Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH CRITICAL ILL

MAKANAN PADA PASIEN BEDAH MAYOR

Di Susun Oleh :

Kelompok 3

1. Dina Martini (PO.71.31.2.18.007)


2. Elvi Sukaesi (PO.71.31.2.18.009)
3. Fira Bunga Nurjannah (PO.71.31.2.18.010)
4. Ni Shafa Khalisah SR (PO.71.31.2.18.020)
5. Novita Silvia (PO.71.31.2.18.022)
6. Tasya Sasti Ayunda (PO.71.31.2.18.030)

Dosen Pembimbing :
Muzakar, S.ST, M.PH
NIP. 196307011991031002

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG

PROGRAM STUDI DIV GIZI

2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, senantiasa kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT


yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan,
sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa ini yaitu kesempatan untuk
menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang “Bedah Mayor”.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
agung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan
Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling
benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya
karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Adapun penulisan makalah ini merupakan bentuk dari pemenuhan
beberapa tugas mata kuliah ASUHAN GIZI CRITICAL ILL. Kami ucapkan terima
kasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang telah mendukung
serta membantu kami selama proses penyelesaian makalah ini hingga
rampungnya makalah ini. Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi setiap pembaca. Tak lupa dengan seluruh kerendahan
hati, kami meminta kesediaan pembaca untuk memberikan kritik serta saran
yang membangun mengenai penulisan makalah kami ini.

Palembang, September 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................

KATA PENGANTAR.....................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................
B. Rumusan Masalah........................................................
C. Tujuan...........................................................................

BAB II PEMBAHASAN

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ..............................................................................

Saran .......................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan
cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan
ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat
sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, selanjutnya dilakukan
perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat
dan Jong, 2005). Jenis prosedur pembedahan diklasifikasikan berdasarkan pada
tingkat keseriusan, kegawatan dan tujuan pembedahan. Secara garis besar
pembedahan dibedakan menjadi dua, yaitu pembedahan mayor dan
pembedahan minor ( Mansjoer, 2000). Istilah bedah minor (operasi kecil) dipakai
untuk tindakan operasi ringan yang biasanya dikerjakan dengan anestesi lokal,
seperti mengangkat tumor jinak, kista pada kulit, sirkumsisi, ekstraksi kuku,
penanganan luka. Sedangkan bedah mayor adalah tindakan bedah besar yang
menggunakan anestesi umum/ general anestesi, yang merupakan salah satu
bentuk dari pembedahan yang sering dilakukan (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).
Laparatomi merupakan prosedur pembedahan mayor dengan membuka
abdomen melalui penyayatan melalui lapisan-lapisan dinding abdomen untuk
mendapatkan bagian organ di dalamnya yang mengalami masalah (hemoragi,
perforasi, kanker dan obstruksi). Tindakan laparatomi biasanya dilakukan pada
pasien dengan indikasi apendisitis perforasi, hernia inguinalis, kanker lambung,
kanker kolon, dan rectum, obstruksi usus, inflamasi usus kronis, kolestisitis, dan
peritonitis (Sjamsuhidayat dan Jong, 2010). Menurut World Health Organization
(WHO,2009), diperkirakan setiap tahun ada 230 juta pembedahan utama yang
dilakukan diseluruh dunia. Laparatomi merupakan salah satu jenis pembedahan
yang memiliki prevalensi tinggi. Menurut National Emergency Laparatomi Audit
(NELA)(2014) telah terjadi sekitar 30.000 tindakan laparatomi setiap tahunnya di
Inggris dan Wales. Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan RI (2011),
tindakan pembedahan menempati urutan ke-10 dari 50 pertama pola penyakit di
Rumah Sakit se-Indonesia dengan persentase 15,7% yang diperkirakan 45%
diantaranya merupakan tindakan laparatomi. Berdasarkan pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa operasi adalah tindakan pembedahan yang harus
dikerjakan oleh tenaga profesional yang harus terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan dari pasien dan keluarganya, dan tindakan pembedahan dengan
menggunakan prinsip steril yang bertujuan untuk menyelematan nyawa pasien.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya sebagai
berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan pembedahan?


2. Apa yang dimaksud dengan bedah mayor?
3. Bagaimana manifestasi klinis stress pada pasien bedah?
4. Bagaimana peranan zat gizi dalam proses penyembuhan luka?
5. Bagaimana penatalaksanaan diet untuk pasien bedah?
6. Bagaimana proses asuhan gizi terstandar pada pasien pra dan pasca
bedah ?

7. Tujuan
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui :

1. Mengetahui apakah yang dimaksud dengan pembedahan


2. Mengetahui apakah yang dimaksud dengan bedah mayor
3. Mengetahui bagaimana manifestasi klinis stress pada pasien bedah
4. Mengetahui bagaimana peranan zat gizi dalam proses penyembuhan
luka
5. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan diet untuk pasien bedah
mayor
6. Mengetahui bagaimana proses asuhan gizi terstandar pada pasien pra
dan pasca bedah ?
BAB II

PEMBAHASAN

1. DEFINISI PEMBEDAHAN
Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif
dengan cara membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani
melalui sayatan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka, di mana
pada masa setelah operasi terjadi suatu fase metabolisme baik anabolisme
maupun katabolisme . Suatu survei populasi pasien bedah di rumah sakit
pendidikan Auckland (New Zealand) menemukan bahwa 1 dari 5 pasien
mengalami kurang energi protein, pada pasien bedah umum dengan penyakit
gastrointestinal mayor dijumpai bahwa 1 dari 2 atau 3 pasien mengalami kurang
energi protein walaupun derajatnya ringan dan tidak bermakna . Ada 4 indeks
yang berhubungan dengan hasil pembedahan. Indeks tersebut digabungkan ke
dalam indeks prognostik gizi yaitu serum albumin, serum transferin, lipatan kulit
trisep dan kelambatan hipersensitif kulit. Indeks prognostik gizi ini memberikan
indikasi risiko kesakitan dan kematian setelah pembedahan . Nutritional Risk
Index (NRI) merupakan metode penilaian status gizi multiparameter untuk
mengevaluasi malnutrisi pada pasien bedah. Pasien bedah mayor preoperasi
berdasarkan indikator Nutritional Risk Index (NRI) terhadap penyembuhan luka
dan lama rawat inap pascaoperasi.

2. DEFINISI PEMBEDAHAN MAYOR

Bedah mayor merupakan operasi yang dilakukan di bagian tubuh seperti


kepala,dada, dan perut. Salah satu contoh operasi ini adalah operasi cangkok
organ, operasi tumor otak, atau operasi jantung. Pasien yang menjalani operasi
ini biasanya membutuhkan waktu yang lama untuk kembali pulih. Keseriusan dari
bedah Mayor Melibatkan rekonstruksi atau perubahan yang luas pada bagian
tubuh, memberikan dampak risiko yang tinggi pada kesehatan.
Penyembuhan luka operasi dikelompokkan menjadi 2, yaitu dikatakan baik
apabila luka operasi bersih yang ditandai dengan tidak adanya inflamasi dan
infeksi dan dikatakan tidak baik bila luka operasi bersih ditandai dengan adanya
inflamasi dan infeksi. Hubungan variabel-variabel lain dengan penyembuhan luka
seperti: umur, jenis kelamin, jenis bedah, dukungan nutrisi, kelas perawatan,
lama rawat inap preoperasi dan status gizi melalui uji chi square tidak
menunjukkan hubungan yang bermakna (p>0,05). Hasil uji regresi logistik
menunjukkan bahwa status gizi pasien bedah mayor preoperasi berdasarkan NRI
mempunyai pengaruh yang paling kuat

3. MANIFESTASI KLINIS STRESS PADA PASIEN BEDAH


Istilah respons terhadap cedera menggambarkan dampak biokimiawi dan
hormonal akibat cedera mayor, trauma, pembedahan dengan atau tanpa infeksi,
serta perubahan gizi yang berdampak klinis begitu besar. Respons terhadap
trauma mencakup perubahan endokrin, metabolik dan imunologis. Derajat
keparahan dari perubahan ini berhubungan dengan jumlah paparan stress yang
terjadi. Manifestasi klinis respons tubuh terhadap stres melalui tiga fase. Fase
ebb dan fase flow yang dibagi menjadi 2 fase yaitu respons akut dan respons
adaptif.

A. Fase EBB atau Penurunan Laju Metabolik


Fase ebb terjadi segera setelah terjadi stress baik itu trauma, infeksi atau
sepsis yang berlangsung 2-48 jam yang ditandai dengan perode syok berupa
hipovolemia dan penurunan oksigen jaringan, penurunan volume darah
yang menyebabkan penurunan curah jantung dan produksi urin, bila pasien
dapat melewati fase ini maka akan memasuki awal fase flow.

B. Fase flow/fase katabolik atau respon akut


Fase flow ditandai dengan respons metabolik berupa hipermetabolisme,
katadan perubahan responsimun serta hormonal. Pembedahan
mempengaruhi dan penggunaan substrat. Penggunaan glukosa
post operatif akan menurun akibat resistensi insulin dan peningkatan
pemecahan trigliserida dan asam lemak bebas akibat peningkatan
katekolamin. Efek katabolik biasanya terjadi pada jaringan tepi seperti
otot, lemak, kulit yang digunakan untuk respons penyembuhan luka. Asam
amino memegang peranan penting bukan hanya dalam sintesis protein fase
akut akan tetapi juga untuk penyembuhan luka dan penyembuhan dari penyakit.

Transisi dari fase katabolik ke tahap anabolik tergantung dari derajat


keparahan luka. Transisi ini dapat terjadi sekitar 3-8 hari pasca pembedahan
elektif yang tidak ada komplikasi. Akan tetapi, dapat terjadi beberapa minggu
pasca trauma berat dan sepsis. Fase transisi ini diketahui sebagai fase
withdrawal dan ditandai dengan adanya penurunan ekskresi nitrogen dan
keseimbangan potassium-nitrogen. Bila pasien dapat melalui fase ini,
selanjutnya memasuki fase flow berupa fase anabolik.

C. Fase anabolik atau respons aditif


Fase anabolik terjadi setelah akhir dari fase flow. Secara klinis, fase ini akan
ditandai dengan adanya diuresis (kencing) dan adanya permintaan untuk
intake oral. Fase anabolik dapat terjadi beberapa minggu hingga beberapa bulan
yang tergantung dari suplai nutrisi dan kapasitas penyimpanan protein.
Keseimbangan nitrogen positif ditandai dengan peningkatan sintesis
protein dan peningkatan cepat berat badan dan kekuatan otot. Akhir dari
fase flow ditandai dengan pemulihan respons terhadap stres dan timbul
proses anabolik serta laju metabolisme kembali normal.

4. PERANAN ZAT GIZI DALAM PROSES PENYEMBUHAN LUKA


Tujuan diet pasca operasi adalah untuk mengupayakan agar status gizi
pasien segera kembali normal untuk mempercepat proses penyembuhan
dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien, dengan cara sebagai berikut:
a. Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, protein) b. Mengganti
kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi lain c. Memperbaiki
ketidakseimbangan elektrolit dan cairan d. Mencegah dan menghentikan
perdarahan Kebutuhan untuk sebagian vitamin dan mineral meningkat
setelah terjadi trauma. Namun dengan kenaikan kalori yang masuk, maka
kebutuhan ini biasanya dapat terpenuhi. Perkecualian pada 2 zat gizi
mikro yang sangat penting pada penyembuhan yaitu mineral Zn dan
vitamin C. Mineral Zn akan meningkatkan kekuatan tegangan (gaya yang
diperlukan untuk memisahkan tepi-tepi) penyembuhan luka sedangkan
vitamin C diperlukan untuk pembentukan kolagen bagi penyembuhan luka
yang optimal (Moore dalam Rusjianto, 2009).

Zinc diperlukan untuk pembentukan epitel, sintesis kolagen dan


menyatukan serat-serat kolagen pada proses penyembuhan luka Zinc
memegang peranan esensial dalam banyak fungsi tubuh. Zinc berperan
dalam berbagai aspek metabolisme, seperti reaksi-reaksi yang berkaitan
dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida dan asam
nukleat. Peranan penting lain merupakan sebagai bagian internal enzim
DNA polimerase dan RNA polimerase yang diperlukan dalam sintesis
DNA dan RNA. Sebagai bagian dari enzim kolagenase, zinc berperan pula
dalam sintesis dan degradasi kolagen. Dengan demikian, zinc berperan
dalam pembentukan kulit, metabolisme jaringan ikat dan penyembuhan
luka Sumber paling banyak zinc terdapat pada sumber hewani, terutama
daging, hati, kerang, dan telur. Serelia tumbuk dan kacangkacangan juga
merupakan sumber yang paling baik, namun mempunyai ketersedian
biologik yang rendah (Almatsier dalam Sumanto, 2016).

5. PENATALAKSANAAN DIET PADA PASIEN BEDAH

Pembedahan pada dasarnya merupakan trauma yang akan


menimbulkan perubahan faali sebagai respons terhadap trauma. Selain
terjadi gangguan faal organ vital (otak, alat nafas, sistem kardiovaskuler,
hati, ginjal), terjadi juga perubahan metabolisme dan perubahan pada
berbagai jaringan misalnya darah, sistem limfatik, kelenjar timus dan
adrenal. Perubahan ini antara lain akan menyebabkan gangguan
keseimbangan nitrogen dan karbohidrat, sehingga terjadi kenaikan kadar
gula darah dan kenaikan kadar nitrogen dalam urin (terjadi katabolisme).

Dampak umum yang terjadi pada pembedahan adalah:

a. nafsu makan hilang sehingga menurunkan asupan makanan,

b. terjadi gangguan metabolisme lemak dan karbohidrat,

c. pemecahan jaringan yang tidak berlemak akan menghasilkan asam


amino yang

diperlukan dalam respons pembedahan,

d. protein hilang, dapat sedemikian berat dan berdampak klinis.

Melihat besarnya efek yang terjadi akibat proses pembedahan,


diperlukan pengaturan diet yang tepat untuk meminimalkan kehilangan zat
gizi dan menyediakan zat gizi untuk memperbaiki serta menunjang
kebutuhan gizi pasien. Rute pemberian makanan mungkin terbatas karena
kondisi pasien tetapi jika memungkinkan, pemberian makanan oral harus
selalu menjadi pilihan utama.

Berdasarkan Instalasi Gizi Perjan RSCM dan AsDI (2006) macam


pembedahan dibedakan menjadi dua yaitu bedah minor dan bedah mayor.
Bedah minor atau bedah kecil seperti tindakan insisi, sirkumsisi
sedangkan bedah mayor atau bedah besar yang dibedakan dalam bedah
pada saluran cerna (lambung, usus halus, usus besar) bedah di luar
saluran cerna (jantung, ginjal, paru, saluran kemih, tulang dan
sebagainya).

Pengaturan diet yang diperlukan pada tindakan pembedahan yaitu


pengaturan diet pra bedah dan diet pasca bedah.

a. Pengaturan Diet Pra Bedah

Diet Pra Bedah adalah pengaturan makan yang diberikan kepada


pasien yang akan menjalani pembedahan.
1) Pemberian Diet Pra Bedah tergantung pada :

Keadaan umum pasien, apakah normal atau tidak dalam hal status
gizi, gula darah, tekanan darah, ritme jantung, denyut nadi, fungsi ginjal
dan suhu tubuh.

a) Macam pembedahan antara lain bedah minor atau bedah kecil


seperti tindakan insisi, ekstirpasi, sirkumsisi atau khitan. Bedah mayor
atau bedah besar, yang dibedakan dalam bedah pada saluran cerna
(lambung, usus halus dan usus besar) dan bedah di luar saluran cerna
(jantung, ginjal, paru, saluran kemih, tulang dan sebagainya).

b) Sifat operasi: segera dalam keadaan darurat atau cito, sehingga


pasien tidak

sempat diberi diet pra bedah. Berencana atau elektif, pasien disiapkan
dengan

pemberian diet pra bedah sesuai status gizi da macam pembedahan.

c) Macam penyakit: penyakit utama yang membutuhkan pembedahan


adalah penyakit saluran cerna, jantung, ginjal, saluran pernafasan
dan tulang. Penyakit penyerta yang dialami misalnya penyakit
diabetes melitus, jantung dan hipertensi.

2) Tujuan Diet

Tujuan diet pra-bedah adalah untuk mengusahakan agar status gizi


pasien dalam keadaan optimal pada saat pembedahan, sehingga tersedia
cadangan untuk mengatasi stress dan penyembuhan luka.

3) Syarat Diet

Syarat-syarat Diet Pra-Bedah adalah:

a) Energi

- Bagi pasien dengan status gizi kurang diberikan sebanyak 40-45 kkal/kb
BB.
- Bagi pasien dengan status gizi lebih diberikan kebutuhan energi normal.

- Bagi pasien dengan status gizi baik diberikan sesuai dengan kebutuhan
energi normal ditambah faktor stress sebesar 15% dari AMB (Angka
Metabolisme Basal).

- Bagi pasien dengan penyakit tertentu energi diberikan sesuai dengan


penyakitnya.

b) Protein

- Bagi pasien dengan status gizi kurang, anemia, albumin rendah (< 2,5
mg/dl)

diberikan protein tinggi 1,5-2,0 g/kg BB.

- Bagi pasien dengan status gizi baik atau kegemukan diberikan protein

normal 0,8-1 g/kg BB.

- Bagi pasien dengan penyakit tertentu diberikan sesuai dengan


penyakitnya.

c) Lemak cukup, yaitu 15-25% dari kebutuhan energi total. Bagi pasien
dengan penyakit tertentu diberikan sesuai dengan penyakitnya.

d) Karbohidrat cukup, sebagai sisa dari kebutuhan energi total untuk


menghindari

hipermetabolisme. Bagi pasien dengan penyakit tertentu, karbohidrat


diberikan

sesuai dengan penyakitnya.

e) Vitamin cukup, terutama vitamin B, C, dan K. Bila perlu ditambahkan


dalam bentuk suplemen.

f) Mineral cukup. Bila perlu ditambahkan dalam bentuk suplemen.


g) Rendah sisa agar mudah dilakukan pembersihan saluran cerna atau
klisma,

sehingga tidak mengganggu proses pembedahan (tidak buang air besar


atau kecil

di meja operasi).

4) Jenis, Indikasi, dan Lama Pemberian Diet

Sesuai dengan jenis dan sifat pembedahan, Diet Pra-Bedah diberikan


dengan indikasi sebagai berikut:

a) Prabedah Darurat atau cito.

b) Prabedah berencana tidak diberikan diet tertentu.

c) Prabedah minor atau kecil efektif, seperti tonsilektomi tidak


membutuhkan diet khusus. Pasien dipuasakan 4-5 jam sebelum
pembedahan. Sedangkan pada pasien yang akan menjalani
apendiktomi, herniatomi, hemoroidektomi, dan sebagainya diberikan
diet sisa rendah sehari sebelumnya.

d) Prabedah mayor atau besar efektif seperti:

(1) Prabedah besar saluran cerna diberikan Diet Sisa Rendah selama
4-5 hari,

dengan tahapan:

- Hari ke-4 sebelum pembedahan diberi makanan lunak.

- Hari ke-3 sebelum pembedahan diberi makanan Saring.

- Hari ke-2 dan 1 hari sebelum pembedahan diberi Formula Enteral Sisa
Rendah.

(2) Prabedah Besar di luar saluran cerna diberi Formula Enteral Sisa
Rendah
selama 2-3 hari. Pemberian makanan terakhir pada prabedah besar
dilakukan 12-18 jam sebelum pembedahan, sedangkan minum terakhir 8
jam sebelumnya.

Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan sama dengan


syarat pada makanan lunak atau makanan saring/makanan cair. Berikut
ini contoh bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan untuk
makanan saring

Tabel Bahan Makanan Yang Dianjurkan dan tidak Dianjurkan Makanan


Saring

Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan


Sumber Karbohidrat Beras dibubur saring Beras ketan, jagung,
atau cantel, ubi, talas,
dihaluskan (diblender), singkong
roti dipanggang atau
dibubur, krakers,
biscuit, tepungtepungan
seperti: tepung beras,
maizena, sagu,
hunkwee,havermout
dibubur atau dibuat
pudding, gula pasir,
gula merah, gula aren,
sirop

Sumber Protein Daging, ayam dan ikan Daging dan ayam


Hewani tanpa berlemak, daging
duri, digiling, ayam,
dihaluskan, telur ikan dan telor digoreng,
rebus ½ masak atau daging diawet seperti
dicampur dendeng, diasap, ikan
dalam makanan atau diawet seperti dendeng
minuman, susu, dan diasap, ikan
yoghurt banyak
duri seperti bandeng,
mujair, mas dan selar

Protein Nabari Tempe dan tahu Tempe dan tahu


digiling, digiling,
kacang hijau disaring kacang hijau disaring
atau atau
dihaluskan, susu dihaluskan, susu
kedelai kedelai

Sayuran Sayuran rendah serat Sayuran mentah,


dan sayuran
disaring atau yang menimbulkan gas
dihaluskan seperti lobak, kol, sawi,
seperti bayam, wortel, sayuran yang banyak
labu kuning, labu siam serat
dan tomat seperti daun singkong,
nangka muda dan
keluwih

Buah-buahan Buah yang tidak Buah-buahan yang


banyak serat disaring banyak
atau dibuat jus atau serat dan/atau
dihaluskan seperti menimbulkan gas
pepaya, semangka, seperti
melon, pisang, jeruk nangka,
durian,kedondong dan
nenas

Bumbu-bumbu Bumbu yang tidak Bumbu yang tajam


tajam seperti
dalam jumlah terbatas, cabe dan merica
seperti garam dan
kecap

Minuman The encer, kopi encer, Minuman yang


coklat dalam jumlah mengandung
terbatas alkohol seperti bir,
wiski, minuman yang
mengandung soda
seperti air soda,
minuman
botol ringan/soft drink

Sumber : Instalansi Gizi RSCM dan AsDi (2006)


b. Pengaturan Diet Pasca Bedah

Diet Pasca-bedah adalah makanan yang diberikan kepada pasien


setelah menjalani pembedahan. Prinsip pengaturan makanan sesudah
pembedahan tergantung pada macam pembedahan dan jenis penyakit
penyerta (lihat diet pra-bedah).

1) Tujuan

Tujuan Diet Pasca-Bedah adalah untuk mengupayakan agar status


gizi pasien segera kembali normal untuk mempercepat proses
penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien, dengan cara
sebagai berikut:

- Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, protein).

- Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi lain.

- Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.

2) Syarat Diet

Syarat diet pasca bedah, adalah memberikan makanan secara


bertahap mulai dari bentuk cair, saring, lunak, dan biasa. Pemberian
makanan dari tahap ke tahap

tergantung pada macam pembedahan dan keadaan pasien seperti:

- Pasca bedah kecil.

- Makanan diusahakan secepat mungkin kembali seperti biasa atau


normal.

- Pasca bedah besar.

- Makanan diberikan secara berhati-hati disesuaikan dengan kemampuan


pasien

untuk menerimanya.
3) Jenis Diet dan Indikasi Pemberian

a) Diet Pasca-Bedah I (DPB I)

Diet ini diberikan kepada semua pasien pascabedah:

- Pasca bedah kecil: setelah sadar atau rasa mual hilang.

- Pasca bedah besar: setelah sadar dan rasa mual hilang serta ada tanda-
tanda usus sudah mulai bekerja.

Cara memberikan makanan

Selama 6 jam sesudah pembedahan, makanan yang diberikan berupa


air putih, teh manis, atau cairan lain seperti pada makanan cair jernih.
Makanan ini diberikan dalam waktu sesingkat mungkin, karena kurang
dalam semua zat gizi. Selain itu diberikan makanan parenteral sesuai
kebutuhan.

Bahan makanan diberikan secara bertahap sesuai kemampuan dan


kondisi pasien, mulai dari 30 ml/jam dalam bentuk makanan cair jernih.
Bahan makanan yang boleh diberikan antara lain teh, sari buah, sirup, air
gula, kaldu jernih, serta cairan mudah cerna seperti cairan yang
mengandung maltodekstrin. Makanan dapat ditambah dengan suplemen
energi tinggi dan rendah sisa.

b) Diet Pasca-Bedah II (DPB II)

Diet Pasca-Bedah II diberikan kepada pasien pascabedah besar saluran


cerna atau sebagai perpindahan dari Diet Pasca-Bedah I.

Cara memberikan makanan

Makanan diberikan dalam bentuk cair kental, berupa kaldu jernih, sirup,
sari buah, sup, susu, dan pudding rata-rata 8-10 kali sehari selama pasien
tidak tidur. Jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan dan kondisi
pasien. Selain itu dapat diberikan makanan Parenteral bila diperlukan.
DPB II diberikan untuk waktu sesingkat mungkin karena zat gizinya
kurang.
Bahan makanan pada Diet Pasca-Beda II berupa makanan cair kental
dengan

pemberian secara berangsur dimulai 50 ml/jam. Makanan yang tidak di


perbolehkan pada Diet Pasca-Bedah II adalah air jeruk dan minuman
yang mengandung karbondioksida

Bahan Makanan yang Dianjurkan pada Diet Pasca Bedah II/Bentuk


Makanan Cair Kental

Golongan Bahan Makanan Bahan Makanan


Sumber Karbohidrat Kentang, gelatin, tapioca dibuat
pudding

Sumber Protein Susu, es krim, yoghurt, telur ayam,


tahu giling, margarine, mentega

Sumber Lemak Margarine mentega


Sayuran Sayuran dibuat jus dan dikentalkan
dengan gelatin
Buah-Buahan Buah dibuat jus, jeli dan pure
Bumbu Garam, bawang merah, gula, kecap
Sumber : Instalasi Gizi Perjan RSCM dan AsDi (2006)

c) Diet Pasca-Bedah III (DPB III)

Diet Pasca-Bedah III diberikan kepada pasien pasca-bedah besar


saluran cerna

atau sebagai perpindahan dari Diet Pasca-Bedah II.

Cara Memberikan Makanan

Makanan yang diberikan berupa makanan Saring ditambah susu dan


biskuit.

Cairan hendaknya tidak melebihi 2000 ml sehari. Selain itu dapat


diberikan makanan parenteral bila diperlukan. Makanan yang tidak
dianjurkan untuk Diet Pasca-Bedah III adalah makanan dengan bumbu
tajam dan minuman yang mengandung karbondioksida.
Tabel Bahan Makanan Yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan pada Diet
Pasca

Bedah III/Bentuk Makanan Saring

Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan


Karbohidrat Beras dibubur saring Beras ketan, jagung,
atau cantel, ubi, talas,
dihaluskan (diblender), singkong
roti dipanggang atau
dibubur, krakers,
biscuit,
tepungtepungan
seperti: tepung beras,
maizena, sagu,
hunkwee, havermout
dibubur atau dibuat
pudding, gula pasir,
gula merah, gula aren,
sirop

Protein Hewani Daging, ayam dan ikan Daging dan ayam


tanpa duri, digiling, brelemak, daging
dihaluskan, telur rebus ayam,
½ ikan dan telor
masak atau dicampur digoreng,
dalam makanan atau daging diawet seperti
minuman, susu, dendeng, diasap, ikan
yoghurt diawet seperti dendeng
dan diasap, ikan
banyak
duri seperti bandeng,
mujair, mas dan selar

Protein Nabati Tempe dan tahu Kacang-kacangan dan


digiling, hasil olah seperti
kacang hijau disaring tempe
atau dan tahu digoreng
dihaluskan, susu
kedelai

Sayuran Sayuran rendah serat Sayuran mentah,


dan sayuran yang
disaring atau menimbulkan gas
dihaluskan seperti lobak, kol, sawi,
seperti bayam, wortel, sayuran yang banyak
labu kuning, labu siam serat seperti daun
dan singkong, nangka
tomat muda
dan keluwih

Buah-buahan Buah yang tidak Buah-buahan yang


banyak banyak serat dan/atau
serat disaring atau menimbulkan gas
dibuat seperti nangka, durian,
jus atau dihaluskan kedondong dan nenas
seperti
pepaya, semangka,
melon,
pisang, jeruk

Bumbu Bumbu yang tidak Bumbu yang tajam


tajam seperti cabe dan
dalam jumlah terbatas, merica
seperti garam dan
kecap

Minuman Teh encer, kopi encer, Minuman yang


coklat dalam jumlah mengandung
terbatas alkohol
seperti bir, wiski,
minuman yang
mengandung soda
seperti air soda,
minuman botol
ringan/soft drink

Sumber : Instalasi Gizi Perjan RSCM dan AsDi (2006)

d) Diet Pasca-Bedah IV (DPB IV)

Diet Pasca-Bedah IV diberikan kepada:

- Pasien pascabedah kecil, setelah Diet Pasca-Bedah I

- Pasien pascabedah besar, setelah Diet Pasca-Bedah III


Cara Memberikan Makanan

Makanan diberikan berupa makanan lunak yang dibagi dalam 3 kali


makanan

lengkap dan 1 kali makanan selingan. Bahan makanan yang digunakan


pada Diet Pasca Bedah IV ini sama dengan makanan lunak. Apabila
makanan pokok dalam bentuk bubur atau tim tidak habis, sebagai
pengganti diberikan makanan selingan pukul 16.00 dan 22.00 berupa 2
buah biskuit atau 1 porsi pudding dan 1 gelas susu. Makanan yang tidak
dianjurkan untuk Diet Pasca-Bedah IV adalah makanan dengan bumbu
tajam dan minuman yang mengandung karbondioksida (CO2). Berikut ini
diberikan contoh bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan
untuk Diet Pasca Bedah IV/Makanan Lunak.

Tabel Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan pada Diet
Pasca

Bedah IV/Bentuk Makanan Lunak

Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan


Karbohidrat Beras ditim, dibubur, Nasi digoreng, beras
kentang direbus, ketan, ubi, singkong,
dipure, talas, cantel
makaroni, soun, mi,
misoa direbus, roti,
biskuit, tepung sagu,
tapioka,
maizena,
hunkwe dibubur atau
dibuat puding, gula,
madu

Protein Hewani Daging, ikan, ayam, Daging dan ayam


unggas tidak berlemak berlemak dan berurat
direbus, dikukus, ditim, banyak, daging ayam,
dipanggang, telur ikan dan telur digoreng,
direbus, diceplok air, ikan banyak duri
diorak arik, bakso ikan, seperti
sapi atau ayam bandeng, mujair, mas
direbus, dan selar
susu, milk shake,
yoghurt, keju

Protein Nabati Tempe dan tahu Tempe, tahu dan


direbus, kacang
dikukus, ditumis, kacangan digoreng,
dipanggang, kacang kacang merah
hijau direbus, susu
kedelai

Sayuran Sayuran tidak banyak Sayuran banyak serat


serat dan dimasak seperti daun singkong,
seperti daun bayam, daun katuk, daun
daun kangkung, melinjo, nangka muda,
kacang keluwih, genjer, paru,
panjang muda, buncis krokot, rebung,
muda, oyong muda sayuran
dikupas, labu siam, yang menimbulkan gas
labu seperti kol, sawi, lobak,
kuning, labu air, tomat sayuran mentah
dan wortel

Buah-buahan Buah segar dihaluskan Buah banyak serat dan


atau dipure tanpa kulit menimbulkan gas
seperti pisang matang, seperti
pepaya, jeruk manis, nenas, nangka, masak
dan dan durian, buah lain
jus buah (pada pasien dalam keadaan utuh
yang mempunyai kecuali pisang, buah
toleransi rendah kering
terhadap asam, jus
buah
asam tidak diberikan)

Bumbu Dalam jumlah terbatas, Cabe dan merica


bumbu dapur : garam,
gula, pala, kayu manis,
asam, saos tomat,
kecap

Minuman Sirop, teh dan kopi Minuman yang


encer, jus sayuran dan mengandung alkohol
jus buah, air putih dan
masak soda seperti bir, wiski,
limun, air soda, coca
cola,
orange crush, teh dan
kopi kental

Sumber : Instalasi Gizi Perjan RSCM dan AsDI (2006)

e) Diet Pasca-Bedah lewat Pipa Lambung

Diet Pasca-Bedah Lewat Pipa Lambung adalah pemberian makanan


bagi pasien dalam keadaan khusus seperti koma, terbakar, gangguan
psikis, dimana makanan harus diberikan lewat pipa lambung atau enteral
atau Naso Gastric Tube (NGT).

Gambar Pemberian Makanan Lewat Pipa Lambung atau Naso Gastric


Tube (NGT)

Sumber
:http://www.oxfordmedicaleducation.com/clinicalskills/procedures/nasogast
ric-ng-tube/

Cara Memberikan Makanan


Makanan diberikan sebagai makanan cair kental penuh, 1 kkal/ml,
sebanyak 250 ml tiap 3 jam bila tidak tidur. Makanan diharapkan dapat
merangsang peristaltic lambung.Bahan makanan pada Diet Pasca-Bedah
Lewat Pipa Lambung sama dengan makanan Cair Kental. Bahan
makanan yang dianjurkan pada Diet Pasca Bedah Lewat Pipa
Lambung/Makanan Cair Kental dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel Bahan Makanan Yang Dianjurkan pada Diet Pasca Bedah Lewat
Pipa

Lambung/Makanan Cair Kental

Golongan Bahan Makanan Bahan Makanan


Karbohidrat Kentang, gelatin, tapioka dibuat
puding

Protein Susu, es krim, yoghurt, telur ayam,


tahu giling,
Lemak Margarin, mentega
Sayuran Sayuran dibuat jus dan dikentalkan
dengan gelatine

Buah-buahan Buah dibuat jus, jeli dan pure

f) Diet Pasca-Bedah Lewat Pipa Jejenum

Diet Pasca-Bedah lewat Pipa Jejenun adalah pemberian makanan bagi


pasien yang tidak dapat menerima makanan melalui oral atau pipa
lambung. Makanan diberikan langsung ke jejenum atau jejunum feeding
fistula (JFF).

Cara Memberikan Makanan

Makanan diberikan sebagai makanan cair yang tidak memerlukan


pencernaan lambung dan tidak merangsang jejenum secara mekanis
maupun osmotis. Cairan diberikan tetes demi tetes secara perlahan, agar
tidak terjadi diare atau kejang. Diet ini diberikan dalam waktu singkat
karena kurang energi, protein, vitamin, dan zat besinya.
Catatan:

- Diet Pasca-Bedah lewat Pipa Jejenum atau Makanan Cair Khusus ini
dipesan

atau disiapkan secara khusus.

- Dapat menggunakan makanan komersial sejenis DPBPJ yang ada.

6. PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR PADA PASIEN PRA DAN


PASCA BEDAH

Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) adalah suatu proses


terstandar sebagai suatu metode pemecahan masalah yang sistematis
dalam menangani problem gizi sehingga dapat memberikan asuhan gizi
yang aman, efektif dan berkualitas tinggi. Terdapat empat langkah
dalam proses asuhan gizi yaitu asesmen atau pengkajian gizi, diagnosis
gizi, intervensi gizi serta monitoring dan evaluasi gizi. Dalam pembahasan
asuhan gizi pada pasien bedah juga mengikuti langkah-langkah yang
sama dengan kasus penyakit lainnya.

Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

a. Asesmen atau Pengkajian Gizi

Langkah awal pada proses asuhan gizi terstandar adalah asesmen


atau pengkajian gizi. Pada kegiatan pengkajian gizi, data dikelompokkan
dalam lima domain yaitu riwayat terkait gizi dan makanan, data
antropometri, data biokimia, tes medis dan prosedur, data
pemeriksaan fisik fokus gizi dan data riwayat klien (Kementerian Kes
RI, 2014).

Pengumpulan data riwayat gizi dan makanan pada pasien pembedahan


meliputi data riwayat kebiasaan makan, makanan pantangan, makanan
kesukaan, ada tidaknya alergi serta rata-rata asupan makan pasien
sehari. Faktor kebiasaan makan pasien dapat menjadi salah satu faktor
yang menentukan kejadian penyakit, terutama kejadian penyakit yang
berhubungan dengan penyakit-penyakit gastrointestinal dan kejadian-
kejadian penyakit kanker yang menyebabkan mereka perlu menjalani
pembedahan.Setelah itu dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat
badan untuk mendapatkan data antropometri. Bila pasien tidak dapat
diukur tinggi badannya maka dapat diukur rentang lengan, tinggi lutut,
lingkar lengan atas dan lingkar pinggang.

Selanjutnya dicatat data hasil pemeriksaan biokimia seperti pemeriksaan


hemoglobin, hematokrit, eritrosit, kadar albumin darah, dan protein total.
Dilakukan juga

pengamatan tentang pemeriksaan fisik dan klinis pasien meliputi


pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu dan respirasi. Sedangkan untuk
data riwayat personal pasien yang harus dikumpulkan terdiri dari riwayat
obat-obatan atau suplemen yang sering dikonsumsi, sosial ekonomi
budaya, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit sekarang dan data
umum pasien. Setelah diperoleh informasi lengkap yang berkaitan dengan
data pengkajian gizi pasien bedah ini, selanjutnya data dianalisis untuk
menentukan masalah gizi pada pasien.

b. Diagnosis Gizi

Diagnosis Gizi merupakan gambaran keadaan masalah gizi atau risiko


masalah gizi yang terjadi saat ini dan dapat berubah sesuai dengan
respon pasien, khususnya terhadap intervensi gizi yang didapatkan.
Diagnosis gizi ini merupakan rangkuman masalah gizi, dimana seluruh
data yang dikumpulkan pada pengkajian gizi diolah dan diidentifikasi
menjadi informasi. Informasi inilah yang akan menjadi input pada proses
menetapkan diagnosis gizi. Penulisan kalimat diagnosis gizi terstruktur
dengan konsep PES atau problem etiologi dan sign/symstoms (ADA,
2008).

Diagnosis Gizi merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk
bisamembuat

suatu dukungan nutrisi yang memadai pada pasien pra dan pasca bedah.
Dari pengukuran masing-masing penilaian dapat digunakan untuk:

1) Mengidentifikasi jenis malnutrisi.


2) Mendukung intensitas malnutrisi.

3) Memutuskan apakah ada stress metabolik atau tidak.

Pertanda dari stress metabolic adalah:

1) Suhu tertinggi dalam 24 jam > 38°C.

2) Nadi > 100/menit dalam 24 jam terakhir.

3) Laju pernafasan > 30 per menit dalam 24 jam terakhir.

4) Hitung sel darah putih > 1200 atau < 3000 dalam 24 jam terakhir.

5) Biakan darah positif.

6) Penyakit radang usus aktif.

7) Focus infeksi.

Beberapa contoh diagnosis gizi yang biasa ditemukan pada penderita


pasca bedah:

NI.2.1 : makanan dan minuman oral tidak adekuat (P) berkaitan dengan
nafsu makan

kurang (E) ditandai dengan recall Energi 67%, protein 55%, lemak 40%
dan karbohidrat 62% (rata-rata tingkat konsumsi makan 56%, termasuk
kategori kurang).

NC 1.4 : gangguan fungsi gastrointestinal (P) berkaitan dengan penyakit


Ileus Obstruktif (E) ditandai dengan rasa nyeri di perut, mual, muntah.

NB 3.1 : berat badan kurang (P) berkaitan dengan riwayat penyakit pasien
(kanker kolon) dan malnutrisi (E) ditandai dengan IMT 16,7 kg/m2.

NB 1.3 : tidak siap untuk berdiet (P) berkaitan dengan motivasi pasien
yang kurang(E)

ditandai dengan pasien tidak mau menerima diet yang diberikan oleh
rumah sakit,

asupan rata-rata hanya 56%.


c. Intervensi Gizi

Intervensi Gizi merupakan kegiatan atau langkah ke tiga dalam proses


asuhan gizi terstandar. Intervensi Gizi merupakan suatu tindakan yang
terencana yang ditujukan untuk memperbaiki status gizi dan kesehatan,
merubah perilaku gizi dan kondisi lingkungan yang mempengaruhi
masalah gizi pasien. Adapun tujuan dari intervensi gizi adalah untuk
mengatasi masalah gizi yang teridentifikasi dalam diagnosis gizi. Terdapat
dua komponen dalam intervensi gizi yaitu perencanaan intervensi dan
implementasi.

Perencanaan intervensi gizi dibuat merujuk pada diagnosis gizi yang


ditegakkan.

Intervensi Gizi dikelompokkan menjadi 4 domain yaitu pemberian


makanan (ND), edukasi gizi (E), konseling gizi (C) dan koordinasi asuhan
gizi (RC). Implementasi adalah bagian kegiatan intervensi gizi dimana
tenaga gizi mengkomunikasikan rencana intervensi gizi yang sudah
ditetapkan kepada pasien/klien dan kepada pihak terkait lainnya misalnya
kepada bagian produksi makanan, perawat termasuk keluarga
pasien/klien.

Contoh intervensi gizi pada pasien pembedahan :

Diagnosis gizi sudah ditentukan : gangguan fungsi gastrointestinal (P)


berkaitan dengan penyakit Ileus Obstruktif (E) ditandai dengan rasa nyeri
di perut, mual, muntah.

Tujuan intervensi :

Mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh


pasien.

Rencana intervensi:

Memberikan edukasi gizi tentang diet pascabedah.

Kegiatan edukasi gizi dilakukan dengan memberikan materi tentang


pengaturan makanan bagi pasien pasca pembedahan, bagaimana
memilih makanan yang boleh dikonsumsi dan makanan mana yang harus
dibatasi. Kegiatan edukasi dan konseling gizi sebaiknya melibatkan
keluarga terutama dalam mempersiapkan makanan. Menjelaskan cara
memilih makanan apabila membawa makanan dari rumah. Domain
koordinasi asuhan gizi (RC): kolaborasi antara tim kesehatan dan
memberhentikan atau merujuk pasien ke pelayanan kesehatan lain.

d. Monitoring dan Evaluasi Gizi

Langkah selanjutnya yang merupakan langkah terakhir dalam proses


asuhan gizi terstandar adalah monitoring dan evaluasi gizi. Kegiatan ini
dilakukan untuk mengetahui respon pasien/klien terhadap intervensi dan
tingkat keberhasilannya. Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan cara
memonitor perkembangan, mengukur hasil dan mengevaluasi hasil.

Pada monitoring dan evaluasi gizi, data digunakan untuk mengevaluasi


dampak dari intervensi gizi sesuai dengan outcome dan indikator asuhan
gizi. Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan
intervensi gizi tersebut adalah asupan makan dan minum (konsumsi
selama dirawat), asupan ini dimonitor setiap hari, nilai laboratorium terkait
gizi, perubahan berat badan.
BAB III
PENUTUP
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai