Anda di halaman 1dari 17

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Sasaran

: pasien, keluarga, pengunjung, dan petugas di Ruang 21


RSUD dr. Saiful Anwar Malang

Materi

: Carsinoma colon (kanker usus besar)

Metode

: Ceramah, tanya jawab

Media dan alat bantu

: poster

Waktu

: Jumat, 02 Oktober 2015 pukul 10.00 WIB

Tempat

: di Ruang 21 RSUD Dr. Syaiful Anwar Malang

A. LATAR BELAKANG
Secara epidemiologis, karsinoma kolon (kanker usus besar) merupakan
kanker ketiga yang paling umum pada laki-laki dan perempuan di Amerika Serikat.
Menurut World Health Organization pada April 2013 melaporkan terdapat lebih dari
940.000 kasus baru karsinoma kolon dan hampir 500.000 kematian dilaporkan di
seluruh dunia setiap tahunnya.Secara umum didapatkan kejadian kanker kolon
meningkat tajam setelah usia 50 tahun. Insidensi puncaknya pada usia 60 dan 70
tahun (Deiry, 2014).
Usus besar adalah bagian dari saluran cerna yang berfungsi untuk
penyerapan air. Usus ini berhubungan dengan rektum di bagian ujungnya yang
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara dari feses (tinja) yang selanjutnya
akan dibuang melalui anus. Dibandingkan penyakit jantung koroner, penyakit
keganasan atau kanker usus besar (kolon) kurang mendapat perhatian masyarakat
awam. Padahal angka kejadiaannya cukup tinggi. Apalagi diikuti dengan makin
bertambahnya usia harapan hidup, penyakit-penyakit degeneratif seperti kanker juga
akan semakin meningkat (Robbins, 2012).
Perkiraan insiden kanker di Indonesia

adalah

100

per

100.000

penduduk. Dewasa ini kanker kolon telah menjadi salah satu dari kanker yang
banyak terjadi di Indonesia. Data yang dikumpulkan dari 13 pusat kanker
menunjukkan bahwa kanker kolon merupakan salah satu dari lima kanker yang
paling sering terdapat pada pria maupun wanita (Soeripto, 2003). Dari berbagai
laporan, di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus kanker kolon, meskipun belum
ada data yang pasti, namun data di Departemen Kesehatan (2006) didapati angka
1,8 per 100 ribu penduduk. Sejak tahun 1994-2003, terdapat 372 keganasan kanker
kolon yang datang berobat ke RS Kanker Dharmais (RSKD). Berdasarkan data
rekam medik hanya didapatkan 247 penderita dengan catatan lengkap, terdiri dari

203 (54,57%) pria dan 169 (43,45%) wanita berusia antara 20-71 tahun (Kastomo,
2005).
Berdasarkan latar belakang diatas, kami selaku mahasiswa Ilmu keperawatan
Universitas Brawijaya tertarik untuk memberikan penyuluhan tentang carsinoma
colon (kanker usus besar).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan pasien, keluarga, pengunjung, dan
petugas di Ruang 21 RSUD dr. Saiful Anwar Malang mampu mengerti konsep
carsinoma colon (kanker usus besar).
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan peserta mampu mengetahui:
a. Definisi dari carsinoma colon (kanker usus besar)
b. Faktor risiko dari carsinoma colon (kanker usus besar)
c. Tanda dan gejala dari carsinoma colon (kanker usus besar)
d. Penatalaksanaan dari carsinoma colon (kanker usus besar)
e. Komplikasi carsinoma colon (kanker usus besar)
f. Pencegahan carsinoma colon (kanker usus besar)
C. KEGIATAN PENYULUHAN
TAHAP
Pembukaan

WAKTU

KEGIATAN

5 menit

PENYULUH
Membuka

dengan salam

KEGIATAN

METODE

PESERTA
Mendengarkan, Penjelasan

dan

(ceramah)
, dan menjawab Tanya jawab

memperkenalka

pertanyaan

MEDIA
-

memperhatikan

n diri
Menjelaskan
tujuan umum

dan khusus
Menentukan
kontrak waktu

dengan peserta
Menggali
pengetahuan
peserta tentang
materi yang
akan

Penyajian

15 menit

disampaikan
Menjelaskan
pengertian,

Mendengarkan,
memberikan

Penjelasan
(ceramah)

Poster

faktor risiko,
tanda gejala,

pendapat
Bertanya jika ada

pemeriksaan

yang tidak

diagnostik,

dipahami

penatalaksanaa

tentang materi

n, dan

yang

pencegahan

disampaikan

Tanya
jawab

dari kanker

kolon
Memberikan
kesempatan
peserta untuk
bertanya dan
menyampaikan

Penutup

10 menit

pendapatnya
Memberikan
kesempatan
pada peserta

(ceramah)
Tanya

untuk bertanya

diberikan

jawab

tentang materi

penyuluh

disampaikan
Memberikan
pertanyaan
sebagai acuan

evaluasi
Membuat
kesimpulan
tentang
kegiatan
penyuluhan
yang sudah

Penjelasan

pertanyaan yang

yang

Mendengarkan
menjawab

dilakukan
Mengakhiri
penyuluhan
dengan
mengucapkan
salam

Poster

D. KRITERIA EVALUASI
1. Kriteria Evaluasi Struktur
a. Penyuluh mencari literatur mengenai carsinoma colon (kanker usus besar)
b. Penyuluh membuat SAP mengenai carsinoma colon (kanker usus besar)
c. diharapkan telah mempersiapkan terkait materi, media, alat bantu, serta
sarana prasarana yang digunakan untuk penyuluhan kesehatan dengan
matang
d. Penyuluhan dilakukan dengan sesuai pengorganisasian
Moderator
: Triana Novitasari
Pemateri
: Reny Rudy Asista, Hesthi Purwaningsih
Fasilitator dan observer
: Nunik Fatmawati
2. Kriteria Evaluasi Proses
a. Diharapkan penyuluhan berjalan sesuai rencana
b. Diharapkan suasana penyuluhan konduksif dan tidak ada peerta yang
meninggalkan ruangan saat dilakukan penyuluhan
c. Diharapkan peserta antusias terhadap materi penyuluhan
d. Diharapkan peserta memberikan respon atau umpan

balik

berupa

pertanyaan-pertanyaan
3. Kriteria Evaluasi Hasil
Sebelum melakukan penyuluhan pemateri memberikan pertanyaan dasar
mengenai

kanker

usus

besar, kemudian

setelah

penyuluhan

diberikan

pertanyaan yang sama dengan pertanyaan yang diberikan sebelum dilakukan


penyuluhan.

Lampiran
MATERI PENYULUHAN
1. Definisi Kanker Kolon
Ca Colon atau Kanker usus besar adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi
pada kolon, rektum, dan apendiks (Robbins, 2012).
2. Faktor Risiko Kanker Kolon
Walaupun penyebab kanker usus besar (seperti kanker lainnya) masih belum
diketahui, namun telah dikenali beberapa faktor predisposisi (Price, 2005).
Beberapa faktor predisposisi tersebut adalah:
a. Konsumsi alkohol
Resiko besar terutama pada peminum alkohol, karena usus mengubah alkohol
menjadi asetilaldehida yang dapat meningkatkan resiko kanker kolon.
b. BAB tidak teratur

Kondisi usus yang kotor adalah satu penyebab kanker kolon. Tumpukan sisa
makanan yang menempel di dinding usus akibat konstipasi dapat membuat
keracunan di usus besar (intensital toxemia). Bila terjadi sumbatan di saluran
pembuangan, kotoran akan membusuk dan mengahilkan gas beracun. Gas
mudah terserap melalui pori-pori halus pada dinding usus, mengalir dalam
darah, masuk ke sel tubuh dan menyebabkan penyakit.
c. Asupan makanan tidak sehat
Makanan yang mengandung zat karsinigenik dan konsumsi makanan cepat
saji yang biasanya mengandung banyak zat kimia dan kolesterol. Zat
karsinogenik adalah suatu zat yang dapat mempercepat pertumbuhan sel
kanker, beberapa hal yang dapat bertindak sebagai karsinogenik adalah
makanan yang mengandung senyawa hidrokarbon ataujelaga yang banyak
ditemukan pada makanan yang dibakar, amino aromatic, hingga senyawa azo
seperti zat pewarna (Price, 2005)
d. Konsumsi rokok
Merokok berhubungan dengan kenaikan resiko terbentuknya adenoma dan
juga kenaikkan resiko perubahan adenoma menjadi kanker kolon hal ini
berhubungan karena zat racun pada rokok yang menyebabkan lesi/ jaringan
parut pada organ tubuh, termasuk usus besar. Pembentukan jaringan parut
pada kolon yang tidak terkendali akan mencetuskan pembentukan karsinoma
pada kolon. Penelitian terbaru perokok jangka lama (periode induksi 30-40
tahun) mempunyai resiko relatif berkisar 1,5-3 kali (Price, 2005).
3. Tanda dan Gejala Kanker Kolon
a. Perdarahan segar peranal (hematokezia)
Sebagian besar pasien karsinoma kolorektal yang terletak di di bagian distal
sering mempunyai keluhan buang besar berdarah segar. Sumber perdarahan
segar yang terbanyak dari kanker terletak di bagian distal kolon dari kanker,
terutama di rektum 89 dari 137 penderita (64,9%), menyusul dari sigmoid
62,7%, rektosigmoid 60,3% dan dari kolon descendens 28,6%. Dari mereka
yang mengalami perdarahan segar, ditemukan 7 pasien mengalami
perdarahan masif, yaitu yang lokasinya di rektum 4, rektosigmoid 1, dan
sigmoid 2. Ketujuh penderita dengan perdarahan masif mengalami renjatan
hipovolemik, dan dilakukan pembedahan segera (Sabiston, 2014).
b. Buang air besar lendir darah
Seseorang yang mempunyai keluhan buang air besar darah lendir, perlu
dipikirkan adanya infeksi misal disentri basiler atau amoeba, kolitis ulseratif,
selain disebabkan oleh keganasan. Dari 291 pasien yang diteliti ditemukan 92
pasien (31,6%) mempunyai keluhan buang air besar darah lendir. Dari hasil
penelitian bahwa letak karsinoma kolorektal dibagian proksimal lebih sering
menimbulkan buang air besar darah lendir. Hal ini disebabkan karena darah

yang dikeluarkan oleh kanker tersebut sudah bercampur dengan tinja


(Sabiston, 2014).
c. Obstruksi Saluran Cerna
Gejala klinis pasien karsinoma kolorektal sering menimbulkan gangguan
kebiasaan buang air besar, diantaranya dapat menimbulkan tanda obstruksi,
baik sebagian (parsial) maupn obstruksi total sehingga timbul tanda-tanda
ileus, buang air besar darah lendir atau obstipasi beberapa hari. Dari
penelitian ditemukan 28 pasien (9,6%) dengan tanda-tanda obstruksi, yaitu
perut kembung yang makin kembung dan makin lama makin tegang, tidak
dapat buang air besar dan tidak dapat flatus. Hal ini juga dikuatkan dengan
hasil rontgen polos abdomen terlentang dan berdiri yang menunjukkan
pelebaran usus halus dan kolon. Sebagai penyebab obstruksi ditemukan
kanker yang terletak di rektum 16 (11,7%) , rektosigmoid 4 (6,3%), sigmoid 7
(10,4%) dan kolon ascendens 1 (14,2%). Yang menimbulkan tanda-tanda
obstruksi umumnya kanker berbentuk sirkular dan anular yang menyebabkan
terjadi penyempitan lumen usus. Bentuk striktura merupakan tumor yang
sering menonjol dan mengisi seluruh lumen usus sehingga menyebabkan
sumbatan total (Sabiston, 2014).
d. Pasien karsinoma kolorektal mempunyai keluhan lain seperti pasien kanker
umumnya, yaitu anoreksia, berat badan menurun, rasa nyeri perut ditempat
kanker, buang air besar tidak teratur, walaupun sudah buang air besar yang
berupa tinja dengan darah lendir tetapi masih meraskan banyak kotoran
didalam perut yang sukar keluar seperti ada sumbatan. Selain itu juga timbul
tenesmus (Sabiston, 2014).
Tabel 1. Gambaran Klinis Karsinoma Kolon
Aspek klinis

Kolon Kanan
Kolitis

Kolon Kiri
Obstruksi

Rektum
Proktitis

Nyeri

Karena penyusupan

Karena Obstruksi

Tenesmi

Defekasi

Diare

atau

diare Konstipasi progresif

berkala
Obstruksi

menerus
Hampir selalu

Tidak jarang
Makroskopik

Darah pada

Jarang

Samat atau

feses

Samar

makroskopik

Feses

Normal
Normal (diare)

Dispepsia
Keadaan

Sering

Tenesmi terus

Perubahan
bentuk

Jarang

Jarang

Lambat

Lambat

umum

Hampir selalu

memburuk
Anemia

Lambat

Lambat

Hampir selalu
(Robbins, 2014).
4. Penatalaksanaan Kanker Kolon
Pemeriksaan diagnosis
a. Anamnesis
Meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi, baik berupa diare ataupun
konstipasi (change of bowel habit), perdarahan per anum (darah segar), sulit
buang air besar disertai darah lendir, atau buang air besar disertai darah
segar, penurunan berat badan. Dapat juga untuk menggali riwayat :
-

Perubahan kebiasaan defekasi seperti diarea, konstipasi

Perdarahan rectal atau occult bleeding (meskipun demikian, feses sering


normal)

Kram atau nyeri perut

Kelelahan dan fatigue

Riwayat kanker kolorektal pada keluarga

Riwayat menderita polip kolorektal

Riwayat menderita Chronic Inflammatory Bowel Desease

Kebiasaan makan (rendah serat, banyak lemak) (Sabiston, 2014).

b. Pemeriksaan Fisik
Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah adanya perubahan pola buang air
besar (change of bowel habits), bisa diare bisa juga konstipasi. Semakin distal
letak tumor semakin jelas gejala yang ditimbulkan karena semakin ke distal
feses semakin keras dan sulit dikeluarkan akibat lumen yang menyempit,
bahkan bisa disertai nyeri dan perdarahan, bisa jelas atau samar. Warna
perdarahan sangat bervariasi, merah terang, purple, mahogany, dan kadang
kala merah kehitaman. Makin ke distal letak tumor warna merah makin pudar.
Perdarahan sering disertai dengan lendir, kombinasi keduanya harus dicurigai
Kolon Kanan :
adanya proses
padakelemahan
colorectal. Selain itu, pemeriksaan fisik lainnya
- patologis
Anemia dan
Darah
okul
di feses
yaitu adanya -massa
yang
teraba
pada fossa iliaca dextra dan secara perlahan
- Dispepsia
makin lama makin
membesar.
Penurunan
- Perasaan
kurang
enak di berat
perut badan
kanan sering
bawah terjadi pada fase
Massa
di
perut
kanan
bawah
lanjut, dan 5% kasus sudah metastasis jauh ke hepar.
Kolon Kiri
:
Pemeriksaan
Digital
Rectal Examination (DRE) bisa ditemukan massa maligna
- Perubahan pola defekasi
(massa berbenjol-benjol
- Darah di dengan
feses striktura) direktum dan rektosigmoid teraba
Gejala
dan
tanda
keras kenyal dan lendir darah
padaobstruksi
sarung tangan.
Rektum :
- Perdarahan rektum
- Darah di feses
- Perubahan pola defekasi
- Pasca defekasi perasaan tidak puas atau rasa
penuh
- Penemuan tumor pada colok dubur
- Penemuan tumor rektosigmoid

(Sabiston, 2014).
Colok dubur
Pemeriksaan colok dubur dilakukan pada setiap penderita dengan tujuan
untuk menentukan keutuhan spinkter ani, ukuran dan derajat fiksasi tumor
pada rectum 1/3 tengah dan distal. Pada pemeriksaan colok dubur yang
harus dinilai adalah pertama, keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding
rectum.

Kedua,

mobilitas

tumor

untuk

mengetahui

prospek

terapi

pembedahan. Ketiga, ekstensi penjalaran yang diukur dari ukuran tumor dan
karakteristik pertumbuhan primer, mobilitas atau fiksasi lesi (Sabiston, 2014).
c. Pemeriksaan Laboratorium
Meliputi pemeriksaan tinja apakah ada darah secara makroskopis/mikroskopis
atau ada darah samar (occult blood) serta pemeriksaan CEA (carcino
embryonic antigen). Kadar yang dianggap normal adalah 2,5-5 ngr/ml. Kadar
CEA dapat meninggi pada tumor epitelial dan mesenkimal, emfisema paru,
sirhosis hepatis, hepatitis, perlemakan hati, pankreatitis, colitis ulserosa,
penyakit crohn, tukak peptik, serta pada orang sehat yang merokok. Peranan
penting dari CEA adalah bila diagnosis karsinoma colorectal sudah ditegakkan
dan ternyata CEA meninggi yang kemudian menurun setelah operasi maka
CEA penting untuk tindak lanjut. CEA dapat meningkat pada 60-90% pasien
dengan carcinoma colorectal. Namun CEA bukan merupakan tes skrining
yang efektif untuk keganasan. CEA tidak spesifik karena dapat meningkat juga
pada pasien dengan carcinoma selain carcinoma colorectal (Soeripto et al.,
2003).
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Flexible Sigmoidoscopy (FS)

Flexible Sigmoidoscopy (FS) merupakan bagian dari endoskopi yang


dapat dilakukan pada rectum dan bagian bawah dari colon sampai jarak
60 cm (sigmoid) tanpa dilakukan sedasi. Prosedur ini sekaligus dapat
melakukan biopsi. Hasilnya terbukti dapat mengurangi mortalitas akibat
karsinoma colorectal hingga 60%-80% dan memiliki sensistivitas yang
hampir sama dengan colonoscopy 60%-70% untuk mendeteksi karsinoma
colorectal. Walaupun jarang, FS juga mengandung resiko terjadinya
perforasi 1/20.000 pemeriksaan.
Intepretasi hasil biopsi dapat menentukan apakah jaringan normal,
prekarsinoma, atau jaringan karsinoma. American Cancer Society (ACS)
merekomendasikan untuk dilakukan colonoscopy apabila ditemukan
jaringan adenoma pada pemeriksaan FS. Sedangkan hasil yang negatif
pada pemeriksaan FS, dilakukan pemeriksaan ulang setelah 5 tahun
(Soeripto et al., 2003).
2) Penyinaran Enema barium
Pemeriksaan sinar-x enema barium (BE) mempunyai manfaat cost
effective dan memeriksa keseluruhan kolon. Pemeriksaan dengan barium
enema dapat dilakukan dengan Single contras procedure (barium saja)
atau Double contras procedure (udara dan barium). Kombinasi udara dan
barium menghasilkan visualisasi mukosa yang lebih detail. Akan tetapi
barium enema hanya bisa mendeteksi lesi yang signifikan (lebih dari 1
cm).42 DCBE memiliki spesifisitas untuk adenoma yang besar 96%
dengan nilai prediksi negatif 98%. Metode ini kurang efektif untuk
mendeteksi polips di rectosigmoid-colon. Barium enema sebaiknya
menggunakan kontras ganda dan usahakan melakukan pemotretan pada
berbagai posisi bila ditemukan kelainan. Pada foto kolnon dapat terlihat
suatu filling defect pada suatu tempat atau suatu striktura. Selain itu dapat
ditemukan lokasi tempat kelainan tersebut (Soeripto et al., 2003).

Gambar : Pemeriksaan kontras barium enema radiograf

3) Endoscopy dan biopsi


Endoscopy dapat dikerjakan dengan rigid endoscope untuk kelainankelainan sampai 25 cm 30 cm, dengan fibrescope untuk semua kelainan
dari rectum sampai caecum. Biopsi diperlukan untuk menentukan secara
patologis anatomis jenis tumor (Soeripto et al., 2003).
4) Kolonoskopi
Colonoscopy adalah prosedur dengan menggunakan tabung fleksibel yang
panjang dengan tujuan memeriksa seluruh bagian rectum dan usus besar.
Colonoscopy umumnya dianggap lebih akurat daripada barium enema,
terutama dalam mendeteksi polip kecil. Jika ditemukan polip pada usus
besar, maka biasanya diangkat dengan menggunakan colonoscope dan
dikirim ke ahli patologi untuk kemudian diperiksa jenis kankernya.
Tingkat sensitivitas colonoscopy dalam mendiagnosis adenokarsinoma
atau

polip

colorectal

kesempurnaan

adalah

prosedur

95%.

Namun

pemeriksaannya

tingkat

sangat

kualitas

tergantung

dan
pada

persiapan colon, sedasi, dan kompetensi operator. Colonoskopi memiliki


resiko dan komplikasi yang lebih besar dibandingkan FS. Angka kejadian
perforasi

pada

pemeriksaan,

skrining

dan

angka

karsinoma

colorectal

kejadian

perdarahan

antara

3-61/10.000

sebesar

2-3/1.000

pemeriksaan (Soeripto et al., 2003).


5) Pemeriksaan penunjang lainnya
-Radiografi thorak : digunakan untuk mendeteksi kanker yang telah
metastase ke paru-paru.
-Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi sangat sulit untuk mendeteksi kanker kolorektal. Alat ini
baru bermanfaat untuk mendeteksi ada tidaknya metastase kanker ke
kelenjar getah bening di abdomen dan di hati. Jika ada pembesaran
kelenjar getah bening para-aortal patut dicurigai suatu metastase dari
kanker.
-CT-Scan
Digunakan untuk mendeteksi metastase ke nodus limfatikus, hati atau paruparu (Sabiston, 2014).

Gambar :

CT

bagian

atas

multipel

tumor

dan

yang sudah menyebar

hati

Scan

menunjukkan
dalam

(metastase)
dari kanker

abdomen
limpa
berasal

usus (karsinoma).

Terapi pada Kanker Kolon


a. Farmakologi
Penelitian di Eropa dan Amertika Serikat melaporkan bahwa respon
terhadap kombinasi dari 5-fluorouracil (5-FU), leucovorin, dan irinotecan (CPT11)
lebih baik bila dibandingkan dengan 5-FU/leucovorin atau CPT11 secara tunggal.
Terapi standar untuk carsinoma kolon yang telah bermetastase adalah CPT11
dengan kombinasi 5-FU/LV dikenal sebagai Saltz Regimen. Obat ini digunakan
secara kombinasi dalam pengobatan carsinoma colorektal.
Terapi dasar 5-FU diberikan secara infuse setiap hari selama 5 hari dalam
4 minggu (mayo klinik regimen) dan diteruskan secara infuse setiap minggu
untuk 6 minggu dengan 2 minggu off ( Roswell Park regimen).
Kategori obat: Antineoplastic agents, merupakan standar terapi dalam
pengobatan ca kolon termasuk terapi kombinasi. Diare merupakan efek samping
yang biasa terjadi dalam pengobatan ini. Efek samping lain termasuk mucositis,
neutropenia, kerontokan rambut, dan reaksi hipersensitivitas (Robbins, 2012).
Nama Obat

Fluorouracil (Adrucil)
Digunakan terutama dalam pengobatan carsinoma kolon pada
penderita yang berusia lebih dari 40 tahun. Dapat digunakan sebagai
agen tunggal atau kombinasi untuk terapi jangka panjang dengan
leucovorin sebagai modulator biokimia.
Sebagai antimetabolit (obat anti kanker dengan struktur kimia yang
hampir sama dengan faktor endogen intermediate atau memblok
sintesis DNA atau RNA). 5-FU menghambat pertumbuhan sel tumor
melalui tiga mekanisme berbeda yang berhubungan dengan aktivitas
sintesis DNA atau kemampuan selular. Efek ini tergantung pada
konversi intraseluler dari 5-FU menjadi 5-FdUMP, 5-FUTP, dan 5FdUTP. 5-FdUMP menghambat thymidylate synthase (enzim kunci

dalam sintesis DNA) . 5-FUTP dihubungkan dengan proses sintesis


Dosis Dewasa

RNA dan 5-FdUTP berhubungan dengan DNA.


Standar pengobatan: 500 mg/m2 IV setiap minggu selama 4-6
minggu.
Terapi tambahan:
Regimen Mayo Klinik: 425 mg/m2/d IV bolus pada hari ke 1-5 setelah
pemberian

LV

untuk

hari

setiap

minggu.

Roswell Park regimen: infuse dilanjutkan setiap minggu selama 6


Kontraindikasi

minggu
Hipersensitivitas; supresi sumsum tulang belakang, infeksi berat,

Interaksi

adenokarsinoma unresponsive atau progressive, kehamilan


Meningkatkan resiko perdarahan dengan antikoagulan, NSAIDs,
platelet inhibitor, agen trombolitik, agen imunosupresif; leucovorin
menurunkan kadar folat. Kombinasi dengan 5-FU lebih efektif dalam

Kehamilan
Precautions

memblok sintesis thymidylate (meningkatkan respon terapi).


Tidak aman untuk kehamilan
Mual, oral dan GI ulcers, depresi system imun, kegagalan

Nama obat

hematopoiesis (supresi sumsum tulang belakang)


Irinotecan (Camptosar)
Menghambat topoisomerase I, menghambat replikasi

DNA. Efektif

dalam pengobatan carsinoma colorektal. Standar terapi untuk


carsinoma kolon yang mengalami metastase termasuk kombinasi
kemoterapi 5-FU/LV/CPT11 karena terjadinya toksisitas dihubungkan
dengan Saltz Regimen (5-FU/LV/CPT11), saat ini standar terapi ca
kolon yang mengalami metastase maksimal 5-FU 400 mg/m2 dan
Dosis dewasa
Kontraindikasi

CPT11 100 mg/m2 sebagai dosis awal.


125 mg/m2 IV > 90 minimal setiap minggu dalam 4-6 minggu.
Hipersensitifitas; diarrhea akut; demam, neutropenia; adenokarsinoma

Interaksi

anresponsif atau progresif.


Pemberian dengan antineoplastik
neutropenia

memanjang

dan

lain

dapat

trombositpenia

menyebabkan
yang

dapat

Kehamilan

meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas.


Tidak aman untuk kehamilan

Perhatian

Efek samping termasuk myelosuppresi, alopecia, mual, muntah, dan

Nama obat

diare, awasi fungsi sumsum tulang belakang.


Leucovorin (Wellcovorin)
Standard therapy untuk ca kolon dan termasuk dalam terapi

Dosis dewasa

kiombinasi
Standard therapy: 20 mg/m2 IV setiap minggu untuk 4-6 minggu
Terapi tambahan: 20 mg/m2 IV sebelum pemberian 5-FU pada hari ke

Kontraindikasi
Nama obat

1-5 selama 4 minggu (Mayo Clinic regimen).


hypersensitivity; anemia pernisiosa; anemias megaloblastic
Oxaliplatin (Eloxatin)
Agent antineoplastik yang digunakan sebagai kombinasi dengan 5-FU
dan leucovorin untuk pengobatan ca kolon dengan metastasis yang

Dosis dewasa

mengalami kekambuhan atau progressi.


Hari 1: 85 mg/m2 IV > 2 jam; diberikan secara simultan dengan
leucovorin 200 mg/m2; diikuti 5-FU 400 mg/m2 IV bolus > 2-4 min,
kemudian 5-FU 600 mg/m2 IV dalam larutan D5W 500 ml > 22 jam.
Hari 2: Leucovorin 200 mg/m 2 IV > 2 jam, diikuti 5-FU 400 mg/m 2 IV
bolus > 2-4 min, kemudian 5-FU 600 mg/m2 IV dalam larutan D5W

Interaksi
Kehamilan
Perhatian

500 Ml > 22 jam.


Meningkatkan konsentrasi 5-FU dalam serum hampir 20%
Tidak aman untuk kehamilan
Reaksi Anaphylaxis, neuropati, fibrosis pulmoner, supresi sumsum
tulang belakang, gejala system gastrointestinal (mual, muntah,

Nama obat

stomatitis), toksisitas ren atau hepar, tromboembolisme


Cetuximab (Erbitux)
Rekombinan antibody moniklonal dari manusia/tikus yang secara
spesifik berikatan dengan komponen ekstraseluler dari reseptor factor
pertumbuhan

epidermal

Cetuximab-bound

(EGFR,

EGF

HER1,

menghambat

c-ErbB-1).

aktivasi

Reseptor

reseptor

kinase,

sehingga menghambat pertumbuhan sel, menginduksi apoptosis, dan


menurunkan
endothelial

produksi
growth

matriks

factor

metalloproteinase

(VEGF).

dan

Diindikasikan

vascular

untuk

terapi

irinotecan-refractory, EGFR-expressed, colorectal carcinoma yang


telah mengalami metastase. Terapi lebih baik dengan kombinasi
Dosis dewasa

irinotecan
Dosis
awal:

mg/m2

400

IV

(infuse

>

jam)

Kontraindikasi
Perhatian

dosis pemeliharaan setiap minggu: 250 mg/m IV (infus > 1 jam).


Karsinoma kolorectal tanpa metastasis
Hipersensitifitas, termasuk alergi terhadap protein murine; hipotensi,

Nama obat

distress jalan nafas ( bronkospasme, stridor, hoarseness),


Bevacizumab (Avastin)
Diindikasikan sebagai terapi lini pertama pada metastatic colorectal
cancer.

Murine-derived

monoclonal

antibody

menghambat

angiogenesis. Menghambat pembentukan pembuluh darah baru yang


mengangkut
Dosis dewasa
Interaksi

oksigen

dan

nutrisis

yang

dibutuhkan

dalam

pertumbuhan sel tumor.


5 mg/kg IV 4 kali dalam 2 minggu
Pemberian dengan 5-fluorouracil dapat meningkatkan terjadinya

kejadian tromboembolik yang serius dan fatal (CVA, MI, TIAs, angina)
Hipertensi, fatigue, thrombosis, diarrhea, leukopenia, proteinuria, sakit

Perhatian

kepala, anorexia, dan stomatitis; mungkin menyebabkan keadaan


serius atau fatal tetapi hal ini jarang terjadi, yaitu perforasi
gastrointestinal, infeksi intraabdominal, kegagalan penyembuhan luka,
hemoptysis (secara partikuler berhubungan dengan ca pulmo), dan
perdarahan internal, meningkatkan resiko yang serius maupun fatal
terhadap

terjadinya

trombotik

arterial

dengan

pemberian

5-

fluorouracil.
(Robbins, 2013).
b. Kemoterapi
Kemoterapi Intrahepatic untuk carcinoma colon dengan metastase ke hepar
adalah intraarterial floxuridine (FUDR).

Diikuti reseksi karsinoma kolon primer dan nodus limfatikus, dengan pilihan
kemoterapi:

kemoterapi

sistemik

menggunakan

regimen

5-

FU/leucovorin/CPT11 atau kemoterapi intrahepatic (intraarterial) dengan


FUDR.

Pilihan kedua untuk pasien dengan lesi hepar yang luas atau multiple
sehingga membutuhkan kemoterap dosis yang lebih tinggi. Prinsip terapi ini
adalah metastase ke hepar menerima suplai darah terutama melalui
sirkulasi arteri hepatica, dinama hepar secara normal menerima darah
melalui vena porta. Efek samping utama pada intraarterial FUDR adalah
kolangitis sclerosis.

Terapi FUDR intraarterial biasanya diberikan melalui pompa yang ditanam di


daerah subcutan, yang diganti secara periodik. Efek samping utama yang
bisa terjadi adalah sclerosing cholangitis (Robbins, 2013).

c. Pembedahan
Pengobatan utama pada kanker kolorektal adalah pengangkatan bagian
usus yang terkena dan sistem getah beningnya. 30% penderita tidak dapat
mentoleransi pembedahan karena kesehatan yang buruk, sehingga beberapa
tumor diangkat melalui elektrokoagulasi. Cara ini bisa meringankan gejala dan
memperpanjang usia, tapi tidak menyembuhkan tumornya. Pada kebanyakan
kasus kanker kolon, bagian usus yang ganas diangkat dengan pembedahan dan
bagian yang tersisa disambungkan lagi (Kastomo, 2005).
Untuk kanker rektum, jenis operasinya tergantung pada seberapa jauh
jarak kanker ini dari anus dan seberapa dalam tumbuh ke dalam dinding rektum.
Pengangkatan seluruh rektum dan anus mengharuskan penderita menjalani

kolostomi menetap (pembuatan hubungan antara dinding perut dengan kolon).


Dengan kolostomi, isi usus besar dikosongkan melalui lubang di dinding perut ke
dalam suatu kantung, yang disebut kantong kolostomi. Bila memungkinkan,
rektum yang diangkat hanya sebagian, dan menyisakan ujung rektum dan anus.
Kemudian ujung rektum disambungkan ke bagian akhir dari kolon (Kastomo,
2005).

Gambar : Colostomy
Prosedur pembedahan klasik untuk carcinoma kolon adalah reseksi anterior.
Abdomen dieksplorasi untuk menentukan letak tumor yang akan direseksi, dan
kemudian reseksi dilakukan secara segmental (hemikolectomy kanan atau kiri)
dengan end-to-end anastomosis. Reseksi kolon total dilakukan terhadap pasien
dengan polyposis familial dan polip colon multiple.

Laparoscopic colon resection: menggunakan teknik laparoscopic untuk


melakukan reseksi kolon.

Penggantian

sphincter

secara

elektrik

untuk

menstimulasi

musculus

neosphincter dan penambahan anal sphincter untuk pasien dengan


inkontinensia fecal stadium akhir.

Hepatectomy partial untuk carcinoma kolon yang terbatas pada hepar


merupakan terapi pilihan untuk pasien dengan carsinoma colorektal
berulang. Factor yang ikut menentukan keberhasilan terapi ini termasuk
metastase tunggal, kadar CEA lebih dari 200 ng/mL, diameter tumor < 5 cm,
dan penanda negative setelah reseksi. Deteksi dini terhadap carsinoma
colorektal recuren termasuk dengan menggunakan CT atau MRI. Kadar CEA
juga penting untuk mendeteksi rekurensi, walaupun positive palsu dan negativ
palsu bisa saja terjadi.

Terapi lain pada metastasis liver adalah termasuk cryoablation (tekhnik


tertentu dalam bedah abdomen) dan hepatic arterial infusion (HAI) dari agent

chemotherapi seperti FUDR. HAI FUDR adjuvant biasanya diikuti dengan


hepatectomy parsial (Kastomo, 2005)
d. Radiasi onkologi
Pasien dengan carsinoma rektal perlu dilakukam radiasi onkologi. Radiasi
bertujuan untuk mengurangi resiko kekambuhan dari carsinoma rektal. Radiasi
bermanfaat juga sebagai terapi paliatif (mengurangi pertumbuhan tumor pada
lokasi spesifik yang merupakan hasil metastase dari carsinoma colorektal). Terapi
ini juga bisa untuk meningkatkan kualitas hidup (membantu mengontrol nyeri
atau kompresi medula spinalis atau sindrom vena cava. Terapi penyinaran
setelah pengangkatan tumor, bisa membantu mengendalikan pertumbuhan tumor
yang tersisa, memperlambat kekambuhan dan meningkatkan harapan hidup.
Pengangkatan tumor dan terapi penyinaran, efektif untuk penderita kanker
rektum yang disertai 1-4 kanker kelenjar getah bening. Tetapi kurang efektif pada
penderita kanker rektum yang memiliki lebih dari 4 kanker kelenjar getah bening
(Robbins, 2013).
5. Komplikasi Kanker Kolon
Beberapa komplikasi yang terjadi akibat kanker kolon diantaranya:
a. Perdarahan pada usus besar sehingga menimbulkan anemia
b. Ileus obstruksi yang menyebabkan mual dan muntah sehingga terjadi
ketidakseimbangan elektolit dan cairan
c. Peritonitis akibat penyebaran kuman dari kolon dan iritasi dari cairan kolon
yang menyebar pada rongga perut
d. Sepsis yang tidak tertolong sehingga menyebabkan kematian
6. Pencegahan Kanker Kolon
a. Pada orang yang belum terkena kanker kolon dianjurkan untuk menghindari
konsumsi makanan yang tidak sehat seperti makanan instan yang banyak
mengandung zat kimia berbahaya, tidak mengkonsumsi alkohol, rokok, serta
dianjurkan makan banyak serat dan vitamin untuk memperlancar eliminasi
feses (mencegah konstipasi)
b. Jika terdapat tanda dan gejala dari kanker kolon seperti pola defekasi tidak
teratur (konstipasi dan diare), perut terasa nyeri dan kram, BAB berdarah dan
keluar lendir serta darah, dsb, maka segera periksakan ke layanan kesehatan
untuk segera mendapat penanganan lebih awal agar prognosis tidak
memburuk.
c. Pada penderita yang sudah mengidap kanker kolon maka dianjurkan untuk
mematuhi regimen terapi yang telah diberikan oleh dokter.
DAFTAR PUSTAKA

Deiry,

Depkes.

El-Wafik S. 2006. E-Medicine: Colon Carcinoma. Diakses dari:


http://emedicine.medscape.com/article/277496 tanggal 27 September
2015 Pukul 20.00 WIB.
2006. Deteksi
Dini
Kanker
Usus
Besar,
(Online),
(http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/kliping/KankerUsus011106.htm,
diakses 01 Oktober 2015).

Jong, De Wim. 2002. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta: EGC.
Kastomo DR, Soemardi A. 2005. Tindakan Bedah pada Keganasan Kolorektal
Stadium Lanjut. Majalah Kedokteran Indonesia; Vol 55 No 7, p 499-500.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jilid II. Jakarta: EGC.
Robbins, S.L., M.D. dan Kumar, V., M.D. 2012. Traktus Gastrointestinal dalam Buku
Ajar Patologi II, ed. 4. Jakarta: EGC.
Sabiston, D.C.Jr., M.D. 2014. Buku Ajar Bedah Jilid 2. Jakarta: EGC.
Soeripto et al. 2003. Gastro-intestinal Cancer in Indonesia. Asian Pacific Journal of
Cancer
Prevention,
(Online);
Vol.
4,
No.
4,
(http://www.apocp.org/ cancer_download/Vol4_No4/Soeripto.pdf, diakses
01 Oktober 2015).

Anda mungkin juga menyukai