuk menetralisir

emosi negatif yang sering timbul dalam keluarga, seperti rasa

kecewa karena istri/suami/anak tidak bersikap seperti yang kita

harapkan, mudah marah, rasa posesif terhadap keluarga, menjadi

tidak percaya diri, dan merasa malu Mujiyati, Dkk (2019).

d. Kelebihan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)

Keunggulan SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) di

banding teknik terapi, konseling, atau training yang lain yatu efektif,

mudah, cepat, murah, permanen, tidak ada efek samping, universal,

memberdayakan, ilmiah, kompatibel, dan komprehensif (Zainuddin,

2012 : 105).

e. Cara melakukan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)

Ada dua versi dalam melakukan SEFT (Spiritual Emotional

Freedom Technique), yang pertama adalah versi lengkap dan yang

kedua versi ringkas (short cut). Keduanya terdiri dari 3 langkah

sederhana, perbedaanya hanya pada langkah ketiga (tapping). Pada

versi singkat tapping hanya dilakukan pada 9 titik, sedangkan pada

versi lengkap tapping dilakukan pada 18 titik (Zainuddin, 2012).


34

f. Jenis Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)

Versi lengkap maupun versi ringkas SEFT (Spiritual Emotional

Freedom Technique) terdiri dari tiga tahap yaitu the set-up, the tune-in,

dan the tapping.

1) The Set-Up

“The Set-Up” bertujuan untuk memastikan agar aliran energi tubuh

kita terarahkan dengan tepat. Langkah ini kita lakukan untuk

menetralisir “psychological reversal” atau “perlawanan psikologis”

(biasanya berupa pikiran negatif spontan atau keyakinan bawah

sadar negatif). Contoh psychological reserve ini diantaranya pasien

mengucapkan kata – kata seperti (1) saya tidak bisa mencapai

keinginan saya, (2) saya tidak dapat berbicara di depan publik

dengan percaya diri, (3) saya adalah korban pelecehan seksual yang

malang, (4) saya tidak bisa menghindari rasa bersalah yang terus, (5)

saya marah dan kecewa pada istri/suami saya karena dia tidak

seperti yang saya harapkan, (6) saya kesal dengan anak-anak karena

mereka susah diatur, (7) saya tidak bisa melepaskan diri dari

kecaduan merokok, (8) saya tidak termotivasi untuk belajar, saya

pemalas, (9) saya tidak mungkin bisa memenangkan pertadingan ini,

(10) saya menyerah, saya tidak mampu melakukannnya (11) ragu

dan terbata – bata seperti menyebut saya… saya.. saya…

Jika keyakinan atau pikiran negatif seperti contoh di atas terjadi,

maka berdo’a dengan khusyu’, ikhlas, dan pasrah: “Yaa Allah…


35

meskipun saya….. (keluhan anda), saya ikhlas menerima

sakit/masalah saya ini, saya pasrahkan pada-Mu kesembuhan saya”.

Kata-kata diatas disebut The Set-Up words yaitu beberapa kata yang

perlu anda ucapkan dengan penuh perasaan untuk menetralisir

psychological reserve (keyakinan dan pikiran negatif). Dalam

bahasa religious, the set-up words adalah “do’a kepastian” kita pada

Allah SWT bahwa apapun masalah dan rasa sakit yang kita alami

saat ini, kita ikhlas menerimnaya dan kita pasrahkan

kesembuhannya pada Allah SWT.

The Set-Up sebenarnya terdiri dari 2 aktivitas, pertama adalah

mengucapkan kalimat seperti di atas dengan penuh rasa khusyu’,

ikhlas dan pasrah sebanyak 3 kali. Kedua adalah sambil

mengucapkan dengan penuh perasaan, kita menekan dada kita

tepatnya di bagian “score spot” (titik nyeri = daerah disekitar dada

atas yang jika ditekan terasa agak sakit) atau mengetuk dengan dua

ujung jari di bagian “karate chop”.

Setelah menekan titik nyeri atau mengetuk karate chop sambil

mengucapkan kalimat set up seperti di atas, kita melanjutkan

dengan langkah kedua, “The Tune- In” (Zainuddin, 2012).

2) The Tune-In

Untuk masalah fisik, kita melakukan tune-in dengan cara

merasakan rasa sakit yang kita alami, lalu mengarahkan pikiran kita

ke tempat rasa sakit dan sambil terus melakukan 2 hal yaitu hati dan
36

mulut mengatakan, “saya ikhlas, saya pasrah” atau “Ya Allah saya

ikhlas menerima sakit saya ini dan saya pasrahkan pada-Mu

kesembuhan saya”.

Untuk masalah emosi, kita melakukan “tune-in” dengan cara

memikirkan sesuatu atau peristiwa spesifik tertentu yang dapat

membangkitkan emosi negatif yang ingin kita hilangkan. Ketika

terjadi reaksi negatif (marah, sedih, takut, dsb) hati dan mulut kita

mengatakan, Ya Allah… Saya ikhlas… saya pasrah…

Berdasarkan dengan tune-in kita melakukan langkah ketiga

(tapping). Pada proses inilah (tune-in dilakukan bersamaan dengan

tapping) kita menetralisir emosi negatif atau rasa sakit fisik

(Zainuddin, 2012).

3) The Tapping

Tapping adalah mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada

titik-titik tertentu ditubuh kita sambil terus melakukan tune-in.

Titik-titik kunci dari “the major energy meridians”, yang jika kita

ketuk beberapa kali akan berdampak pada ternetralisirnya gangguan

emosi atau rasa sakit yang kita rasakan. Karena aliran energi tubuh

berjalan dengan normal dan sakit seimbang kembali.


37

Gambar 2.1. The Tapping

a. Cr = Crown, pada titik dibagian atas kepala

b. EB = Eye Brow, Pada titik permulaan alis mata

c. SE = Sede Of The Eye, di atas tulang samping mata


38

d. UE = Under The Eye, 2 cm di bawah kelopak mata

e. UN = Under The Nose, tapat di bawah hidung

f. Ch = Chin, di antara dagu dan bagian bawah bibir

g. Cb = Collar Bone, di ujung tempat bertemunya tulang dada,

collar bone dan tulang rusuk pertama

h. UA = Under The Arm, di bawah ketiak sejajar dengan puting

susu (pria) atau tepat di bagian tengah tali bra (wanita).

i. BN = Bellow Nipple, 2,5 cm di bawah putting susu (pria) atau

tepat di perbatasan antara tulang dada dan bagian bawah

payudara

j. IH = Inside Of Hand, di bagian dalam tangan yang berbatasan

dengan telapak tangan

k. OH= Outside Of Hand, di bagian luar tangan yang berbatasan

dengan telapak tangan

l. Th = Thumb, ibu jari di samping luar bagian bawah kuku

m. IF = Index Finger, jari telunjuk di samping luar bagian bawah

kuku (di bagian yang menghadap ibu jari)

n. MF = Middle Finger, jari tengah di samping luar bagian bawah

kuku (di bagian yang menghadap ibu jari)

o. RF = Ring Finger, jari manis di samping luar bagian bawah

kuku (di bagian yang menghadap ibu jari)

p. BF = Baby Finger, jari kelingking di samping luar bagian bawah

kuku (di bagian yang menghadap ibu jari)


39

q. KC = Karate Chop, di samping telapak tangan, bagian yang kita

gunakan untuk mematahkan balok saat karate

r. GS = Gamut Spot, di bagian antara perpanjangan tulang jari

manis dan tulang jari kelingking.

Ketika melakukan proses terakhir yaitu proses gamut spot,

sambil menekan pada bagian antara perpanjangan tulang jari manis

dan tulang jari kelingking dilakukan pula gerakan 9 Gamut

Prosedur (gerakan untuk merangsang otak):

a. Menutup mata

b. Membuka mata

c. Mata digerakkan dengan kuat ke kanan bawah

d. Mata digerakkan dengan kuat ke kiri bawah

e. Memutar bola mata searah jarum jam

f. Memutar bola mata berlawanan jarum jam

g. Bergumam dengan berirama selama 3 detik

h. Menghitung 1,2,3,4,5

i. Bergumam lagi selama 3 detik

Setelah menyelesaikan gamut procedure, langkah terakhir

adalah mengulangi lagi tapping dari titik pertama hingga ke-17

(berakhir di karate chop). Kemudian diakhiri dengan mengambil

nafas panjang dan menghembuskannya, sambil mengucap rasa

syukur (Zainuddin, 2012).

g. Penghambat keberhasilan Spiritual Emotional Freedom Technique


40

(SEFT)

Ada beberapa penghambat dalam keberhasilan SEFT (Spiritual

Emotional Freedom Technique), menurut Zainuddin, 2012

penghambat keberhasilan SEFT dapat berupa kurang pengetahuan dan

keterampilan, kurang cairan (dehidrasi), hambatan spiritual,

perlawanan psikologis, kurang spesifik, akar masalah belum

ditemukan, aspek yang berubah-rubah, membutuhkan sentuhan orang

lain, tidak ingin berubah, memerlukan pernafasan “Collar bone”,

alergi terhadap objek tertentu.

2.2 Implementasi Evidance Based Practice Nursing

Dalam pelaksanaan EBNP penulis akan melakukan implementasi

selama 3 hari pada pasien kanker ginekologi dengan pemenuhan kebutuhan

spiritual dengan metode SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique).

Setiap pasien akan dilakukan 1 kali perlakuan dalam sehari dengan durasi 15-25

menit untuk setiap pasien, evaluasi akan dilakukan setiap hari selesai dilakukan

tindakan.

Penelitian Avianti dan Desmaniarti (2017) menyebutkan bahwa SEFT

dapat menurunkan stres pada pasien kanker serviks sebesar 19,5%. SEFT

merupakan teknik penggabungan dari sistem energi tubuh dan terapi

spiritualitas dengan menggunakan metode tapping (ketukan ringan) pada

beberapa titik meridian tubuh. Pada saat tapping terjadi peningkatan proses

perjalanan sinyal-sinyal neurotransmitter yang menurunkan regulasi


41

hipotalamic-pitutiary-adrenal Axis (HPA axis) sehingga mengurangi produksi

hormon stres yaitu kortisol. Efek tapping telah dibuktikan dengan sebuah

penelitian di Harvard Medical School.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika seseorang yang dalam

keadaan takut kemudian dilakukan tapping pada titik meridiannya maka terjadi

penurunan akitivitas amygdala, dengan kata lain terjadi penurunan aktivitas

gelombang otak, hal tersebut juga membuat respon fight or flight pada

partisipan terhenti. Berhentinya respon fight or flight pada partisipan

memunculkan efek relaksasi yang akan menetralisir segala ketegangan emosi

yang dialami individu. Efek relaksasi yang menetralisir ketegangan emosi

secara otomatis akan meningkatkan rasa tenang dan nyaman pada individu.

Ninik, 2012 dalam Mehnert, 2010 mengatakan bahwa individu yang

tidak mendapatkan dukungan sosial dengan baik beresiko memiliki kesehatan

yang lebih buruk. Watulingas (2016) juga menyebutkan pasien dengan penyakit

kronik yang mengalami isolasisosial 50% dari mereka meninggal dunia seteah

menjalani perawatan selama 5 tahun sedangkan pada pasien yang sama namun

memiliki dukungan sosial baik, angka kematiannya menurun 20%.Hal inilah

yang mendorong peneliti tertarik memberikan psikoterapi kelompok untuk

melengkapi terapi SEFT secara individual pada penderita kanker serviks dalam

mengatasi stresnya.

Penelitian Sugih Wijayati, Dkk 2020 menunjukkan bahwa pada pasien

kanker serviks memiliki tingkat depresi yang tinggi. Secara fisik stres dapat

menyebabkan ketidakseimbangan kimia tubuh seperti adrenalin, epinephrin dan


42

nor epineprin. Kondisi ini terjadi akibat gangguan keseimbangan sistem energi

tubuh dan peningkatan aktifitas sistem saraf simpatis. Pasien yang mengalami

stres membutuhkan intervensi keperawatan agar pasien dapat menjalani

kehidupannya dengan nyaman. Selama ini intervensi keperawatan di Indonesia

dalam mengatasi stres yang digunakan lebih banyak dalam bentuk psikoterapi,

teknik relaksasi ataupun distraksi. Namun seiring perkembangan zaman dan

meningkatnya kebutuhan pelayanan kesehatan, maka dikembangkan terapi

komplementer untuk mengatasi stres. Terapi komplementer dalam keperawatan

bukanlah hal yang baru.

Florence Nightingale menyatakan telah menggunakan terapi

komplementer dalam perawatan pasien, diantaranya terapi musik untuk

perawatan holistik pasien. Seiring berjalannya waktu, Internasional Council of

Nurses Project dan National Intervention Classification Project memasukkan

terapi komplementer ke dalam intervensi keperawatan, meliputi terapi music,

imagery, progressive muscle relaxation, journaling, reminiscence dan massage

(Hidayati et al.,2012).

2.3. Jenis Rumah Sakit dan Pelayanan Kanker

1. Jenis Rumah Sakit

Berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit dikategorikan menjadi dua

yaitu Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus. Sedangkan berdasarkan

pengelolaannya, rumah sakit dibagi menjadi rumah sakit publik dan rumah sakit

privat. (UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit)


43

2. Jenis Pelayanan Kanker

Berdasarkan jenis pelayanannya, pelayanan kesehatan kanker

diklasifikasikan menjadi:

a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer) adalah pemeriksaan

dan atau tindakan medik dasar di bidang kesehatan (praktik mandiri,

klinik pratama dan puskesmas).

b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (sekunder) adalah pemeriksaan

dan atau tindakan medik spesialistik di bidang kesehatan dilakukan oleh

dokter spesialis (Klinik Utama, RS Tipe D, RS Tipe C dan RS Tipe B)

(MENKES 2010)

c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tersier) adalah pemeriksaan dan

atau tindakan medik subspesialistik di bidang kesehatan dilakukan oleh

dokter subspesialis di bidang tersebut atau tindakan medik spesialistik

khusus onkologi (RS Tipe A).

3. Klasifikasi Rumah Sakit dan Pelayanan Kanker

Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan

berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanannya. Klasifikasi Rumah Sakit

Umum terdiri dari :

a. Rumah Sakit umum kelas A

Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik

Spesialis Dasar, 5 (lima) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas)


44

Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub

Spesialis. Jumlah tempat tidur minimal 400 (empat ratus) buah.

b. Rumah Sakit umum kelas B

Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik

Spesialis Dasar, 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan)

Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik Subspesialis

Dasar. Jumlah tempat tidur minimal 200 (dua ratus) buah (MENKES 2010).

c. Rumah Sakit umum kelas C

Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik

Spesialis Dasar dan 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik. Jumlah

tempat tidur minimal 100 (seratus) buah.

d. Rumah Sakit umum kelas D

Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis

Dasar. Jumlah tempat tidur minimal 50 (lima puluh) buah.

Rumah Sakit Khusus memiliki kriteria:

1. Klasifikasi dari unsur Sumber Daya Manusia (SDM) meliputi ketersediaan

SDM pada Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik Spesialis sesuai

kekhususannya, Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan Spesialis

Penunjang Medik, Pelayanan Keperawatan dan Penunjang Klinik.


45

2. Tata laksana meliputi tugas dan fungsi, susunan dan uraian jabatan, tata

hubungan kerja, standar operasional prosedur, hospital by laws & medical

staff by laws.

3. Rumah Sakit Khusus harus memenuhi jumlah tempat tidur sesuai dengan

klasifikasinya. Penamaan Rumah Sakit Khusus harus mencantumkan

kekhususannya.

4. Klasifikasi Pelayanan Kanker

Klasifikasi dari unsur pelayanan kanker meliputi Pelayanan Medik

Umum, Pelayanan Gawat Darurat sesuai kekhususannya, Pelayanan Medik

Spesialis Dasar sesuai kekhususan, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik,

Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Keperawatan, Pelayanan Penunjang

Klinik, Pelayanan Penunjang Non Klinik (MENKES 2010).

.
46

Tabel 2.2 analisa picot

No Nama Judul Tahun PICOT


peniliti
Problem/populasi Intervensi Comparation Outcome Time

1 Sari Pengaruh 2019 Sampel dalam Setelah Pembanding Menunjukka Tidak


Istiqomah, Terapi Seft penelitian ini mendapatkan dalam jurnal n bahwa: dicantumka
Isnaini (Spiritual menggunakan persetujuan ini adalah n waktu
Rahmawati, Emotional teknik non responden, penelitian 1.Terdapat dari
Dewi Freedom probability kemudian yang perbedaan penelitian
Suryandar Technique sampling dengan dilakukan dilakukan oleh nilai pre
) Terhadap metode purposive pengukuran Adiputra, A. dan post
Tingkat sampling. Kriteria tingkat depresi (2015). test pada
Depresi inklusi penelitian pada ibu Pengaruh kelompok
Pasien ini, ibu rumah rumah tangga Terapi perlakuan
Kanker tangga dengan HIV dengan HIV Spiritual dengan p
Serviks Di yang beragama pada kelompok Emotional value
Rsud Dr. islam, bersedia intervensi Freedom =0,000
Moewardi menjadi responden, maupun Technique
dapat membaca kelompok Terhadap 2.Tidak
menulis. control, pada Penurunan terdapat
kelompok Tingkat perbedaan
intervensi Depresi Pada nilai pre
diberikan Pasien dan post
intervensi Hemodilisa di test pada
SEFT RSUD kelompok
sebanyak 4 Ungaran. kontrol
kali. Pada Dengan hasil dengan p
47

akhir sesi penelitian value=1,00


dilakukan yang 0
pengukuran menyatakan
kembali bahwa 3.Terdapat
tingkat depresi terdapat pengaruh
pada kelompok perubahan SEFT
intervensi yang terhadap
maupun signifikan tingkat
kelompok terhadap depresi
control tingkat depresi pada
pada pasien kanker
hemodialisa serviks
yang
menjalani
kemoterapi
dengan p
value
=0,000
2 Desmaniarti Spiritual 2014 Sampel dalam Kelompok Pembanding Hasil Tidak
, Z. dan Emotional penelitian ini perlakuan dalam jurnal independent dicantumka
Nani Freedom adalah pasien mendapatkan ini adalah t-test n waktu
Avianti Technique kanker 68 orang bimbingan kelompok menunjukkan dari
(SEFT) yang terbagi dalam SEFT secara perlakukan bahwa SEFT penelitian
Menurunk dua kelompok, individual dan kelompok bermakna
an Stress yaitu kelompok yang kontrol menurunkan
Pada perlakuan 34 orang berisi dengan stres pasien
Pasien dan kelompok penjelasan dilakukan kanker
Kanker kontrol 34 orang tentang independent t- serviks
Serviks pengertian, test dengan
48

tujuan dan perbedaan


manfaat SEFT rerata selisih
untuk pasien pre-posttest
kanker serviks. sebesar
Dalam SEFT, 18,02, p-
peneliti value 0,000
menekankan (95 % CI
bahwa peneliti 14,117-
dan pasien 21,882).
hanya
berusaha,
sedangkan
perasaan
tenang serta
kesembuhan
hanya
diperoleh dari
Tuhan Yang
Maha Kuasa;
disertai
keyakinan
penuh bahwa
hanya
Allah/Tuhan
yang
menenangkan
dan
menyembuhka
n. Peneliti juga
49

menekankan
bahwa
keberhasilan
SEFT sangat
tergantung dari
“keikhlasan”
menerima
kondisi yang
dihadapi dan
“kepasrahan”
pada Yang
Maha Kuasa.
Langkah
berikutnya
responden
diminta untuk
mengikuti
instruksi
peneliti
diawali dengan
meminta
responden
berdoa,
dilanjutkan
dengan latihan
inti SEFT yang
terdiri dari the
set-up, the
tune-in, the
50

tapping
3 Sugih Pengaruh 2020 Mengambil sampel Menggunakan Tidak ada Terdapat Tidak
wijayati, Terapi yang sesuai dengan skala depresi kelompok pengaruh dicantumka
Suci Abrelia Spiritual kriteria retriksi Back pembanding terapi SEFT n waktu
Fitriyanti, Emotional sampel dari Depression terhdap dari
Arwani Freedom populasi tertentu Index sebelum penurunan penelitian
Technique yang paling mudah dilakukan tingkat
(SEFT) dijangkau atau terapi SEFT depresi
Terhadap didapatkan. Jumlah kanker
Penurunan sampel yang serviks di
Tingkat digunakan RSUD Dr.
Depresi sebanyak 33 Moewardi
Pada responden Surakarta
Pasien
Kanker
Serviks
51

2.4. Kerangka Konsep

Konsep pada penelitian ini disusun berdasarkan teori yang telah

diuraikan pada bab tinjauan pustaka. Kerangka konsep penelitian digambarkan

dalam skema berikut:


Komponen kebutuhan spiritual:

Kanker Ginekologi a. Kebutuhan beragama


b. Kedamaian
c. Keberadaan atau eksistensi diri
d. Memberi
52

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penerapan ini adalah studi kasus.

Penerapan metode dilakukan secara mendalam terhadap suatu keadaan ataun

kondisi dengan cara sistematis mulai dari melakukan pengamatan,

pengumpulan data, analisis informasi dan pelaporan hasill (Nursalam,2020).

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

praksperimental dengan rancangan pre-test dan posttest design. Pasien sebagai

responden dipilih sebanyak 3 pasien RSUD Zainoel Abidin Kota Banda Aceh

dengan menggunakan metode nonprobability sampling yaitu purposive

sampling dimana pasien dipilih berdasarkan kriteria inklusi yaitu pasien kanker

serviks stadium II, mampu mendengar, sedang menjalani kemoterapi, dan

mampu berkomunikasi dengan baik. Kemudian diberikan kuesioner kepada

responden sebagai pre-test, kemudian diberikan terapi dengan penerapan terapi

SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) yang akan dilakukan pada

pasien yang mengalami kanker serviks dengan cara menggabungkan sistem

energi tubuh dan terapi spiritualitas dengan metode tapping pada 18 titik kunci

di sepanjang 12 jalur energi tubuh. Setelah dilakukan terapi SEFT selama 7 hari

kemudian diberikan kuesioner kembali sebagai post test untuk mengetahui

perubahan spiritualitas pasien sebelum dan sesudah diberikan terapi SEFT.


53

3.2 Subjek Studi kasus

Subjek yang dilibatkan dalam penerapan ini ditetapkan melalui teknik

purposive sampling dimana responden yang dilibatkan ditentukan berdasarkan

kriteria-kriteria inklusi yang telah ditetapkan. Subjek kasus ini melibatkan

pasien dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi

a) Pasien terdiagnosa kanker servisk staduim II

b) Pasien yang sedang menjalani kemoterapi

c) Mampu mendengar

d) Pasien yang mampu berkomunikasi dengan baik (kooperatif)

b. Kriteria Ekslusi

a) Pasien tirah baring yang sudah terdapat dekubitus

b) Pasien yang menolak jadi responden

3.3 Lokasi dan Waktu Studi Kasus

1. Lokasi Penerapan EBNP

Studi kasus ini dilakukan di Ruangan Poli Kandungan RSUD Zainoel Abidin

Banda Aceh.

2. Waktu

Penerapan Evidance Based Practice Nursing dilakukan selama 7 hari yaitu

pada tanggal 26-2 Desember 2022 sebanyak 5 kali pertemuan. Sukesi Niken,

2020 pada penelitiannya melakukan metode SEFT pada penderita kanker

sebanyak 5 kali pertemuan.


54

3.4 Fokus Studi Kasus

Fokus studi kasus dalam penerapan ini adalah pemenuhan kebutuhan

spiritual menggunakan metode SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique).

yaitu merupakan teknik terapi yang menggabungkan sistem energi tubuh dan terapi

spiritualitas dengan metode tapping pada 17 titik kunci di sepanjang 12 jalur energi

tubuh.

3.5 Definisi Oprasional

Variabel Definisi Parameter Instrumen Skala Skor


Operasional
Variabel Kanker 1. Pengkajian Format - -
dependen ginekologi 2. Pengumpulan pengkajian
pasien merupakan data asuhan
dengan kanker yang 3. Intervensi keperawata
kanker menyerang 4. Implentasi n gangguan
ginekologi organ 5. Evaluasi reproduksi
(kanker reproduksi
serviks) wanita yang
disebabkan
karena adanya
pertumbuhan
sel abnormal
(Aziz, 2014).
Variabel SEFT(Spiritual 1. The Set Up SOP - -
independen Emotional 2. The Tune In
Terapi Freedom 3. The Tapping
SEFT Technique) (Zainuddin,
(Spiritual adalah tehnik 2012).
Emotional relaksasi yang
55

Freedom memadukan
Technique) energi
psikologi dan
spiritualitas.

3.6 Instrumen Studi Kasus

Dalam pengumpulan data, selalu diperlukan suatu alat yang disebut

instrumen pengumpulan data. Jenis instrumen yang dapat dipergunakan dapat

diklasifikasikan menjadi 5 bagian, yaitu meliputi pengukuran (1) biofisiologis,

(2) observasi, (3) wawancara, (4) kuesioner, dan (5) skala (Nursalam, 2014).

Pelaksanaan penelitian diawali dengan mengidentifikasi pasien kanker serviks

yang akan dijadikan responden penelitian, yaitu dengan mengeksplor semua

perasaan emosi negatif atau gejala stres yang pasien alami. Kemudian pasien

mendapatkan bimbingan SEFT secara individual yang berisi penjelasan tentang

pengertian, tujuan dan manfaat SEFT untuk pasien kanker serviks. Dalam

SEFT, peneliti menekankan bahwa peneliti dan pasien hanya berusaha,

sedangkan perasaan tenang serta kesembuhan hanya diperoleh dari Tuhan Yang

Maha Kuasa; disertai keyakinan penuh bahwa hanya Allah/Tuhan yang

menenangkan dan menyembuhkan. Peneliti juga menekankan bahwa

keberhasilan SEFT sangat tergantung dari “keikhlasan” menerima kondisi yang

dihadapi dan “kepasrahan” pada Yang Maha Kuasa. Langkah berikutnya

responden diminta untuk mengikuti instruksi peneliti diawali dengan meminta

responden berdoa, dilanjutkan dengan latihan inti SEFT yang terdiri dari the

set-up, the tune-in, the tapping menggunakan SOP (Zainudin, 2008).


56

3.7 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penerapan ini

adalah analitik observasional. Sampel yang dipilih harus memenuhi kriteria

inklusi pada klien yang dirawat di ruang Ginekologi RSUD Zainoel Abidin.

Kemudian data diperoleh dari kuesioner pemenuhan spiritual yang telah di uji

validitas dan reliabilitas oleh Endang Jois Quartin Sinaga (2019), dan

melakukan terapi SEFT sesuai SOP (Standar operasional prosedur). Adapun

tahapannya adalah sebagai berikut (Dian Siti Nurjannah, dkk. 2022).

a. Meminta izin kepada kepala ruangan dan pembimbing klinik untuk

melakukan penilitian di ruangan poli kandungan.

b. Penulis menentukan calon responden sebanyak 3 pasien dengan kriteria

inklusi. Selanjutnya menjelaskan tujuan pemberian intervensi,

kerahasian serta hak responden untuk menolak keikutsertaan dalam

tindakan yang akan diberikan bila tidak bersedia untuk berpartisipasi.

c. Kemudian jika pasien bersedia memberikan informed consent terhadap

calon responden. Penulis dibantu enumenator untuk dokumentasi

tindakan yang dilakukan, manfaat informed consent untuk menghindari

adanya responden yang mengundurkan diri selama studi kasus

berlangsung.

d. Setelah responden menandatangani lembar persetujuan, maka penulis

akan mewawancarai/mengkaji responden. Data yang diperlakukan

didapat dari wawancara antara lain seperti identitas klien dan keluarga,

keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,


57

riwayat kesehatan keluarga serta pengetahuan mengenai penyakit

kanker serviks. Data diperoleh melalui wawancara tidak terstruktur

dimana penulis bertanya secara bebas kepada responden (Medina

Chodijah, 2018), dan pemberian kuesioner kepada pasien ataupun

keluarga yang bersangkutan dengan pasien.

e. Kemudian dilanjutkan dengan intervensi berupa pemberian terapi SEFT.


Dimulai dengan menanyakan perasaan pasien, meminta pasien untuk

mengeluarkan energi negatif, kemudian dimulai dengan set up dimana

pasien diminta untuk berdoa dengan mengikuti kata-kata “Ya allah,

meskipun saya merasa gelisah dengan penyakit kanker yang saya derita,

tetapi saya ikhlas menerima penyakit ini dan saya pasrahkan semua

penyakit ini kepada enggkau ya Allah.” Sambil meminta pasien untuk

menekan dada tepatnya di bagian “score spot” (titik nyeri = daerah

disekitar dada atas yang jika ditekan terasa agak sakit) atau mengetuk

dengan dua ujung jari di bagian “karate chop”. Kemudian memasuki

tahap tune in, pasien diminta untuk mengucapkan “Ya Allah saya ikhlas

menerima sakit saya ini dan saya pasrahkan pada-Mu kesembuhan

saya”. Sambil melakukan 18 gerakan the tapping seperti pada gambar

2.1. Setelah menyelesaikan gerakan ke 18 yaitu gamut procedure,

langkah terakhir adalah mengulangi lagi tapping dari titik pertama

hingga ke-17 (berakhir di karate chop). Kemudian diakhiri dengan

mengambil nafas panjang dan menghembuskannya, sambil mengucap


58

rasa syukur “Ya Allah terimaksih atas nikmat dan rahmat yang telah

engkau berikan kepadaku ya Allah”.

f. Selanjutnya penulis melakukan evaluasi tentang terapi SEFT dengan

melakukan wawancara dan pemberian kuesioner terhadap pasien.

g. Mengakhiri pertemuan setelah mengumpulkan data dan intervensi.

3.8 Analisa Data dan Penyajian Data

Data yang telah terkumpul diolah dan dianalisis menggunakan statistik

univariat, menggunakan mean dan standar deviasi untuk melihat rerata skor

spiritualitas pasien sebelum dan sesudah intervensi menggunakan metode SEFT.

Kemudian data dipersentasekan dan disajikan dalam bentuk tabel. Hasil dari

rerata skor yang diperoleh dijelaskan dan disimpulkan sehingga dapat diketahui

metode SEFT berguna atau tidak digunakan pada pasien. Hasil dari perhitungan

jawaban responden pada kuesioner kemudian dikategorikan menjadi 3 yaitu,

rendah, sedang dan baik (Azwar, 2012)

Rendah X < M – 1SD


Sedang M – 1SD < X < M + 1SD
Tinggi M + 1SD < X
Dimana:

M : Mean (rata-rata skor)

SD : Standar deviasi (jarak antar data ke rata-rata)

Pada penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat ukur pada

responden yang memuat 14 butir item dan skala 1 – 4 sebagai nilai (Lampiran

1). Maka diperoleh kategori sebagai berikut.


59

Rendah < 28
Sedang 28 < Sedang < 42
Tinggi ≥ 42
3.9 Etika Penelitian

Secara umum, prisip etika dalam penelitian/pengumpulan data dapat

dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak

subjek, dan prinsip keadilan (Nursalam, 2017). Dalam etika penelitian seorang

peneliti harus memahami betul etik penelitian agar saat dilakukan penelitian

tidak akan melanggar hak-hak manusia sebagai subjek penelitian. Adapun etika

penelitian tersebut yaitu :

1. Informed consent (Penjelasan dan persetujuan)

Pada saat penelitian, peneliti wajib memberikan lembar informed consent

serta menjelaskan tujuan dari penelitian kepada pasien. Selain itu peneliti

juga menjelaskan bahwa penelitian ini tidak menimbulkan kerugian hanya

saja responden akan meluangkan waktu untuk penelitian. Setelah responden

setuju, maka responden menandatangani lembar Informed consent dan

artinya bersedia menjadi responden.

2. Confidentiality (Kerahasiaan)

Informasi yang telah diberikan oleh responden kepada peneliti yang tertuang

dalam data hanya akan diketahui oleh responden dan peneliti, sehingga

kerahasiaan responden akan tetap terjaga.

3. Justice (Keadilan)
60

Semua responden yang terlibat dalam penelitian ini akan diperlaukan secara

adil dan diberi hak yang sama oleh peneliti.


61

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Profil Lahan Praktik

Karya ilmiah ners pada kasus penerapan Spiritual Emotional Freedom

Technique (SEFT) dalam pelayanan keperawatan maternitas pasien kanker

ginekologi (Kanker Serviks), dilakukan pada tiga 3 pasien kanker serviks yaitu

Ny.A, Ny. S, Ny. D yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin di Kota

Banda Aceh.

4.2. Proses Keperawatan

4.2.1. Pengkajian

Hasil pengkajian terhadap 3 pasien yaitu Ny. R, Ny. K, dan Ny. J yang

dilaksanakan pada tanggal 26 desember 2022 – 2 Januari 2023 sebanyak 5 kali

pertemuan. Dimana pertemuan pertama yaitu di poli kandungan RSUD Zainoel

Abidin Kota Banda Aceh, kemudian pertemuan kedua hingga kelima dilaukan di

rumah pasien di Kota Banda Aceh. Hasil pengkajian data diuraikan sebagai

berikut.

1. Pasien 1

Nama : Ny. R

Umur : 25 tahun

Alamat : Banda Aceh

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta
62

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum kawin

Penanggung Jawab : Orang tua

Riwayat Kesehatan : Sebelumnya pernah mengalami riwayat benjolan di

bagian payudara kurang lebih 2 tahun yang lalu.

Saat perkenalan awal dengan Ny. R merasa malu, enggan untuk bicara

dan merasa cemas yang berlebih. Ny. R mengutarakan bahwa beliau saat ini

hanya bisa pasrah dengan penyakit yang di derita dan berharap akan

kesembuhan dan dapat beraktifitas kembali dengan normal.

2. Pasien 2

Nama : Ny. K

Umur : 61 Tahun

Alamat : Banda Aceh

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Pensiunan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Cerai mati

Penanggung Jawab : Keluarga

Riwayat Kesehatan : sebelumnya pasien menderita asam lambung.

Pasien saat diwawancara merasa putus asa dan malu karena faktor

usia yang sudah lanjut menderita penyakit kronis. Ny. K mengutarakan

kegiatan sehari-hari setelah mengetahui menderita kanker serviks adalah

lebih banyak beribadah dengan cara berzikir dan berdoa.


63

3. Pasien 3

Nama : Ny. J

Umur : 57 tahun

Alamat : Banda Aceh

Pendidikan : S1

Pekerjaan : PNS

Agama : Islam

Status Perkawinan : Kawin

Penanggung Jawab : Keluarga

Riwayat Kesehatan : Sebelumnya pasien mengeluh sering merasa pusing

dan sakit dibagian bawah perut.

Saat dilakukan wawancara awal pasien lebih terbuka dan pasrah

terhadap keadaan yang dialami. Ny. J juga mengatakan penyakit yang di

derita ini adalah pemberian oleh sang pencipta maka ia hanya bisa berdoa

untuk kesembuhan.

4.2.2. Diagnosa Keperawatan

Setelah dilakukan pengkajian terhadap pasien dan diberikan asuhan

keperawatan berupa pemberian edukasi mengenai metode SEFT, tujuan dan

manfaat dari terapi dengan metode SEFT. Kemudian pasien diminta

ketersediaan untuk menjadi responden dalam penelitian ini dengan menberikan

intervensi terapi SEFT. Setelah pasien bersedia kemudia diberikan kuesioner

guna mengukur tingkat spiritual pasien sebelum diberikan intervensi metode

SEFT.
64

Tabel 4.1. Klasifikasi tingkat spiritual pasien kanker serviks.

Nilai
Pasien Kategori Diagnosa
Spiritual
Kanker Serviks
Ny R 40 Sedang
Stadium II
Kanker Serviks
Ny K 43 Baik
Stadium II
Kanker Serviks
Ny J 40 Sedang
Stadium II

Berdasarkan Tabel 4.1 diatas diperoleh hasil bahwa passien Ny. R

memiliki tingkat spiritual yang sedang dengan komulatif nilai spiritual yang

diperoleh adalah sebesar 40, hal ini dapat disebabkan oleh karena faktor usia Ny.

R yang tergolong usia muda sehingga belum menerima akan keadaan yang

dialami saat ini. Ny. K memiliki tingkat spiritual dengan kategori baik dengan

komulatif nilai spiritual yang diperileh adalah sebesar 43, hal ini dapat

disebabkan oleh faktor usia yang sudah lanjut serta status perkawinan cerai mati,

dimana Ny. K dapat lebih menerima keadaan yang dialami karena tidak ada

tanggung jawab yang dijalankan sebagai seorang istri ataupun bekerja, sehingga

lebih ikhlas untuk menerima keaadaan. Ny. J memperoleh nilai spiritual dengan

kategori sedang dengan komulatif nilai spiritual yang diperoleh adalah sebesar

40, hal ini dapat disebabkan oleh status sebagai seorang istri yang memiliki

tanggung jawab terhadap suami dan juga anak.

4.2.3. Intervensi

Setelah dilakukan wawancara terhadap pasien, rencana intervensi

keperawatan yang diberikan kepada ketiga pasien kanker serviks yang

berhubungan dengan keluhan yang dialami pasien adalah penerapan terapi SEFT
65

(Spiritual Emotional Freedom Technique). Terapi SEFT bermanfaat guna

meningkatkan spiritual pasien dengan mengurangi rasa cemas dan membuat

perasaan lebih menerima keadaan yang dialami, sehingga lebih mendekatkan

diri kepada sang pencipta.

Penerapan terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) pada

pasien kanker terbukti dapat menurunkan rasa sakit pada pasien kanker sehingga

dapat lebih menerima diri dan keadaan yang dialami (Sukesi Niken, dkk, 2020).

4.2.4. Implementasi

Implementasi dilakukan dengan melakukan observasi kepada pasien

kanker srviks yang menjadi responden. Kemudian pada pertemuan pertama

memberikan kuesioner sebagai alat ukur tingkat spiritual dari pasien yang

menjadi responden sebelum melakukan terapi SEFT. Kemudian pada pertemuan

ke 5 setelah melakukan terapi SEFT sebanyak 5 kali kembali diberikan

kuesioner kepada responden sebagai alat ukur tingkat spiritual setelah

melakukan terapi SEFT. Penerapan terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom

Technique) dilakukan sesuai SOP yang dilakukan 1 kali dalam 1 hari, dan

dilakukan di tempat yang tenang yang hanya ada pasien penulis dan enumerator.

Respon yang diberikan responden berbeda-beda, pada saat memulai

pelaksanaan terapi SEFT pada saat melakukan set up responden diminta untuk

mengeluarkan energi negatif yang dirasa. Ny. R mengatakan “saya merasa tidak

mempunyai masa depan karena penyakit ini, pasti tidak ada yang mau

menerima saya sebagai pendamping hidup”. Respon yang diberikan Ny. K

adalah “saya merasa menderita dengan penyakit ini”. Respon dari Ny. J adalah
66

“Saya merasa malu dan kesakitan dengan penyakit ini”.

kemudian penulis mintai kepada responden untuk mengikuti kata-kata

“Ya allah, meskipun saya merasa gelisah dengan penyakit kanker yang saya

derita, tetapi saya ikhlas menerima penyakit ini dan saya pasrahkan semua

penyakit ini kepada enggkau ya Allah.” Sambil meminta pasien untuk menekan

dada tepatnya di bagian “score spot” (titik nyeri = daerah disekitar dada atas

yang jika ditekan terasa agak sakit) atau mengetuk dengan dua ujung jari di

bagian “karate chop”. Kemudian memsuki tahap tune in pasien diminta untuk

mengucapkan “Ya Allah saya ikhlas menerima sakit saya ini dan saya pasrahkan

pada-Mu kesembuhan saya”. Sambil melakukan 18 gerakan the tapping seperti

pada gambar 2.1. Setelah menyelesaikan gerakan ke 18 yaitu gamut procedure,

langkah terakhir adalah mengulangi lagi tapping dari titik pertama hingga ke-17

(berakhir di karate chop). Kemudian diakhiri dengan mengambil nafas panjang

dan menghembuskannya, sambil mengucap rasa syukur “Ya Allah terimaksih

atas nikmat dan rahmat yang telah engkau berikan kepadaku ya Allah”.

Pelaksanaan set up, tune in, the tapping diberikan dengan perlakuan yang

sama pada ketiga responden sebanyak 5 kali. Pada visit ke 5 pada saat diminta

utuk mengeluarkan energi negatif respon yang diberikan oleh Ny. R adalah

“saya pasrah dengan keadaan”, respoon Ny. K “saya pasrah dan tidak tau harus

mengeluarkan energi negatif apa lagi”, respon Ny. J “saya sakit tapi saya pasrah

sama Allah”.

Pada saat pelaksanaan terapi SEFT tidak terdapat kendala yang spesifik,

dikarenakan sebelum dilakukan terapi pada pasien, penulis telah mmeperoleh


67

izin yang disertai kontrak yang telah disepakati oleh pasien yang menjadi

responden.

4.3. Hasil Penerapan Tindakan Keperawatan

Hasil tingkat spiritual sebelum dan sesudah dilakukan penerapan terapi SEFT

(Spiritual Emotional Freedom Technique) pada pasien kanker serviks di RSUD

Zainoel Abidin Kota banda Aceh adalah sebagai berikut.

Tabel 4.2 Tingkat Spiritual Sebelum dan Sesudah Terapi

Visit 1 Visit 5
Sebelum Sesudah
Nilai Nilai Diagnosa
Kategori Kategori
Spiritual Spiritual
Kanker Serviks
Ny R 40 Sedang 50 Baik
Stadium II
Kanker Serviks
Ny K 43 Baik 52 Baik
Stadium II
Kanker Serviks
Ny J 40 Sedang 48 Sedang
Stadium II

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada ketiga responden selama 5

kali diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.2. yang diketahui bahwa, Ny R sebelum

dilakukan terapi SEFT memperoleh nilai spiritual sebesar 40 dengan kategori

sedang. Kemudian setelah dilakukan terapi SEFT selama 5 kali memperoleh hasil

nilai spiritual meningkat menjadi sebesar 50 dengan Kategori baik.

Ny. K sebelum dilakukan terapi SEFT memperoleh nilai spiritual sebesar 43

dengan kategori baik. Kemudian setelah dilakukan terapi SEFT selama 5 kali

memperoleh hasil nilai spiritual meningkat menjadi sebesar 50 dengan Kategori

baik.
68

Ny. J sebelum dilakukan terapi SEFT memperoleh nilai spiritual sebesar 40

dengan kategori sedang. Kemudian setelah dilakukan terapi SEFT selama 5 kali

memperoleh hasil nilai spiritual meningkat menjadi sebesar 48 dengan Kategori

baik.

4.4. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pasien berusia 25 hingga 61

tahun. Dimana usia tersebut merupakan usia dewasa hingga lansia (WHO, 2009).

Sari Istiqomah, dkk (2018) menyebutkan pada penelitiannya bahwa pasien yang

terkena kanker serviks berusia 18 – 65 tahun dengan di dominasi oleh usia 41 – 65

tahun. Berdasarkan usia pasien yang terkena kanker serviks WHO memberikan

rekomendasi kepada wanita usia 30 tahun ke atas untuk melakukan tes HPV tiap 5-

10 tahun sekali dan wanita usia 25 tahun ke atas dengan HIV melakukan akses

pemeriksaan HPV tiap 3-5 tahun sekali (WHO, 2022). Papsmear direkomendasikan

untuk wanita usia 25-65 tahun tiap 3 tahun sekali (American Cancer society, 2022).

Dilihat dari tempat tinggal pasien berada di wilayah perkotaan, dimana dapat

kita lihat penyebaran angka penderita kanker serviks lebih banyak di wilayah

perkotaan. Dimana wilayah perkotaan lebih banyak polusi dan ketersediaan jajanan

makan yang kurang baik bagi kesehatan. Menurut Yayasan Kanker Indonesia

(YKI), salah satu penyebab tinggibya kasus kanker di Indonesia adalah kondisi

lingkungan yang terus menghasilkan bahan karsinogenik, seperti rokok, daging

olahan dan sebagainya. Penyebab lain juga mempengaruhi seperti kebiasaan

bergadang, kurang olahraga dan makan terlalu banyak (Kemenkes, 2022).


69

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebanyak 5 kali pada setiap

responden, diperoleh hasil pada Ny. R mengeluarkan energi negatif di hari pertama

yaitu mengenai kecemasan akan masa depan karena penyakit yang di derita. Hal ini

dapat disebabkan karena status yang belum menikah juga karena usia yang

tergolong masih muda. Ny. R selama terapi menunjukkan respon yang positif

dimana Ny. R sangat kooperatif mengikuti langkah yang diajarkan serta

menunjukkan wajah yang lebih ceria pada pertemuan ketiga hingga pertemuan

kelima berbeda pada pertemuan pertama Ny. R terlihat sangat murung. Pada saat

wawancara dengan keluarga yaitu orang tua Ny. R mengatakan sangat mendukung

kegiatan terapi ini karna menunjukkan hasil yang baik dimana Ny. R bersikap lebih

percaya diri, kegiatan ibadah juga lebih rajin. Berdasarkan hasil jawaban dari

kuesioner juga menunjukkan hasil yang positif, dimana terjadi peningkatan dari

kategori tingkat spiritual sedang menjadi tingkat spiritual baik. Peningkatan skor

juga cukup signifikan dimana penambahan 10 poin, dimana penambahan paling

signifikan terjadi pada parameter hubungan dengan diri sendiri dan hubungan

dengan tuhan. Dan pada saat melakukan wawancara mengenai keadaan pasien pada

pertemuan kedua hingga pertemuan kelima Ny. R mengaku merasa lebih tenang

dan lebih bisa menerima diri, serta Ny. R mengaku melakukan terapi secara

mandiri pada saat malam hari sebelum tidur sehingga membuat tidurnya lebih

nyenyak.

Ny. K saat mengeluarkan energi negatif di hari pertama yaitu mengenai

penderitaan mengalami penyakit yang di derita. Hal ini dapat di sebabkan karena

status sebagai janda cerai mati dimana Ny. K mengaku saat wawancara kadang
70

membutuhkan teman untuk berbagi keluh kesah. Ny. K selama terapi menunjukkan

respon yang sangat positif dimana Ny. K sangat kooperatif mengikuti langkah yang

diajarkan serta menunjukkan wajah yang ceria pada pertemuan pertama hingga

pertemuan kelima. Hasil wawancara dengan keluarganya yaitu anaknya

mengatakan bahwa Ny. K selalu semangat kalau akan melakukan terapi dan pada

sore hari setelah solat ashar sangat antusias meminta bantuan untuk

mendampinginya terapi, berdasarkan penuturan anak Ny. K juga sangat

mendukung pelaksanaan terapi SEFT. Berdasarkan hasil jawaban dari kuesioner

juga menunjukkan hasil yang positif, dimana terjadi peningkatan dari nilai tingkat

spiritual 43 menjadi 52 dengan tingkat spiritual baik. Peningkatan skor cukup

signifikan dimana penambahan 9 poin, dimana penambahan paling signifikan

terjadi pada parameter hubungan dengan sesama dan hubungan dengan tuhan. Dan

pada saat melakukan wawancara mengenai keadaan pasien pada pertemuan kedua

hingga pertemuan kelima Ny. K mengaku merasa lebih tenang dan lebih bisa

menerima diri, serta Ny. K mengaku melakukan terapi secara mandiri dibantu oleh

anak dari Ny. K.

Ny. J saat mengeluarkan energi negatif di hari pertama yaitu mengenai

kesakitan dan rasa malu akibat penyakit yang di derita. Hal ini dapat di sebabkan

karena status sebagai seorang istri dan ibu serta malu di lingkungan pekerjaan,

dimana Ny. J mengaku saat wawancara merasa malu dengan lingkungan sehingga

memutuskan untuk tidak bergaul dengan lingkungan sekitar. Ny. J selama terapi

menunjukkan respon yang positif dimana Ny. J sangat kooperatif mengikuti

langkah yang diajarkan serta menunjukkan wajah yang ceria pada pertemuan kedua
71

hingga pertemuan kelima. Berdasarkan hasil jawaban dari kuesioner juga

menunjukkan hasil yang positif, dimana terjadi peningkatan dari nilai tingkat

spiritual sedang menjadi tingkat spiritual baik. Peningkatan skor cukup signifikan

dimana penambahan 8 poin, dimana penambahan paling signifikan terjadi pada

parameter hubungan dengan diri sendiri dan hubungan dengan tuhan. Dan pada saat

melakukan wawancara mengenai keadaan pasien pada pertemuan kedua hingga

pertemuan kelima Ny. J mengaku merasa lebih tenang dan lebih bisa menerima diri

dan lebih banyak berdoa, serta Ny. J mengaku melakukan terapi secara mandiri

dibantu oleh anak dan juga suami. Suami dari Ny. J sangat mendukung pelaksanaan

terapi SEFT hal ini diutarakan pada saat wawancara dengan suami Ny. J karena

istrinya menjadi lebih percaya diri dan pada saat malam tidurnya menjadi lebih

nyenyak.

Penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukesi Niken, dkk

(2020) yang menggunakan metode SEFT untuk terapi pada pasien penderita kanker

dengan 5 kali pertemuan, dengan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terapi

SEFT berpengaruh signifikan dalam menurunkan rasa sakit pada pasien kanker

sehingga memberi perasaan tenang pada pasien. Sugih Wijayati, dkk (2020)

menggunakan metode SEFT dalam penelitiannya terhadap pasien kanker serviks

dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pasien kanker serviks setelah

dilakukan terapi SEFT mengalami penurunan stress dan menetralisir segala

ketegangan dalam dirinya.

Sari Istiqomah, dkk (2018) mengungkapkan pada penelitiannya penerapan

terapi SEFT pada pasien kanker serviks menurunkan kadar cemas pada pasien.
72

Berdasarkan hasil penelitian Rahmawati (2016) serangkaian prosedur SEFT

melalui penggabungan energy phsycology dapat membantu menurunkan tingkat

kecemasan pada pasien. Desmaniarti Z, dkk (2014) menungkapkan pada

penelitiannya bahwa terapi SEFT berpengaruh signifikan pada penurunan depresi

dan kecemasan pada penderita penyakit kanker serviks.

Karolin Adhisty, dkk (2019) mengungkapkan pada penelitiannya pasien

sebelum dilakukan terapi SEFT memiliki tingkat stress berat dan cukup berat,

kemudian setelah diterapkan terapi SEFT tingkat stress menurun menjadi stress

ringan dan stress. Dewi Musfira Hasal, dkk. (2021) menyatakan dalam

penelitiannya bahwa terapi SEFT berpengaruh signifikan dalam menurunkan

tingkat kecemasan pada pasien kanker. Amalia Sarnandiah Safitri, dkk (2021) pada

penelitiannya menunjukkan adanya penurunan skala nyeri dari skala sedang

menjadi ringan pada pasien kanker servik stadium IIIB dengan intervensi terapi

relaksasi nafas dalam dan terapi SEFT, rasa sakit nyeri yang dialami juga menurun

dari skala 4 menjadi skala 2.

Sri Maryatun (2021) mengungkapkan pada penelitiannya bahwa terjadi

penurunan signifikan tingkat stres sebelum dan setelah diberikan intervensi dengan

rata-rata tingkat stres semua responden penelitian sebesar 20,58 sedangkan sesudah

diberi intervensi berupa SEFT didapatkan nilai rata-rata tingkat stres seluruh

responden yaitu 11,50. Respon relaksasi yang dirasakan responden tersebut dapat

membantu meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh, meningkatkan aktivitas

sistem saraf parasimpatis serta membantu memperbaiki kualitas tidur. Rachmania,

dkk (2018) pada penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan terapi SEFT yang
73

dilakukan selama 3 hari pada pasien yaitu kecemasan pasien berkurang

dibandingkan pada hari pertama. Reka Chandra Mellenia (2022) pada penelitiannya

menunjukkan ada pengaruh terapi seft terhadap kualitas tidur pada pasien kanker.

Saat diberikan seft dapat merangsang hipofisis dan hipotalamus yang menyebabkan

penurunan horman kortisol,norepinerifin, serotonin, sehingga mempengaruhi

peningkatan hormone melatonin maka terjadi peningkatan kualitas tidur.

4.5. Implementasi Keperawatan

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa implikasi yang dapat

digunakan untuk peningkatan dalam bidang keperawatan.

1. Tenaga kesehatan (Perawat)

Meningkatkan upaya penyuluhan mengenai terapi non farmakologis Spiritual

Emotional Freedom Technique (SEFT), guna dapat mengetahui langkah –

langkah dan manfaat dari terapi SEFT. Penelitian ini dapat dijadikan acuan

untuk tindakan intervensi perawat agar diadakan penyuluhan terapi SEFT bagi

pasien kanker khususnya kanker serviks. Dengan memperhatikan hal – hal

yang dapat mendukung berlangsungnya terapi dengan efektif, seperti kondisi

ruangan pelaksanaan terapi SEFT nyaman dan kondusif, serta meyakinkan

pasien untuk mengikuti terapi SEFT.

2. Pendidikan kesehatan
74

Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan bagi therapist SEFT, dan juga

menjadi langkah awal bagi pengelola untuk merencanakan program terapi

SEFT pada pasien kanker serviks.


75

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Pengkajian pada 3 pasien kanker serviks yaitu Ny R, Ny K dan Ny J berjenis

kelamin perempuan, berusia 25 – 61 tahun.

2. Masalah keperawatan yang ditemukan pada ketiga pasien adalah kanker

serviks stadium II dengan kondisi kesehatan yang kurang baik dan

mengeluarkan energi negatif dengan perasaan malu dan pasrah, serta

kurangnya informasi penangan secara mandiri melalui terapi.

3. Intervensi yang telah dilakukan adalah terapi SEFT.

4. Implementasi yang telah dilakukan pada pasien kanker serviks berupa

penerapan terapi SEFT dengan keluhan perasaan malu, menderita, sakit, dan

depresi.

5. Hasil evaluasi diperoleh dari penerapan terapi SEFT pada Ny R sebelum

dilakukan terapi SEFT tingkat spiritual 40 dengan kategori sedang, dan setelah

melakukan terapi SEFT tingkat spiritual menjadi 50 dengan kategori baik, serta

mengatakan bahwa perasaan jauh lebih baik setelah melakukan terapi SEFT.

Pada Ny. K sebelum dilakukan terapi SEFT tingkat spiritual 43 dengan

kategori baik, dan setelah melakukan terapi SEFT tingkat spiritual menjadi 53

dengan kategori baik, serta mengatakan bahwa perasaan menjadi lebih tenang

setelah melakukan terapi SEFT. Pada Ny. J sebelum dilakukan terapi SEFT

tingkat spiritual 40 dengan kategori sedang, dan setelah melakukan terapi


76

SEFT tingkat spiritual menjadi 48 dengan kategori baik, serta mengatakan

bahwa perasaan menjadi lebih tenang setelah melakukan terapi SEFT.

5.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberika berdasarkan hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1. Bagi rumah sakit

Diharapkan agar diterapkan teknik terapi SEFT dalam bagi pasien yang ada

di rumah sakit dengan diagnose kanker terutama kanker serviks.

2. Bagi Institusi pendidikan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan pembelajaran

yang berdasarkan evidence based nursing practice untuk meningkatkan

tingkat spiritual pada pasien kaker serviks.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai refensi

pembelajaran dan melanjutkan penelitian dengan responden yang lebih

banyak serta dengan modifikasi penerapan metode SEFT pada pasien

kanker serviks.
77

DAFTAR PUSTAKA

Ah. Yusuf, dkk. 2016. Kebutuhan Spiritualitas Konsep dan Aplikasi Dalam Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Amalia Sarnandiah Safitri, machmudah machmudah. (2021). Penurunan Nyeri Dengan


Intervensi Kombinasi Terapi Relaksasi Pernafasan Dan Terapi SEFT Pada Pasien
Dengan Kanker Servik Stadium IIIB. Unimus vol 1,No 1.

American Cancer Society. (2022). Cervical Cancer. diakses pada tanggal 12/01/2023,
tersedia pada Cervical Cancer Overview | Guide To Cervical Cancer

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC

Aspiani, R. Y. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM

Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Brunner, and S. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta:
EGC.

Brahmantia, B., & Huriah, T. (2018). Pengaruh Spiritual Emotional Freedom Technique
(Seft) Terhadap Penurunan Nyeri Dan Kecemasan Pada Pasien Pasca Bedah
Transurethral Resection Prostate (Turp) Di Rsud Dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.
Jurnal Kesehatan Karya Husada, 6(2), 160-177.

Bussing , A., & Koenig, H. G. (2010). Spiritual Needs of Patients With Chronic Disease.
Religions. 1 (1), 18-27.

Bussing, A., Balzat, H., & Heusser, P. (2010). Spiritual needs of patients with chronic pain
desease and cancer-validation of the spiritual needs questionnaire. European Journal of
Medical Research, 18, 266-273

Caldeira, S., Timmins, F., Carvalho, E. C., & Vieira, M. (2017). Spiritual Well-Being and
Spiritual Distress in Cancer Patients Undergoing Chemotherapy: Utilizing the SWBQ
as Component of Holistic Nursing Diagnosis. Journal of Religion and Health, 56 (4),
1489-1502.
78

Depkes. 2019. Hari Kanker Sedunia.


https://www.depkes.go.id/article/view/19020100003/hari-kanker-sedunia-2019.html.
Dinkes tanggal 30 Oktober 2019.

Diananda, R. (2008). Mengenal Seluk Beluk Kanker. Yogyakarta: Kata Hati.

Dian Siti Nurjannah, Siti Chodijah, Arifa Nurhazizah. (2020). Terapi SEFT (Spiritual
Emotional Freedom Technique) Untuk Melepas Emosi Negatif Pada Remaja. Fakultas
Ushuluddin Kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Desmaniarti, D., Avianti, N., & Sudiyat, R. (2019, September). The Effectiveness Relaxation
Techniques and SEFT towards Children’s Stres at Rehabilitation Center for Inmate
Children Bandung. In INTERNATIONAL CONFERENCE ON
INTERPROFESSIONAL HEALTH COLLABORATION AND COMMUNITY
EMPOWERMENT (Vol. 1, No. 1, pp. 452-461).

Desmaniarti Z, Nani Avianti. (2014). Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)


Menurunkan Stres Pasien Kanker Serviks. Jurnal Ners Vol 9 (1) : 91 – 96.

Dewi Musfira H., Muriyati, Nadia Alfira. (2021). Effect Of Spiritual Emotional Freedom
Technique (SEFT) on The Decrease In Anxiety Levels In cancer Patient. Journal
Compherensive Health Care Vol 5 (2) : 73 – 80.

Endang Jois Quartin Sinaga. (2019). Hubungan Dukungan Spiritual Dengan Kualitas Hidup
Pada Lansia Di Desa Simarmata kabupaten Samosir Tahun 2019. Skripsi: Program
Studi Ners STIKES Santa Elisabeth Medan.

Faradilla dkk. 2019. Determinan Kejadian Kanker Serviks di Rumah Sakit Umum Daerah
dr.Zainoel Abidin, Provinsi Aceh. Media Libangkes.
https://doi.org/10.22435/mpk.v29il.437

Hamid, A. (2008). Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Herdman, T. H. (2016). Nanda Internasional diagnosa Keperawatan Definisi dan Klarifikasi


2015-2017 ed.10. Jakarta :EGC.
79

Karolin A., Dewi S. R., Zaleha., Dwi M., Winni A. P., Indah A., Selvi D. Y. (2019) TERAPI
KOMPLEMENTER: TERAPI SEFT PADA STRESS DAN ADAPTASI PASIEN
KANKER OVARIUM. Palembang: Seminar Nasional Keperawatan.

Kozier, B., Erb, G., Berman. A., & Snyder, S. J. (2010). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan (7 ed). ( E Wahyuningsih, D. Yulianti, Y. Yuningsih, & A. Lusyana,
Trans). Jakarta: EGC

Komariah, M., & Ibrahim, K. (2019). Training dan Coaching pada Pasien Kanker Payudara
untuk Meningkatkan Kesehatan Melakukan Praktek Keagamaan. Media Karya
Kesehatan, 2(2).

Medina Chodijah, Diagnostika. (Bandung: Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati,
2018), 51.

Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.

Mujiyati, Adiputra Sofwan. 2019. Symbolic Experiental Therapy (SEFT) Pada Konseling
Keluarga. Prosiding SNBK Vol.3 No.1.

NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi Edisi 10. Jakarta: EGC.

National Care Institute. (2015b). Spiritual In Cancer Care. Retrived 3 Mei 2017, From
National Care Institute: Spirituality/Spirituality-pdq

Padila. (2015). Asuhan Keperawatan Maternitas II. Yogyakarta: Nuha Medika.

PPNI. (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

Prawirohardjo, S. (2011). Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Potter, D., & Perry, A. (2009). Fundamental Of Nursing (7 ed). Jakarta: Salemba Medika.
80

Rahmawati, Eny dan Yulia Widiawati. (2016). Pengaruh Spiritual Emotional Freedom
Technique (SEFT) Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Di Rumah Sakit Wava
Husada Kepanjen Malang. Diakses dari http://jurnal.stikeskendedes.ac.id/i
ndex.php/JKF/article/view/92

Rachmania, Juniar Nur, (2018). Penerapan Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique
(Seft) Pada Pasien Kanker Serviks Dengan Masalah Keperawatan Kecemasan Di
Ruang F Ii Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Ramelan Surabaya. Tesis University Of
Nahdlatul Ulama Surabaya.

Reeder, D. (2013). Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi & Keluarga, Edisi 18
Volume 1. Jakarta: EGC.

Sari Istiqomah, Isnaini Rahmawati, Dwi Suryandari. (2018). Pengaruh Terapi SEFT
(Spiritual Emotional Freedom Technique) Terhadap Tingkat Depresi Pasien Kanker
Serviks Di RSUD Dr. Moewardi. Stikes Kusuma Husada Surakarta.

Siwi, S, A, dkk. 2020. Kebutuhan Spiritual Pada Pasien Kanker : Literature Riview. Viva
Medika. https://ejournal.uhb.ac.id/index.php/VM/issue/archive

SIWI, A. S. (2020). KEBUTUHAN SPIRITUAL PADA PASIEN KANKER: LITERATURE


REVIEW. Viva Medika: Jurnal Kesehatan, Kebidanan Dan Keperawatan, 14(01), 75-
83

Sri Maryatun, (2020). Pengaruh Spiritual Emotional Freedom Tehnique Dan Supportive
Therapy Terhadap Tingkat Stres Pasien Kanker Serviks. Vol 7,No 1

Sugih Wijayati, Suci Abrelia Fitriyanti, Arwani. (2020). Pengaruh Terapi Spiritual Emotional
Freedom Technique (SEFT) terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Pasien Kanker
Serviks. Medhosp Vol 7 2) : 398 – 402.

Sukesi Niken, Wahyuningsih, Henry Prasetyorini. (2020). The Aplication of Spiritual


Emotional Freedom Technique On Pain In Cancer Patients. Global Health Science
Group. Vol 2 (4) 351 – 358.

Sulistiyani Putri, Mega F. B., Astuti W., Shafika A. K,. 2022. Asuhan Keperawatan Dengan
Distress Spiritual. Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.
81

Sugiyono (2019). Statistika untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta.

Tamami. 2011. Psikologi Tasawuf. Cetakan Satu. Bandung: Pustaka Setia.

Videbeck, S. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Wijayati Sugih, Suci Abrelia Fitriani, Arwani. 2020. Pengaruh Terapi Spiritual Emotional
Freedom Technique (SEFT) Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Pasien Kanker
Serviks. Medica Hospitalia Vol 7 (2): 398-402.

World Health Organisation. 2018. Cancer. who.int/news-room/fact-sheets/detail/cancer.


Dinkes tanggal 30 Oktober 2022.

World Health Organization. (2022). Cervical Cancer. Tersedia


pada https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/cervical-cancer

Zainuddin, S. (2012). SEFT Healing Terapi + Succes + Happines + Greatmess. Jakarta:


Afzan Publishing
82

Lampiran I

LEMBAR KUESIONER

PENINGKATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL: SPIRITUAL


EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT) DALAM PELAYANAN
KEPERAWATAN MATERNITAS PASIEN KANKER
GINEKOLOGI (KANKER SERVIKS)

Petunjuk

1. Kuesioner ini terdiri dari dua bagian yaitu data demografi dan kusioner penelitian
tentang dukungan spiritual.

2. Mohon kesediaan bapak/ibu untuk mengisi kuesioner tersebut sesuai dengankeadaan


yang sebenarnya, beri tanda ceklist (√) pada kotak yang tersedia.

3. Silahkan mengisi tanda titik-titik yang tersedia dengan jawaban yang tepat.

A. Data Demografi (Identitas Responden)

Nama Responden (inisial) :

Usia : tahun

Jenis Kelamin :1. Laki-laki

2. Perempuan

Status : 1. Sudah Menikah

2. Janda/Duda

Pendidikan Terakhir :

1. SD

2. SMP

3. SMA/SMK

4. DIII

5. S1

6. S2/S3
83

A. Kuesioner Dukungan Spiritual

Petunjuk pengisian
1. Responden diharapkan mengisi pernyataan sesuai petunjuk pengisian dan keadaan
yang dirasakan sebenar-benarnya.
2. Berilah respon terhadap pernyataan dalam tabel dengan memberikan tanda (√) pada
kolom yang sesuai dengan persepsi bapak/ibu mengenaipernyataan tersebut.
Pilihlah jawaban berupa:
1. TP : Tidak Pernah
2. K : Kadang-kadang
3. SR : Sering
4. S : Selalu

No Pernyataan TP K SR S
Hubungan dengan Diri sendiri

1. Saya merasa bahwa iman kepercayaan saya


kepada Tuhan menjadikan hidup saya lebih
berarti.
2. Iman saya kepada sang pencipta
memampukansaya untuk dapat bertahan
menghadapi masa-
masa sulit di hidup saya.
3. Keyakinan yang saya miliki memberi makna dan
tujuan pada hidup saya.
4. Keyakinan saya kepada sang pencipta
memberikan ketenangan pikiran bagi saya.
5. Saya merasa dengan adanya iman kepercayaaan
kepada Tuhan membuat hidup saya lebih
bermakna/berkualitas.

Hubungan dengan sesama

6. Teman-teman seusia saya memberikan


semangat dalam beribadah untuk mendekatkan
diri kepada
Tuhan.
7. Keluarga membantu saya untuk melaksanakan
ibadah berdasarkan keyakinan yang saya miliki
8. Lingkungan sekitar saya memberikan
dukunganmelalui kegiatan-kegiatan yang
bersifat spiritual.
84

Hubungan dengan lingkungan

9. Lingkungan sekitar saya membantu saya


dalammemberi kekuatan untuk lebih percaya
kepada
sang pencipta.
10. Kegiatan-kegiatan di lingkungan sekitar saya
membuat saya lebih memiliki keyakinan
kepada
Tuhan.
Hubungan dengan Tuhan

11. Saya percaya hubungan saya dengan Tuhan


memberi kekuatan dalam menjalani hidup saya.
12. Saat saya berdoa kepada sang pencipta saya
mendapat kekuatan untuk menjalani hidup
terutama menjalani usia saya yang sudah tua.
13. Saya merasa bahwa berdoa adalah salah satu
cara saya untuk menyerahkan segala hidup
saya
kepada Tuhan.
14. Saya selalu rajin ketempat ibadah sebagai tanda
bahwa saya percaya dan berpasrah kepada
Tuhanatas hidup saya.
85

Lampiran II

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SOP)


PENERAPAN SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique)
Pengertian

Teknik yang dapat diberikan untuk meningkatkan kualitas fisik dan prilaku kognitif
adalah teknik Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT). SEFT merupakan
teknik penggabungan dari system energy tubuh (Energy Medicine) dan terapi
spiritualitas dengan menggunakan metode tapping pada bebrapa titik tertentu pada
tubuh. Teknik SEFT menjadikan 18 titik utama yang mewakili 12 jalur utama
energi meridian dengan menggunakan teknik tapping (ketukan ringan) sekaligus
doa.

Tujuan

Menyatakan bahwa pemberian terapi SEFT dapat membantu menurunkan


kecemasan dan stress. Senada dengan hal ini, menunjukkan hal yang sama bahwa
teknik SEFT memiliki pengaruh dalam menurunkan tingkat stress, meningkatkan
kualitas hidup pasien kanker, dan meningkatkan tingkat spiritual pasien kanker.

Sasaran

Responden pada penelitian ini adalah pasien kanker serviks di RSUD Zainoel
Abidin Kota Banda Aceh.

A FASE ORIENTASI
1. Memberi salam dan meyapa klien
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan Tujuan Tindakan
4. Menjelaskan Langkah Prosedur
5. Menanyakan Kesiapan Pasien
B FASE KREJA
1. Mengkaji tingkat spiritual dengan menanyakan perasaan, meminta
mengeluarkan energy negative dan melakukan wawancara bebas.
2. Memperagakan masing-masing gerakan SEFT
1). The Set-up
Pada saat set up yang strukturnya : akui-terima pasrahkan seperti:”ya
allah, meskipun saya merasa cemas /gelisah/khawatir, sebutkan
masalah/sakit yang diderita atau yang dirasakan), tetapi Saya ihklas
menerima penyakit/ masalah saya ini, dan saya pasrahlan
kesembuhanku padamu.

2). The Tune-In


86

Kita melakukan “The Tune-In dengan cara memikirkan sesuatu atau


peristiwa yang spesifik tertentu yang dapat membangkitkan emosi
negative yang ingin kita hilangkan. Ketika terjadi reaksi negative
(marah, sedih,takut dan sebagainya) hati dan mulut kita berdoa
bersamaan dengan tune-in kita melakukan langkah ketiga

3). The Tapping


Tapping adalah mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada titik-
titik tertentu ditubuh kita sambil terus Tune-in, titik-titik ini adalah
titik-titik kunci dari “The Major Energy Merdians”. Yang jika ketuk
beberapa kali akan berdampak pada terneralisirnya gangguan emosi
atau Rasa yang kita rasakan. Karena aliran energy tubuh berjalan
dengan normal dan seimbang kembali (Zainuddin,2012) Adapun
titik-titik yang ditekan pada teknik Spiritual Emotional Freedom
Technique (SEFT) sebagai berikut :

a) Cr = Crown
Pada Titik-titik Bagian kepala..
b) EB = Eye Brow
Pada titik permulaan alis mata.
c) SE = Side Of eye

Diatas tulang disamping mata


d) UE = Under eye
2 cm dibawah kelopak mata
e) UN = Under Nose
Tepat dibawah hidung
f) Ch = Chin
Diantara dagu dan bagian bawah bibir.
g) CB = Collar Bone
Diujung tepat bertemunya tulang dada,collar bone dan tulang
rusuk pertama.
h) UA = Under Arm
i) BN = Billow Nipple
2,5 cm Puting Susu (Pria) atau diperbatasan antara tulang dada
dan bagian bawah payudara.
j) IH = Inside Hand
Dibagian dalam tangan yang perbatasan dengan telapak tangan.
k) OH = Out Side
Dibagian luar tangan yang berbatasan dengan telapak tangan.
l) Th = Thumb
Ibu jari disamping luar bagian bawah kuku
m) IF = Index Finger
Jari telunjuk disamping luar bagian bwah kuku(dibagian yang
menghadap ibu jari).
n) MF = Middle Finger
87

Jari tengah samping luar bagian bawah kuku (dibagian yang


menghadap ibu jari)
o) RF = Ring Finger
Jari manis samping luar bagian bawah kuku (dibagian yang
menghadap ibu jari)
p) BF= Baby Finger
Jari kelingking samping luar bagian bawah kuku (dibagian yang
menghadap ibu jari)
q) KC = Karate Chop
Disamping telapak tangan, bagian yang kita gunakan untuk
memtahkan balok saat karate
r) GS = Gamut Spot
Dibagian antara perpanjangan tulang jari manis dan tulang jari
kelingking.
c. Mengobservasi keadaan rileks
d. mengkaji tingkat stress sesudah melakukan teknik seft
C FASE TERMINASI
1. Melakukan Evaluasi Tindakan
2. Menyampaikan rencana tindakan lanjut
3. Berpamitan
4. Dokumentasi
D PENAMPILAN SELAMA TINDAKAN
1. Melakukan Komunikasi terapi selama tindakan
2. Ketelitian selama tindakan
3. Keamanan selama tindakan
88

Lampiran 3
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

“Informed Consent”

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Inisial :

Umur :

Alamat :

Jenis Kelamin :

No. Hp :

Setelah mendapatkan penjelasan serta memahami sepenuhnya tentang penelitian


yang berjudul “Peningkatan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual: Spiritual Emotional
Freedom Technique (SEFT) Dalam Pelayanan Keperawatan Maternitas Pasien
Kanker Ginekologi (Kanker Serviks)”, dengan nama peneliti Nurul Maghfirah,
maka dengan ini saya menyatakan bersedia/tidak bersedia* untuk menjadi
responden dalam penelitian ini tanpa paksaan dari pihak manapun. Saya akan
mengikuti proses penelitian sejak awal hingga akhir.

Banda Aceh,……………….2022

(…………………………………)

*Coret yang tidakperlu


89

Lampiran IV

Hasil Penelitian

1. Sebelum dilakukan Penerapan Terapi SEFT

Initial Usia Jenis Kelamin Status Pendidan Terakhir P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14
Ny R 25 P Belum menikah SMA 4 4 3 4 3 4 3 3 3 3 4 4 4 4
Ny K 61 P Ceri Mati S1 4 4 3 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4
Ny J 57 P Kawin S1 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4

2. Sesudah dilakukan Penerapan Terapi SEFT

Initial Usia Jenis Kelamin Status Pendidan Terakhir P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14
Ny R 25 P Belum menikah SMA 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3
Ny K 61 P Ceri Mati S1 4 3 3 4 3 2 3 2 3 3 3 3 4 3
Ny J 57 P Kawin S1 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3

Anda mungkin juga menyukai