Anda di halaman 1dari 14

BIOKIMIA 2

“HOMOSISTINURIA”

Oleh:

Wayan Wirayanti
1213031018
Semester VI / Reguler B

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2015
HUBUNGAN METABOLISME DENGAN PENYAKIT INDIVIDU
“HOMOSISTINURIA”

A. Pendahuluan
Metabolisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu “metabolismos” yang berarti
perubahan. Metabolisme merupakan proses-proses kimia yang terjadi di dalam tubuh
makhluk hidup/sel. Proses tersebut merupakan proses pertukaran zat dengan lingkungannya
serta proses perubahan menjadi senyawa yang lebih kompleks atau perubahan menjadi
senyawa yang lebih sederhana sehingga makhluk hidup mendapatkan makanan untuk
mempertahankan hidupnya dengan mengolah dan mengubah suatu zat melalui proses
kimiawi. Metabolisme disebut juga reaksi enzimatis, karena metabolisme terjadi selalu
menggunakan katalisator enzim.
Secara umum, metabolisme meliputi dua macam reaksi yaitu anabolisme dan
katabolisme. Anabolisme adalah reaksi pembentukkan senyawa yang lebih kompleks dari
senyawa yang lebih sederhana atau reaksi yang merangkai senyawa organik dari molekul-
molekul tertentu, untuk diserap oleh sel tubuh. Proses anabolisme merupakan proses
pembentukkan yang memerlukan energi sehingga reaksinya disebut reaksi endergonik.
Anabolisme dapat terjadi melalui proses fotosintesis dan kemosintesis. Katabolisme adalah
reaksi penguraian senyawa yang lebih kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana atau
reaksi yang mengurai senyawa organik menjadi molekul tertentu. Pada Proses katabolisme
terjadi pelepasan energi yang merupakan hasil dari pemecahan senyawa-senyawa organik
kompleks. Proses katabolisme meliputi respirasi dan fermentasi. Misalnya pengubahan
karbohidrat menjadi CO2 dan H2O dalam proses respirasi. Proses ini menghasilkan energi
bebas sehingga disebut reaksi eksergonik.
Metabolisme pada makhluk hidup terdiri dari lima metabolisme, yaitu metabolisme
karbohidrat, metabolisme lemak, metabolime protein, metabolisme asam nukleat, dan
metabolisme asam asetat. Namun, proses metabolisme utama yang terjadi di dalam tubuh
hanya terdiri dari tiga metabolisme, yaitu yaitu metabolisme karbohidrat, metabolime protein,
dan metabolisme lemak.
1. Metabolisme karbohidrat
Pada proses pencernaan makanan, karbohidrat mengalami proses hidrolisis, yaitu
penguraian dengan menggunakan molekul air. Proses pencernaan karbohidrat terjadi
dengan menguraikan polisakarida menjadi monosakarida. Ketika makanan dikunyah,
makanan akan bercampur dengan air liur yang mengandung enzim ptialin (suatu α
amilase yang disekresikan oleh kelenjar parotis di dalam mulut). Enzim ini
menghidrolisis pati (salah satu polisakarida) menjadi maltosa dan glukosa kecil yang
terdiri dari tiga sampai sembilan molekul glukosa. Makanan berada di mulut hanya dalam
waktu yang singkat dan mungkin tidak lebih dari 3-5% dari pati yang telah dihidrolisis
pada saat makanan ditelan.
Sekalipun makanan tidak berada cukup lama dalam mulut untuk dipecah oleh ptialin
menjadi maltosa, tetapi kerja ptialin dapat berlangsung terus menerus selama satu jam
setalah makanan memasuki lambung, yaitu hingga isi lambung bercampur dengan zat
yang disekresikan oleh lambung. Selanjutnya aktivitas ptialin dari air liur dihambat oleh
zat asam yang disekresikan oleh lambung. Hal ini dikarenakan ptialin merupakan enzim
amilase yang tidak aktif saat pH di bawah 4,0.
Setelah makan dikosongkan dari lambung dan masuk ke duodenum (usus dua belas
jari), makanan kemudian bercampur dengan getah pankreas. Pati yang belum dipecah
akan dicerna oleh amilase yang diperoleh dari sekresi pankreas. Sekresi pankreas ini
mengandung α-amilase yang fungsinya sama dengan α-amilase pada air liur, yaitu
memcah pati menjadi maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya. Namun, pati pada
umumnya hampir sepenuhnya di ubah menjadi maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya
sebelum melewati lambung.
Hasil akhir dari proses pencernaan adalah glukosa, fruktosa, glaktosa, maltosa dan
monosakarida lainnya. Senyawa-senyawa tersebut kemudian diabsorpsi melalui dinding
usus dan dibawa ke hati oleh darah.
2. Metabolisme protein
Protein dalam makanan hampir sebagian besar berasal dari daging dan sayur-sayuran.
Protein dicerna di lambung oleh enzim pepsin yang aktif pada pH 2-3 (suasana asam).
Proses pencernaan yang dilakukan oleh pepsin meliputi 10-30% dari pencernaan protein
total. Sebagian besar proses pencernaan protein terjadi di usus. Ketika protein
meninggalkan lambung biasanya protein berada dalam bentuk proteosa, pepton, dan
polipeptida besar. Setelah memasuki usus, produk-produk yang telah dipecah sebagian
besar akan bercampur dengan enzim pankreas dibawah pengaruh enzim proteolitik seperti
tripsin, kimotripsin, dan peptidase. Tripsin dan kimotripsin memecah molekul protein
menjadi polipeptida kecil. Peptidase kemudian akan melepaskan asam-asam amino.
Asam amino yang terdapat dalam darah berasal dari tiga sumber yaitu penyerapan
melalui dinding usus, hasil penguraian protein dalam sel, dan hasil sintesis asam amino
dalam sel. Asam amino yang disintesis dalam sel maupun yang dihasilkan dari proses
penguraian protein dalam hati dibawa oleh darah untuk digunakan di dalam jaringan.
Dalam hal ini hati berfungsi sebagai pengatur konsentrasi asam amino dalam darah.
3. Metabolisme lemak
Pencernaan lemak tidak terjadi di mulut dan lambung karenadi tempat tersebut tidak
terdapat enzim lipase yang menghidrolisis atau memecah lemak. Pencernaan lemak
terjadi di dalam usus karena di usus terdapat enzim lipase. Lemak keluar dari lambung
masuk ke dalam usus sehingga merangsang hormon kolesistokinin. Hormon
kolesistokinin menyebabkan kantung empedu berkontraksi sehingga mengeluarkan cairan
empedu ke dalam duodenum (usus dua belas jari). Empedu mengandung garam empedu
yang memegang peranan penting dalam mengemulsikan lemak. Emulsi lemak merupakan
pemecahan lemak yang berukuran besar menjadi butiran lemak yang berukuran lebih
kecil. Ukuran lemak yang lebih kecil (trigliserida) yang teremulsi akan memudahkan
hidrolisis lemak oleh lipase yang dihasilkan dari pankreas. Lipase pankreas akan
menghidrolisis lemak teremulsi menjadi campuran asam lemak dan monogliserida
(gliserida tunggal). Pengeluaran cairan pankreas dirancang oleh hormon sekretin yang
berperan dalam meningkatkan jumlah elektrolit (senyawa penghantar listrik) dan cairan
pankreas serta pankreoenzim yang berperan untuk merangsang pengeluaran enzim-enzim
dalam cairan pankreas.
Absorpsi hasil pencernaan lemak sebagian besar (70%) terjadi di usus halus. Ketika
asam lemak dan monogliserida diabsorpsi melalui sel-sel mukosa pada dinding usus,
keduanya diubah kemudian menjadi lemak trigliserida dengan bentuk partikel-partikel
kecil (jaringan lemak) dan saat dibutuhkan, timbunan lemak tersenit akan diangkut
menuju hati.

Proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh tidak selamanya berjalan baik dan
ada saatnya proses metabolisme menjadi terganggu. Gangguan proses metabolisme bisa saja
terjadi karena kelainan genetik atau penyakit dan gangguan metabolisme karena kelainan
genetik sangatlah langka hanya terjadi pada 1 orang dari sekitar 1000-2500 orang. Apabila
gangguan metabolisme terjadi, maka fungsi normal tubuh juga akan terganggu dan
menyebabkan masalah kesehatan. Adapun jenis gangguan metabolisme yang dapat terjadi
antara lain: glisinuria, hiperoksaluria primer, homosistinuria, hidroksiprolinemia, tirosinemia,
alkaptonuria, histidinemia, prolinemia, hiperlisinemia, tirosinosis, hiperlisinemia persisten,
imadozol-aminoaciduria, sistinuria, sistinosis, hipervalinemia.
Berdasarkan jenis-jenis gangguan metabolisme yang disebutkan diatas, salah satunya
adalah homosistinuria. Homosistinuria merupakan kelainan metabolik (metabolic disorder)
yang merupakan kelainan genetika yaitu ketika seseorang memiliki kadar homosistein yang
sangat tinggi dalam tubuhnya.

B. Homosistein
Homosistein adalah asam amino yang mengandung sulfur, yang terdapat dalam
plasma darah dan terbentuk secara alami di dalam tubuh. Adapun struktur homosistein
ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur homosistein

Homosistein dalam tubuh dipecah melalui proses metabolik menjadi metionin dan
sistein (masih dalam bentuk asam amino) dengan bantuan asam folat, vitamin B6 dan vitamin
B12. Homosistein di dalam sel akan mengalami rematilasi menjadi metionin, mengalami
perubahan menjadi sistasionin atau dikeluarkan dari dalam sel. Reaksi pertama dikatalisir
oleh enzim 5–metil tetrahidrofolat–homosistein metil transferase (metionin sintase) yang
memerlukan kobalamin sebagai kafaktor, jalur alternatif remetilasi dikatalisir oleh enzim
betain-homosistein metiltransferase. Dalam reaksi ini betain berperan sebagai donor metil. (12)
Enzim sistasionin β-sintase merupakan B6-dependent enzyme yang mengkatalisir kondensasi
homosistein dengan serin, membentuk sistasionin. Dalam keadaan normal reaksi ini bersifat
irrevesibel. Dari titik ini homosistein selanjutnya akan memasuki jalur trans-sulfurasi. Suatu
B6-dependent enzyme lain yaitu γ–sistasionase akan memecah sistasionin menjadi sistein dan
ketobutirat.
Perubahan homosistein menjadi metionin dan sistein menggunakan molekul perantara
yang disebut enzim. Jika tubuh kekurangan nutrisi atau tubuh tidak memiliki cukup enzim
yang membantu pemecahan homosistein maka homosistein akan menumpuk dalam darah
sehingga meningkatkan angka homosistein darah. Tingginya kadar homosistein ditandai
dengan tingginya kadar homosistein dalam urin. Angka homosistein adalah banyaknya
homosistein dalam darah persatuan volume darah. Angka homosistein normal berada dalam
rentang 5–15 mikromol/liter. Angka homosistein tinggi dikategorikan dalam beberapa
tingkatan.
a) 5 – 15 mikromol/liter dikategorikan normal
b) 16 – 30 mikromol/liter dikategorikan cukup tinggi (moderat)
c) 31 – 100 mikromol/liter dikategorikan tinggi (intermediat)
d) Lebih dari 100 mikromol/liter disebut sangat tinggi (parah)

 Metabolisme Homosistein
Homosistein bukan merupakan kontituen diet normal. Satu-satunya sumber
homosistein adalah metionin yaitu suatu asam amino essensial yang mengandung sulfur yang
di peroleh melalui asupan protein. Biosistesis metionin akan menghasilkan produk antara
asam folat, vitamin B6 dan B12 serta aktivitas berbagai enzim yang berperan pada jalur
metabolismenya.
Tahap pertama metabolisme homosistein adalah pembentukan S-adenosil metionin
(Gambar 2.) yang merupakan donor metil terpenting pada reaksi transmetilasi. S-
adenosilmetinin, selanjutnya mengalami demetilasi membentuk S-adenosil homosistein, yang
kemudian dihidrolisis menjadi adenosin dan homosistein. Homosistein selanjutnya memasuki
jalur transsulfurasi atau jalur remetilasi. Sekitar 50% homosistein yang memasuki
transsulfurasi, secara irrevesibel berikatan dengan serin melalui pengaruh enzim sistasionin
β-sintase, untuk membentuk sistasionin. Sistasionin ini selanjutnya di metabolisme menjadi
sistein dan α–ketobutirat melalui pengaruh γ-sistasionase. Sistein yang terbentuk dari
homosistein ini akhirnya di rubah menjadi sulfat dan di ekskresikan ke dalam urin.
Pada jalur remetilasi, homosistein akan mengalami daur ulang menjadi metionin
melalui 2 reaksi yang berbeda. Reaksi pertama memerlukan enzim 5-metil tetra hidrofolat
homosistein- metiltransferase (metionin sintase). Untuk aktivitas enzim ini dibutuhkan
metikobalamin sebagai kofaktor dan metil
Gambar 2. Siklus metionin dan jalur metabolisme homosistein
Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2. tetrahidrofolat berperan sebagai kosubtrat.
DMG : dimeltoglisin,
MTHF : metilentetrahidrofolat
NADP : nikotinamid adenin dinukleotin fosfat
NADPH: nikotinamid adenin dinukleotid fosfat hidrogenase.

Metil tetrahidrofolat dibentuk dari tetrahidrofolat oleh pengaruh enzim


metiltetrahidrofolat reduktase (MTHFR). Reaksi ini terjadi di semua jaringan. Jalur kedua
dikatalisir oleh enzim betain- homosistein metil transferase. Reaksi dengan betain ini
terutama terbatas dalam hati, namun Mc Keever seperti di kutip Ueland menyatakan bahwa
reaksi ini juga terjadi di ginjal. Proses daur ulang serta penyimpangan homosistein akan
menjamin penyediaan metionin yang cukup.
Pada keadaan kelebihan metionin, dimanfaatkan jalur transsulfurasi dengan
meningkatkan regulasi sistasionin–sintase dan mengurangi regulasi jalur remetilasi,
sedangkan bila terdapat defisiensi metionin dimanfaatkan menjadi jalur remetilasi. Dalam
kadaan normal kadar homosistein darah puasa relatif sangat sedikit, kadarnya antara 5 – 15
umol/L. Besarnya kadar homosistein ini di kompartemen ekstrasel ditentukan oleh beberapa
hal yaitu pembentukanya di dalam sel, metabolisme dan akskresinya. Bila produksi
homosistein intrasel melebihi kapasitas metabolisme maka homosistein akan dilepaskan ke
ruangan ekstra sel, sebaliknya bila produksi berkurang maka pengelepasan dari sel akan
berkurang. Keadaan ini membantu mempertahankan agar kandungan homosistein intra sel
tetap rendah. Jadi kadar homosistein dalam cairan ekstra sel seperti plasma dan urin sangat di
pengaruhi oleh keseimbangan antara produksi dengan penggunaannya. Keseimbangan ini
dapat terganggu pada keadaan-keadaan tertentu seperti gangguan aktivitas enzim atau akibat
jumlah kofaktor yang berperan dalam metabolismenya berkurang. Pengukuran kadar
homosistein selanjutnya digunakan sebagai pertanda untuk berbagai penyakit pada manusia.
Sekitar 70%-80% homosistein berikat dengan protein terutama albumin, melalui
rangkaian disulfide dan sisanya merupakan homosistein yang tidak terikat protein yang
bergabung sesamanya membentuk dimer atau berikatan dengan sistein membentuk di sulfide
campuran sistein dan homosistein. Hanya sejumlah kecil (sekitar 1%) homosistein bentuk
bebas di temukan dalam sirkulasi.

C. Homosistinuria
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, meskipun homosistein selalu ada di dalam tubuh,
namun zat ini dapat menyebabkan masalah kesehatan jika kadarnya terlalu tinggi dalam
tubuh yaitu dapat menyebabkan terjadinya penyakit homosistinuria. Homosistinuria terjadi
dikarenakan tubuh kekurangan enzim metionin sintase yang berperan dalam memecah/
menguraikan homosistein dalam tubuh. Homosistinuria dapat menyebabkan keterbelakangan
mental dan penyakit jantung sebelum usia 30 tahun.
Homosistinuria merupakan salah satu jenis penyakit gangguan asam amino, dimana
penderita tidak dapat melakukan metabolisme asam amino homosistein. Dinamakan
homosistinuria karena terdapat banyak homosistein di dalam urin. Penyakit ini dianggap
sebagai kesalahan yang menurunkan metabolisme, yangmana sintase sistationin penderita
rusak. Sintase sistationin merupakan suatu enzim yang mengandung piridoksil fosfat. Dalam
hal ini terjadi defisien atau tidak adanya sintetase sistation, menyebabkan akumulasi
metabolit metionin; homosistein yang diekskresi dalam jumlah banyak urin pada bentuk
homosistin (dimer).
Homosistein yang menimbun dioksidasi untuk membentuk senyawa disulfid
homosistein, yang strukturnya analog dengan struktur sistin. Pada sistationinuria kerusakan
melibatkan langkah pemecahan untuk menghasilkan sistein; akibatnya, banyak sistationin
terdapat dalam darah dan urin. Kerusakan genetik sistationinuria menarik perhatian, karena
suatu protein enzim aktif dihasilkan, tetapi protein tersebut mempunyai afinitas yang sangat
kurang untuk koenzim esensialnya, piridoksal fosfat. Sistein, disamping dibutuhkan untuk

sintesis protein juga digunakan untuk membuat tripeptid glutation ( -glutamil sisteiniglisin)

dan asam amino sulfonat, taurin.


Homosistinuria dapat diakibatkan karena mutasi pada CBS, MTHFR, MTR, mtrr, dan
gen MMADHC namun bentuk paling umum disebabkan karena mutasi gen Cystathionine β-
synthase (CBS) atau dapat juga diakibatkan karena kekurangan transferase adenosil metionin
hati. Seseorang dengan kondisi seperti ini memiliki masalah dengan asam amino metionin,
dimana penderita dilarang memakan makanan yang mengandung asam amino metionin
(prekursor homosistein). Gen CBS menyediakan instruksi untuk memproduksi enzim yang
disebut cystathionine beta-sintase. Enzim ini bertindak dalam jalur kimia dan bertanggung
jawab untuk mengubah asam amino homocysteine untuk molekul yang disebut cystathionine.
Sebagai hasil dari jalur ini, asam amino lainnya, termasuk metionin, diproduksi.
Mutasi pada gen CBS mengganggu fungsi cystathionine beta-sintase, mencegah
homosistein dari yang digunakan dengan benar. Akibatnya, asam amino dan zat beracun
produk samping membangun dalam darah. Beberapa kelebihan homosistein diekskresikan
dalam urin. Enzim-enzim yang dibuat oleh MTHFR, MTR, mtrr, dan gen MMADHC
memainkan peran dalam mengkonversi homosistein untuk metionin. Mutasi pada salah satu
gen mencegah enzim dari berfungsi dengan baik, yang mengarah ke penumpukan
homosistein dalam tubuh. Para peneliti belum menentukan bagaimana kelebihan homosistein
dan senyawa terkait mengarah pada tanda dan gejala homosistinuria.
Kondisi ini diwariskan dalam pola autosom resesif, yang berarti kedua salinan dari
gen dalam sel masing-masing memiliki mutasi. Paling sering, orang tua dari seorang individu
dengan kondisi resesif autosomal masing-masing membawa satu salinan gen bermutasi, tetapi
tidak menunjukkan tanda-tanda dan gejala kondisi. Meskipun orang yang membawa satu
salinan bermutasi dan satu salinan normal dari gen CBS tidak memiliki homosistinuria,
mereka lebih mungkin dibandingkan orang tanpa mutasi CBS memiliki kekurangan
(defisiensi) vitamin B12 dan asam folat.
Penderita homosistinurik umumnya mati di akhir masa kanak-kanak atau awal
adolescence. Seseorang dengan homosistinuria tidak bisa memecah metionin dalam
makanan. Metionin dan homosistin adalah asam amino yang dibutuhkan untuk
perkembangan dan pertumbuhan, tapi terlalu banyak dapat menyebabkan masalah kesehatan
serius. Dalam kasus klasik homosistinuria, kelebihan metionin dalam darah, dapat
menyebabkan penumpukan homosistin. Tingginya kadar metionin dan homosistin dapat
menembus dan merusak otak. Tingkat tinggi akhirnya menyebabkan keterbelakangan jiwa
dan masalah kesehatan serius. Penderita homosistinuria dapat ditolong dengan membatasi
konsumsi metionin dan protein, beberapa diantaranya mempunyai respons terhadap konsumsi
vitamin B6 yang tinggi. Homosistinuria terjadi pada individu dengan diet berprotein tinggi
dan relatif defisien vitamin B6 oleh karena sintetase sistation membutuhkan vitamin tersebut
sebagai kofaktor.
Perbandingan metabolisme normal dan penderita homosistinuria dapat dilihat pada
Gambar 3. Dapat dilihat terjadi gangguan pada pembentukan enzim Cystathionine β-synthase
(CBS) sehingga sistein tidak dapat terbentuk hal ini mengakibatkan terjadi peningkatan kadar
homosistein dan menimbulkan masalah kesehatan.
Gambar 3. Perbandingan Metabolisme Normal dan Homosistinuria

 Gejala
Terdapat berbagai bentuk homosistinuria yang dibedakan oleh tanda-tanda dan gejala
dan penyebab genetik. Bentuk yang paling umum dari homosistinuria ditandai dengan rabun
jauh (miopia), dislokasi lensa di bagian depan mata, peningkatan risiko pembekuan darah
yang abnormal, dan tulang rapuh yang rentan terhadap fraktur (osteoporosis) atau kelainan
tulang lainnya. Beberapa individu yang terkena juga memiliki keterlambatan perkembangan
dan masalah belajar. Bentuk yang lebih jarang dari homosistinuria dapat menyebabkan cacat
kegagalan, intelektual untuk tumbuh dan berat badan pada tingkat yang diharapkan (gagal
tumbuh), kejang, masalah dengan gerakan, dan gangguan darah yang disebut anemia
megaloblastik. Anemia megaloblastik terjadi ketika seseorang memiliki rendahnya jumlah sel
darah merah (anemia), dan sel-sel darah merah yang tersisa lebih besar dari normal
(megaloblastik).
Tanda-tanda dan gejala homosistinuria biasanya berkembang dalam tahun pertama
kehidupan, meskipun beberapa orang dengan bentuk ringan dari penyakit ini mungkin tidak
mengembangkan fitur sampai nanti di masa kanak-kanak atau dewasa. Bentuk yang paling
umum dari homosistinuria mempengaruhi setidaknya 1 dalam 200.000 sampai 335.000 orang
di seluruh dunia. Kelainan ini tampaknya lebih umum di beberapa negara, seperti Irlandia (1
dalam 65.000), Jerman (1 dalam 17.800), Norwegia (1 dalam 6.400), dan Qatar (1 dalam
1.800). Bentuk langka dari homosistinuria masing-masing memiliki sejumlah kecil kasus
yang dilaporkan dalam literatur ilmiah.
 Diagnosis
Diagnosis homosistinuria dibuat dengan mengukur tingkat homosistein total dalam
darah. Beberapa orang mewarisi kecacatan yang disebabkan karena homosistinuria. Dalam
kasus yang langka, pewarisan kecacatan dalam gen, menghasilkan bentuk yang parah darah
homosistinuria, yang disebut dengan homosistinuria. Orang yang terkena homosistiuria
memiliki resiko yang sangat tinggi terhadap pembekuan darah, dan juga menderita
keterbelakangan mental, kelainan tulang, dan masalah penglihatan.

 Penyebab
Homosistinuria dapat terjadi karena defisiensi vitamin B12, defisiensi Cystathionine
beta-synthase (CBS), defisiensi Methylenetetrahydrofolate reductase, defisiensi Folat,
defisiensi vitamin B6. Penyebab homosistinuria adalah multifaktoral, antara lain:
a. Genetik
Pada homosistinuria homozigot aktivitas enzim sistasionin β sintase sangat rendah
bahkan tidak terdeteksi, sedang kadar homosistein darah meningkat. Karena gen untuk enzim
sistasionin β sintase terletak pada kromosom 21, maka pada sindroma Down atau trisomi 21
dapat dijumpai keadaan yang sebaliknya yaitu peningkatan enzim sistasionin β sintase.
Penurunan kadar homosistein plasma dijumpai pada 8 anak dengan sindroma Down.
Pengaruh genetik pada konsentrasi homosistein plasma juga terlihat pada orang normal dan
pada pasien dengan penyakit vaskuler.
b. Umur
Kadar homosistein plasma meningkat seiring dengan peningkatan usia. Penyebabnya
kemungkinan adanya penurunan kadar kofaktor atau adanya kegagalan ginjal yang sering
dijumpai pada pasien lanjut usia. Selain itu aktivitas enzim sistasionin β sintase juga menurun
seiring dengan meningkatnya usia.
c. Sex
Secara umum, laki-laki mempunyai kadar homosistein yang lebih tinggi dari wanita.
Sesudah menopause konsentrasi homosistein akan meningkat. Perbedaan kadar homosistein
pada wanita dan pria mungkin disebabkan perbedaan hormon sex terhadap metabolisme
homosistein. Selain itu kadar kreatinin atau massa otot yang besar pada pria juga
berpengaruh.
d. Fungsi ginjal
Terdapat korelasi positif antara kadar homosistein dan kreatinin serum, walaupun
mekanismenya belum jelas. Kelainan arteriosklerosis renovaskuler dan faktor prerenal juga
sangat penting. Pada gagal ginjal kronik kadar homosistein plasma akan meningkat 2-4 kali
dari normal. Konsentrasi ini akan menurun setelah dialisis. Peningkatan homosistein pada
gagal ginjal mungkin disebabkan gangguan metabolisme.
e. Nutrisi
Kadar homosistein akan sangat meningkat pada defisiensi kofaktor vitamin B12 atau
folat. Korelasi negatif antara kadar folat serum dan B12 telah terbukti pada orang normal.
Hiperhomosisteinemia didapat antara lain disebabkan oleh defisiensi asam folat, vitamin B6
dan vitamin B12. Untuk memperoleh kadar homosistein yang optimal diperlukan kadar yang
cukup dari ketiga vitamin itu. Asupan vitamin B6 yang dianjurkan untuk pria adalah 2 mg /
hari sedang pada wanita 1,6 mg /hari.
f. Penyakit
Terdapat beberapa penyakit yang dihubungkan dengan peningkatan kadar homosistein
plasma yaitu psoriasis, keganasan dan pemakaian obat-obatan. Psoriasis yang berat
dihubungkan dengan peningkatan kadar homosistein plasma. Pada suatu penelitian
didapatkan penderita psoriasis mempunyai kadar folat yang lebih rendah dari kelompok
kontrol. Peningkatan kadar homosistein juga dijumpai pada leukemia limfoblastik akut.
Selain itu beberapa keganasan seperti Ca mamae, ovarium dan pankreas juga menunjukkan
peningkatan kadar homosistein. Plasma homosistein juga dipengaruhi oleh obat-obatan
seperti methotrexate, nitrous oxide, phenytoin, carbamazepine, azaribine, kontrasepsi oral
dan penicillamine.

 Pengobatan
Tujuan utama dari pengobatan ini adalah menurunkan kadar darah dari homosistein
menjadi normal. Pengobatan dapat terdiri dari pemberian suplemen asam folat, obat
antikoagulan (pengencer darah). Pasien dengan homosistinuria sering diberikan vitamin B6
atau betaine dengan dosis tinggi dan jumlah metionin yang dikonsumsi dalam diet, dapat
dibatasi.
Peningkatan kadar homosistein plasma dapat diturunkan secara bermakna dengan
terapi vitamin B dan folat terkecuali penderitahomosistinuria dengan kadar honosistein yang
amat tinggi. Dosis optimal dan terapi kombinasi belum ditentukan dengan pasti, tetapi
anjuran di bawah ini dapat dipakai sebagai pedoman.
Asam folat dengan dosis 1-2 mg/hari merupakan pilihan pertama, biarpun dosis 400
ug/ hari sudah cukup untuk penderita dengankelainan primer defisiensi folat. Kebanyakan
suplemen multivitamin mengandung 40 ug. Pemakaian piridoksin dengan dosis 10-25
mg/hari dapat berguna sebagai terapi tambahan pada penderita yang penurunan
homosisteinnya kurang memadai dengan terapi asam folat. Terapi dengan vitamin B 12 saja
kurang efektif untuk menurunkan kadar homosistein, kecuali pada defisiensi vitamin B12.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Tahun tidak diketahui. Homosistein. Diakses dari http://olvista.com/ pada tanggal 1
Juni 2015.
Anonim. Tahun tidak diketahui. Homosistinuria. Diakses dari http://medicastore.com/ pada
tanggal 1 Juni 2015.
Anonim. Tahun tidak diketahui. Homocystinuria. Diakses dari http://www.newbornscreening.
co.za/ PDFs pada tanggal 1 Juni 2015.
Anonim. Tahun tidak diketahui. Metabolisme. Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/ pada
tanggal 1 Juni 2015.
Anonim. Tahun tidak diketahui. Pengertian Metabolisme Katabolisme Anabolisme. Diakses
dari http://ardra.biz/ sain-teknologi/ilmu-kimia/ pada tanggal 1 Juni 2015.
Cattaneo, M. 1998. Hyperhomocysteinemia and trombosits. Amsterdam: Educational
program book. Combined Haematology Congress 27 th Congress of internasional
Society of hematology, 3th Congress of the European Heamatology association. 145-9.
D`Angelo, A., Selhub, J. 1997. Homocysteine and thrombotic disease Blood; 98(1):1-11.
Mayer, E.L., Jacobsen, D.W., Robinson, K. 1996. Homocysteine and coronary
alherosclerosis. J Am Coll Cardiol; 27(3):517-27.
Ueland, P.M., refsum, H., Stabler, S.P., Malinow, M.R., Anderson, A., Allen, R.H. 1993. Total
homocysteine in plasma or serum methods and clinical application Clin Chem;
39(9):1764-78.
Welch, G.N., & Loscado, J.L. 1998. Homocysteine and altherothrombosis. N Engl J Med;
338:15.

Anda mungkin juga menyukai