Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PSIKOLOGI KESEHATAN

REVIEW ARTIKEL

Oleh :

Sofia Agustina Wea, S.Farm 188115011

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
REVIEW ARTIKEL
A. Identitas Jurnal
1. Judul : Positive Mental Health Moderates the Association Between Depression and
Suicide Ideation: A Longitudinal Study
2. Penulis : Tobias Teismann, Thomas Forkmann, Julia Brailovskaia, Paula Siegmann,
Heide Glaesmer, Jürgen Margraf.
3. Jurnal : International Journal of Clinical and Health Psychology
4. Tahun Terbit : 2017

B. Latar Belakang Penelitian


Bunuh diri adalah penyebab kematian kedua di dunia untuk individu berusia 15 - 29
tahun. Ide bunuh diri dan perilaku ini umumnya pada orang dewasa muda. Gejala depresi adalah
salah satu faktor risiko utama untuk ide bunuh diri. Di antara berbagai faktor risiko, ideasi bunuh
diri sebagai faktor prediktor terkuat terjadinya perilaku bunuh diri. Adanya transisi yang cepat
dari ide bunuh diri untuk rencana dan percobaan bunuh diri, maka perlu upaya yang fokus untuk
mencegah ideasi daripada pencegahan transisi dari ideasi ke hasil yang lebih serius.
Berdasarkan buffer hipotesis kebutuhan konstruk psikologis menunjukkan karakteristik
berikut: (1) Diperlukan untuk membentuk dimensi terpisah hubungan antara risiko dan hasil.
(2) sebagai penunjuk yang ada pada kontinum bipolar, dengan kebalikannya memperkuat
hubungan antara risiko dan hasil; (3) menjadi konstruk psikologis, seperti satu set keyakinan
positif.
Pengujian hipotesis buffering bertujuan menguji sejauh mana perbedaan faktor
ketahanan yaitu self-efficacy kesehatan mental positif, kepuasan dengan kehidupan, dukungan
sosial dan pertahanan stres psikososial terhadap efek depresi untuk memunculkan ide bunuh
diri. Hanya kesehatan mental yang positif yang menunjukan hubungan antara depresi dan ideasi
bunuh diri. Pada orang dengan tingkat kesehatan mental positif tinggi, tingkat ideasi bunuh diri
tidak meningkat signifikan bahkan ketika mengalami tingkat gejala depresi, sedangkan tingkat
keparahan psikopatologi, kepuasan hidup dan self-efficacy tidak memprediksi munculnya ide
bunuh diri. Kesehatan mental positif dinilai dengan Skala Kesehatan Mental Positif yang
merupakan instrumen untuk mengukur emosi, psikologis dan aspek sosial kesejahteraan.

2
Kesehatan mental dan penyakit mental tidak berada pada bagian yang berbeda namun
berkorelasi satu sama lain. Ide bunuh diri dan kesehatan mental positif terjadi bersamaan.

C. Tujuan & Manfaat


Tujuan penelitian ini adalah untuk menyelidiki apakah kesehatan mental positif tidak
hanya sebagai penyangga dampak depresi pada ide bunuh diri dalam desain penelitian cross-
sectional tetapi juga dalam desain studi longitudinal.

D. Metode (Subjek, Metodologi Penelitian Secara Singkat, Variable Yang Diukur)


 Prosedur
Data untuk penelitian diambil dari proyek BOOM (Bochum Optimisme dan Kesehatan
Mental), skala besar, penyelidikan lintas budaya, longitudinal risiko dan faktor pelindung
dalam kesehatan mental dengan persetujuan dari Komite Etika Fakultas Psikologi Ruhr-
Universität Bochum. Para peserta memberikan informasi tentang tujuan penelitian dan
jaminan anonimitas dalam partisipasi, dan memberikan informed consent tertulis untuk
berpartisipasi. Selanjutnya, semua peserta diberi informasi untuk menerima bantuan dalam
hal psikologis. Data diambil pada bulan Oktober-Desember 2015 (T1) dan Oktober-
Desember 2016 (T2).
 Partisipan/subyek
Subyek berasal dari Ruhr-Universität Bochum Jerman dengan total 207 siswa (n = 147,
70,3% perempuan; usia: M = 26.04, SD = 5.33) untuk pengukuran pertama (T1) pada tahun
2015 dan Follow up (T2) pada tahun 2016. Sebagian besar siswa Jerman tinggal
bersama dengan pasangan (n = 124, 61,4%) atau lajang (n = 80, 38,6%).
 Alat yang digunakan
 Gagasan dan Perilaku bunuh diri: Dinilai menggunakan item terkait Kuesioner
Perilaku bunuh diri. Item ide bunuh diri disajikan dengan 5 poin [1 = tidak pernah; 5 =
sangat sering (5 kali atau lebih)].
 Depresi: dinilai dengan subscale of the Depression-Anxiety-Stress Scales 21. Tujuh
item depresi disajikan dengan 4 poin (0 = tidak berlaku untuk saya sama sekali; 3 =
diterapkan pada saya sangat banyak atau sebagian besar waktu) skala Likert.

3
 Positive Mental Health: dinilai dengan nine-item Positive Mental Health Scale (PMH
Scale)
 Analisis Data
Semua analisis statistik dilakukan menggunakan statistic program analisis R 3.3.2. Analisis
korelasi awal adalah dilakukan untuk mengeksplorasi hubungan antara variabel kunci.
Perubahan variabel studi dari baseline (T1) ke follow up (T2) dianalisis menggunakan t-tes
sampel tergantung.

E. Hasil & Analisis


Berdasarkan Statistik deskriptif diketahui bahwa pada awal penelitian dari 43 peserta
(21,5%) menunjukkan peningkatan ide bunuh diri (SBQ-R Item Ide Bunuh Diri> 0) dalam 12
bulan terakhir, sedangkan untuk percobaan bunuh diri dilakukan oleh tujuh peserta (3,4%).
Pada fase follow up dengan waktu 12 bulan kemudian, 49 peserta (23,6%) menunjukkan
peningkatan ide bunuh diri dalam 12 bulan terakhir. Namun, tidak ada peserta yang mencoba
bunuh diri.
Pada penilaian T-tes untuk sampel tergantung menyatakan ideasi bunuh diri menurun dari
baseline ke follow up, T (206) = 5,47, p = 0,000, sedangkan depresi meningkat, T (206)= −3.38,
p= .001, dan kesehatan mental positif tidak berubah, T(206)= 0,64, p = 0,522. Hal ini
menunjukan bahwa gejala depresi berkorelasi positif dengan ide bunuh diri, dan keduanya
berkorelasi negativ dengan kesehatan mental positif pada kedua penilaian.
Hasil penelitian menunjukan baik usia maupun jenis kelamin tidak terkait ide bunuh diri,
sedangkan depresi muncul sebagai prediktor ide bunuh diri dan kesehatan mental positif adalah
prediktor signifikan dari ide bunuh diri. Interaksi dua arah depresi dan kesehatan mental positif
adalah prediktor yang signifikan. Meskipun signifikansinya rendah kesehatan mental positif
ditemukan efek keparahan depresinya moderat pada ide bunuh diri. Pada subjek yang tingkat
kesehatan mental positifnya tinggi (M + 1SD), keparahan depresi tidak menunjukkan hubungan
dengan ide bunuh diri dari waktu ke waktu.

F. Kesimpulan
Pada orang dengan kesehatan mental yang positif yang tinggi, tingkat ide bunuh diri
mereka tidak meningkat secara signifikan bahkan ketika tingkat gejala depresinya tinggi. Hal

4
ini dikarenakan adanya emosi postif yang bertindak sebagai pertahanan. Kesejahteraan yang
dinilai dengan skala PMH, sangat relevan dengan fungsi psikologis positif. skala PMH berperan
penting sebagai prediktor untuk remisi ide bunuh diri.
Terdapat keterbatasan dalam penelitian ini yakni : 1) , Ide bunuh diri hanya dinilai dengan
SBQ-R tanpa ada metode yang lebih komprehensif untuk menilai ide bunuh diri; 2) generalisasi
dari hasil ke kelompok usia atau masyarakat lain selain universitas siswa tidak mungkin, karena
penelitian hanya terfokus pada populasi berpendidikan tinggi ini; 3) Pada sampel non-klinis
dipelajari, tingkat depresi agak rendah, sehingga tidak dapat memastikan sampai sejauh mana
hasilnya akan digeneralisasikan untuk sampel klinis. Oleh karena itu, mempelajari kualitas
penyangga dari mental positif kesehatan dalam sampel klinis sangat diperlukan.

CRITICAL THINKING
Saya tertarik dengan penelitian ini karena pada penelitian ini penulis menjelaskan terkait
hubungan antara depresi dengan munculnya ide untuk melakukan bunuh diri dan juga bagaimana
perilaku bunuh diri itu bisa muncul pada seseorang yang sedang mengalami masalah mental dan
depresi. Tingginya angka kejadian bunuh diri di Indonesia maupun di dunia menjadi salah satu
faktor yang membuat saya tertarik pada jurnal ini. Orang yang memiliki ide atau gagasan untuk
bunuh diri biasanya sedang mengalami depresi atau tekanan yang berlebihan baik dari keluarga,
lingkungan kerja maupun masyarakat. Ketika seseorang mengalami depresi berat, pemikiran
untuk menyakiti diri sendiri paling sering muncul dipikiran dan juga menyebabkan peningkatan
keinginan melakukan percobaan bunuh diri.
Depresi dapat mempengaruhi tiap orang berbeda dengan range mulai dari ringan, sedang
sampai berat ketika didiagnosa. Depresi ditandai oleh gejala signifikan seperti: kesedihan terus
menerus, kehilangan minat terhadap aktivitas sehari-hari, gangguan tidur, perubahan pola makan,
mudah terganggu, peningkatan rasa marah, tidak dapat beristirahat, mengisolasi diri, menolak
untuk tampil didepan umum, sulit berkonsentrasi, tidak dapat mengambil keputusan, menangis
berkepanjangan, dan munculnya pemikiran untuk bunuh diri.
Faktor yang meningkatkan risiko menderita depresi atau memicu depresi yaitu:
 Memiliki riwayat keluarga kelainan kesehatan mental, seperti gangguan kecemasan, gangguan
makan, atau gangguan stres pascatrauma (PTSD)
 Penyalahgunaan alhohol atau obat terlarang

5
 Beberapa ciri kepribadian, seperti rendah diri, ketergantungan, kritis dengan diri sendiri atau
pesimistik
 Penyakit kronis atau serius, seperti kanker, stroke, nyeri kronis, atau penyakit jantung
 Kejadian traumatik atau yang dapat membuat stress, seperti kekerasan seksual, kematian, atau
kehilangan orang yang dicintai atau masalah keuangan
 Memiliki hubungan darah dengan penderita depresi, gangguan bipolar, alkoholisme, atau
percobaan bunuh diri
Terapi yang dapat diberikan pada orang yang mengalami depresi dan cenderung melakukan
percobaan bunuh diri adalah:
1. Penggunaan Antidepresan.
Beberapa obat yang sering digunakan yaitu escitalopram, paroxetine, sertraline,
fluoxetine, dan citalopram. Obat-obat tersebut termasuk obat golongan selective serotonin
reuptake inhibitors (SSRIs). Antidepresan tidak menyebabkan kecanduan. Ketika sudah
tidak perlu antidepresan dan berhenti menggunakan antidepresan, tubuh tidak akan
mengalami ketergantungan. Namun demikian, penggunaan dan penghentian antidepresan
harus dalam pengawasan dokter. Penghentian yang mendadak dapat menyebabkan
perburukan gejala depresi. Selalu konsultasikan dengan dokter mengenai penggunaan
antidepresan.
2. Psikoterapi
Psikoterapi dilakukan dengan mengajari cara baru dalam berpikir dan berperilaku, dan
mengubah kebiasaan yang berperan dalam depresi. Terapi ini dapat membantu mengerti
serta melewati hubungan yang penuh masalah atau situasi yang menyebabkan depresi atau
bahkan memperburuknya.
 Terapi perilaku kognitif (CBT): Bertujuan untuk membantu pasien mengembangkan pola
pikir dan gaya hidup baru melalui analisis pemikiran. Periode pengobatan biasanya
bersifat singkat dengan target terapeutik yang telah ditentukan sebelumnya.
 Terapi Psikoanalitik Terapi Psikodinamik) : Bertujuan untuk membantu pasien
memahami alam bawah sadar yang memengaruhi emosi dan perilaku saat ini dengan
menganalisis pengalaman dan pemikiran di masa lalu. Terapi ini merupakan proses terapi
intensif dan memiliki jangka waktu yang agak panjang.

6
3. Terapi Elektrokonvulsif.
Untuk depresi berat yang sulit diterapi atau tidak berespon pada obat-obatan atau
psikoterapi, kadang-kadang dilakukan terapi elektrokonvulsif (ECT) yang dilakukan di
bawah pengaruh obat bius. Walaupun dahulu ECT memiliki reputasi yang buruk, saat ini
ECT sudah mengalami peningkatan dan dapat menyembuhkan orang saat terapi lain tidak
bekerja. ECT dapat menyebabkan efek samping seperti bingung dan kehilangan memori.
Walaupun efek samping ini hanya sementara, terkadang efek tersebut juga bisa menempel
terus.
Beberapa cara mencegah depresi agar tidak terjadi adalah sebagai berikut:
1) Bersikap realistis terhadap apa yang kita harapkan dan apa yang bisa kita lakukan.
2) Tidak menyalahkan diri sendiri atau orang lain saat kita melakukan suatu kesalahan atau
mengalami kegagalan.
3) Tidak membanding-bandingkan diri dengan orang lain ataupun kehidupan orang lain.
4) Pikirkan untuk menyimpan keputusan besarsampai sembuh dari depresi, seperti menikah,
bercerai, tentang pekerjaan atau sekolah. Bicarakanlah dengan teman, professional
(psikolog, konselor atau psikiater)atau orang yang kita sayangi atau kita anggap mampu
membantu untuk melihat gambaran besarnya.
5) Dukungan keluarga, social dengan mengatakan jika kita mengalami masalah atau sedang
mengalami depresi.
6) Rutin lakukan olahraga dan kegiatan outdoor
7) Tidak terlalu menyesali suatu kejadian, bersikap tenang dan tidak mudah marah
8) Bangunlah harga diri dan mencoba bersikap dan berpikir positif.
9) Tidak menyendiri, menjauhi diri dari pergaulan, lebih bersosialisasi, melakukan aktivitas
dengan lingkungan sekitar
10) Lebih religious, mendekatkan diri kepada Tuhan YME
Penelitian dapat menjadi acuan dalam pembuatan rancangan promosi kesehatan, dengan
tahap yang dilakukan adalah:
1. Assesmen Kebutuhan
 Apa masalah yang dibahas?
Hubungan antara tingkat depresi dan kesehatan mental dengan pola perilaku bunuh diri
dikalangan remaja

7
 Seberapa penting promosi kesehatan perlu dilakukan?
Promosi kesehatan ini sagat penting karena mampu mengurangi dan mencegah
munculnya ide dan perilaku bunuh diri pada remaja
 Bagaimana dampaknya?
Dampak yang diharapkan yakni: 1) mengurangi tingkat depresi; 2) mengurangi angka
kejadian bunuh diri; dan 3) meningkatkan kesadaran remaja terkait masalah kesehatan
mental
 Apakah tujuan dan manfaat promosi kesehatan?
Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran remaja maupun masyarakat terkait pentingnya
menjaga kesehatan mental.
2. Sasaran
Masyarakat atau pelajar usia 15 tahun keatas yang mengalami masalah atau tidak mengalami
masalah depresi.
3. Metode
Memberikan penyuluhan dan edukasi tentang masalah mental dan resiko depresi dengan
menghadirkan narasumber seperti dokter, psikolog maupun tenaga kesehatan lain yang
memiliki kemampuan dan pengetahuan terkait depresi dan bunuh diri.
4. Rancangan Program Promosi Kesehatan
Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober sebagai hari Kesehatan Mental Sedunia.
a. Para peserta diajak untuk mengenal diri sendiri dan mengidentifikasi perasaan saat ini
melalui test.
b. Penyampaian materi oleh Narasumber
 Pengertian, faktor resiko dan gejala Depresi serta kaitannya dengan bunuh diri
 Tanggapan sosial, agama maupun hukum terkait bunuh diri
 Cara mencegah dan mengatasi terjadinya depresi
c. Sharing pengalaman dari peserta maupun narasumber

Anda mungkin juga menyukai