Anda di halaman 1dari 13

POLICYSTIC OVARIAN SYNDROME

MAKALAH

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH : Selpyani Sinulingga, S.ST, M.Kes


MATA KULIAH : MASALAH DAN GANGGUAN PADA SISTEM REPRODUKSI

DISUSUN OLEH :
Fatimah Zahra R (202262009)

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN DAN PENDIDIKAN


PROFESI BIDAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM JAMBI
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat dan karunia-Nya yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Policystic Ovarian Syndrome”. Penulisan makalah ini
bertujuan untuk tugas mata kuliah Masalah dan Gangguan Pada Sistem
Reproduksi.
Penulis sadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya makalah ini tidak lepas
dari dukungan, dorongan, dan bimbingan, serta doa dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Selpyani Sinulingga, S.ST., M. Kes., selaku dosen mata kuliah Masalah dan
Gangguan Pada Sistem Reproduksi yang telah memberikan waktu, tenaga,
pikiran, dan dukungan dalam bentuk pengarahan dan bimbingan sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.  Orang tua yang selalu memberikan
doa dan motivasi, serta dukungan yang sangat berarti sehingga mendorong penulis
untuk melakukan yang terbaik.  Teman-teman seperjuangan jurusan S1 Kebidanan
dan Profesi Bidan yang telah berjuang bersama dalam menyelesaikan tugas ini. 
Penulis berharap semoga Tuhan memberikan limpahan pahala atas kebaikan
yang telah diberikan kepada penulis. Penulis merasa bahwa masih terdapat banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran bagi para pembaca demi perbaikan makalah ini. 

Jambi, Februari 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan.......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2
2.1. Pengertian Policystic Ovarian Syndrome..................................................2
2.2. Patofisiologi dari Policystic Ovarian Syndrome.......................................3
2.3. Gambaran Klinis dari Policystic Ovarian Syndrome................................4
BAB III PENUTUP................................................................................................9
3.1. Kesimpulan................................................................................................9
3.2. Saran..........................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sindrom ovarium polikistik merupakan salah satu masalah
endokrinologi pada wanita masa reproduksi yang berhubungan dengan
kelainan hormonal dan dapat mempengaruhi kesehatan wanita tersebut
secara umum. Pada kenyataannya, baik gejala klinik, pemeriksaan
biokimiawi maupun pemeriksaan penunjangnya dapat memberikan hasil
yang bervariasi. Alasan yang paling sering menjadi penyebab pasien dengan
sindrom ini datang ke dokter ialah adanya gangguan pada siklus menstruasi
dan infertilitas, masalah obesitas dan pertumbuhan rambut yang berlebihan
serta kelainan lainnya seperti hipertensi, kadar lemak darah dan gula darah
yang meningkat. Saat ini sudah terbukti bahwa sindrom ovarium polikistik
tidak hanya menyebabkan kelainan pada bidang ginekologi saja tetapi juga
berkaitan dengan kelainan metabolisme lain, yaitu adanya resistensi insulin
yang berimplikasi pada kesehatan jangka panjang pasien. Wanita dengan
kelainan ini mempunyai risiko lebih besar untuk mendapat penyakit diabetes
melitus, penyakit jantung koroner dan karsinoma endometrium. Adanya
terapi berupa senyawa sensitisasi insulin diharapkan dapat membantu pasien
memperbaiki kelainan hormonal yang mendasari kelainan pada sindrom ini.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari PCOS?
2. Bagaimana etiologi dari PCOS?
3. Bagaimana patofisiologi dari PCOS?
4. Bagaimana gambaran klinis dari PCOS?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari PCOS?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari PCOS.
2. Untuk mengetahui etiologi dari PCOS.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari PCOS.
4. Untuk mengetahui gambaran klinis dari PCOS.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari PCOS.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Policystic Ovarian Syndrome
Polycystic ovarian syndrome (PCOS) atau Sindroma Ovarium
Polikistik (SOPK) adalah kelainan endokrin yang sangat umum terjadi pada
wanita dalam masa reproduksi. Walaupun begitu, sindrom ini paling banyak
diperdebatkan dan menimbulkan pendapat-pendapat yang kontroversial
dalam bidang Ginekologi Endokrinologi dan Reproduksi. Belum ada
definisi PCOS yang dapat diterima secara internasional, dan kriteria untuk
mendiagnosanya harus dibakukan terlebih dahulu. Kesulitan ini
menggambarkan adanya karakteristik interna tertentu pada sindrom ini.
Dalam kenyataan, gejala-gejala sindrom ini juga beragam dan sangat
bervariasi. Lagi pula, penemuan laboratorium dan radiologi sering dijumpai
dalam batas normal sehingga menimbulkan kesulitan dalam menentukan
suatu batasan yang dapat diterima secara umum untuk pemakaian dalam
praktek klinik. Dalam bentuk klasiknya, PCOS digambarkan dengan adanya
anovulasi kronik (80%), menses yang irregular (80%) dan hiperandrogen
yang dapat disertai dengan hirsutism (60%), acne (30%), seborrhea dan
obesiti (40%).
Definisi yang paling dapat diterima secara internasional pada saat ini
seperti yang diadopsi pada tahun 2003 oleh European Society for Human
Reproduction dan Embryology and the American Society for Reproductive
Medicine, yang dikenal dengan ESHRE/ASRM Rotterdam consensus.
Dalam konsensusini diperlukan adanya dua dari tiga kriteria diagnosa yaitu :
a) Oligo/anovulation : ovulasi yang terjadi kurang dari satu kali dalam 35
hari.
b) Gejala hiperandrogen baik secara klinik maupun biokimia : tanda-tanda
klinik yang meliputi hirsutism, acne, alopecia (male- pattern balding)
dan virilisasi yang nyata. Indikator biokimia meliputi meningkatnya
konsentrasi total testosterone dan androstendione dan meningkatnya free
androgen index yang diukur dengan membandingkan total testosterone
dan sex hormone binding globulin (SHBG). Akan tetapi, pengukuran

2
petanda biokimia untuk hiperandrogenism sering memberikan hasil yang
tidak konsisten, hal ini disebabkan oleh pemakaian berbagai metode
yang berbeda.
c) Adanya gambaran morfologi ovarium yang polikistik dengan USG (12
atau lebih folikel-folikel dengan ukuran diameter antara 2-9 mm
dan/atau peningkatan volume ovarium (>10 ml). Menurut kriteria
Rotterdam diagnostic ini, kebanyakan wanita dengan PCOS dapat
didiagnosa tanpa memerlukan pemeriksaan laboratorium.
2.2. Patofisiologi dari Policystic Ovarian Syndrome
Terdapat 4 kelainan utama yang terlibat dalam patofisiologi dari
PCOS, yaitu :
1. Morfologi ovarium yang abnormal Lebih kurang enam sampai delapan
kali lebih banyak folikel preantral dan small antral pada ovarium
polikistik dibandingkan dengan ovarium normal. Folikel ini tertahan
pertumbuhannya pada ukuran 2-9 mm, mempunyai rerata atresia yang
lambat dan sensitive terhadap FSH eksogen. Hampir selalu terdapat
pembesaran volume stroma yang menyebabkan volume total dari
ovarium > 10 cc. Penyebab kelainan dari morfologi ini diduga
disebabkan oleh adanya androgen yang berlebihan. Androgen
merangsang pertumbuhan folikel primer sampai dengan stadium folikel
preantral dan small antral, dan proses ini dipercepat dengan adanya
androgen yang berlebihan dibandingkan dengan ovarium yang normal.
Faktor lain yang ditemukan pada PCOS yang ikut berpengaruh pada
morfologi ovarium adalah kelebihan beberapa faktor yang menghambat
kerja dari FSH endogen (seperti follistatin, epidermal growth factor dll),
kelebihan factor anti-apoptotic (BCL-2) yang dapat memperlambat
turnover dari folikel yang terhambat ini. Kombinasi dari faktor-faktor
tersebut yang menyebabkan morfologi ovarium yang karakteristik pada
ovarium polikistik.
2. Produksi androgen ovarium yang berlebihan Produksi androgen ovarium
yang berlebihan adalah penyebab utama dari PCOS. Hampir semua
mekanisme enzymatic pada PCOS yang merangsang produksi androgen

3
meningkat. Peningkatan insulin dan LH, baik secara sendirian ataupun
kombinasi akan meningkatkan produksi androgen. Adanya single gene
dengan kode cytochrome P450c17a, enzym ini memediasi aktifitas 17a-
hydroxylase dan 17-20- desmolase pada tingkat ovarium.
3. Hiperinsulinemia Hiperinsulinemia yang disebabkan oleh resistensi
insulin terjadi pada lebih kurang 80% wanita dengan PCOS dan obesitas
sentral, dan juga pada lebih kurang 30-40% wanita dengan PCOS yang
berbadan kurus. Hal ini disebabkan oleh kelainan pada post-receptor
yang berefek pada transport glukosa, dan ini adalah kelainan yang unik
pada wanita dengan PCOS. Resistensi insulin secara bermakna di
eksaserbasi oleh obesitas, dan merupakan faktor utama dalam
patogenesa anovulasi dan hyperandrogenism. Kelainan fungsi dari sel
beta pancreas juga ditemukan pada PCOS.
4. Kadar serum LH yang berlebihan Kadar serum LH yang berlebihan
dapat diditeksi pada sample darah pada satu kali pemeriksaan dalam
lebih kurang 40-50% wanita dengan PCOS. Tingginya kadar LH lebih
banyak terdapat pada wanita dengan berat badan yang kurus
dibandingkan dengan yang obesitas. Walaupun kadar serum FSH dalam
batas normal, tetapi didapatkan penghambatan intrinsic pada kerja FSH.
Kadar prolactin pun mungkin sedikit meningkat.
2.3. Gambaran Klinis dari Policystic Ovarian Syndrome
PCOS adalah sindroma yang sangat beragam dalam hal gejala klinik
maupun manifestasi laboratorium. Sementara dasar dari kelainan ini terletak
pada ovarium, ekspresi klinik dan beratnya gejala tergantung pada faktor
diluar ovarium seperti obesitas, resisten terhadap insulin dan konsentrasi
luteinizing hormone (LH). Kombinasi dari berbagai gejala dapat dijumpai,
dari hirsutism yang ringan dengan ovulasi yang regular dan ovarium
polikistik sampai dengan gejala yang lengkap dari sindroma Stein-Leventhal
yaitu amenorrhoea, hirsutism, acne, infertility dan obesitas. Demikian juga
dengan terjadi pada hasil laboratorium biokimia. Hampir 50% dari kasus
akan didapatkan peningkatan konsentrasi LH (terutama pada yang berat

4
badan normal), dan hanya lebih kurang 30% yang didapatkan peningkatan
total testosterone pada pemeriksaan sesaat.
2.4. Penatalaksanaan dari Policystic Ovarian Syndrome
Pada sindrom ovarium polikistik, perkembangan folikel dan ovulasi
terganggu sehingga terjadi infertilitas. Antiestrogen - dalam hal ini
klomifen sitrat paling banyak dipakai - merupakan pilihan pertama untuk
mengindukasi ovulasi. Strukturnya yang mirip dengan estrogen
menyebabkan klomifen sitrat mampu berikatan dengan reseptor estrogen
dan mempengaruhi aktivitas hipotalamus, sehingga meskipun kadar
estrogen dalam darah meningkat, tetapi karena kapasitas reseptor estrogen
menurun maka sekresi GnRH meningkat. Rangsangan GnRH dalam
lingkungan estrogen yang tinggi menyebabkan kelenjarhipofise lebihpeka
terutama dalam mensekresi FSH.
Kebanyakan wanita infertil dengan sindrom ini (63%-95%) mengalami
ovulasi dengan klomifen sitrat. Persentase yang tinggi ini tergantung pada
penggunaan dosis progresif sampai terjadinya ovulasi. Jangka waktu
pemberiannya tidak boleh lebih dari 6 bulan karena berpotensi
meningkatkan risiko kanker ovarium. Walaupun pemberian klomifen sitrat
dapat menyebabkan ovulasi tetapi tidak memperbesar kemungkinan
terjadinya konsepsi. Sehingga apabila pasien gagal hamil dengan terapi ini
maka dicoba terapi dengan menggunakan human menopausal
gonadotropine (hMG) atau human follicle stimulating hormone (hFSH)
yang telah dimurnikan. Hormon-hormon ini merangsang ovarium untuk
menghasilkan ovum. Tetapi pemberiannya membutuhkan monitoring yang
intensif untukmengurangi angka kejadian kehamilan multipel dan sindrom
hiperstimulasi ovarium. Kecenderungan tersebut menyebabkan preparat ini
diberikan dalam dosis rendah dengan akibat pencapaian angka kehamilan
juga lebih rendah yaitu hanya 36% setiap siklus.
Penatalaksanaan infertilitas untuk dapat mengembalikan fungsi
reproduksi pada wanita ini juga dapat dilakukan secara operatif. Prosedur
reseksi baji pada ovarium efektif menurunkan produksi LH dan androgen.
Menstruasi yang teratur didapatkan pada 75% pasien dengan angka

5
kehamilan mencapai 60%. Tetapi prosedur ini menyebabkan komplikasi
berupa perlekatan di sekitar daerah pelvis pada sekitar 30% pasien,
sehingga sekarang dilakukan dengan teknik elektrokauter secara
laparoskopik yang tidak terlalu invasif. Meskipun dapat membantu regulasi
menstruasi dan terjadinya ovulasi, komplikasi perlekatan harus
dipertimbangkan karena kemungkinan untuk menjadi hamil berkurang di
samping efek dari prosedur ini hanya jangka pendek.
Untuk pasien yang tidak ingin hamil dapat menggunakan pil
kontrasepsi kombinasi untuk mengatur siklus menstruasi. Keuntungan dari
terapi ini adalah adanya komponen progesteron yang dapat menyebabkan
supresi sekresi LH sehingga berkurangnya produksi androgen dari ovarium
dan komponen estrogen yang meningkatkan produksi SHBG sehingga
konsentrasi testosteron bebas dapat menurun dan akhirnya dapat juga
memperbaiki hirsutisme dan masalah kulit yang disebabkan oleh
hiperandrogenisme. Selain itu dapat mengurangi keluhan dismenorea,
perdarahan uterus disfungsional dan angka kejadian penyakit radang
panggul serta menurunkan kemungkinan terkena kanker endometrium dan
kanker ovarium. Meskipun demikian pil kontrasepsi kombinasi dapat
menyebabkan eksaserbasi resistensi insulin dan meningkatkan kadar
trigliserida sehingga dapat memperbesar risiko penyakit kardiovaskuler dan
diabetes.
Pada keadaan hiperandrogenisme, hirsutisme merupakan masalah yang
sering dikeluhkan oleh pasien. Jika tidak terlalu banyak dan terlokalisasi,
maka dapat lebih mudah dihilangkan secara mekanik. Tetapi jika cara
tersebut tidak efektif, dapat diberikan terapi antiandrogen. Yang banyak
dipakai adalah siprosteron asetat, yang merupakan progestin sintetik. Jika
dikombinasikan dengan etinilestradiol dapat dipakai sebagai kontrasepsi
dan memperbaiki siklus mestruasi. Alternatif lain adalah spironolakton
dengan mekanisme kerja meningkatkan katabolisme androgen di mana
testosteron diubah menjadi estradiol. Tetapi spironolakton sering
menyebabkan siklus menstruasi yang tidak teratur sehingga harus
dikombinasi dengan kontrasepsi oral dosis rendah. Semua terapi untuk

6
hirsutisme membutuhkan waktu 8-18 bulan sebelum responnya dapat
terlihat, yaitu pertumbuhan rambut menjadi labih lambat. Saat ini dengan
elektrolisis, rambut yang tumbuh berlebihan dapat dihilangkan secara
permanen. Untuk kelainan kulit seperti dermatitis seboroik, hidradenitis
supuratif dan peradangan kulit lain dapat diobati dengan antibiotika
spektrum luas atau dengan kombinasi antiandrogen dan derivat asam
retinoid.
Penurunan berat badan juga perlu dilakukan oleh pasien sindrom
ovarium polikistik yang sebagian besar memang mengalami obesitas.
Faktor obesitas ini menjadi penyebab kegagalan pemicuan ovulasi dengan
klomifen sitrat. Makin tinggi berat badan penderita maka diperlukan dosis
klomifen sitrat yang lebih tinggi. Dengan penurunan berat badan maka
siklus menstruasi menjadi teratur, ovulasi dapat terjadi secara spontan dan
dapat mengurangi kejadian resistensi insulin. Cara yang dipakai biasanya
kombinasi diet, olahraga dan pemberian obat-obat yang memperbaiki
sensitifitas jaringan terhadap insulin seperti metformin dan troglitazon. Jadi
sebaiknya usaha ini dilakukan bersamaan dengan terapi yang lain karena
dapat memperbaiki kelainan metabolik pada sindrom ini.
Pada saat ini terapi alternatif yang lebih sering digunakan untuk
sindrom ovarium polikistik adalah dengan senyawa sensitisasi insulin yaitu
metformin dan troglitazon. Dengan terapi ini diharapkan sensitifitas tubuh
terhadap insulin meningkat, sehingga dapat memperbaiki kelainan
hormonal yang berhubungan dengan sindrom ini. Selain itu juga dapat
menurunkan berat badan dengan cara memperbaiki metabolisme gula di
perifer, meningkatkan penggunaan glukosa oleh usus dan menekan oksidasi
asam lemak.
Pada percobaan, diberikan metformin dan plasebo selama 4 sampai 8
minggu pada pasien sindrom ovarium polikistik dengan obesitas dan
hiperinsulinemia. Pada 2 bulan pertama pemakaian metformin, pemulihan
sudah terlihat jelas. Didapatkan penurunan sekresi insulin pada pasien yang
menggunakan metformin. Konsentrasi testosteron bebas menurun sebagai
akibat berkurangnya produksi testosteron dan meningkatnya SHBG.

7
Metformin paling sering digunakan pada pasien non insulin dependent
diabetes mellitus (NIDDM) karena tidak menyebabkan hipoglikemi.
Beberapa pasien dapat menurunkan berat badan dan perbaikan tekanan
darah serta kadar lemak darahnya. Selain itu pasien dapat menstruasi dan
menjadi hamil pada saat menggunakannya. Efek samping yang paling
sering adalah keluhan gastrointestinal. Obat lain yang dapat dipakai adalah
troglitazon, tetapi pemakaiannya harus diikuti dengan tes fungsi hati secara
berkala karena berpotensi menyebabkan kerusakan hati. Keunggulan dari
terapi ini adalah dapat mencegah perkembangan penyakit yang dapat
menyerang penderita seperti diabetesmelitus, hipertensi dan penyakit
jantung koroner.

8
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Polycystic ovarian syndrome (PCOS) atau Sindroma Ovarium
Polikistik (SOPK) adalah kelainan endokrin yang sangat umum terjadi pada
wanita dalam masa reproduksi. Walaupun begitu, sindrom ini paling banyak
diperdebatkan dan menimbulkan pendapat-pendapat yang kontroversial
dalam bidang Ginekologi Endokrinologi dan Reproduksi. Belum ada
definisi PCOS yang dapat diterima secara internasional, dan kriteria untuk
mendiagnosanya harus dibakukan terlebih dahulu. Kesulitan ini
menggambarkan adanya karakteristik interna tertentu pada sindrom ini.
Dalam kenyataan, gejala-gejala sindrom ini juga beragam dan sangat
bervariasi. Lagi pula, penemuan laboratorium dan radiologi sering dijumpai
dalam batas normal sehingga menimbulkan kesulitan dalam menentukan
suatu batasan yang dapat diterima secara umum untuk pemakaian dalam
praktek klinik. Dalam bentuk klasiknya, PCOS digambarkan dengan adanya
anovulasi kronik (80%), menses yang irregular (80%) dan hiperandrogen
yang dapat disertai dengan hirsutism (60%), acne (30%), seborrhea dan
obesiti (40%).
3.2. Saran
Masyarakat mendapatkan informasi tambahan dan meningkatkan
pemahaman mengenai PCOS dan infertilitas serta menyadari pentingnya
mengatur pola hidup sehat, salah satunya kesehatan organ reproduksi.

9
DAFTAR PUSTAKA
Aflatoonia, A. 2009. The epidemiological and etiological aspects of infertility in
Yazd province of Iran. Iranian Journal of Reproductive Medicine.
23(7):12-2
Ahsan, Buraerah A H, Muhummad T. 2012. Faktor Risiko yang Mempengaruhi
Keterlambatan Konsepsi (Infertilitas) Pasangan Suami Istri pada Laki-Laki
di Kecamatan Palu Utara Kota Palu, 1-15
Ali B. 2012. Sindrom Ovarium Polikistik dan penggunaan GnRH. Divisi
Imunoendokrinologi, Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Balen A, Jacobs H. 2003. Infertility in Practice. Leeds and UK: Elsevier Science
Dumaris S, Hiswani, Jemadi. 2012. Karakteristik Penderita Kista Ovarium yang di
Rawat Inap di RS St Elizabeth Medan tahun 2008-2012. Medan:
Departemen Epidemiologi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Dunson D B , Baird D D , Colombo B. 2004. Increased Infertility with Age in
Men and Women . Am J Obstetric Gynecology. 103:51–6
Franik S, Kremer JAM, Nelen WLDM, Farkuhar C. 2014. Aromatase inhibitor for
subfertile women with polycystic ovary syndrome. Cochrane Database
Cyst Rev

10

Anda mungkin juga menyukai