Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kanker telah menjadi sebuah fenomena sebagai salah satu penyakit yang

memiliki dampak serius terhadap fisik dan psikologis bagi penderitanya.

Kanker ginekologi merupakan salah satu kanker yang sering terjadi pada wanita

setelah kanker payudara, kanker usus besar dan kanker paru. World Health

Organization (WHO) (2018) kanker merupakan penyakit yang terjadi akibat

pertumbuhan massa yang tidak normal dari sel-sel jaringan tumbuh yang tidak

dapat terkendali, serta bisa mengenai organ yang disekitarnya. Jumlah penderita

kanker diseluruh dunia terus meningkat signifikan, laporan terbaru dari

International Agency for Research on Cancer mengungkapkan terdapat 18,1

juta kasus kanker baru dan 9,6 juta kematian yang terjadi pada tahun 2018

(Adiratna dkk, 2020).

Jumlah kasus penyakit kanker di Indonesia terdapat 136,2 kasus kanker dari

100.000 penduduk sehingga menempatkan Indonesia berada pada urutan ke-8

di Asia Tenggara, sedangkan Asia diurutan ke-23 (Depkes, 2019). Berdasarkan

Global Burden of Cancer, International Agency for Research on Cancer (IARC)

tahun 2018, di Indonesia terdapat 32,469 kasus kanker serviks, 13.310 kasus

kanker ovarium kanker 6.745 kasus kanker rahim, 1.153 kasus kanker vulva,

dan 412 kasus kanker vagina. Data yang diperoleh dari bagian rekam medik

RSUD dr. Zainoel Abidin, pasien yang mengalami kanker serviks pada tahun

1
2015 sebanyak 54 kasus (35 rawat jalan dan 19 rawat inap). Pada tahun 2016

terjadi peningkatan jumlah penderita kanker ginekologi (secarviks) yang sangat

signifikan yaitu sebanyak 272 kasus (254 rawat jalan dan 18 rawat inap).

Namun pada tahun 2017 terjadi penurunan jumlah penderita kanker serviks

yaitu sebanyak 80 kasus (53 rawat jalan dan 27 rawat inap) (Faradilla, Nuzulul,

2019).

Saat ini penilitian tentang spiritualitas telah meningkat secara kualitas

maupun kuantitas dalam dua dekade terakhir pada beberapa profesional

kesehatan (Komariah, Ibrahim, 2019). Spiritualitas dianggap sebagai dimensi

mendasar dari kesehatan pasien karena dapat meningkatkan perasaan tenang

dan damai, terutama pada kondisi seseorang sedang mengalami krisis atau

ketika didiagnosis penyakit yang mengancam jiwa atau penyakit keganasan

(Martins, Caldeira, 2018; Martins et al., 2019). Oleh karena itu, diperlukan

adanya peningkatan kesadaran bahwa perawat dan juga petugas layanan

kesehatan lainnya harus mampu mengidentifikasi, mendiagnosis dan

mendukung kebutuhan spiritual pasien sebagai komponen pemberian perawatan

kesehatan holistic (Caldeira et al., 2017). Pengalaman terkena penyakit kanker

sangat berdampak pada kondisi spiritualitas seseorang (Komariah, Ibrahim,

2019).

Terapi komplementer merupakan pengobatan yang bisa digunakan untuk

penderita kanker servik yang ditimbulkan dari keselarasan tubuh serta pikiran

yang diyakini bisa menjadi fasilitas bagi penyembuhan fisik dan

2
psikologis.Terapi komplementer yang bisa digunakan salah satunya yaitu terapi

spiritual emosional freedom technique ( SEFT) yang bisa digabungkan dengan

latihan nafas dalam. Terapi (SEFT) termasuk dalam hypnoterapi yang termasuk

kedalam penatalaksanaan non farmakologi nyeri pada pasien kanker servik.

Pengaruh yang dirasakan pada pasien kanker servik saat diberikanterapi

hypnosis dan self- hypnosis yaitu lebih bisa menahan rasa sakit dan rasa

nyaman (Natosba, 2019).

Ketukan (tapping) pada terapi SEFT bisa merangsang serabut pada saraf A-

beta, yang diteruskan ke bagian nucleus kolumna dorsalis serta impuls saraf

yang dapat diteruskan ke lemnikus melewati jalur kolateral yang terhubung

dengan periaqueductal grey area (PAG). Perangsangan PAG dapat

menghasilkan enkepalin, berupa opium ditubuh sehingga dapat menurunkan

nyeri. Terapi SEFT hampir memiliki kesamaan dengan akupresur namun tetap

memiliki perbedaan yaitu terapi SEFT dapat dilakukan dengan mudah, cepat

dan sederhana serta tidak menimbulkan resiko karena dilakukan tidak dengan

menggunakan jarum atau alat yang lainnya. Terapi SEFT ini melibatkan Tuhan

sehingga masalah yang diatasi lebih luas terutama masalah emosi dan fisik

(Brahmantia, 2018).

Penelitian Avianti dan Desmaniarti (2017) menyebutkan bahwa SEFT dapat

menurunkan stres pada pasien kanker serviks sebesar 19,5%. SEFT merupakan

teknik penggabungan dari sistem energi tubuh dan terapi spiritualitas dengan

menggunakan metode tapping (ketukan ringan) pada beberapa titik meridian

3
tubuh. Pada saat tapping terjadi peningkatan proses perjalanan sinyal-sinyal

neurotransmitter yang menurunkan regulasi hipotalamic-pitutiary-adrenal Axis

(HPA axis) sehingga mengurangi produksi hormon stres yaitu kortisol. Efek

tapping telah dibuktikan dengan sebuah penelitian di Harvard Medical School.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika seseorang yang dalam keadaan

takut kemudian dilakukan tapping pada titik meridiannya maka terjadi

penurunan akitivitas amygdala, dengan kata lain terjadi penurunan aktivitas

gelombang otak, hal tersebut juga membuat respon fight or flight pada

partisipan terhenti. Berhentinya respon fight or flight pada partisipan

memunculkan efek relaksasi yang akan menetralisir segala ketegangan emosi

yang dialami individu. Efek relaksasi yang menetralisir ketegangan emosi

secara otomatis akan meningkatkan rasa tenang dan nyaman pada individu.

Hasil dari penelitian menurut Nuraeni dkk., (2015) menunjukan bahwa

jumlah persentase paling tinggi diraih pada kebutuhan spiritual dimensi

religion. Menurut penelitian ini dimensi religion sangat dibutuhkan oleh pasien

kanker. Kebutuhan spiritualitas mempunyai peran yang penting bagi pasien

kanker, berdasarkan beberapa penelitian di atas serta masih sedikitnya

penelitian tentang kebutuhan spiritual maka peneliti tertarik melakukan studi

literatur tentang kebutuhan spiritual pada pasien kanker.

Berdasarkan masalah dan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui

“Peningkatan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Emotional Freedom Technique

(SEFT) Dalam Pelayanan Keperawatan Maternitas Pasien Kanker Ginekologi”.

4
1.2 Tujuan Penilitian

1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis pengaruh terapi Spiritual Emotional Freedom

Technique (SEFT) pada pasien kanker Ginekologi.

2. Tujuan Khusus

1) Menganalisis hasil pengkajian pada pasien kanker ginekologi dengan

Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Emotional Freedom Technique

(SEFT).

2) Menganalisis hasil analisa data pada pasien kanker ginekologi dengan

Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Emotional Freedom Technique

(SEFT).

3) Menganalisis hasil intervensi keperawatan pada pasien kanker

ginekologi dengan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Emotional Freedom

Technique (SEFT).

4) Menganalisis hasil implementasi keperawatan pada pasien kanker

ginekologi dengan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Emotional Freedom

Technique (SEFT).

5) Menganalisis hasil evaluasi keperawatan pada pasien kanker ginekologi

dengan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Emotional Freedom Technique

(SEFT).

5
6) Menganalisis hasil keperawatan pada pasien kanker ginekologi dengan

Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Emotional Freedom Technique

(SEFT).

1.3 Mamfaat Penulisan

1. Mamfaat Akademis

Mamfaat penulisan laporan kasus ini bagi institusi/akademis adalah sebagai

bahan referensi dalam penerapan pemenuhan kebutuhan Spiritual Emotional

Freedom Technique (SEFT) pada pasien kanker ginekologi.

2. Mamfaat Praktis

1) Penulis

Dapat menganalisis penerapan pemenuhan kebutuhan Spiritual

Emotional Freedom Technique (SEFT) pada pasien kanker ginekologi.

2) Rumah Sakit

Khususnya di ruang Ginekologi yaitu sebagai bahan referensi dalam

pengkajian terhadap pemenuhan kebutuhan Spiritual Emotional

Freedom Technique (SEFT) dengan pasien kanker.

3) Pasien

Dapat memberikan informasi terkait pemenuhan kebutuhan dengan

terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) pada pasien

kanker ginekologi.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Masalah Keperawatan

A. Konsep Dasar Kanker Ginekologi (Kanker Servik)

a. Pengertian

Kanker serviks adalah kanker ganas yang terjadi pada leher rahim,

sering disebut juga dengan nama kanker leher rahim atau kanker mulut

rahim. Sebagian besar kanker serviks yang terdeteksi sudah stadium

lanjut, sehingga sulit untuk diobati. Salah satu penyebab utama

munculnya kanker serviks adalah adanya infeksi human papilloma virus

(HPV). Inveksi HPV ini dapat terjadi, karena melakukan hubugan seks

pada usia muda atau memiliki banyak pasangan seks. Selain itu, wanita

yang merokok juga memiliki risiko dua kali lebih besar mendapat

kanker serviks dibandingkan yang tidak merokok (Sudewo, 2012).

Kanker serviks biasa dikenal dengan kanker leher rahim yang terjadi

pada leher rahim, yaitu daerah pada organ reproduksi wanita yang

merupakan pintu masu ke arah rahim. Letaknya antara rahim (uterus)

dengan liang senggama wanita (vagina). Serviks terletak pada bagian

posisi terendah dari rahim wanita. Sebagian besar rahim terletak

dipinggul, tapi bagian dari serviks terletak di vagina. Kanker serviks

terjadi ketika sel-sel dari leher rahim mengalami pertumbuhan yang

mengarah pada pertumbuhan secara tidak normal dan menginva jaringan


7
lain atau organ-organ tubuh. Seperti semua kanker pada umumnya,

kanker leher rahim jauh eih mngkin untuk di sembuhkan jika dideteksi

dini dan segera diobati (Arisusilo & Cahyawati, 2012).

b. Faktor Penyebab/Risiko

Penyebab utama timbulnya kanker serviks adalah infeksi HPV

( Human Papiloma Virus) risiko tinggi atau HPV onkogonik terutama

HPV tipe 16 dan 18 (11). Hasil penelitian oleh Nurwijaya (2010),

menunjukkan bahwa 10-30% wanita pada usia 30’an tahun yang

sexually active pernah menderita infeksi HPV (termasuk infeksi pada

daerah vulva). Presentase ini semakin meningkat bila wanita tersebut

memiliki banyak pasangan selksual. Pada sebagian besar kasus, infeksi

HPV berlangsung tanpa gejala dan bersifat menetap. Penularan virus

HPV bisa terjadi melalui hubungan seksual, terutama yang dilakukan

dengan berganti-ganti pasangan. Penularan virus ini dapat terjadi baik

dengan cara transmisi melalui organ genital ke organ genital, oral ke

genital, maupun secara manual kegenital (Arisusilo & Cahyawati,

2012).

c. Tanda dan Gejala

Menurut (Purwoastuti, 2015), gejala kanker leher rahim

adalah sebagai berikut:

1. Keputihan, makin lama makin berbau busuk.

2. Perdarahan setelah senggama yang kemudian berlanjut menjadi

8
perdarahan abnormal, terjadi secara spontan walaupun tidak

melakukan hubungan seksual.

3. Hilangnya nafsu makan dan berat badan yang terus menurun.

4. Nyeri tulang panggul dan tulang belakang.

5. Nyeri disekitar vagina

6. Nyeri abdomen atau nyeri pada punggung bawah

7. Nyeri pada anggota gerak (kaki).

8. Terjadi pembengkakan pada area kaki.

9. Sakit waktu hubungan seks.

10. Pada fase invasif dapat keluar cairan kekuning-kuningan, berbau

dan bercampur dengan darah.

11. Anemia (kurang darah) karena perdarahan yang sering timbul.

12. Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi pendarahan

diantara siklus haid.

13. Sering pusing dan sinkope.

14. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang

gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus

besar bagian bawah (rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau

rectovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.

d. Patofisiologi

Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) persisten dapat berkembang

menjadi neoplasia intraepitel serviks (NIS). Seorang wanita dengan

9
seksual aktif dapat terinfeksi oleh HPV resiko tinggi dan 80% akan

menjadi transien dan tidak akan berkembang menjadi NIS dan HPV

akan hilang dalam waktu 6-8 bulan. Dalam hal ini respon antibody

terhadap HPV risiko tinggi yang berperan. Dua piluh persen sisanya

berkembang menjadi NIS dan sebagian besar yaitu 80% virus

menghilang kemudian lesi juga menghilang.

Maka yang berperan dalam cytotoxic T-cell. Sebanyak 20% dari

yang terinfeksi virus tidak menghilang dan terjadi infeksi yang

persisten. NIS akan bertahan atau NIS 1 akan berkembang menjadi NIS

3, dan pada akhirnya sebagiannya lagi akan menjadi kanker invasif.

HPV risiko rendah tidak berkembang menjadi NIS 3 atau kanker

invasive tetapi paling banyak menjadi NIS 1 dan beberapa menjadi NIS

2. Maka interval antara NIS 1 dan kanker invasive di perkirakan 12,7

tahun dan kalau dihitung dari infeksi HPV sampai terjadinya kanker

adalah 15 tahun. Dalam hal ini factor onkogen E6 dan E7 dari HPV

mengikat gen suppressor p53 dan Rb sehingga control siklus sel dan

reparasi DNA terganggu, terjadi aktifasi telomerase, dan menimbulkan

ketidak stabilan genetic sehingga terjadi perubahan fenotipe ganas.

Kecepatan pertumbuhan kanker ini tidak sama antara kasus satu

dengan kasus yang lainnya. Namun, pada penyakit yang

pertumbuhannya sangat lambat bila diabaikan sampai lama juga tidak

mungkin terobati. Sebaliknya tumor yang tumbuh dengan cepat bila

10
dikenali secara dini akan mendapatkan hasil pengobatan yang lebih

baik. Semakin dini penyakit tersebut di deteksi dan dilakukan terapi

yang adekuat, semakin memberi hasil yang sempurna.

e. Klasifikasi

Tabel 1.1 Stadium kanker serviks


Stadium 0 Karsinoma insitu, karsinoma intraepitel
Stadium I Karsinoma masih terbatas pada daerah serviks (penyebaran ke
korpus
uteri diabaikan)
Stadium I A Invasi kanker ke stroma hanya dapat didiagnosis secara
mikroskopik. Lesi yang dapat dilihat secara makroskopik walau
dengan invasi yang
superficial dikelompokkan pada stadium IB
Stadium I A1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih 3 mm dan lebar
horizontal tidak lebih 7 mm.
Stadium I A2 Invasi ke stroma lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan
perluasan
horizontal tidak lebih 7 mm.
Stadium I B Lesi yang tampak terbatas pada serviks atau secara mikroskopik
lesi
lebih dari stadium I A2
Stadium I B1 Lesi yang tampak tidak lebih dari 4 cm dari dimensi terbesar.
Stadium I B2 Lesi yang tampak lebih dari 4 cm dari diameter terbesar
Stadium II Tumor telah menginvasi di luar uterus, tetapi belum mengenai
dinding
panggul atau sepertiga distal/ bawah vagina
Stadium II A Tanpa invasi ke parametrium
Stadium II B Sudah menginvasi ke parametrium
Stadium III Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/ atau mengenai
sepertiga bawah vagina dan/ atau menyebabkan hidronefrosis
atau tidak
berfungsinya ginjal
Stadium III A Tumor telah meluas ke sepertiga bagian bawah vagina dan tidak
menginvasi ke parametrium tidak sampai dinding panggul
11
Stadium III B Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/ atau menyebabkan
hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal
Stadium IV Tumor telah meluas ke luar organ reproduksi
Stadium IV A Tumor menginvasi ke mukosa kandung kemih atau rectum dan/
atau
keluar rongga panggul minor
Stadium IV B Metastasis jauh penyakit mikroinvasif: invasi stroma dengan
kedalaman 3 mm atau kurang dari membrane basalis epitel
tanpa invasi ke rongga pembuluh darah/ limfe atau melekat
dengan lesi kanker serviks.
(Prawirohardjo, 2011)

f. Asuhan Keperawatan Kanker Ginekologi

a. Fokus Pengkajian

1. Identitas pasien

Meliputi nama pasien, tempat tanggal lahir, usia, status perkawinan,

pekerjaan, jumlah anak, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan

terakhir, asal suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, nomor

rekam medik, nama orangtua dan pekerjaan orangtua.

2. Identitas penanggungjawab

Meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan, hubungan dengan pasien.

3. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama

Biasanya pasien datang kerumah sakit dengan keluhan seperti

pendarahan intra servikal dan disertai keputihan yang

menyerupai air dan berbau (Padila,2015). Pada pasien kanker

servik post kemoterapi biasanya datang dengan keluhan mual

12
muntah berlebihan, tidak nafsu makan dan anemia.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Menurut (Diannada, 2008) biasanya pasien pada stadium awal

tidak merasakan keluhan yang mengganggu, baru pada stadium

akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti keputihan

yang berbau busuk, pendarahan setelah melakukan hubungan

seksual, rasa nyeri di sekitar vagina, nyeri pada panggul. Pada

pasien kanker servik post kemoterapi biasanya mengalami

keluhan mual muntah berlebihan, tidak nafsu makan dan

anemia.

3) Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya pada pasien kanker serviks memiliki riwayat

kesehatan dahulu seperti riwayat penyakit keputihan, riwayat

penyakit HIV/AIDS (Ariani, 2015).

4) Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya riwayat keluarga adalah salah satu faktor yang paling

mempengaruhi karena kanker bisa dipengaruhi oleh kelainan

genetika. Keluarga yang memiliki riwayat kanker didalam

keluarganya lebih beresiko tinggi terkena kanker dari pada

keluarga yang tidak ada riwayat di dalam keluarganya

(Diannada, 2008).

4. Keadaan psikososial

13
Biasanya tentang penerimaan pasien terhadap penyakitnya serta

harapan terhadap pengobatan yang akan dijalani, hubungan dengan

suami/keluarga terhadap pasien dari sumber keuangan. Konsep diri

pasien meliputi gambaran diri peran dan identitas. Kaji juga

ekspresi wajah pasien yang murung atau sedih serta keluhan pasien

yang merasa tidak berguna atau serta keluhan pasien yang merasa

tidak berguna atau menyusahkan orang lain (Reeder, 2013).

5. Data khusus

1) Riwayat obsetri dan ginekologi):

- Keluhan haid

Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab kanker

serviks tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan

mengalami atropi pada masa menopose. Siklus menstruasi yang

tidak teratur atau terjadi pendarahan diantara siklus haid adalah

salah satu tanda gejala kanker serviks.

- Riwayat kehamilan dan persalinan

Jumlah kehamilan dan anak yang hidup karna kanker serviks

terbanyak pada wanita yang sering partus, semakin sering partus

semakin besar resiko mendapatkan karsinoma serviks (Aspiani,

2017).

2) Aktifitas dan istirahat

14
Gejala:

- Kelemahan atau keletihan akibat anemia

- Perubahan pada pola istirahat dan kebiasaan tidur pada

malam hari

- Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi seperti nyeri,

ansietas dan keringat malam

- Pekerjaan atau profesi dengan pemanjaan karsinogen

lingkungan dan tingkat stress yang tinggi (Mitayani, 2009).

3) Integritas ego

Gejala: Gejala: faktor stress, menolak diri atau menunda mencari

pengobatan, keyakinan religious atau spiritual, masalah tentang

lesi cacat, pembedahan, menyangkal atau tidak mempercayai

diagnosis dan perasaan putus asa (Mitayani, 2009).

4) Eliminasi

Perubahan pada pola defekasi, perubahan eliminasi, urinalis,

misalnya nyeri (Mitayani, 2009).

5) Makan dan minum

Kebiasaan diet yang buruk, misalnya rendah serat, tinggi lemak,

adiktif, bahan pengawet (Mitayani, 2009).

6) Neurosensori

Gejala : pusing, sinkope (Mitayani, 2009).

15
7) Nyeri dan kenyamanan

Gejala : adanya nyeri dengan derajat bervariasi, misalnya

ketidaknyamanan ringan sampai nyeri hebat sesuai dengan

proses penyakit (Mitayani, 2009).

8) Keamanan

Gejala : pemajanan zat kimia toksik, karsinogen.

Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi. (Mitayani, 2009).

9) Seksualitas

Perubahan pola seksual, keputihan(jumlah, karakteristik, bau),

perdarahan sehabis senggama (Mitayani, 2009).

10 Integritas sosial

Ketidaknyamanan dalam bersosialisasi, perasaan malu dengan

lingkungan, perasaan acuh (Mitayani, 2009).

11) Pemeriksaan penunjang

Sitologi dengan cara pemeriksaan pap smear, koloskopi,

servikografi, pemeriksaan visual langsung, gineskopi (Padila,

2015). Selain itu bisa juga dilakukan pemeriksaan hematologi

karna biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi

mengalami anemia karna penurunan hemaglobin. Nilai

normalnya hemoglobin wanita 12-16 gr/dl (Brunner, 2013).

12) Pemeriksaan fisik

16
- Kepala

Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi

mengalami rambut rontok dan mudah tercabut

- Wajah

Konjungtiva anemis akibat perdarahan.

- Leher

Adanya pembesaran kelenjar getah bening pada stadium lanjut.

- Abdomen

Adanya nyeri abdomen atau nyeri pada punggung bawah akibat

tumor menekan saraf lumbosakralis (Padila, 2015).

- Ekstremitas

Nyeri dan terjadi pembengkakan pada anggota gerak (kaki).

- Genetalia

Biasanya pada pasien kanker serviks mengalami sekret

berlebihan, keputihan, peradangan, pendarahan dan lesi

(Brunner, 2013)..

6. Diagnosa Keperawatan

1) D.0080 Ansietas berhubungan dengan status kesehatan

menurun

2) D.0087 Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan

pada citra tubuh

3) D.0069 Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan

17
struktur tubuh.

7. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. D.0087 NOC : SIKI :
Harga diri rendah Setelah dilakukan asuhan Promosi Koping
berhubungan keperawatan selama 6x24 1. Identifikasi
dengan perubahan jam diharapkan masalah kemampuan yang
citra tubuh harga diri rendah tertasi dimiliki
dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi
1. Menunjukkan penilaian pemahaman proses
pribadi tentang harga penyakit
diri 3. Identifikasi dampak
2. Mengungkapkan situasi terhadap
penerimaan diri peran dan
3. Komunikasi terbuka hubungan
4. Mengatakan optimisme 4. Identifikasi metode
terhadap masa penyelesaian
masalah
depan
5. Identifikasi
5. Menggunakan koping
kebutuhan dan
efektif
keinginan terhadap
dukungan sosial
6. Diskusikan
perubahan peran
yang dialami
7. Gunakan
pendekatan yang
tenang dan
meyakinkan
8. Diskusikan alasan
mengkritik diri
sendiri
9. Diskusikan
konsekuensi tidak
menggunakan rasa
malu
18
10. Fasilitasi dalam
memperoleh
informasi yang
dibutuhkan
11. Motivasi untuk
menentukan
harapan yang
realistis
12. Dampingi saat
berduka
13. Anjurkan
penggunaan sistem
spiritual jika perlu
14. Ajarkan
mengungkapkan
perasaan dan
presepsi
15. Anjurkan keluarag
terlibat
16. Ajarkan cara
memecahkan
masalah secara
kontruktif
17. Latih penggunaan
teknik relaksasi
2. D.0080 NOC : SIKI :
Ansietas Setelah dilakukan asuhan Promosi Koping
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam 1. Kaji tingkat
dengan status pasien terhindar dari adanya kecemasan pasien
2. Gunakan
kesehatan menurun kecemasan dengan kriteria
pendekatan yang
hasil:
menenangkan
1. Klien mampu
3. Jelaskan semua
mengidentifikasi dan
prosedur dan apa
mengungkapkan gejala
yang dirasakan
cemas
selama prosedur
2. Mengidentifikasi,
mengungkapkan dan 4. Nyatakan dengan
menunjukkan tehnik untuk jelas harapan
mengontrol cemas terhadap pelaku
3. Vital sign dalam batas pasien
19
normal 5. Temani pasien
4. Postur tubuh, ekspresi untuk memberikan
wajah, bahasa tubuh dan keamanan dan
tingkat aktifitas mengurangi takut
menunjukkan 6. Dengarkan dengan
berkurangnya kecemasan penuh perhatian
7. Identifikasi tingkat
kecemasan
8. Bantu pasien
mengenal situasi
yang
menimbulakan
kecemasan
9. Dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan ketakutan,
presepsi.
10. Instruksikan pasien
menggunakan
tehnik relaksasi
nafas dalam

3. D.0069 NOC: SIKI:


Disfungsi seksual Setelah dilakukan asuhan Konseling Seksualitas
berhungan dengan keperawatan selama 6x24 jam I.07214
perubahan struktur diharapkan gangguan disfungsi 1. Identifikasi tingkat
seksual teratasi dengan kriteria pengetahuan,
tubub
hasil : masalah sistem
1. Pengenalan dan reproduksi, masalah
penerimaan identitas seksualitas dan
seksual pribadi penyakit menular
2. Mengetahui masalah seksusal
reproduksi 2. Identifikasi waktu
3. Fungsi seksual : integrasi disfungsi seksual
aspek fisik, sosio emosi dan dan kemungkinan

20
intelektual ekspresi dan penyebab
performa seksual 3. Monitor stress,
4. Mampu mengontrol kecemasan, depresi,
kecemasan dan penyebab
5. Menunjukkan keinginan disfungsi seksual
untuk mendiskusikan 4. Fasilitasi
6. perubahan fungsi seksual komunikasi antara
7. Mengungkapkan pasien dan
pemahaman tentang pasangan
perubahan fungsi seksual 5. Berikan
8. Pengenalan dan penerimaan kesempatan kepada
pasangan untuk
menceritakan
permasalahan
seksual
6. Berikan pujian
terhadap perilaku
yang benar
7. Berikan saran

8. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah tindakan dari rencana keperawatan yang telah

disusun dengan menggunakan pengetahuan perawat, perawat

melakukan dua intervensi yaitu mandiri/independen dan

kolaborasi/interdisipliner (NANDA, 2015). Tujuan dari

implementasi antara lain adalah: melakukan, membantu dan

mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan

asuhan keperawatan untuk mecapai tujuan yang berpusat pada klien,

mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan

perawatan kesehatan yang berkelanjutan dari klien (Asmadi, 2008).

21
9. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan sebagai penialian status pasien dari efektivitas

tindakan dan pencapaian hasil yang diidentifikasi terus pada setiap

langkah dalam proses keperawatan, serta rencana perawatan yang

telah dilaksanakan (NANDA, 2015). Tujuan dari evaluasi adalah

untuk melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai

tujuan, menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau

belum, serta mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan

belum tercapai (Asmadi, 2008). Tujuan evaluasi adalah untuk

melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa

dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan pasien.

B. Konsep Spiritual

a. Pengertian Spiritual

Spiritualitas merupakan kebutuhan seseorang yang mencakup inti

dari keberadaan seseorang di dunia ini dan keyakinannya tentang makna

dan tujuan hidup. Spritual merujuk pada keyakinan akan Tuhan atau

sesuatu yang dianggap lebih tinggi, praktik keagamaan, keyakinan

seseorang dan praktik budaya, dan hubungan dengan lingkungan

(Videbeck, 2008). National care institute (2015b) menyatakan bahwa

spiritualitas adalah perasaan damai individu, tujuan hidup, hubungan

dengan orang lain, dan keyakinan tentang makna kehidupan.

22
Spiritualdapat ditemukan dan diungkapkan melalui agama yang

terorganisir atau dengan bentuk lainnya.

b. Komponen Kebutuhan Spiritual

Menurut Bussing et al (2010) ada 4 aspek kebutuhan spiritual yakni:

a) Kebutuhan Beragama

Agama merupakan sistem keyakinan dan praktik yang terorganisir.

Sistem keyakinan ini menunjukkan satu cara ekspresi 21 spiritual

yang memberikan pedoman kepada setiap penganutnya dalam

merespon pertanyaan dan tantangan hidup. Banyak praktik dan ritual

agama dikaitkan dengan kejadian hidup seperti kelahiran,

pernikahan, penyakit dan kematian. Perkembangan keagamaan

individu mengacu pada penerimaan keyakinan, nilai, pedoman

pelaksanaan, dan ritual tertentu. Perkembangan agama dapat

menjadi pondasi dan meningkatkan spiritualitas dengan memberikan

sistem keyakinan yang dapat menunjukkan arah pertumbuhan

kepada penganutnya. Misalnya agama islam yang beribadah

beberapa kali dalam sehari untuk membawa penganutnya kedalam

hubungan langsung dengan pertanyaan yang sangat mendalam

terkait kehidupan (Kozier, Erb, Berman, dan Snyder, 2010).

b) Kedamaian

23
Kesehatan spiritual meliputi kedamaian di dalam diri dimana tidak

ada kejadian yang mengganggu ketenangannya. tanpa merasa

terbebani (Hawkes, 2006). Bila kita berada dalam kedamaian, kita

akan menemukan kemerdekaan dalam diri pada kejadian yang sulit

ataupun buruk, dengan merelakan dan melepaskan pikiran yang

tidak penting dan berfokus pada kepentingan hidupnya dan kepada

Tuhan (Martasudjita, 2008).

c) Keberadaan atau Eksistensi Diri

Eksistensi akan memberi kekuatan bagi individu untuk mencapai

hidup lebih bermakna dan memiliki fungsi sebagai motivasi individu

untuk dapat melewati segala permasalahan yang dialami (Nida,

2013). Kebutuhan untuk memahami eksistensi manusia dengan

melihat makna yang ada, dapat juga menemukan kedamaian tanpa

peduli seberapa parah penyakit yang diderita. Menurut Bussing dan

Koenig (2010) arti dan tujuan diwakili oleh tiga item yang penting

untuk pasien yaitu mencerminkan kehidupan sebelumnya,

menemukan makna dalam penyakit dan penderitaan yang dialami,

berbicara dengan orang lain dengan pertanyaan mengenai makna

hidup.

d) Memberi

24
Memberi yakni memberikan perhatian aktif dan otonom kepada

seseorang sebagai tempat pelampiasan, untuk melewati pengalaman

sendiri dengan orang lain, serta untuk memastikan bahwa hidup

bermakna dan berharga (Bussing & Koenig, 2010).

c. Faktor Yang Mempengaruhi Spiritual

Taylor, Lilis, dan Le Mone (1997), craven dan Himle (1996) dalam

(Hamid A. , 2008) menyatakan faktor penting yang dapat mepengaruhi

spiritualitas seseorang adalah keluarga, latar belakang etnik dan budaya,

pengalaman hidup sebelumnya, krisis, terpisah dari 24 ikatan spiritual,

isu moral terkait dengan terapi, serta asuhan keperawatan yang kurang

tepat.

a) Tahap perkembangan

- Pada masa anak-anak (6-12), spiritualitas pada masa ini belum

bermakna pada dirinya. Spiritualitas didasarkan pada perilaku

yang didapat yaitu interaksi dengan orang lain seperti keluarga.

Pada masa ini, anak-anak belum mempunyai pemahaman slah

atau benar. Keperacayaan atau keyakinan mengikuti ritual atau

meniru orang lain.

- Pada masa remaja (12-17), spiritualitas pada masa ini sudah

mulai pada keinginan akan pencapaian kebutuhan spiritualitas

seperti keinginan melalui berdoa kepada pencipta-Nya yang

berarti sudah mulai membutuhkan pertolongan melalui keyakinan

25
atau kepercayaa. Bila pemenuhan kebutuhan spiritualitas tidak

terpenuhi, akan menimbulkan kekecewaan.

- Sedangkan pada kondisi usia dewasa awal (18-25 tahun)

merupakan masa pencarian kepercayaan diri, diawali dengan

proses pertanyaan akan keyakinan atau kepercayaan yang

dikaitkan secara kognitif sebagai bentuk yang untuk

mempercayainya. Pada masa ini, pemikiran sudah bersifat

rasional dan keyakinan atau kepercayaan harus dapat dijawab

secara rasional.

- Pada usia dewasa pertengahan (26-38 tahun), lansia (>60 tahun)

mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan

berusaha untuk mengerti nilai agama. Perasaan kehilangan karena

pensiun dan tidak aktif lagi serta menghadapi kamatian orang lain

baik itu saudara maupun sahabat menimbulkan rasa kesepian dan

mawas diri. Perkembangan pemahaman agama yang lebih matang

dapat membantu orang tua untuk menghadapi kenyataan,

berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga, serta lebih

dapat menerima kematian sebagai hal yang tidak dapat ditolak

atau dihindari.

b) Keluarga

26
Keluarga merupakan kelompok terdekat dan suatu sistem pertama

dalam memandang kehidupan yang ada di dunia. Dari keluarga

ndividu belajar tentang Tuhan, kehidupan, dan diri sendiri. Keluarga

memiliki peran ang penting dalam memenuhi kebutuhan spiritualitas

karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan selalu

berinteraksi dalam kehidupan sehi-hari.

c) Latar belakang etnik dan budaya

Keyakinan, sikap , dan nilai sanagat dipengaruhi oleh latar belakang

etnik dan sosial budaya. Pada dasarnya, seseorang akan terbawa oleh

tradisi dan agama yang dilakukan oleh keluarganya.

d) Pengalaman hidup sebelumnya

Pengalaman hidup seseorang baikitu pengalaman negatif maupun

positif dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang. Setiap kejadian

dalam suatu kehidupan biasa dianggap sebagai cobaan dari Tuhan

yang diberikan kepada manusia untuk menguji bagaimana kekuatan

imannya.

e) Krisis dan perubahan

Krisis dialami hampir setiap orang yang sedang menghadapi

penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan kematian,

utamanya pada pasien dengan penyakit terminal atau prognosis yang

buruk.

f) Terpisah dari ikatan spiritual

27
Individu yang mengalami sakit yang bersifat akut dapat membuat

individu tersebut merasakan terisolasi, kehilangan sistem dukungan

dan kebebasan pasien yang dirawat di rumah sakit merasa terisolasi

dalam suatu ruangan yang tidak biasanya dan merasa tidak aman.

Aktivitas sehari- hari juga berubah yaitu antara lain tidak dapat

mengahadiri kegiatan keagamaan atau berkumpul dengan keluarga,

teman yang dapat memberikan sistem dukungan kepada pasien itu

sendiri. Terpisahnya klien dari ikatan spiritual dapat menimbulkan

resiko terjadinya perubahan fungsi spiritual.

d. Masalah Spiritual

Ketika penyakit, kehilangan atau nyeri menyerang seseorang. Kekuatan

spiritual dapat membantu kearah penyembuhan atau pada

perkembangan kebutuhan dan perhatian spiritual. Selama penyakit

individu menjadi kurang mampu untuk merawat diri mereka dan lebih

tergantung pada orang lain untuk merawat dan dukungan. Distres

spiritual mengacu pada tantangan terhadap kesejahteraan spiritual atau

terhadap system keyakinan yang memberi kekuatan, harapan dan makna

hidup (Potter & Perry, 2005). Distres spiritual suatu keadaan yang

berhubungan dengan diri sendiri, dunia atau kekuatan 28 yang tinggi.

Adapun batasan karakteristik distress spiritual menurut (Herdman,

2016) sebagai berikut:

- Kurang diterima dan dorongan

28
- Marah dan rasa bersalah

- Perasaan tidak dicintai

- Perasaan tidak dicintai

- Menolak interaksi terhadap teman dan keluarga

- Perubahan tiba-tiba dalam praktik spiritual

- Meminta menemui pemimpin keagamaan

- Tidak tertarik pada alam dan membaca literature spiritual

C. Konsep Dasar Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)

a. Pengertian

SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) adalah teknik

penyembuhan yang memadukan keampuhan energi psikologi dengan

do’a dan spiritualitas. Energi psikologi adalah ilmu yang menerapkan

berbagai prinsip dan teknik berdasarkan konsep sistem energi tubuh

untuk memperbaiki kondisi pikiran, emosi dan perilaku seseorang

(Zainuddin, 2012).

Menurut Zainuddin (2012) teknik SEFT (Spiritual Emotional

Freedom Technique) adalah teknik dengan menggunakan gerakan

sederhana yang dilakukan untuk membantu menyelesaikan

permasalahan secara fisik maupun psikis, meningkatkan kinerja dan

prestasi, meraih kedamaian dan prestasi serta kebermaknaan hidup.

Rangkaian yang dilakukan adalah :

1. The Set Up yaitu menetralisir energi negatif yang ada di tubuh

29
2. The Tune In yaitu mengarahkan pikiran pada tempat rasa sakit

3. The Tapping yaitu mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada

titik-titik tertentu ditubuh manusia (Zainuddin, 2012 : 36).

Pada tahap pelaksanaan dibutuhkan tiga hal yang harus dilakukan

pasien dengan serius yaitu :

1. Khusyuk

2. Ikhlas

3. Pasrah

b. Penjelasan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)

Teknik SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) adalah

salah satu varian dari satu cabang ilmu baru yang dinamai energy

psychology. Karena itu, untuk menjelaskan secara ilmiah tentang SEFT

(Spiritual Emotional Freedom Technique) perlu dijelaskan terlebih

dahulu apa itu energy psychology. Selain itu, karena SEFT (Spiritual

Emotional Freedom Technique) adalah gabungan antara spiritual power

dan energy psychology, maka perlu dibahas secara ilmiah bagaimana

peran spiritualitas dalam penyembuhan.

Energy psychology adalah bidang ilmu yang relatif baru. Walaupun

embrionya yang berupa prinsip-prinsip energy healing telah

dipraktikkan oleh dokter tiongkok kuno lebih dari 5000 tahun yang lalu,

tetapi energy psychology baru dikenal luas sejak penemuan D. Roger


30
Callaham di tahun 1980-an. Saat itu energy psychology masih menjadi

barang mewah yang hanya bisa dipelajari oleh terapis berkantong tebal.

Kombinasi kekuatan energy psychology dengan spiritual power

yang disebut SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) baru

diperkenalkan ke publik di akhir tahun 2005. Menurut Dr. David

Feinstein salah satu researcher utamanya bahwa energy psychology

adalah seperangkat prinsip dan teknik memanfaatkan system energy

tubuh untuk memperbaiki kondisi pikiran, emosi, dan perilaku

(Zainuddin, 2012 : 41).

c. Penerapan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)

a) Idividu

Penggunaan SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) untuk

mengatasi berbagai masalah pribadi dimana banyak orang yang

stagnan atau terhenti pengembangan dirinya hanya karena tidak

dapat mengatasi satu atau beberapa masalah pribadi. Bisa berupa

trauma masa lalu yang terus menghantui hidup kita, kebiasaan jelek

yang sukar kita tinggalkan, ketakutan untuk mengambil resiko dan

sebagianya.

b) Keluarga

SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) dalam keluarga

dapat menjadi alat bantu yang sangat bermanfaat untuk menetralisir

emosi negatif yang sering timbul dalam keluarga, misalnya:

31
- Rasa cemburu yang berlebihan

- Mudah tersinggung atau mudah marah

- Rasa kecewa karena istri/suami/anak tidak bersikap seperti yang

kita harapkan

- Rasa terlalu posesif atau protektif yang tidak produktif

- Rasa takut kehilangan

- Hilangnya romantisme atau rasa cinta

- Ingin (dan bernafsu untuk) selingkuh

- Anak yang tidak mau menurut

- Remaja yang memberontak (Zainuddin, 2012 : 100).

d. Keunggulan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)

Keunggulan SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) di

banding teknik terapi, konseling, atau training yang lain yatu efektif,

mudah, cepat, murah, permanen, tidak ada efek samping, universal,

memberdayakan, ilmiah, kompatibel, dan komprehensif (Zainuddin,

2012 : 105).

e. Cara melakukan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)

Ada dua versi dalam melakukan SEFT (Spiritual Emotional

Freedom Technique), yang pertama adalah versi lengkap dan yang

kedua versi ringkas (short cut). Keduanya terdiri dari 3 langkah

sederhana, perbedaanya hanya pada langkah ketiga (tapping). Pada

32
versi singkat tapping hanya dilakukan pada 9 titik, sedangkan pada

versi lengkap tapping dilakukan pada 18 titik (Zainuddin, 2012).

f. Jenis Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)

Versi lengkap maupun versi ringkas SEFT (Spiritual Emotional

Freedom Technique) terdiri dari tiga tahap yaitu the set-up, the tune-in,

dan the tapping.

1) The Set-Up

“The Set-Up” bertujuan untuk memastikan agar aliran energi tubuh

kita terarahkan dengan tepat. Langkah ini kita lakukan untuk

menetralisir “psychological reversal” atau “perlawanan psikologis”

(biasanya berupa pikiran negatif spontan atau keyakinan bawah

sadar negatif). Contoh psychological reserve ini diantaranya:

- Saya tidak bisa mencapai keinginan saya

- Saya tidak dapat berbicara di depan publik dengan percaya diri

- Saya adalah korban pelecehan seksual yang malang

- Saya tidak bisa menghindari rasa bersalah yang terus

- Saya marah dan kecewa pada istri/suami saya karena dia tidak

seperti yang saya harapkan

- Saya kesal dengan anak-anak karena mereka susah diatur

- Saya tidak bisa melepaskan diri dari kecaduan merokok

- Saya tidak termotivasi untuk belajar, saya pemalas

33
- Saya tidak mungkin bisa memenangkan pertadingan ini

- Saya menyerah, saya tidak mampu melakukannnya

- Saya… saya.. saya…

Jika keyakinan atau pikiran negatif seperti contoh di atas terjadi,

maka berdo’a dengan khusyu’, ikhlas, dan pasrah: “Yaa Allah…

meskipun saya….. (keluhan anda), saya ikhlas menerima

sakit/masalah saya ini, saya pasrahkan pada-Mu kesembuhan saya”.

Kata-kata diatas disebut The Set-Up words yaitu beberapa kata yang

perlu anda ucapkan dengan penuh perasaan untuk menetralisir

psychological reserve (keyakinan dan pikiran negatif). Dalam

bahasa religious, the set-up words adalah “do’a kepastian” kita pada

Allah SWT bahwa apapun masalah dan rasa sakit yang kita alami

saat ini, kita ikhlas menerimnaya dan kita pasrahkan

kesembuhannya pada Allah SWT.

The Set-Up sebenarnya terdiri dari 2 aktivitas, pertama adalah

mengucapkan kalimat seperti di atas dengan penuh rasa khusyu’,

ikhlas dan pasrah sebanyak 3 kali. Kedua adalah sambil

mengucapkan dengan penuh perasaan, kita menekan dada kita

tepatnya di bagian “score spot” (titik nyeri = daerah disekitar dada

atas yang jika ditekan terasa agak sakit) atau mengetuk dengan dua

ujung jari di bagian “karate chop”.

Setelah menekan titik nyeri atau mengetuk karate chop sambil

34
mengucapkan kalimat set up seperti di atas, kita melanjutkan

dengan langkah kedua, “The Tune- In” (Zainuddin, 2012).

2) The Tune-In

Untuk masalah fisik, kita melakukan tune-in dengan cara

merasakan rasa sakit yang kita alami, lalu mengarahkan pikiran kita

ke tempat rasa sakit dan sambil terus melakukan 2 hal yaitu hati dan

mulut mengatakan, “saya ikhlas, saya pasrah” atau “Ya Allah saya

ikhlas menerima sakit saya ini dan saya pasrahkan pada-Mu

kesembuhan saya”.

Untuk masalah emosi, kita melakukan “tune-in” dengan cara

memikirkan sesuatu atau peristiwa spesifik tertentu yang dapat

membangkitkan emosi negatif yang ingin kita hilangkan. Ketika

terjadi reaksi negatif (marah, sedih, takut, dsb) hati dan mulut kita

mengatakan, Ya Allah… Saya ikhlas… saya pasrah…

Berdasarkan dengan tune-in kita melakukan langkah ketiga

(tapping). Pada proses inilah (tune-in dilakukan bersamaan dengan

tapping) kita menetralisir emosi negatif atau rasa sakit fisik

(Zainuddin, 2012).

3) The Tapping

Tapping adalah mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada

titik-titik tertentu ditubuh kita sambil terus melakukan tune-in.

Titik-titik kunci dari “the major energy meridians”, yang jika kita

35
ketuk beberapa kali akan berdampak pada ternetralisirnya gangguan

emosi atau rasa sakit yang kita rasakan. Karena aliran energi tubuh

berjalan dengan normal dan sakit seimbang kembali.

Berikut adalah titik titik tersebut:

a. Cr = Crown, pada titik dibagian atas kepala

b. EB = Eye Brow, Pada titik permulaan alis mata

c. SE = Sede Of The Eye, di atas tulang samping mata

d. UE = Under The Eye, 2 cm di bawah kelopak mata

e. UN = Under The Nose, tapat di bawah hidung

f. Ch = Chin, di antara dagu dan bagian bawah bibir

g. Cb = Collar Bone, di ujung tempat bertemunya tulang dada,

collar bone dan tulang rusuk pertama

h. UA = Under The Arm, di bawah ketiak sejajar dengan puting

susu (pria) atau tepat di bagian tengah tali bra (wanita).

i. BN = Bellow Nipple, 2,5 cm di bawah putting susu (pria) atau

tepat di perbatasan antara tulang dada dan bagian bawah

payudara

j. IH = Inside Of Hand, di bagian dalam tangan yang berbatasan

dengan telapak tangan

k. OH= Outside Of Hand, di bagian luar tangan yang berbatasan

dengan telapak tangan

l. Th = Thumb, ibu jari di samping luar bagian bawah kuku

36
m. IF = Index Finger, jari telunjuk di samping luar bagian bawah

kuku (di bagian yang menghadap ibu jari)

n. MF = Middle Finger, jari tengah di samping luar bagian bawah

kuku (di bagian yang menghadap ibu jari)

o. RF = Ring Finger, jari manis di samping luar bagian bawah

kuku (di bagian yang menghadap ibu jari)

p. BF = Baby Finger, jari kelingking di samping luar bagian bawah

kuku (di bagian yang menghadap ibu jari)

q. KC = Karate Chop, di samping telapak tangan, bagian yang kita

gunakan untuk mematahkan balok saat karate

r. GS = Gamut Spot, di bagian antara perpanjangan tulang jari

manis dan tulang jari kelingking.

9 Gamut Prosedur (gerakan untuk merangsang otak):

a. Menutup mata

b. Membuka mata

c. Mata digerakkan dengan kuat ke kanan bawah

d. Mata digerakkan dengan kuat ke kiri bawah

e. Memutar bola mata searah jarum jam

f. Memutar bola mata berlawanan jarum jam

g. Bergumam dengan berirama selama 3 detik

h. Menghitung 1,2,3,4,5

37
i. Bergumam lagi selama 3 detik

Setelah menyelesaikan gamut procedure, langkah terakhir

adalah mengulangi lagi tapping dari titik pertama hingga ke-17

(berakhir di karate chop). Kemudian diakhiri dengan mengambil

nafas panjang dan menghembuskannya, sambil mengucap rasa

syukur (Zainuddin, 2012).

g. Penghambat keberhasilan Spiritual Emotional Freedom Technique

(SEFT)

Ada beberapa penghambat dalam keberhasilan SEFT (Spiritual

Emotional Freedom Technique) yaitu :

1) Kurang pengetahuan dan keterampilan

2) Kurang cairan (dehidrasi)

3) Hambatan spiritual

4) Perlawanan psikologis

5) Kurang spesifik

6) Akar masalah belum ditemukan

7) Aspek yang berubah-rubah

8) Membutuhkan sentuhan orang lain

9) Tidak ingin berubah

10)Memerlukan pernafasan “Collar bone”

11)Alergi terhadap objek tertentu (Zainuddin,2012).

2.2 Implementasi Evidance Based Practice Nursing

38
Dalam pelaksanaan EBNP penulis akan melakukan implementasi

selama 3 hari pada pasien kanker ginekologi dengan pemenuhan kebutuhan

spiritual dengan metode SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique).

Setiap pasien akan dilakukan 1 kali perlakuan dalam sehari dengan durasi 15-25

menit untuk setiap pasien, evaluasi akan dilakukan setiap hari selesai dilakukan

tindakan.

Penelitian Avianti dan Desmaniarti (2017) menyebutkan bahwa SEFT

dapat menurunkan stres pada pasien kanker serviks sebesar 19,5%. SEFT

merupakan teknik penggabungan dari sistem energi tubuh dan terapi

spiritualitas dengan menggunakan metode tapping (ketukan ringan) pada

beberapa titik meridian tubuh. Pada saat tapping terjadi peningkatan proses

perjalanan sinyal-sinyal neurotransmitter yang menurunkan regulasi

hipotalamic-pitutiary-adrenal Axis (HPA axis) sehingga mengurangi produksi

hormon stres yaitu kortisol. Efek tapping telah dibuktikan dengan sebuah

penelitian di Harvard Medical School.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika seseorang yang dalam

keadaan takut kemudian dilakukan tapping pada titik meridiannya maka terjadi

penurunan akitivitas amygdala, dengan kata lain terjadi penurunan aktivitas

gelombang otak, hal tersebut juga membuat respon fight or flight pada

partisipan terhenti. Berhentinya respon fight or flight pada partisipan

memunculkan efek relaksasi yang akan menetralisir segala ketegangan emosi

39
yang dialami individu. Efek relaksasi yang menetralisir ketegangan emosi

secara otomatis akan meningkatkan rasa tenang dan nyaman pada individu.

40
No Nama Judul Tahun PICOT
Peneliti
Problem Intervensi Comparation Outcome Time
/Populasi

1. Reini Pengaruh 2015 Sampel dalam Setelah mendapatkan Pada jurnal ini Simpulan pada Tidak
dicantumkan
Astuti, Intervensi penelitian ini persetujuan responden, menggunakan penelitian ini
waktu dari
Iyus SEFT menggunakan kemudian dilakukan kelopmpok bahwa pada penelitian
Yosep, terhadap teknik non pengukuran tingkat pembanding kelompok
Raini Penurunan probability depresi pada ibu yaitu kelompok intervensi dan
Diah Tingkat sampling rumah tangga dengan intervensi, dan kelompok
Susanti Depresi Ibu dengan metode HIV pada kelompok kelompok kontrol sebelum
Rumah purposive intervensi maupun kontrol diberikan
Tangga sampling. kelompok control, perlakuan SEFT
dengan HIV Kriteria inklusi pada kelompok mengalami
penelitian ini, intervensi diberikan depresi dari
ibu rumah intervensi SEFT tingkat depresi
tangga dengan sebanyak 4 kali. Pada pada batas garis
HIV yang akhir sesi dilakukan klinis, deperesi
beragama pengukuran kembali ringan sampai
islam, bersedia tingkat depresi pada berat. Pada

41
menjadi kelompok intervensi kelompok
responden, maupun kelompok intervensi SEFT
dapat control mengalami
membaca penurunan
menulis. tingkat depresi
sedangkan pada
kelompok
kontrol terdapat
perubahan yang
signifikan dan
cendrung
mengalami
peningkatan.

2. Sari Pengaruh 2019 Dalam jurnal Intervensi yang Pembanding Menunjukkan Tidak
dicantumkan
Istiqomah, Terapi Seft ini, promblem diberikan pada pasien dalam jurnal ini bahwa:
waktu dari
Isnaini (Spiritual atau masalah dengan kanker serviks adalah penelitian 1.Terdapat penelitian
Rahmawat Emotional yang adalah SEFT (Spiritual yang dilakukan perbedaan nilai
i, Dewi Freedom ditemukan Emotional Freedom oleh Adiputra, pre dan post

42
Suryandar Technique) yaitu pasien Technique). SEFT A. (2015). test pada
Terhadap kanker Serviks merupakan perpaduan Pengaruh Terapi kelompok
Tingkat Di Rsud Dr. teknik yang Spiritual perlakuan
Depresi Moewardi menggunakan energi Emotional dengan p value
Pasien Kanker psikologis dan Freedom =0,000
Serviks Di kekuatan spiritual Technique 2.Tidak terdapat
Rsud Dr. serta doa untuk Terhadap perbedaan nilai
Moewardi mengatasi emosi Penurunan pre dan post test
negatif. SEFT ini Tingkat Depresi pada kelompok
dilakukan pada pasien Pada Pasien kontrol dengan p
kanker serviks I Hemodilisa di value=1,000
sampai III yang RSUD Ungaran. 3.Terdapat
menjalani kemoterapi, Dengan hasil pengaruh SEFT
sampel dipilih dengan penelitian yang terhadap tingkat
cara accidental menyatakan depresi pada
sampling dan dibagi bahwa terdapat kanker serviks
menjadi 2 kelompok perubahan yang yang menjalani
yaitu kelompok signifikan kemoterapi
perlakuan dan terhadap tingkat dengan p value

43
kelompok kontrol. depresi pada =0,000
Masing-masing pasien
kelompok berjumlah hemodialisa
20 orang.

3. Atyanti Pengaruh 2019 Stres dalam Terapi SEFT ini terapi - SEFT mampu
Isworo, Terapi peningkatan yang aman, praktis menurunkan
Akhyarul Spiritual tekanan darah dan dapat dilakukan tekanan darah
anam, Nur Emotional oleh individu. Pada ssitolik pada
Indrawati Freedom terapi SEFT terdapat lansia hipertensi
Technique urutan tapping yang
Dalam dapat mengurangi
Menurunkan emosi yang negatif
Tekanan (stres). Mekanismenya
Darah pada adalah sistem energi di
Lansia dalam tubuh menjadi
Hipertensi normal sehingga
mampu menurunkan

44
produksi hormon
kortisol dan mampu
mempengaruhi otak
termasuk menurunkan
produksi adrenalin
sehingga epinefrin
menurun.

45
2.3 Kerangka Konsep

Konsep pada penelitian ini disusun berdasarkan teori yang telah

diuraikan pada bab tinjauan pustaka. Kerangka konsep penelitian digambarkan

dalam skema berikut:

Komponen kebutuhan spiritual:

Kanker Ginekologi a. Kebutuhan beragama


b. Kedamaian
c. Keberadaan atau eksistensi diri
d. Memberi

46
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penerapan ini adalah studi kasus.

Penerapan metode dilakukan secara mendalam terhadap suatu keadaan ataun

kondisi dengan cara sistematis mulai dari melakukan pengamatan,

pengumpulan data, analisis informasi dan pelaporan hasill (Nursalam,2020)

3.2 Subjek Studi kasus

Subjek yang dilibatkan dalam penerapan ini ditetapkan melalui teknik

total sampling dimana responden yang dilibatkan ditentukan berdasarkan

kriteria-kriteria inklusi yang telah ditetapkan. Subjek kasus ini melibatkan

pasien dengan kriteria inklusi sebagai berikut:

1) Kriteria Inklusi

Pada studi kasus ini, penentuan kriteria inklusi sebagai berikut:

a. Klien dengan kanker ginekologi (kanker servik)

b. Klien dengan tirah baring/bedrest

c. Klien dengan perawatan lebih dari 1 hari

d. Klien yang mampu berkomunikasi dengan baik

2) Kriteria Eksklusi

a. Klien tirah baring yang sudah terdapat dekubitus

b. Klien dengan program pindah ruangan

c. Klien yang menolak menjadi responden

47
3.3 Lokasi dan Waktu Studi Kasus

1. Lokasi Penerapan EBNP

Studi kasus ini dilakukan di Ruangan Ginekologi RSUD Zainoel Abidin

Banda Aceh.

2. Waktu

Penerapan Evidance Based Practice Nursing dilakukan selama 3 hari yaitu

pada tanggal 8-10 Agustus 2022.

3.4 Fokus Studi Kasus

Fokus studi kasus dalam penerapan ini adalah pemenuhan kebutuhan

spiritual menggunakan metode SEFT (Spiritual Emotional Freedom

Technique).

3.5 Definisi Oprasional

Variabel Definisi Parameter Instrumen Skala Skor

Operasional

Variabel Kanker 1. Pengkajian Format - -

dependen ginekologi 2. Pengumpulan pengkajian

pasien merupakan data asuhan

dengan kanker yang 3. Intervensi keperawata

kanker menyerang 4. Implentasi n gangguan

ginekologi organ 5. Evaluasi reproduksi

reproduksi

wanita yang
48
disebabkan

karena adanya

pertumbuhan

sel abnormal

(Aziz, 2014).

Variabel SEFT(Spiritual 1. The Set Up SOP - -

independen Emotional 2. The Tune In

Terapi Freedom 3. The Tapping

SEFT Technique) (Zainuddin,

(Spiritual adalah tehnik 2012).

Emotional relaksasi yang

Freedom memadukan

Technique) energi

psikologi dan

spiritualitas.

3.6 Instrumen Studi Kasus

Pada penerapan kasus ini menggunakan lembar SOP (Standar

Operasional Prosedur) untuk mengajarkan pasien metode SEFT (Spiritual

Emotional Freedom Technique).

3.7 Metode Pengumpulan Data

49
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penerapan ini

adalah analitik obsevasional. Sampel yang dipilih harus memenuhi kriteria

inklusi pada klien yang dirawat di ruang Ginekologi RSUD Zainoel Abidin

menggunakan lembar SOP (Standar operasional prosedur) dengan metode

SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique).

3.8 Analisa Data dan Penyajian Data

Pada studi kasus, analisis data diolah menggunakan aturan-aturan yang

disesuaikan dengan pendekatan studi kasus asuhan keperawatan. Dalam analis

data, data yang dikumpulkan dikaitkan dengan konsep, teori, prinsip yang

relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah keperawatan.

Adapun data disajikan secara tekstual/narasi dan tabel.

50
DAFTAR PUSTAKA
World Health Organisation. 2018. Cancer.

who.int/news-room/fact-sheets/detail/cancer. Dinkes tanggal 30 Oktober

2019.

Faradilla dkk. 2019. Determinan Kejadian Kanker Serviks di Rumah Sakit Umum

Daerah dr.Zainoel Abidin, Provinsi Aceh. Media Libangkes.

https://doi.org/10.22435/mpk.v29il.437

Komariah, M., & Ibrahim, K. (2019). Training dan Coaching pada Pasien Kanker

Payudara untuk Meningkatkan Kesehatan Melakukan Praktek Keagamaan.

Media Karya Kesehatan, 2(2).

Siwi, S, A, dkk. 2020. Kebutuhan Spiritual Pada Pasien Kanker : Literature Riview.

Viva Medika. https://ejournal.uhb.ac.id/index.php/VM/issue/archive

Caldeira, S., Timmins, F., Carvalho, E. C., & Vieira, M. (2017). Spiritual Well-

Being and Spiritual Distress in Cancer Patients Undergoing Chemotherapy:

Utilizing the SWBQ as Component of Holistic Nursing Diagnosis. Journal of

Religion and Health, 56 (4), 1489-1502.

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC

Aspiani, R. Y. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM

Diananda, R. (2008). Mengenal Seluk Beluk Kanker. Yogyakarta: Kata Hati.

Brunner, and S. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2.

Jakarta: EGC.

Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.


51
NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi Edisi 10. Jakarta:

EGC.

PPNI. (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

Padila. (2015). Asuhan Keperawatan Maternitas II. Yogyakarta: Nuha Medika.

Reeder, D. (2013). Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi & Keluarga,

Edisi 18 Volume 1. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, S. (2011). Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo

Zainuddin, S. (2012). SEFT Healing Terapi + Succes + Happines + Greatmess.

Jakarta: Afzan Publishing

Videbeck, S. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

National Care Institute. (2015b). Spiritual In Cancer Care. Retrived 3 Mei 2017,

From National Care Institute: Spirituality/Spirituality-pdq

Bussing , A., & Koenig, H. G. (2010). Spiritual Needs of Patients With Chronic

Disease. Religions. 1 (1), 18-27.

Bussing, A., Balzat, H., & Heusser, P. (2010). Spiritual needs of patients with

chronic pain desease and cancer-validation of the spiritual needs

questionnaire. European Journal of Medical Research, 18, 266-273

52
Kozier, B., Erb, G., Berman. A., & Snyder, S. J. (2010). Buku Ajar Fundamental

Keperawatan (7 ed). ( E Wahyuningsih, D. Yulianti, Y. Yuningsih, & A.

Lusyana, Trans). Jakarta: EGC

Hamid, A. (2008). Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:

EGC.

Herdman, T. H. (2016). Nanda Internasional diagnosa Keperawatan Definisi dan

Klarifikasi 2015-2017 ed.10. Jakarta :EGC.

Potter, D., & Perry, A. (2009). Fundamental Of Nursing (7 ed). Jakarta: Salemba

Medika.

SIWI, A. S. (2020). KEBUTUHAN SPIRITUAL PADA PASIEN KANKER:

LITERATURE REVIEW. Viva Medika: Jurnal Kesehatan, Kebidanan Dan

Keperawatan, 14(01), 75-83

Brahmantia, B., & Huriah, T. (2018). Pengaruh Spiritual Emotional Freedom

Technique (Seft) Terhadap Penurunan Nyeri Dan Kecemasan Pada Pasien

Pasca Bedah Transurethral Resection Prostate (Turp) Di Rsud Dr. Soekardjo

Kota Tasikmalaya. Jurnal Kesehatan Karya Husada, 6(2), 160-177.

Desmaniarti, D., Avianti, N., & Sudiyat, R. (2019, September). The Effectiveness

Relaxation Techniques and SEFT towards Children’s Stres at Rehabilitation

Center for Inmate Children Bandung. In INTERNATIONAL

CONFERENCE ON INTERPROFESSIONAL HEALTH

COLLABORATION AND COMMUNITY EMPOWERMENT (Vol. 1, No.

1, pp. 452-461).

53
Depkes. 2019. Hari Kanker Sedunia.

https://www.depkes.go.id/article/view/19020100003/hari-kanker-sedunia-

2019.html. Dinkes tanggal 30 Oktober 2019.

54

Anda mungkin juga menyukai