REPRODUKSI
Kelas : 05FKKP001
TANGERANG SELATAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami bias menyelesaikan makalah
ilmiah tentang “Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)”.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas ibu
Apt. Annisa Septyana Putri, M.Farm pada Mata Kuliah Farmakoterapi Gangguan
Sistem Endokrin dan Reproduksi . Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang “Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)” bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat
dan juga informasi untuk pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. i
BAB 1............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
C. Tujuan ............................................................................................................... 3
BAB II .......................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .......................................................................................................... 4
A. Definisi............................................................................................................... 4
B. Etiologi .............................................................................................................. 5
C. Patofisiologi....................................................................................................... 7
D. Epidemiologi ..................................................................................................... 8
E. Klasifikasi........................................................................................................ 11
G. Tatalaksana ................................................................................................. 13
PENUTUP .................................................................................................................. 17
A. KESIMPULAN ............................................................................................... 17
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ketika memasuki usia reproduksi wanita akan mengalami perubahan
hormonal yang akan mengakibatkan perubahan pada tubuh berupa
perkembangan organ seks primer dan sekunder. Seperti pertumbuhan payudara,
dan perkembangan organ reproduksi yang ditandai dengan terjadinya
menstruasi. Menstruasi adalah proses peluruhan jaringan endometrium yang
tidak dibuahi. Normalnya terjadi setiap 21 hingga 35 hari sekali. Namun pada
beberapa kasus siklus menstruasi ini mengalami pemendekan atau
perpanjangan dikarenakan kelainan endokrin dan metabolik (Dashrati, 2012).
Kelainan endokrin dan metabolik ini dikenal dengan nama Sindrom
Ovarium Polikistik atau disingkat SOPK, dan dalam bahasa inggris biasa
disebut dengan Polycystic Ovary Syndrome atau PCOS. Polycystic Ovary
Syndrome ini masih sangat awam dikenali oleh masyarakat dikarenakan
edukasi seputar sindrom ini masih belum dikenal luas oleh publik. Sebanyak 4-
18% perempuan didunia mengidap Polycystic Ovary Syndrome sedangkan
diIndonesia sendiri sekitar 5-10% wanita diusia 15-40 tahun mengidap
Polycystic Ovary Syndrome (Allahbadia, 2007).
Hal ini diperkuat dengan studi lapangan penulis melalui wawancara
dengan beberapa anggota komunitas PCOS Fighter Bandung yang sebagian
besar merupakan wanita usia dewasa awal yang mengidap sindrom tersebut.
Mereka menyatakan bahwa gejala sindrom ini semakin mereka sadari ketika
mereka telah memasuki masa produktif. Beberapa gejala yang mereka rasakan
antara lain mengalami gangguan metabolisme berupa kekacauan siklus
menstruasi, anovulasi, obesitas, dan hiperandrogenisme yang ditandai dengan
tumbuhnya bulu rambut berlebih seperti diatas bibir, dagu, depan telinga, di
sekitar payudara, dan digaris tengah perut, hingga kesulitan dalam
mendapatkan keturunan. Hal ini disebabkan hormon laki-laki yang mereka
1
miliki lebih dominan daripada hormon perempuan. Selain itu prevalensi
perempuan dengan Polycystic Ovary Syndrome cenderung mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Dalam jurnal tahun 90-an, ditemukan 2 sekitar 4-
6%. Kemudian, pada penelitian yang dilakukannya di Surabaya tahun 2007,
Prof. Bus menemukan hasil sebesar 4,5%. Sementara penelitian lain sejumlah
8-12%. Bahkan, ada pihak yang mengklaim sebanyak 12-20% perempuan usia
reproduktif (Santoso, 2020).
Hal ini juga diperkuat dengan hasil wawancara dengan ketua PCOS
Fighter Bandung yang menyatakan bahwa adanya peningkatan jumlah member
grup setiap tahunnya. Kenaikan jumlah member grup ini dapat terjadi
dikarenakan berbagai faktor baik dari buruknya pola hidup, pola makan, hingga
kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan reproduksi mereka. Di
Indonesia Polycystic Ovary Syndrome ini merupakan kelainan hormonal pada
perempuan yang paling banyak ditemui, dan menjadi salah satu penyebab
terbesar akan terjadinya kekacauan menstruasi dan infertilitas di Indonesia.
Proses pengobatan sindrom ini tidaklah mudah dan singkat. Banyak penderita
yang berjuang melawan sindrom ini untuk mencapai keinginanya, baik untuk
mengurangi gejala sindrom yang ditimbulkan hingga untuk mendapatkan
keturunan. Banyak juga penderita yang menganggap gejala yang ditimbulkan
Polycystic Ovary Syndrome seperti jerawat berlebih, obesitas, dan penipisan
rambut merupakan gangguan metabolisme yang tidak biasa, atau karena
bawaan keturunan saja. Sehingga mereka membiarkannya bertahun-tahun
hingga akhirnya gejala tersebut semakin parah, dan seringkali justru berujung
kepada misdiagnosis (Muharam, 2020).
Dikarenakan informasi masalah Polycystic Ovary Syndrome yang runut
dan lengkap masih belum tersebar maksimal ke masyarakat, maka banyak
penderita justru akhirnya hanya mendapatkan pengobatan atas gejalanya saja
dan tidak mendapatkan penanganan yang lebih dalam lagi. Keadaan tersebut
seringkali membuat situasi penderita menjadi lebih panjang dan rumit. Oleh
karena itu edukasi seputar sindrom ini ke masyarakat sangat diperlukan agar
2
penanganan sindrom ini dapat dilakukan sedini dan se-efektif mungkin untuk
mengurangi efek negatif sindrom tersebut. Polycystic Ovary Syndrome
merupakan sindrom metabolik yang cukup kompleks, sehingga untuk
memahami-nya diperlukan pemahaman awal yang runut dan menyeluruh agar
tidak terjadinya kesalahan pemahaman. Sedangkan media 3 informasi seputar
sindrom ini dibeberapa media, terutama media digital masih belum sistematis.
Sehingga masyarakat masih banyak yang kesulitan memahami sindrom
tersebut. Salah satu media yang dapat menampung informasi secara
komprehensif dan runut salah satunya adalah buku, namun media buku yang
menjelaskan mengenai Polycystic Ovary Syndrome ini masih sedikit, terutama
yang berbahasa Indonesia, sehingga penderita yang ingin memahami sindrom
ini masih sangat kesulitan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)?
2. Bagaimana etiologi dari Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)?
3. Patofisiologi dari Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)?
4. Epidemiologi dari Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)?
5. Apa saja klasifikasi Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)?
6. Apa saja faktor resiko Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)?
7. Tatalaksana Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)?
C. Tujuan
Tujuan Umum : Mahasiswa mampu meengetahui dan memahami
tentang Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)
Tujuan Khusus : Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami
definisi, etiologi, patofisiologi, epidemiologi,
klasifikasi, faktor resiko dan tatalaksana Polycystic
Ovarian Syndrome (PCOS)
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
4
dan alopecia dapat digunakan untuk manifestasi
hiperandrogenisme. Spironolactone dan finasteride dapat digunakan sebagai
antiandrogen. Kontrasepsi hormonal per oral dapat digunakan untuk mengatur
siklus menstruasi pada pasien yang tidak berencana hamil.
B. Etiologi
Etiologi PCOS bersifat multifaktorial. Etiologi dan patofisiologinya
berawal dari adanya gangguan sistem endokrin. Beberapa etiologi dan
patofisiologi yang terkait dengan PCOS adalah:
1. Peningkatan faktor pertumbuhan atau inadekuatnya produksi
protein pengikat faktor pertumbuhan akan menyebabkan
meningkatnya faktor pertumbuhan yang tidak terikat sehingga akan
meningkatkan respon ovarium terhadap Luteinizing Hormone (LH)
dan Follicle Stimulating Hormone (FSH). Dengan demikian
perkembangan folikel ovarium akan bertambah dan produksi
androgen juga meningkat. Perkembangan folikel yang berlebih ini
akan menyebabkan banyaknya folikel yang bersifat kistik
2. Produksi androgen yang berlebih oleh ovarium, kelenjar adrenal
atau keduanya, akan menyebabkan aromatisasi androgen menjadi
estrogen juga meningkat. Karena estrogen meningkat maka akan
mengganggu pulsasi Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH)
sehingga pulsasi yang dihasilkan akan meningkatkan kadar LH. LH
yang tinggi akan menyebabkan produksi androgen meningkat.
3. Obesitas akan menyebabkan hiperinsulin yang kronis atau resistensi
insulin. Hiperinsulin akan menstimulasi sel teka ovarium secara
berlebihan untuk memproduksi androgen. Stimulasi tersebut akan
menghambat produksi Sex Hormone Binding Globulin (SHBG)
sehingga androgen bebas akan meningkat. Di perifer, androgen akan
diaromatisasi menjadi estrogen schingga dengan estrogen yang
tinggi dapat menyebabkan kelainan pulsasi LH.1 Selain itu, pada
5
obesitas juga terdapat gangguan dalam pengendalingan sinyal rasa
lapar (pengendalian rasa lapar berkurang). Akibatnya asupan
glukosa akan meningkat. Meningkatnya glukosa akan menyebabkan
hiperinsulin yang akan menstimulasi sekresi steroid adrenal
sehingga terjadi hiperandrogen.
4. Hiperinsulin akan menyebabkan sensitivitas sel teka terhadap
insulin meningkat sehingga sel teka terstimulasi berlebihan Kondisi
ini mengakibatkan terjadinya fosforilasi serine dari komponen
17,20-lyase yang terdapat pada sitokrom 9P450c17 alfa di sel teka.
Fosforilasi tersebut akan memicu sintesis androgen di kelenjar
adrenal dan ovarium
5. Infertilitas pada PCOS disebabkan oleh adanya hambatan ovulasi
dan hipersekresi LH. Ovulasi terhambat karena hiperinsulin dan
hiperandrogen (Gambar 3). Berat/ringannya infertilitas yang terjadi
tergantung dengan berat/ringannya PCOS.
6. Hiperandrogen, anovulasi dan polikistik pada ovarium dapat
disebabkan oleh faktor genetik yang terkait kromosom X dominan.
Tapi pada kasus lain juga dapat terkait dengan kromosom autosom
dominan. Jika seorang wanita yang memiliki ibu atau saudara
perempuan yang menderita PCOS, maka sebesar 50% wanita
tersebut juga akan menderita PCOS.
7. Karena PCOS terkait dengan resistensi insulin pada diabetes tipe 2,
maka kelainan genetik yang menyebabkan diabetes tipe 2 juga dapat
menjadi penyebab PCOS, yaitu kelainangen pada reseptor insulin di
kromosom 19
6
Menurut Balen, penderita PCOS sebanyak 50% diantaranya mengalami
keterlambatan menstruasi lebih dari siklus normal yaitu di antara 21
sampai dengan 35 hari dan 20% diantaranya belum atau tidak
mendapatkan menstruasi pertamanya sampai dengan usia 15 tahun.
2. Kelebihan berat badan (obesitas)
Pada penderita PCOS 50% diantaranya mengalami obesitas yang
disebabkan karena banyaknya jaringan lemak sehingga hormon insulin
yang diproduksi oleh tubuh dapat menjadi semakin tinggi dan
meningkatkan terjadinya PCOS. Dilihat dari BMI dapat dilihat kelebihan
berat badan yang melebihi 25 kg/m2 22
3. Terdapat jerawat
Pada penderita PCOS biasanya ditemukan 1 sampai 3 wanita yang
mengalami gejala ini. Keadaan dimana terdapat jerawat yang berlebihan
merupakan salah satu gejala dari PCOS.
4. Hirsutism
Sebanyak 70% wanita yang menderita PCOS memiliki gejala ini.
Hirsutism sendiri memiliki pengertian sebagai keadaan dimana wanita
memiliki rambut yang berlebih dan umumnya hanya tumbuh pada pria
dewasa seperti adanya rambut berlebihan pada bagian perut bagian
bawah dan dada seorang wanita.
5. Kerontokan rambut
Kerontokan rambut ini, dialami oleh 10% wanita penderita PCOS.
Biasanya mereka akan mengalami kerontokan rambut secara berlebih.
6. Penggelapan kulit di area leher
Pada gejala ini, biasanya wanita memiliki keadaan dimana kulit di area
leher mengalami penggelapan dan bertekstur. Sebanyak 1-3% wanita
yang menderita PCOS mengalami hal tersebut.
C. Patofisiologi
7
Patofisiologi dari sindrom ovarium polikistik atau polycystic ovarian
syndrome/ PCOS diduga melibatkan defek primer pada aksis hipotalamus-
hipofisis, sekresi dan aktivitas insulin, serta fungsi ovarium. Meskipun
penyebab dasar PCOS tidak diketahui, PCOS telah dikaitkan dengan resistensi
8
insulin dan obesitas, karena insulin membantu mengatur fungsi ovarium dan
ovarium merespon kelebihan insulin dengan memproduksi androgen.
Resistensi Insulin, Hiperinsulinemia, Serta Obesitas
Hiperinsulinemia dan resistensi insulin telah ditemukan berkaitan
dengan manifestasi klinis sindrom ovarium polikistik (PCOS).
Hiperinsulinemia dan resistensi insulin, seperti yang ditemukan pada
pasien obesitas, dapat meningkatkan sekresi dari 9ormone androgen. Hal ini
dikonfirmasi dengan adanya penurunan kadar androgen dan meningkatnya
fungsi ovarium pada pasien yang mendapatkan terapi sensitisasi insulin.
Resistensi Insulin dan Hiperinsulinemia
Peran Obesitas
9
Peningkatan Kadar Luteinizing Hormone (LH)
Faktor lain yang mendorong produksi androgen dari ovarium adalah
kadar LH yang tinggi dalam jangka waktu lama. Peningkatan LH yang
berlebihan ini diduga merupakan hasil dari peningkatan frekuensi pulsasi
GnRH dari hipotalamus. Lingkungan hormonal yang abnormal ini juga diduga
mengakibatkan perkembangan folikel yang tidak sempurna sehingga
menghasilkan morfologi ovarium polikistik.
10
disregulasi tersebut salah satunya adalah kelebihan insulin, yang mana dapat
mensensitisasi ovarium terhadap Luteinizing Hormone (LH).
Kelebihan androgen dapat meningkatkan perekrutan awal folikel
primordial ke dalam growth pool. Secara bersamaan, hal ini dapat memulai
luteinisasi prematur yang mengganggu pemilihan folikel dominan.
D. Epidemiologi
Global
Prevalensi sindrom ovarium polikistik (PCOS) secara global
diperkirakan sebesar 3,4%. Di Amerika Serikat, diperkirakan PCOS
mempengaruhi sekitar 5 juta wanita usia reproduktif Pada beberapa penelitian
di Eropa, prevalensi PCOS dilaporkan berkisar antara 6,5% hingga 8%.
E. Klasifikasi
Sindrom Polikistik Ovarium (Polycystic ovary syndrome) atau PCOS
terjadi karena hormon reproduksi wanita yang tidak seimbang. Kelainan
kesehatan ini ternyata terbagi menjadi empat jenis, yaitu resistensi insulin,
adrenal, post pill, dan inflamasi.
1. PCOS resistensi insulin adalah jenis PCOS yang paling umum yang
memengaruhi sekitar 70 persen pengidap PCOS. Resistensi insulin
sendiri pada dasarnya adalah kondisi ketika tingkat insulin di dalam
tubuh menjadi lebih tinggi dari biasanya, yang dikenal pula dengan
sebutan hiperinsulinemia.
11
PCOS ini terjadi ketika sel-sel tubuh menjadi kebal dan mati rasa
terhadap efek insulin. Alhasil, organ pankreas harus memompa
lebih banyak insulin, hingga sel-sel yang ada pada tubuh dapat
menerima pesan dan mengambil glukosa darah.
2. PCOS Post Pill, PCOS jenis ini terjadi pada beberapa wanita setelah
berhenti mengonsumsi pil kontrasepsi oral yang termasuk dalam
jenis progestin sintetis. Gejala yang muncul biasanya seperti
munculnya jerawat, siklus menstruasi yang tidak teratur, dan
pertumbuhan rambut yang berlebihan.
3. PCOS adrenal disebabkan oleh respons stres yang tidak normal dan
mempengaruhi sekitar 10 persen wanita. Jenis PCOS ini biasanya
terjadi selama periode stres besar. Indikator yang ditandai adalah
tingkat kortisol dan DHEA yang tinggi. Biasanya, DHEA-S (jenis
androgen lain dari kelenjar adrenal) akan meningkat dengan
sendirinya, dan kadar testosteron serta androstenedion yang tinggi
12
tidak begitu terlihat. Sayangnya, jenis androgen ini tidak sering
diuji, kecuali jika kamu melakukan pemeriksaan melalui ahli
endokrin.
F. Faktor Resiko
Sindrom ovarium polikistik (PCOS) dipengaruhi oleh faktor genetik
dan lingkungan yang akan menentukan fenotipe klinis dan biokimia pada
masing-masing pasien.
Faktor Genetik
13
Faktor Lingkungan
14
BPA ditemukan meningkat pada pasien dengan PCOS. Selain itu, wanita
dengan PCOS dilaporkan memiliki konsentrasi serum perfluorooctanoate dan
perfluorooctane-sulfonate yang lebih tinggi, dengan konsentrasi mono-n-butil
ftalat dan mono-benzil ftalat yang lebih rendah dalam urine.
G. Tatalaksana
15
4. Mengkonsumsi obat anti androgen agar hormon androgen yang berlebihan
sebelumnya dapat disesuaikan dengan jumlah yang seharusnya.
5. Analog GnR
16
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sindrom polikistik ovarium merupakan kumpulan gejala yang ditandai oleh
peningkatan hormon androgen di dalam darah, oligoovulasi atau anovulasi, dan
adanya gambaran polikistik ovarium pada pemeriksaan sonografi. Sindrom ini
dapat menyebabkan gangguan infertilitas dimana suatu pasangan tidak dapat
memiliki anak dalam waktu 12 bulan aktifitas seksual regular tanpa menggunakan
metode kontrasepsi apapun.
17
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Utari Nur Alifah. Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS). Disease. Tersedia
online di https://www.alomedika.com/penyakit/obstetrik-dan-
ginekologi/sindrom-ovarium-polikistik/penatalaksanaan Diakses pada 14
November 2022.
Price, Sylvia A dan Lorraine M.wilson. 2006. Patofisologi konsep klinis proses-
proses penyakit (vol 2). Jakarta: buku kedokteran EGC.
18