Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

GASTROENTERITIS AKUT DENGAN DEHIDRASI


RINGAN SEDANG

Disusun oleh:

Pembimbing :
Dr. Hj. Sa’adah, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU


KESEHATAN ANAK RSUD
KABUPATEN BEKASI PERIODE 13
FEBRUARI – 26 MARET 2022
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wa Rahmatullahii wa Barakatuuh Alhamdulillahirabbil’alamin,


puji dan syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga Laporan kasus
yang berjudul “GASTROENTERITIS AKUT DENGAN DEHIDRASI
RINGAN SEDANG” ini dapat diselesaikan.
Penulisan dan penyusunan laporan kasus ini bertujuan untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Kabupaten Bekasi.
Selain itu, tujuan lainnya adalah sebagai salah satu sumber pengetahuan bagi
pembaca, terutama pengetahuan mengenai Ilmu Kesehatan Anak, semoga dapat
memberikan manfaat.
Penyelesaian laporan kasus ini tidak terlepas dari bantuan para dosen
pembimbing, staf pengajar, serta orang-orang sekitar yang terkait. Oleh karena itu,
kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Sa’adah, Sp.A selaku dokter pembimbing bagian kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Anak
2. Para perawat dan Pegawai di Bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSUD
Kabupaten Bekasi
3. Teman-teman sejawat dokter muda di RSUD Kabupaten Bekasi
dalam menyelesaikan penulisan laporan kasus ini, penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan yang tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi maupun dari bahasa yang disajikan. Untuk itu
penulis mohon maaf atas segala kekhilafan, serta dengan tangan terbuka
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Jakarta, Februari 2022

Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ............................................................................................. 1
KATA PENGANTAR ....................................................................................... 2
DAFTAR ISI ...................................................................................................... 3
BAB I LATAR BELAKANG .................................................................. 4
BAB II LAPORAN KASUS……………………………………….…….. 5
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 20
3.1 Definisi .................................................................................. 20
3.2 Epidemiologi ......................................................................... 20
3.3 Patofisiologi........................................................................... 20
3.4 Manifestasi ............................................................................ 22
3.5 Perjalanan Penyakit............................................................... 24
3.6 Pitfall dalam diagnosis.......................................................... 24
3.7 Kriteria Diagnosis.................................................................. 25
3.8 Pemeriksaan Penunjang......................................................... 26
3.9 Diagnosis Banding................................................................. 28
3.10 Tatalaksana............................................................................ 31
3.11 Komplikasi………………...………………………………. 32
3.12 Pencegahan……………...………………………………….. 33
BAB IV KESIMPULAN…………………………………………………… 35
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 36
BAB I

LATAR BELAKANG

Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh

dunia. Di Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga

dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek dokter, sementara di

beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut

karena infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien

dewasa yang datang berobat ke rumah sakit. Di negara maju

diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan

dinegara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk


sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa

terjadi setiap tahunnya. WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar

kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun.

Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta

episode diare pada orang dewasa per tahun. Dari laporan surveilan

terpadu tahun 1989 jumlah kasus diare didapatkan 13,3 % di

Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap

dan 0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia

adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia coli,

dan Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya disebabkan oleh

Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh

Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC).

Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk

mendekati pasien diare akut yang disebabkan oleh infeksi.Makanan

atau minuman terkontaminasi, berpergian, penggunaan antibiotik,

HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam

mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi.


IDENTIFIKASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Usia : 2 tahun 11 bulan
Tanggal lahir : 9 Februari 2020
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Bekasi
Tanggal masuk rumah sakit : 12 Februrari 2022
Tanggal pemeriksaan : 12 Februrari 2022
Ruang rawat : Bangsal Sakura

II. IDENTITAS ORANG TUA PASIEN


Ibu Ayah
Nama Ny. E Tn. A
Usia 28 tahun 32 tahun
Agama Islam Islam
Pekerjaan Ibu rumah tangga Karyawan Swasta

Bekasi
Alamat

Hubungan dengan
Ibu kandung Ayah kandung
pasien

III. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada Sabtu,
19 Februari 2022.

A. Keluhan Utama:
Pasien datang dengan keluhan BAB cair sebanyak 5 kali sehari, tidak
berdarah ataupun berlendir, sejak 3 hari yang lalu
B. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan BAB cair sejak 4 hari SMRS, sebanyak
kurang lebih 5 kali sehari. BAB cair disertai dengan sedikit ampas, tiap
BAB sebanyak kurang lebih seperempat gelas belimbing, warna cokelat
kehijauan, tidak berlendir, tidak disertai darah. Pasien juga muntah setiap
makan atau minum. Sejak 1 hari SMRS, pasien mengalami demam, naik
turun tidak ditentukan waktu, tidak disertai mengigil ataupun kejang.
Pasien terlihat kehausan namun masih mau minum, BAK normal, kurang
lebih 1 jam SMRS tertampung BAK kurang lebih 100 cc. Pasien juga
mengalami penurunan nafsu makan dan minum. Keluhan lain seperti
mimisan, bintik-bintik merah pada tubuh, dan nyeri pada perut disangkal.
Karena tidak kunjung membaik orang tua pasien membawa anaknya ke
RSUD Kabupaten Bekasi.

C. Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien belum pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Riwayat TB
paru (+) satu tahun yang lalu dan sudah diobati. Asma, kejang demam,
epilepsi, hipertensi, diabetes mellitus.

D. Riwayat Penyakit Keluarga:


Riwayat TB paru, asma, kejang demam, epilepsi, hipertensi, diabetes
mellitus dan mengkonsumsi OAT disangkal.

E. Silsilah Keluarga (Genogram):

Tn. A Ny. M

An.A
Keterangan :

= Laki- laki

= Perempuan

= Pasien

F. Riwayat Tumbuh Kembang:

Usia Motorik kasar Motorik halus Bicara Sosial

1 bulan Tangan dan kaki Kepala mulai Bereaksi Mampu menatap


bergerak aktif menoleh terhadap bunyi orang lain
sedikit ke lonceng
kanan dan kiri
2 bulan Mulai Kepala Mulai bersuara Mampu senyum
mengangkat menoleh ke
kepala samping
kanan/ kiri
3 bulan Kepala tegak Tertawa/ Memandangi
ketika berteriak tangannya
didudukkan
4 bulan Tengkurap- Memgang
telentang sendiri mainan
5 bulan Meraih, Menoleh ke Meraih mainan
menggapai suara
benda
6bulan Duduk tanpa Memasukkan
berpegangan biskuit ke mulut
7 bulan Berdiri Mengambil Bersuara ma, Bertepuk tangan
berpegangan makanan ma, ma
dengan tangan
kanan dan kiri

G. Riwayat Pribadi:
Masalah kehamilan Tidak ada
Kehamilan
ANC Melakukan ANC sebanyak 3 kali
Tempat persalinan Klinik Bidan
Penolong persalinan Bidan
Kelahiran
Cara persalinan Normal
Usia gestasi 38 minggu
Berat lahir: 3.200 gram
Panjang badan lahir: 50 cm
Pasca lahir Keadaan bayi Lingkar kepala: 37 cm
Menangis spontan: Iya
Kelainan bawaan: Tidak ada

H. Riwayat Imunisasi:
Imunisasi Usia
Bulan Tahun
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24 3 5
Hep B 1√ 2√ 3√ 4
Polio 0 1√ 2√ 3√ 4√
BCG 1 kali√
DTP 1√ 2√ 3√ 4√ 5
Hib 1 2 3 4
PCV 1 2 3 4
Rotavirus 1 2 3
Influenza 1
Campak 1 2
MMR 1 2
Tifoid 1
Hep A
Varisela 1 kali
HPV
Japanese 1 2
Encephalitis
Dengue

I. Riwayat Makanan:
 ASI : pasien tidak pernah konsumsi ASI karena produksi ibu
kurang
 MPASI : mulai pada usia 6 bulan, yaitu bubur bubur dan buah
 Makanan : saat ini pasien sudah makan bubur susu / bubur nasi
dengan lauk.

J. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan:


Pasien merupakan anak tunggal. Pasien tinggal bersama ayah dan ibunya di
rumah yang sama. Hubungan antara pasien dengan orang tua baik, jarang terjadi
perselisihan. Pasien diasuh oleh ibu kandungnya setiap hari. Hubungan keluarga
pasien dengan keluarga besar maupun tetangga sekitar rumah baik. Ventilasi rumah
cukup dan sirkulasi udara baik, lingkungan rumah dan sekitar bersih namun jarak
antar rumah ke rumah berdempetan.

K. Riwayat Kebiasaan :
Pasien sedang dalam fase pertumbuhan dimana ia selalu memasukkan benda
apapun ke dalam mulutnya.

IV. STATUS GENERALIS


A. Pemeriksaan di bangsal Sakura (Sabtu 19/02/2022)
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Komposmentis
3. Tekanan darah : 100/75 mmHg
4. Nadi : 136 x/menit, kuat
5. Suhu : 37,8 oC
6. Pernapasan : 40 x/menit
7. Status Gizi :
a. Berat badan : 11.3 kg
b. Tinggi badan : 77 cm
c. Lingkar Kepala :-
d. BB/U : -1SD (berat badan baik)
e. TB/U : -3SD (perawakan sangat pendek)
f. BB/TB : 1SD-2SD (gizi baik)
g. BMI/U : -1SD – 1SD (Normal)

C. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
1. Bentuk : normochepal
2. Posisi : simetris
3. Wajah : Dalam batas normal
2. Kulit
1. Warna : Sawo matang
2. Jar. Parut : Tidak ada
3. Pigmentasi : Dalam batas normal
4. Turgor : kembali cepat
5. Ikterus : Tidak ada
6. Sianosis : Tidak ada
7. Pucat : Tidak ada
8. Rambut : Dalam batas normal

3. Mata
: Tidak ada 1. Exophthalmus
: Tidak ada 2. Enopthalmus
3. Edema kelopak : Tidak ada
4. Mata cekung : +/+
5. Konjungtiva anemi : +/+
6. Sklera ikterik : -/-
7. Pupil : isokor
8. Refleks cahaya : langsung (+/+), tidak langsung (+/+)
4. Hidung
1. Bentuk : Normal
2. Napas cuping hidung : Tidak ditemukan
3. Septum deviasi : Tidak ditemukan
4. Sekret : Tidak ditemukan

5. Telinga
1. Bentuk : Normotia
2. Pendengaran : Tidak dilakukan pemeriksaan
3. Darah & sekret : Tidak ditemukan

6. Mulut
1. Trismus : Tidak ada
2. Faring : faring hiperemis (-)
3. Lidah : lidah tidak kotor berwarna putih, deviasi (-)
4. Uvula : Letak ditengah, tidak deviasi
5. Tonsil : T1-T1 tenang, hiperemis (-)
7. Leher
1. Trakea : Tidak deviasi
2. Kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran
3. Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran
8. Paru-paru
1. Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris dalam keadaan statis dan
dinamis kanan kiri. Retraksi supraklavikula (-)
2. Palpasi : Tidak teraba kelainan dan masa pada seluruh lapang paru.
Fremitus taktil statis kanan kiri.
3. Perkusi : Terdengar sonor pada seluruh lapang paru.
4. Auskultasi : Suara dasar napas vesicular +/+, rhonki basah kasar -/-,
wheezing -/-
9. Jantung
1. Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
2. Palpasi : Iktus cordis teraba pada ICS VI linea midclavicula sinistra
3. Perkusi :
a. Batas jantung kanan pada ICS V linea sternalis dekstra
b. Batas jantung kiri pada ICS VI linea midclavicula sinistra
c. Batas pinggang jantung pada ICS II linea parasternalis sinistra
4. Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal regular, gallop (-) murmur (-)

10. Abdomen
1. Inspeksi : Buncit simetris
2. Auskultasi : Bising usus (+) normal
3. Perkusi : Timpani di seluruh kuadran, shifting dullness (-)
4. Palpasi : Supel, nyeri tekan pada empat kuadran (-), hepar tidak teraba
membesar, lien tidak teraba membesar, undulasi (-), kandung kemih tidak
teraba penuh.
11. Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan.

12. Ekstremitas
1. Akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah kanan dan kiri
2. Edema tidak ada pada ekstremitas bawah kanan-kiri
3. Capilarry refill time 2 detik

13. Status Neurologis


GCS : E4M6V5(15)
Kaku kuduk :-
Laseque : >70o / >70o
Brudzinski I :-/-
Kernig : >135o / >135o
Brudzinski II :-/-
Refleks patologis
Babinski : -/- Gorda : -/-
Chaddock : -/- Gordon : -/-

D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hematologi 15/02/2022
Hemoglobin : 10,4 (L) Chloride : 111 (H)
Hematokrit : 32 (L)
Eritrosit : 5,26 (H)
Leukosit : 13.400
Trombosit : 332.000
Natrium : 135 (L)
Kalium : 3,0 (L)
E. Pemeriksaan Radiologi (-)
F. Diagnosis
 Diare akut dengan dehidrasi ringan sedang

G. Diagnosis Banding
 Diare akut non disentri ec virus / keracunan makanan / bakteri

H. Tatalaksana
Nonmedikamentosa
 Istirahat yang cukup
 Kompres air hangat
 Edukasi kepada keluarga mengenai tatalaksana dan komplikasi dari
penyakit yang dialami pasien
 Konsultasi dokter spesialis anak.

Medikamentosa
 IVFD KAEN 3B 12 tpm
 Parasetamol (Sanmol) 3 x 120 mg
 Probiotik (Liprolac) 1x1
 Zink syt 1x1 cth
 Antiemetik (Ondansetron) 3x1
 Nistatin (Nymiko) 4x1
TINJAUAN PUSTAKA

GASTROENTERITIS AKUT DENGAN


DEHIDRASI BERAT

A. DEFINISI
Gastroenteritis akut atau diare akut pada anak adalah diare yang terjadi
secara mendadak dan berlangsung kurang dari 14 hari (kebanyakan kurang
dari 7 hari) pada bayi atau anak yang sebelumnya sehat. Ada juga yang
memberi batasan diare akut pada anak yaitu buang air besar lebih dari 3 kali
dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu
(IDAI, 2010).

B. EPIDEMIOLOGI
Diare akut merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anak-anak di berbagai negara berkembang termasuk di Indonesia.
Terdapat 60 juta episode diare akut setiap tahunnya di Indonesia dimana 1-5
% daripadanya akan menjadi diare kronik dan bila sampai terjadi dehidrasi
berat yang tidak segera ditolong, 50-60% diantaranya dapat meninggal dunia.

Berbagai faktor yang mempengaruhi kejadian diare antara lain :


 Faktor lingkungan
 Gizi
 Kependudukan
 Pendidikan
 Keadaan sosial ekonomi
 Perilaku masyarakat
Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kebersihan lingkungan dan
perorangan seperti kebersihan puting susu, kebersihan botol dan dot susu,
maupun kebersihan air yang digunakan untuk mengolah susu dan makanan.
Faktor gizi misalnya adalah tidak diberikannya makanan tambahan meskipun
anak telah berusia 4-6 bulan. Faktor pendidikan yang utama adalah
pengetahuan ibu tentang masalah kesehatan. Faktor kependudukan
menunjukkan bahwa insiden diare lebih tinggi pada penduduk perkotaan yang
padat dan miskin atau kumuh. Sedangkan faktor perilaku orangtua dan
masyarakat misalnya adalah kebiasaan ibu yang tidak mencuci tangan
sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar atau membuang tinja
anak. Faktor-faktor di atas terkait erat dengan faktor ekonomi masing-masing
keluarga (Irwanto, dkk, 2002).

C. ETIOLOGI

Penyebab diare akut antara lain yaitu virus, bakteri, parasit, alergi susu
sapi, laktose defisiensi primer dan obat-obatan tertentu . Penyebab utama oleh
virus adalah Rotavirus (40-60%) sedangkan virus lainnya yaitu virus Norwalk,
Astrovirus, Calcivirus, Coronavirus, Minirotavirus dan virus bulat kecil.

Bakter-bakteri yang dapat menyebabkan diare adalah Aeromonas


hydrophyla, Escherichia coli enteroaggregatife, E. coli enteroinvansife, E.
coli halemortagik, Plesiomonas shigelloides, Vibrio cholerae non-01, V.
Parahemolyticus, Yersina enterocolotica.

Sedangkan penyebab diare oleh parasit adalah Giardia lamblia,


Entamoeba histolytica, Isospora belli, Balantidium coli, Cryptosporodium,
Capillaria philipinensis, Fasiolopsis buski, Sarcocystis suihominis,
Strongiloides strecoralis, dan Trichuris trichiura (Irwanto, dkk, 2002).

D. PATOGENESIS

Virus

 Beberapa jenis virus seperti Rotavirus, berkembang biak dalam epitel vili
usus halus, menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan vili.
Hilangnya sel-sel vili yang secara normal mempunyai fungsi absorbsi dan
penggantian sementara oleh sel epitel berbentuk kripta yang belum
matang, menyebabkan usus mensekresi air dan elekrolit. Kerusakan vili
dapat juga dihubungkan dengan hilangnya enzim disakaridase terutama
laktase. Penyembuhan terjadi bila vili mengalami regenerasi dan epitel
vilinya menjadi matang.

Bakteri

 Penempelan di mukosa. Bakteri yang berkembang biak dalam usus halus


pertama-tama harus menempel mukosa untuk menghindarkan diri dari
penyapuan. Penempelan terjadi melalui antigen yang menyerupai rambut
getar, disebut pili atau fimbria yang melekat pada reseptor di permukaan
usus. Hal ini terjadi misalnya pada E. coli enterotoksigenik dan V.
Cholera. Pada beberapa keadaan, penempelan di mukosa dihubungkan
dengan perubahan epitel usus yang menyebabkan pengurangan kapasitas
penyerapan atau menyebabkan sekresi cairan.
 Toksin yang menyebabkan sekresi. E. coli enterotoksigenik, V. cholerae
dan beberapa bakteri lain mengeluarkan toksin yang menghambat fungsi
sel epitel. Toksin ini mengurangi absorbsi natrium melalui vili dan
mungkin meningkatkan sekresi chlorida dari kripta, yang menyebabkan
sekresi air dan elektrolit. Penyembuhan terjadi bila sel yang sakit diganti
dengan sel yang sehat setelah 2-4 hari.
 Invasi mukosa. Shigella, C. Jejuni, E. coli enteroinvasife dan Salmonella
dapat menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan perusakan sel epitel
mukosa. Ini terjadi sebagian besar di colon dan bagian distal ileum. Invasi
mungkin diikuti dengan pembentukan mikroabses dan ulkus superfisial
yang menyebabkan adanya sel darah merah dan sel darah putih atau
terlihat adanya darah dalam tinja. Toksin yang dihasilkan oleh kuman ini
menyebabkan kerusakan jaringan dan kemungkinan juga sekresi air dan
elektrolit dari mukosa.
Parasit

 Penempelan mukosa. G. Lamblia dan Cryptosporodium menempel pada


epitel usus halus dan menyebabkan pemendekan vili yang kemungkinan
menyebabkan diare.
 Invasi mukosa. E. histolytica menyebabkan diare dengan cara menginvasi
epitel mukosa di kolon atau ileum yang menyebabkan mikroabses dan
ulkus. Namun hal ini baru terjadi bila strainnya sangat ganas.

Obat-obatan

 Beberapa macam obat terutama antibiotika dapat juga menjadi


penyebab diare. Antibiotika agaknya membunuh flora normal usus
sehigga organisme yang tidak biasa atau yang kebal terhadap antibiotik
itu sendiri akan berkembang bebas. Disamping itu sifat
farmakokinetika dari antibiotika itu sendiri juga memegang peran
penting. Sebagai contoh ampisilin dan klindamisin adalah antibiotik
yang dikeluarkan di dalam empedu yang merubah flora tinja secara
intesif walaupun diberikan secara parental. Antibiotik juga bisa
menyebabkan malabsorbsi, misalnya tetrasiklin, kanamisin, polmiksin,
dan neomisin (Irwanto, dkk, 2002).

E. PATOFISIOLOGI

Ada 2 prinsip mekanisme terjadinya diare yaitu sekretorik dan osmotik.

Diare sekretorik

Diare sekretorik disebabkan karena sekresi air dan elektrolit ke dalam usus
halus. Hal ini terjadi bila absorbsi natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi
chlorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hasil akhirnya adalah
sekresi cairan yang menebabkan kehilangan air dan elektrolit dari tubuh
sebagai tinja cair yang dapat menyebabkan dehidrasi. Pada diare infeksi
perubahan ini terjadi karena adanya rangsangan pada mukosa usus oleh toksin
bakteri seperti toksin E.coli dan V. cholerae atau virus (Rotavirus).

Diare osmotik

Diare osmotik terjadi bila suatu bahan yang secara osmotik aktif dan sulit
diserap. Jika bahan semacam itu berupa larutan isotonik, air dan bahan yang
larut di dalamnya akan lewat tanpa diabsorbsi sehingga terjadi diare. Bila
substansi berupa larutan hipotonik, air dan beberapa elektrolit akan pindah
dari cairan ekstraseluler ke dalam lumen usus sampai osmolaritas dari isi usus
sama dengan cairan ekstraseluler dan darah. Hal ini meningkatkan volume
tinja dan menyebabkan dehidrasi karena kehilangan cairan tubuh (Ditjen PPM
& PLP, 1999).

Pada diare akan terjadi kekurangan air (dehidrasi), gangguan


keseimbangan asam basa (asidosis metabolik), yang secara klinis berupa
pernafasan kusmaull, hipoglikemia, gangguan gizi, dan gangguan sirkulasi
(Aswitha, dkk, 2000).

F. MANIFESTASI KLINIS

Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu


makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Gejala muntah dapat
terjadi sebelum dan atau sesudah diare. Bila telah banyak kehilangan air dan
elektrolit terjadilah dehidrasi. Berat badan turun. Pada bayi, ubun-ubun besar
cekung. Tonus dan turgor kulit berkurang. Selaput lendir bibir dan mulut
kering (Aswitha, dkk, 2000).

Cara praktis penatalaksanaan diare yaitu berdasarkan tipe klinis diare itu
sendiri. Terdapat 4 macam tipe klinis diare, dimana tiap macam
menggambarkan kelainan yang mendasari dan perubahan fisiologi yang
berbeda-beda :

 Diare cair akut (termasuk kolera) yang berlangsung beberapa jam


sampai dengan beberapa hari. Pada diare ini perlu diwaspadai bahaya
terjadinya dehidrasi, juga dapat terjadi penurunan berat badan apabila
intake makanan kurang.
 Diare akut dengan pendarahan (disentri) , dimana pada diare ini
bahaya utamanya adalah kerusakan usus, sepsis, dan malnutrisi serta
dehidrasi.
 Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih), dimana
bahaya utamanya adalah malnutrisi dan infeksi non intestinal berat
serta dehidrasi.
 Diare dengan malnutisi berat (marasmus atau kwashiorkor) dengan
bahaya utamanya antara lain infeksi sistemik berat, dehidrasi, gagal
jantung, dan defisiensi mineral dan vitamin (WHO, 2004).

G. PENCEGAHAN

Diare dapat dicegah dengan memperbaiki usaha multisektoral antara lain


sebagai berikut :

- Meningkatkan sarana air besih dan sanitasi umum


- Promosi pendidikan higiene
- Pemberian ASI eksklusif
- Meningkatkan ketrampilan mengasuh anak
- Imunisasi pada anak : khususnya untuk membasmi campak
- Menggunakan jamban /wc
- Menjaga kebersihan makanan dan minuman
- Mencuci tangan dengan sabun sebelum menyentuh makanan
- Mencuci peralatan makan (WHO, 2004).

H. DIAGNOSIS

1. Anamnesis
a. Riwayat diare sekarang :
- Sudah berapa lama diare berlangsung
- Total diare dalam 24 jam, diperkirakan dari frekuensi diare dan
jumlah tinja
- Keadaan klinis tinja (warna, konsistensi, ada lendir atau darah
tidak)
- Muntah (frekuensi dan jumlah)
- Demam
- Buang air kecil terakhir
- Anak lemah, rewel, rasa haus, kesadaran menurun
- Jumlah cairan yang masuk selama diare
- Tindakan yang telah diambil (diberi cairan, ASI, makanan, obat,
oralit)
- Apakah ada yang menderita diare di sekitarnya
- Riwayat bepergian ke daerah yang sedang terkena wabah diare
- Kontak dengan orang yang sakit
- Penggunaan antibiotik
b. Riwayat diare sebelumnya : kapan, berapa lama
c. Riwayat penyakit penyerta saat ini
d. Riwayat imunisasi : lengkap atau tidak.
e. Riwayat makanan sebelum diare : ASI, susu formula, makan makanan
yang tidak biasa (Subagyo, 2004).

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan tanda utama yaitu,


kesadaran, rasa haus, turgor kulit abdomen. Perhatikan juga tanda
tambahan, yaitu ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cekung atau
tidak, ada atau tidaknya air mata, kering atau tidaknya mukosa mulut, bibir
dan lidah. Jangan lupa menimbang berat badan. Perhatikan pula ada
tidaknya pernafasan cuping hidung, retraksi interkostal, akral dingin,
perfusi jaringan serta derajat dehidrasinya.

Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan kriteria berikut :

a. Tanpa dehidrasi (kehilangan caiaran < 5% berat badan)


- Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
- Keadaan umum baik baik dan sadar
- Tanda vital dalam batas normal
- Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada,
mukosa mulut dan bibir basah
- Turgor abdomen baik, bising usus normal
- Akral hangat
Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain
(tidak mau minum, muntah terus menerus, diare yang frekuen).

b. Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)


- Apabila di dapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih
tanda tambahan
- Keadaan umum gelisah dan cengeng
- Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata
kurang, mukosa mulut dan bibir sedikit kering
- Turgor kurang
- Akral hangat
- Pasien harus rawat inap
c. Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)
- Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda
tambahan
- Keadaan umum lemah, letargi tau koma
- Ubun-ubun besar sangat cekung, mata sangat cekung, air mata
tidak ada, mukosa mulut dan bibir sangat kering
- Turgor buruk
- Akral dingin
- Pasien harus rawat inap (IDAI, 2010).
Penilaian dehidrasi menurut MTBS

Terdapat 2 atau lebih dari tanda-tanda


berikut ini :
 Letargis atau tidak sadar
 Mata cekung
Dehidrasi berat
 Tidak bisa minum atau malas
minum
 Cubitan kulit perut kembalinya
sangat lambat

Terdapat 2 atau lebih tanda-tanda


berikut ini:
 Gelisah, rewel
Dehidrasi ringan/sedang
 Mata cekung
 Haus, minum dengan lahap
 Cubitan kulit perut kembalinya
lambat
Tidak cukup tanda-tanda untuk
diklasifikasikan dehidrasi berat atau Tanpa dehidrasi
ringan/sedang

1. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaaan tinja
- Makroskopis : bau, warna, lendir, darah , konsistensi
- Mikroskopis: eritrosit, lekosit, bakteri, parasit
- Kimia : PH, elektrolit (Na, K, HCO3)
- Biakan dan uji sensitivitas
b. Pemeriksaan darah : Darah lengkap, analisis gas darah dan elektrolit
(terutama Na, K, Ca, dan P serum pada diare
yang disertai kejang), kadar uerum dan kreatinin
darah.
c. Pemeriksaan urin : urin rutin (Aswitha, dkk, 2001)
I. PENATALAKSANAAN

1. Atasi dehidrasi
 Tanpa dehidrasi
Cairan rumah tangga dan ASI diberikan semaunya, oralit
diberikan sesuai usia setiap kali buang air besar atau muntah
dengan dosis:

- < 1 tahun: 50-100 cc


- 1-5 tahun : 100-200 cc
- 5 tahun : semaunya.
 Dehidrasi ringan sedang
Rehidrasi dengan oralit 75 cc/kgBB dalam 3 jam pertama
dilanjutkan pemberian kehilangan cairan yang sedang
berlangsung sesuai umur seperti di atas setiap kali buang air
besar.

 Dehidrasi berat
Rehidrasi parenteral dengan cairan ringer laktat atau ringer
asetat 100 cc/kgBB. Cara pemberian :

- < 1 tahun 30cc/kgBB dalam 1 jam pertama dilanjutkan 70


cc/kgBB dalam 5 jam berikutnya.
- 1 tahun : 30 cc/kgBB dalam ½ jam pertama dilanjutkan 70
cc/kgBB dalam 2 ½ jam berikutnya.
Minum diberikan jika pasien sudah mau minum 5 cc/kgBB
selama proses rehidrasi.

2. Pemakaian antibiotik
Bila ada indikasi seperti pada Shigella dan Cholera. Antibiotik sesuai
dengan hasil pemeriksaan penunjang. Sebagai pilihan adalah
kotrimoksazol, amoksisilin dan atau sesuai hasil uji sensitivitas.
3. Diet
Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi
sering, rendah serat, buah-buahan diberikan terutama pisang.

4. Jangan mengunakan spasmolitika


5. Koreksi elektrolit : koreksi bila terjadi hipernatremia, hiponatremia,
hiperkalemia atau hipokalemia.
6. Vitamin A
- 6 bulan – 1 tahun : 100.000 IU
- >1 tahun : 200.000 IU

7. Pendidikan orangtua : penyuluhan tentang penanganan diare dan cara-cara


pencegahan diare (IDAI, 2004).

Indikasi rawat inap :

 Diare akut dengan dehidrasi berat

 Diare akut dehidrasi ringan sedang dengan komplikasi

 Usia < 6 bulan (usia yang mempunyai resiko tinggi mengalami


dehidrasi), buang air besar cair > dari 8 kali dalam 24 jam dan muntah
> dari 4 kali sehari (Armon, 2001).

J. PEMANTAUAN

1) Terapi
Setelah pemberian caiaran rehidrasi harus dinilai ulang derajat dehidrasi,
berat badan, gejala dan tanda dehidrasi. Jika masuh dehidrasi maka
dilakukan rehidrasi ulang sesuai dengan derajat dehidrasinya.Jika setelah 3
hari pemberian antibiotik klinis dan laboratorium tidak ada perubahan
maka dipikirkan penggantian antibiotik sesuai hasil uji sensitivitas.

2) Tumbuh kembang
3) Timbang berat badan sebelum dan sesudah rehidrasi, 2 minggu setelah
sembuh dan seterusnya secara periodik sesuai umur. Jika anak mengalami
gizi buruk maka dikelola sesuai dengan SPM gizi buruk.
4) Penderita dapat dipulangkan bila penderita tidak dehidrasi, keadaaan
umum dan tanda vital baik, sudah bisa makan dan minum (IDAI, 2010).

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Diare akut masih merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas anak di Negara
berkembang.Terdapat banyak penyebab diare akut pada
anak. Pada sebagian besar kasus penyebabnya adalah
infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri
atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat
menyebabkan diare akut, termasuk sindroma malabsorpsi.
Diare karena virus umumnya bersifat self limiting, sehingga
aspek terpenting yang harus diperhatikan adalah mencegah
terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama
kematian dan menjamin asupan nutrisi untuk mencegah
gangguan pertumbuhan akibat diare.Diare menyebabkan
hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering
disertai dengan dehidrasi berat.
DAFTAR PUSTAKA

1) Armon, 2001. An evidence and consensus based guideline for acute


diarrhoea management.
2) Aswitha, dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran; Gastroenterologi Anak.
Media Aesculapius. Jakarta, hal : 470 –471.
3) Ditjen PPM & PLP, 1999. Buku Ajar Diare. Jakarta, hal : 8-10.
4) IDAI, 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Badan Penerbit IDAI. Jakarta, hal :
58-62.
5) Irwanto, 2002. Ilmu Penyalit Anak; Diagnosa dan Penatalaksanaan.
Salemba Medika. Jakarta, hal : 73 – 79.
6) Subagyo, 2004. Standar Pelayanan Medis Kelompok Staf Medis Fungsional
Anak RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta, hal : 58-63.
7) Antonius H. Pudjiadi, Badriul Hegar, Setyo Handryastuti, Nikmah Salamia Idris, Ellen P.
Gandaputra, Eva Devita Harmoniati, penyunting. Diare Akut. Pedoman Pelayanan Medis –
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: jilid I. IDAI; 2010: 58-61.
8) Antonius H. Pudjiadi, Badriul Hegar, Setyo Handryastuti, Nikmah Salamia Idris, Ellen P.
Gandaputra, Eva Devita Harmoniati, penyunting. Diare Akut. Pedoman Pelayanan Medis –
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: jilid II. IDAI; 2011: 53.
9) Mohammad Juffrie, Sri Supar Yati Soenarto, Hanifah Oswari, Sjamsul Arif, Ina Rosalina,
Nenny Sri Mulyani. Diare Akut. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta. Jilid I.
Cetakan ketiga. Badan Penerbit IDAI; 2012: 87-118.
10) Diare akut dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Jakarta. Cetakan pertama. WHO; 2009: 133-145
11) Sastroasmoro, sugido. Panduan pelayanan medis departemen ilmu kesehatan
anak. RSUP Nasional Dr Cipto Mangunkusumo. RSCM. Jakarta : 2007
12) WHO, 2004. Diarrhoea : Water, Sanitation and Hygiene Links to Health.
13) Alsagaff Hood, Mukty H.Abdul.Pneumonia. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit
Paru. Surabaya : Airlangga University Press.th ; 2008. Hal ; 193-7.
14) Danusantosos H. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Penerbit
Hipokrates. 2000. Hal. 74 – 92.
15) Garna H dan Heda M.2005. Pneumonia Dalam Pedoman Diagnosis Dan
Terapi 3rd Ed : Bagian IKA FK UNPAD Bandung.th ; 2010.Hal; 403 – 8.
16) Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics. 18th ed. [ e – book ]. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007.
17) Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st
ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. hal. 350 -365.
18) Priyanti ZS, Lulu M, Bernida I, Subroto H, Sembiring H, Rai IBN, et al.
Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2002.
19) Price S, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – proses Penyakit.
Vol 2. 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal. 804 – 810
20) Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjadi AH,
Kosim MS, et. al. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. 1st ed. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI. 2004. hal. 351 - 354.
21) Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah
Sakit: Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di
Kabupaten/Kota. Jakarta: World Health Organization. 2009. hal. 83 – 113
22) WHO. 2014. Revised WHO classification and treatment of childhood
pneumonia at health facilities. Switzerland: WHO library catalogue in
publication data.

24

Anda mungkin juga menyukai