Di Susun Oleh :
Kelompok 3
Dosen Pembimbing :
Muzakar, S.ST, M.PH
NIP. 196307011991031002
2020
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................
KATA PENGANTAR.....................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................
B. Rumusan Masalah........................................................
C. Tujuan...........................................................................
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan ..............................................................................
Saran .......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan
cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan
ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat
sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, selanjutnya dilakukan
perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat
dan Jong, 2005). Jenis prosedur pembedahan diklasifikasikan berdasarkan pada
tingkat keseriusan, kegawatan dan tujuan pembedahan. Secara garis besar
pembedahan dibedakan menjadi dua, yaitu pembedahan mayor dan
pembedahan minor ( Mansjoer, 2000). Istilah bedah minor (operasi kecil) dipakai
untuk tindakan operasi ringan yang biasanya dikerjakan dengan anestesi lokal,
seperti mengangkat tumor jinak, kista pada kulit, sirkumsisi, ekstraksi kuku,
penanganan luka. Sedangkan bedah mayor adalah tindakan bedah besar yang
menggunakan anestesi umum/ general anestesi, yang merupakan salah satu
bentuk dari pembedahan yang sering dilakukan (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).
Laparatomi merupakan prosedur pembedahan mayor dengan membuka
abdomen melalui penyayatan melalui lapisan-lapisan dinding abdomen untuk
mendapatkan bagian organ di dalamnya yang mengalami masalah (hemoragi,
perforasi, kanker dan obstruksi). Tindakan laparatomi biasanya dilakukan pada
pasien dengan indikasi apendisitis perforasi, hernia inguinalis, kanker lambung,
kanker kolon, dan rectum, obstruksi usus, inflamasi usus kronis, kolestisitis, dan
peritonitis (Sjamsuhidayat dan Jong, 2010). Menurut World Health Organization
(WHO,2009), diperkirakan setiap tahun ada 230 juta pembedahan utama yang
dilakukan diseluruh dunia. Laparatomi merupakan salah satu jenis pembedahan
yang memiliki prevalensi tinggi. Menurut National Emergency Laparatomi Audit
(NELA)(2014) telah terjadi sekitar 30.000 tindakan laparatomi setiap tahunnya di
Inggris dan Wales. Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan RI (2011),
tindakan pembedahan menempati urutan ke-10 dari 50 pertama pola penyakit di
Rumah Sakit se-Indonesia dengan persentase 15,7% yang diperkirakan 45%
diantaranya merupakan tindakan laparatomi. Berdasarkan pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa operasi adalah tindakan pembedahan yang harus
dikerjakan oleh tenaga profesional yang harus terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan dari pasien dan keluarganya, dan tindakan pembedahan dengan
menggunakan prinsip steril yang bertujuan untuk menyelematan nyawa pasien.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya sebagai
berikut :
7. Tujuan
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui :
PEMBAHASAN
1. DEFINISI PEMBEDAHAN
Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif
dengan cara membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani
melalui sayatan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka, di mana
pada masa setelah operasi terjadi suatu fase metabolisme baik anabolisme
maupun katabolisme . Suatu survei populasi pasien bedah di rumah sakit
pendidikan Auckland (New Zealand) menemukan bahwa 1 dari 5 pasien
mengalami kurang energi protein, pada pasien bedah umum dengan penyakit
gastrointestinal mayor dijumpai bahwa 1 dari 2 atau 3 pasien mengalami kurang
energi protein walaupun derajatnya ringan dan tidak bermakna . Ada 4 indeks
yang berhubungan dengan hasil pembedahan. Indeks tersebut digabungkan ke
dalam indeks prognostik gizi yaitu serum albumin, serum transferin, lipatan kulit
trisep dan kelambatan hipersensitif kulit. Indeks prognostik gizi ini memberikan
indikasi risiko kesakitan dan kematian setelah pembedahan . Nutritional Risk
Index (NRI) merupakan metode penilaian status gizi multiparameter untuk
mengevaluasi malnutrisi pada pasien bedah. Pasien bedah mayor preoperasi
berdasarkan indikator Nutritional Risk Index (NRI) terhadap penyembuhan luka
dan lama rawat inap pascaoperasi.
Keadaan umum pasien, apakah normal atau tidak dalam hal status
gizi, gula darah, tekanan darah, ritme jantung, denyut nadi, fungsi ginjal
dan suhu tubuh.
sempat diberi diet pra bedah. Berencana atau elektif, pasien disiapkan
dengan
2) Tujuan Diet
3) Syarat Diet
a) Energi
- Bagi pasien dengan status gizi kurang diberikan sebanyak 40-45 kkal/kb
BB.
- Bagi pasien dengan status gizi lebih diberikan kebutuhan energi normal.
- Bagi pasien dengan status gizi baik diberikan sesuai dengan kebutuhan
energi normal ditambah faktor stress sebesar 15% dari AMB (Angka
Metabolisme Basal).
b) Protein
- Bagi pasien dengan status gizi kurang, anemia, albumin rendah (< 2,5
mg/dl)
- Bagi pasien dengan status gizi baik atau kegemukan diberikan protein
c) Lemak cukup, yaitu 15-25% dari kebutuhan energi total. Bagi pasien
dengan penyakit tertentu diberikan sesuai dengan penyakitnya.
di meja operasi).
(1) Prabedah besar saluran cerna diberikan Diet Sisa Rendah selama
4-5 hari,
dengan tahapan:
- Hari ke-2 dan 1 hari sebelum pembedahan diberi Formula Enteral Sisa
Rendah.
(2) Prabedah Besar di luar saluran cerna diberi Formula Enteral Sisa
Rendah
selama 2-3 hari. Pemberian makanan terakhir pada prabedah besar
dilakukan 12-18 jam sebelum pembedahan, sedangkan minum terakhir 8
jam sebelumnya.
1) Tujuan
- Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi lain.
2) Syarat Diet
untuk menerimanya.
3) Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
- Pasca bedah besar: setelah sadar dan rasa mual hilang serta ada tanda-
tanda usus sudah mulai bekerja.
Makanan diberikan dalam bentuk cair kental, berupa kaldu jernih, sirup,
sari buah, sup, susu, dan pudding rata-rata 8-10 kali sehari selama pasien
tidak tidur. Jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan dan kondisi
pasien. Selain itu dapat diberikan makanan Parenteral bila diperlukan.
DPB II diberikan untuk waktu sesingkat mungkin karena zat gizinya
kurang.
Bahan makanan pada Diet Pasca-Beda II berupa makanan cair kental
dengan
Tabel Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan pada Diet
Pasca
Sumber
:http://www.oxfordmedicaleducation.com/clinicalskills/procedures/nasogast
ric-ng-tube/
Tabel Bahan Makanan Yang Dianjurkan pada Diet Pasca Bedah Lewat
Pipa
- Diet Pasca-Bedah lewat Pipa Jejenum atau Makanan Cair Khusus ini
dipesan
b. Diagnosis Gizi
Diagnosis Gizi merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk
bisamembuat
suatu dukungan nutrisi yang memadai pada pasien pra dan pasca bedah.
Dari pengukuran masing-masing penilaian dapat digunakan untuk:
4) Hitung sel darah putih > 1200 atau < 3000 dalam 24 jam terakhir.
7) Focus infeksi.
NI.2.1 : makanan dan minuman oral tidak adekuat (P) berkaitan dengan
nafsu makan
kurang (E) ditandai dengan recall Energi 67%, protein 55%, lemak 40%
dan karbohidrat 62% (rata-rata tingkat konsumsi makan 56%, termasuk
kategori kurang).
NB 3.1 : berat badan kurang (P) berkaitan dengan riwayat penyakit pasien
(kanker kolon) dan malnutrisi (E) ditandai dengan IMT 16,7 kg/m2.
NB 1.3 : tidak siap untuk berdiet (P) berkaitan dengan motivasi pasien
yang kurang(E)
ditandai dengan pasien tidak mau menerima diet yang diberikan oleh
rumah sakit,
Tujuan intervensi :
Rencana intervensi: