Anda di halaman 1dari 9

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Saat ini kanker merupakan salah satu permasalahan kesehatan utama dunia. Data
dari World Health Organization (WHO) setiap tahunnya ada sekitar 6,25 juta jiwa terkena
kanker dan 9 juta jiwa meninggal dunia dalam 80 tahun terakhir. Terdapat dua kanker
yang dominan pada wanita yaitu kanker payudara dan kanker seviks. Jika dilihat dari
angka mortalitas dan morbiditas kanker serviks menempati urutan ke 2 setelah kanker
payudara.

Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh di serviks, yaitu perbatasan antara
uterus dan vagina. Pada tahun 2014, WHO menyatakan bahwa kanker serviks menempati
urutan ke 4 penyebab kanker namun pada umumnya di usia 54 - 44 tahun kanker serviks
masih menempati urutan ke 2 dengan angka kejadian 528.000 kasus baru dan angka
kematian mencapai 266.000 jiwa. Afrika Timur, Indonesia, Malaysia dan Afrika Selatan
menjadi Negara dengan factor resiko tertinggi di dunia. Kejadian kanker serviks di
Indonesia menempati urutan ke 2 setelah kanker payudara, yaitu sebesar 20.928 kasus
dan 9.928 angka kematian. Insiden kejadian kanker serviks di Indonesia adalah < 19, 92
% per 100.000 wanita per tahun.

Data distribusi 10 besar penyakit di Ruang Teratai RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto, dalam jangka waktu 3 bulan yaitu bulan Januari hingga Maret 2017
di ketahui bahwa penyakit kanker serviks menduduki peringkat 3 terbanyak dari pada
penyakit lainnya yakni dengan jumlah pasien 68 orang dalam 3 bulan tersebut. Di
perkirakan jumlah penderita kanker serviks yang akan menjalani rawat inap maupun
kemoterapi akan semakin meningkat.

Salah satu penyebab terjadinya kanker serviks adalah Human Papiloma Virus
(HPV). Virus ini baru akan menjadi kanker setelah 10 sampai 20 tahun dengan ditandai
oleh adanya lesi pre kanker. Faktor resiko utama terjadinya kanker serviks adalah wanita
yang sering berganti-ganti pasangan seksual, berhubungan seksual dengan pasangan yang
beresiko tinggi, merokok, melemahnya system kekebalan tubuh dan koitus usia dini yaitu
dibawah usia 16 tahun (Erwin dkk, 2016).

Keluhan utama yang paling sering diutarakan oleh penderita adalah nyeri dalam
perjalanan penyakitnya dan merupakan alasan paling umum untuk mencari dan
mendapatkan bantuan medis 45 - 100 % penderita mengalami nyeri yang sedang hingga
nyeri berat. Keluhan nyeri banyak dijumpai pada pasien-pasien kanker. Nyeri yang
dialami oleh pasien-pasien kanker adalah nyeri yang diklasifikasikan dalam nyeri kronis
karena nyeri tersebut dialami dan berlangsung selama lebih dari 3 bulan (Saragih, 2010).

Reaksi fisik seseorang terhadap nyeri meliputi perubahan neurologis yang spesifik
dan sering dapat diperkirakan. Reaksi pasien terhadap nyeri dibentuk oleh berbagai faktor
yang saling berinteraksi mencakup umur, sosial budaya, status emosional, pengalaman
nyeri masa lalu, sumber nyeri dan dasar pengetahuan pasien. Kemampuan untuk
mentoleransi nyeri dapat menurun dengan pengulangan episode nyeri, kelemahan, marah,
cemas dan gangguan tidur. Toleransi nyeri dapat ditingkatkan dengan obat-obatan,
alkohol, hipnotis, kehangatan, distraksi dan praktek spiritual (Le Mone & Burke, 2008).

Berdasarkan hasil komunikasi penulis terhadap 3 pasien kanker serviks yang


sedang menjalani rawat inap didapatkan bahwa ketiga pasien tersebut mengatakan
merasakan nyeri pada bagian vaginanya. Nyeri yang dirasakan oleh ketiga pasien tersebut
rata-rata telah mereka alami lebih dari 3 bulan dan dapat dikategorikan sebagai nyeri
kronis.

Manajemen nyeri pada pasien kanker serviks menjadi penting kaitannya dengan
upaya-upaya menghilangkan nyeri atau pain relief. Manajemen nyeri meliputi terapi
farmakologis antara lain dengan pemberian analgesik dan terapi non farmakologis. Terapi
non farmakologis merupakan suatu cara untuk mengurangi nyeri dengan pendekatan non
farmakologi contohnya yaitu relaksasi distraksi, massage, guided imaginary, dan lain
sebagainya. Menurut Demir (2012) teknik nonfarmakologis merupakan suatu tindakan
mandiri perawat dalam mengurangi nyeri, diantaranya dengan suatu tindakan mandiri
perawat dalam mengurangi nyeri, seperti teknik relaksasi, distraksi, biofeedback
Transcutan Elektric Nervous Stimulating (TENS), guided imagery, terapi musik,
accupresur, aplikasi panas dan dingin, foot massaged an hipnotis. Management nyeri non
farmakologi untuk menghilangkan nyeri meliputi teknik distraksi, teknik pemijatan
(massage), teknik relaksasi, terapi musik, guided imaginary, meditasi, imajinasi
terbimbing. Tekniktekniktersebut dapat menurunkan intensitas nyeri, mempercepat
penyembuhan dan membantu dalam tubuh mengurangi berbagai macam penyakit seperti
depresi, stress dll (Kozier: 2010).

Pengobatan kanker konvensional seperti radiation therapy menyebabkan berbagai


efek samping traumatis dengan tingkat keparahan dan durasi yang berbeda. Efek samping
pengobatan kanker yang paling umum adalah kelelahan (80%), insomnia (73%), nyeri
(48%), dan mual atau muntah (48%).

Tekhnik Massage Effleurage juga memfasilitasi distraksi dan menurunkan


transmisi sensorik stimulasi dari dinding abdomen, sehingga mengurangi
ketidaknyamanan pada area yang sakit. Hal ini di buktikan pada penelitian yang
dilakukan oleh Hartati, 2015 tentang pengaruh tekhnik relaksasi effleurage terhadap nyeri
dismenore yang hasilnya menunjukkan ada penurunan tingkat nyeri dismenore setelah
diberikan massage efflleurage.

Massage atau pijat dapat memperbaiki kesehatan fisik dan psikologis terhadap
pasien kanker. Massage juga dapat membantu mengurangi rasa sakit yang disebabkan
oleh penempatan yang tidak tepat selama pengobatan radiasi, dan rasa sakit tersebut
dapat menjadi tambahan atau faktor pendukung kecemasan atau depresi.

Perawat sebagai komponen tim kesehatan yang berperan penting untuk mengatasi
nyeri pasien. Perawat berkolaborasi dengan dokter ketika melakukan intervensi untuk
mengatasi nyeri, mengevaluasi keefektifan obat dan berperan sebagai advocate pasien
ketika intervensi untuk mengatasi nyeri menjadi tidak efektif atau ketika pasien tidak
dapat berfungsi secara adekuat. Mendengarkan dengan penuh perhatian, mengkaji
intensitas nyeri dan distress, merencanakan perawatan, memberikan edukasi tentang
nyeri, meningkatkan penggunaan teknik non farmakologi dan mengevaluasi hasil yang
dicapai adalah tanggung jawab perawat (Smeltzet et al).
B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi penyakit diare


2. Bagaimana jenis jenis penyakit diare
3. Bagaimana penyebab penyakit diare
4. Bagaimana patofisiologi penyakit diare
5. Bagaimana tanda dan gejala pada penyakit diare
6. Bagaimana penatalaksanaan diare
7. Bagaimana pencegahan diare
8. Bagaimana komplikasi pada penyakit diare
9. Bagaimana pemeriksaan penunjang penyakit diare pada anak
10. Asuhan keperawatan penyakit diare pada anak
C. Tujuan
Epidemiologi

Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uteri merupakan kanker pembunuh
wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya, terdapat ± 500.000 kasus
baru kanker leher rahim (cervical cancer), sebanyak 80% terjadi pada wanita yang hidup di
negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat kanker leher
rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang.10 - 12 Hal tersebut
terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut.

Menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker leher rahim saat ini menempati
urutan pertama daftar kanker yang diderita kaum wanita. Saat ini di Indonesia ada sekitar 100
kasus per 100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus setiap tahunnya. Kanker serviks yang sudah
masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat. Selain
itu, lebih dari 70% kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan dalam keadaan stadium lanjut.

Selama kurun waktu 5 tahun, usia penderita antara 30 - 60 tahun, terbanyak antara 45 - 50
tahun. Periode laten dari fase prainvasif untuk menjadi invasif memakan waktu sekitar 10 tahun.
Hanya 9% dari wanita berusia dibawah 35 tahun menunjukkan kanker serviks yang invasif pada
saat didiagnosis, sedangkan 53% dari KIS (karsinoma in-situ) terdapat pada wanita diatas usia 35
tahun.

Definisi

Kanker serviks adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada jaringan leher rahim (serviks).
Kanker serviks merupakan kanker primer yang berasal dari serviks (kanalis servikalis dan atau
porsio). Serviks adalah bagian ujung depan rahim yang menjulur ke vagina.

Kanker serviks merupakan penyakit yang menyerang leher rahim yang merupakan bagian
reproduksi wanita. Kanker serviks terjadi ketika sel-sel pada serviks berubah dan tumbuh tidak
terkendali. Sel-sel ini dapat berubah dari normal menjadi pra-kanker dan kemudian menjadi
kanker.

Etiologi
Penyebab kanker serviks diketahui adalah virus HPV (Human Papilloma Virus) sub tipe
onkogenik, terutama sub tipe 16 dan 18. Adapun faktor risiko terjadinya kanker serviks antara
lain: aktivitas seksual pada usia muda, berhubungan seksual dengan multipartner, merokok,
mempunyai anak banyak, sosial ekonomi rendah, pemakaian pil KB (dengan HPV negatif atau
positif), penyakit menular seksual, dan gangguan imunitas.
Human Papilloma Virus (HPV) merupakan virus penyebab utama dari kanker serviks,
khususnya virus HPV tipe 16 dan 18 . Virus ini sangat mudah berpindah dan menyebar, tidak
hanya melalui cairan, tetapi juga dapat berpindah melalui sentuhan kulit. Selain itu, penggunaan
toilet umum yang sudah terkena virus HPV dapat menjangkit seseorang yang menggunakannya
jika tidak membersihkannya dengan baik. (Bidanku, 2015).
Perjalanan penyakit karsinoma serviks merupakan salah satu model karsinogenesis yang
melalui tahapan atau multistep, dimulai dari karsinogenesis awal sampai terjadinya perubahan
morfologi hingga menjadi kanker invasif. Studi-studi epidemiologi menunjukkan lebih dari 90%
kanker serviks dihubungkan dengan jenis human papiloma virus (HPV). Beberapa bukti
menunjukkan kanker dengan HPV negatif ditemukan pada wanita yang lebih tua dan dikaitkan
dengan prognosis yang buruk. HPV merupakan faktor inisiator kanker serviks. Onkoprotein E6
dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan.
Onkoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga TSG (Tumor Supressor Gene) p53 akan kehilangan
fungsinya. Sedangkan onkoprotein E7 akan mengikat TSG Rb, ikatan ini menyebabkan
terlepasnya E2F yang merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol.

Faktor lain yang menjadi penyebab kanker serviks menurut Tim KankerServiks pada
Panduan Lengkap Menghadapi Bahaya Kanker Serviks sebagai berikut :
a. Kurangnya tes Pap Smear secara teratur. Kanker leher rahim lebih sering terjadi pada
wanita yang tidak menjalani tes Pap Smear secara teratur. Dengan melakukan tes ini
dapat membantu dokter menemukan sel abnormal pada serviks.
b. Seringnya merokok dapat meningkatkan kemungkinan resiko kanker leher rahim
untuk wanita yang terinfeksi virus HPV.
c. Melemahnya sistem kekebalan tubuh karena sejarah kehidupan seksual. Wanita yang
memiliki banyak pasangan seksual memiliki risiko tinggi terkena kanker serviks.
Selain itu, seorang wanita yang telah berhubungan seks dengan pria yang memiliki
banyak pasangan seksual juga memiliki risiko tinggi untuk mengalami kanker
serviks. Dalam kedua kasus di atas, risiko menderita kanker leher rahim lebih tinggi
karena wanita memiliki risiko yang lebih tinggi terinfeksi HPV.
d. Menggunakan pil KB untuk waktu yang lama atau memiliki banyak anak. Penelitian
menunjukkan bahwa melahirkan banyak anak (5 atau lebih) meningkatkan resiko
kanker leher rahim pada wanita dengan infeksi HPV.
e. Wanita yang yang terkena obat dietilstilbestrol (DES) sebelum kelahiran dapat
meningkatkan risiko kanker serviks.
f. Faktor kemiskinan dan kebersihan juga dapat meningkatkan resiko untuk mengalami
kanker serviks.
Patofisiologi
Perkembangan kanker invasif berawal dari terjadinya lesi neoplastik pada lapisan epitel
serviks, dimulai dari (Neoplasia Intraepitel Serviks) NIS 1, NIS 2, NIS 3 atau karsinoma in situ
(KIS). Selanjutnya setelah menembus membran basalis akan berkembang menjadi karsinoma
mikroinvasif dan invasif. Pemeriksaan sitologi papsmear digunakan sebagai skrining, sedangkan
pemeriksaan histopatologik sebagai konfirmasi diagnostik.
Manifestasi Klinis
Gejala pada kanker serviks stadium awal umumnya tidak terlihat. Namun gejala baru
muncul ketika sel-sel kanker serviks sudah menginvasi jaringan sekitarnya, yaitu berupa:
a. Keputihan abnormal, beraroma tidak enak dan tidak sembuh-sembuh.
b. Terjadi pendarahan apabila sel-sel rahim telah berubah sifat menjadi kanker dan
menyerang jaringan-jaringan di sekitarnya.
c. Pendarahan abnormal di luar siklus menstruasi dan setelah berhubungan seks.
d. Siklus menstruasi tidak teratur.
e. Nyeri selama berhubungan seks.
f. Rasa nyeri saat berkemih.
g. Nyeri sekitar panggul.
h. Pendarahan pada masa pra atau paska menopause.
i. Bila kanker sudah mencapai stadium tinggi, akan terjadi pembengkakan pada anggota
tubuh seperti betis, paha, tangan dan sebagainya.
Stadium Kanker Serviks
Penentuan diagnosis stadium kanker serviks sangat penting untuk pengobatan atau
penanganan yang tepat. Stadium kanker serviks dibedakan menjadi 5 jenis. Menurut Cancer
Research UK tentang jenis kanker serviks diberikan sebagai berikut:
a. Normal
Pada stadium ini disebut juga “Carsinoma In Situ (CIS)” yang berarti bahwa
beberapa sel serviks mengalami perubahan. Namun sel-sel abnormal mulai terdapat
dan terkandung dalam lapisan permukaan serviks dan masih pada tempatnya.
Carsinoma in situ bukan kanker tetapi pada beberapa wanita perubahan akan
berkembang menjadi kanker setelah beberapa tahun.
b. Stadium 1
Stadium satu ditandai dengan sel kanker yang hanya ada di serviks dan ukuran
kelainannya kurang dari 3 mm. Stadium ini berarti bahwa kanker hanya terdapat
dalam leher rahim. Biasanya dibagi menjadi 2 tahap pada stadium ini, yaitu:
1) Stadium 1A
Pada stadium 1A pertumbuhan sangat kecil hanya dapat dilihat dengan
mikroskop. Stadium 1A1 berarti kanker telah tumbuh kurang dari 3 mm ke
dalam jaringan leher rahim, dan kurang dari 7 mm lebarnya. Stadium 1A2
berarti kanker telah tumbuh antara 3 dan 5 mm ke dalam jaringan serviks,
tetapi masih kurang dari 7 mm lebarnya.
2) Stadium 1B
Pada stadium 1B daerah kanker mulai meluas, tetapi kanker masih hanya
dalam jaringan serviks dan belum menyebar. Biasanya dapat dilihat tanpa
mikroskop, tetapi tidak selalu terlihat. Pada stadium 1B1 kanker tidak lebih
besar dari 4 cm. Pada tahap 1B2 kanker lebih besar dari 4 cm.
c. Stadium 2
Pada kanker serviks stadium 2, kanker telah mulai menyebar di luar leher
rahim ke dalam jaringan sekitarnya. Namun belum tumbuh ke dalam otot atau
ligamen yang melapisi pelvis (dinding panggul) maupun bagian bawah vagina.
Tahapan ini di bagi menjadi dua, yaitu:
1) Stadium 2A
Pada tahap 2A kanker telah menyebar ke dalam bagian atas vagina.
2) Stadium 2B
Pada tahap 2B kanker tersebar sampai ke jaringan di sekitar leher rahim.
d. Stadium 3
Kanker serviks stadium 3 telah menyebar keluar rahim tapi masih berada
didalam rongga panggul dan belum masuk sampai kandung kemih atau rektum.
Namun kelenjar getah bening sudah bisa mengandung sel kanker. Kanker pada
stadium ini adalah kanker yang tingkat dan gejalanya sudah semakin parah. Stadium
3 ini dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Stadium 3A
Stadium 3A apabila sel kanker telah menyebar ke sepertiga bagian bawah
vagina namun belum sampai ke dinding panggul.
2) Stadium 3B
Sedangkan stadium 3B, sel kanker telah menyebar ke dinding panggul bahkan
sudah bisa memblokir ureter karena ukurannya yang sudah membesar.
Sumbatan ini bisa menyebabkan ginjal berhenti bekerja.
e. Stadium 4
Kanker serviks stadium 4 telah menyebar ke kandung kemih, rektum atau yang
lainnya. Stadium 4 juga dibagi menjadi dua, yaitu 4A dan 4B.
1) Stadium 4A
Stadium 4A telah menyebar ke kandung kemih, rektum serta kelenjar getah
bening.
2) Stadium 4B
Stadium 4B, kanker telah menyebar keluar panggul dan kelenjar getah bening
lain selain panggul seperti hati, perut, paru-paru, saluran pencernaan, tulang.
Daftar Pustaka
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKServiks.pdf (Diakses pada tanggal 11 Maret 2019)

Anda mungkin juga menyukai