Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SISTEM INFORMASI KESEHATAN INTRANATALCARE

Disusun Oleh :
Chaerani Andinawati (205401446200)

PROGRAM STUDI D4 KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada zaman sekarang, teknologi informasi mempunyai peranan penting dalam
bidang industri maupun kehidupan kita sendiri. Salah satu bidang industri yang
memanfaatkan berkembangnya teknologi informasi adalah bidang kesehatan.
Teknologi informasi sudah berkontribusi banyak dalam kehidupan kita, salah
satu contohnya dalam bidang kesehatan yaitu rekam medis elektronik (EMR) yang
digunakan oleh dokter untuk mengetahui riwayat penyakit anda, obat-obatan apa saja
yang sudah pernah di konsumsi, apakah anda mempunyai sebuah alergi, dan lain-lain.
Tanpa teknologi informasi, pengumpulan dan pengambilan data tersebut
tidaklah mudah untuk rumah sakit yang mempunyai ribuan pasien jika dilakukan
secara manual. Teknologi informasi juga memudahkan komunikasi jarak jauh dengan
adanya internet. Seluruh rumah sakit akan mengakses database yang berisi dengan
data pasien, sehingga memudahkan pasien dan rumah sakit apabila pasien
menggunakan rumah sakit yang berbeda. Pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi sudah harus diterapkan di seluruh pelayanan kesehatan. Sistem informasi
kesehatan di puskesmas memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan-
kegiatan dengan mencatat dan mengumpulkan data, mengolah data, membuat laporan
berkala, memelihara bank data, mengupayakan penggunaan data dan informasi serta
memberikan pelayanan data dan informasi kepada masyarakat atau pihakpihak yang
berkepentingan lainnya (Hatta, 2012). Adapun peranan dan fungsi sistem informasi
dalam sebuah pelayanan kesehatan puskesmas adalah sebagai pusat pembangunan
berwawasan kesehatan, sebagai pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga,
sebagai pusat pelayanan kesehatanndasar yang mana berkewajiban mengupayakan,
menyediakan, dan menyelenggarakan pelayanan yang bermutu dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang berkualitas dalam rangka
mecapai tujuan pembangunan kesehatan nasional yaitu terwujudnya derajat kesehatan
yang setinggi tingginya bagi masyarakat (Satrianegara, 2014).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah :
“Bagaimana Sistem Informasi Kesehatan Pada IntraNatal Care”

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Informasi Kesehatan


Di dalam peraturan pemerintah RI no.46 tahun 2014 tentang sistem informasi
kesehatan, disebutkan bahwa suatu sistem informasi kesehatan adalah seperangkat
tatanan yang meliputi data, informasi, indikator, prosedur, perangkat, teknologi dan
sumber daya manusia yang saling berkaitan dan dikelola secara terpadu untuk
mengarahkan tindakan atau keputusan yang berguna dalam mendukung pembangunan
kesehatan. Dan untuk mendukung penyelenggaran pembangunan kesehatan tersebut,
diperlukan data, informasi dan indikator kesehatan yang dikelola dalam sistem
informasi kesehatan.
Pada hakekatnya pembangunan kesehatan merupakan upaya yang
dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar peningkatan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud, sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif.
Menurut WHO dalam buku design and implementation of health information
system, sistem informasi kesehatan tidak dapat berdiri sendiri, melainkan sebagai
bagian dari suatu sistem kesehatan. Suatu sistem informasi kesehatan yang efektif
memberikan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan di semua
jenjang. Sistem informasi harus dijadikan sebagai alat yang efektif bagi manajemen.
Penggunaan informasi kesehatan dilaksanakan untuk memperoleh manfaat langsung
atau tidak langsung sebagai pengetahuan untuk mendukung pengelolaan, pelaksanaan,
dan pengembangan pembangunan kesehatan dan informasi yang didapat harus
bersumber dari informasi yang akurat yang dilaksanakan untuk penyusunan
kebijakan, perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, pengendalian
dan evaluasi pembangunan kesehatan. Selain itu penggunaannya harus menaati
ketentuan tentang :
1) Kerahasiaan informasi, dan
2) Hak atas kekayaan intelektual yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Adapun tujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan sistem informasi


kesehatan yang berdaya guna dan berhasil guna memiliki arti yang sama dengan
tujuan mendukung proses kerja pemerintah, pemerintah daerah, dan fasilitas
pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang efektif
dan efisien. Penyelenggaraan sistem informasi kesehatan itu juga merupakan bentuk
pertanggungjawaban instansi terhadap penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

B. Tujuan sistem informasi kesehatan


Adapun dibentuknya pengaturan sistem informasi kesehatan itu bertujuan untuk :
1) Menjamin ketersediaan, kualitas dan akses terhadap informasi kesehatan yang
bernilai pengetahuan serta dapat dipertanggungjawabkan.
2) Memberdayakan peran serta masyarakat, termasuk organisasi profesi dalam
penyelenggaraan sistem informasi kesehatan.
3) Mewujudkan penyelenggaraan sistem informasi kesehatan dalam ruang
lingkup sistem kesehatan nasional yang berdaya guna dan berhasil guna
terutama melalui penguatan kerja sama, koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi
dalam mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang
berkesinambungan.

Sistem informasi kesehatan di Indonesia wajib dikelola oleh :

1) Pemerintah pusat untuk ruang lingkup berskala nasional dalam ruang lingkup
sistem kesehatan nasional.
2) Pemerintah daerah provinsi untuk tingkat provinsi.
3) Pemerintah daerah kabupaten/kota untuk skala kabupaten/kota,
4) Fasilitas pelayanan kesehatan untuk pengelolaan sistem informasi kesehatan
dengan skala fasilitas pelayanan kesehatan.

Semua pengelola sistem informasi kesehatan juga diwajibkan untuk :

1) Memberikan data dan informasi kesehatan yang diminta oleh pengelola sistem
informasi kesehatan nasional, provinsi, dan/atau kabupaten/kota
2) Menyediakan akses pengiriman data dan informasi kesehatan kepada
pengelola sistem informasi kesehatan nasional, provinsi, dan/atau
kabupaten/kota
3) Menyediakan akses pengambilan data dan informasi kesehatan bagi pengelola
sister informasi kesehatan nasional, provinsi, dan/atau kabupaten/kota
4) Menyediakan akses keterbukaan informasi kesehatan bagi masyarakat untuk
informasi kesehatan yang bersifat terbuka.

Pengelolaan sistem informasi kesehatan menimbulkan konsekuensi tanggung


jawab dalam pelaksanaannya. Jadi pemerintah bersama-sama dengan pemerintah
daerah dan fasilitas pelayanan kesehatan bertanggung jawab dalam pengembangan
dan pengelolaan sistem informasi kesehatan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-
masing.

Tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh pemerintah adalah


menetapkan standar dalam pengelolaan sistem informasi kesehatan, untuk mengatur
efisiensi dan efektivitas sistem informasi kesehatan dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi secara tepat. Di samping itu, pemerintah, pemerintah
daerah, dan pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas
ketersediaan akses terhadap informasi kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat, serta bertanggung jawab juga atas ketersediaan sumber daya
untuk pengelolaan sistem informasi kesehatan.

Tanggung jawab setiap institusi yang melaksanakan sistem informasi


kesehatan juga berkaitan dengan kewajiban untuk menjamin keandalan sistem yang
digunakan, kerahasiaan isi data yang dimiliki serta akses bagi pemilik data kesehatan.
Serta bertanggung jawab terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban untuk
menyampaikan dan melaporkan informasi kesehatan untuk kepentingan pelayanan
serta kebijakan kesehatan termasuk dalam rangka pemberantasan penyakit.

Sistem informasi kesehatan harus dikelola secara berjenjang, terkoneksi, dan


terintegrasi serta didukung dengan kegiatan pemantauan, pengendalian dan evaluasi.
Dan pengelolaan sistem informasi kesehatan tersebut meliputi :

 Perencanaan program
 Pengorganisasian
 Kerja sama dan koordinasi dalam unsur kesehatan sendiri dan melalui lintas
sektor, termasuk melalui jejaring global
 Penguatan sumber daya
 Pengelolaan data dan informasi kesehatan, meliputi kegiatan pencatatan,
pengumpulan, standarisasi, pengolahan, penyimpanan, penyebarluasan, dan
penggunaan
 Pendayagunaan dan pengembangan sumber daya, meliputi perangkat keras,
perangkat lunak, sumber daya manusia dan pembiayaan
 Pengoperasian sistem elektronik kesehatan
 Pengembangan sistem informasi kesehatan
 Pemantauan dan evaluasi
 Pembinaan dan pengawasan

Informasi kesehatan diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang


efisien dan efektif. Informasi tersebut digunakan untuk masukan dalam pengambilan
keputusan dalam setiap proses manajemen kesehatan, baik untuk manajemen
pelayanan kesehatan, institusi kesehatan, maupun program pembangunan kesehatan
atau manajemen wilayah.

Selain itu pemerintah juga memberi kemudahan kepada masyarakat untuk


mengakses informasi kesehatan, melalui penyelenggaraan sistem informasi kesehatan
dan lintas sektor. Sistem informasi kesehatan diselenggarakan berdasarkan asas
kepastian hukum, itikad baik, kemanfaatan, tata kelola yang baik, ketersediaan data,
ketepatan waktu, standarisasi, integrasi, keamanan dan kerahasiaan informasi dan
netralitas teknologi.

Berkembangnya sistem informasi kesehatan sangat didukung oleh kemajuan


teknologi informasi dan komunikasi, yang signifikan memberi kontribusi bagi
implementasi sistem informasi secara lebih profesional, sehingga dapat meningkatkan
kualitas dan kecepatan proses kerja terutama di fasilitas pelayanan kesehatan dan
mengoptimalkan aliran data yang dapat meningkatkan ketersediaan data, kualitas data
dan informasi kesehatan dan yang terkait. Selain itu, pelayanan kesehatan juga tidak
dibatasi oleh jarak dan waktu, karena sejak tahun 1990-an, organisasi-organisasi
kesehatan sudah dihubungkan dengan jaringan sistem teknologi informasi secara
global dengan teknologi telekomunikasi melalui internet.
Untuk menertibkan dan menyinkronkan penyelenggaraan sistem informasi
kesehatan yang selama ini belum terintegrasi, maka diperlukan penguatan sistem
informasi kesehatan, lintas program, dan urusan secara berjenjang di pusat dan daerah
dan didukung dengan peraturan perundang-undangan.

Kegiatan pengelolaan sistem informasi kesehatan yang belum terintegrasi dan


terkoordinasi inilah yang menjadi salah satu masalah, selain tentunya overlapping
kegiatan dalam pengumpulan dan pengolahan data, karena masing-masing unit
mengumpulkan datanya sendiri-sendiri dengan berbagai instrumennya di setiap unit
kerja, baik di pusat dan di daerah, sehingga penyelenggaraan sistem informasi
kesehatan belum bisa dilakukan secara efisien dan efektif.

Karena suatu sistem informasi merupakan jiwa dari suatu institusi, maka sistem
informasi kesehatan merupakan jiwa dari institusi kesehatan. Jadi dengan kondisi
sistem informasi kesehatan yang kuat akan mampu mendukung upaya-upaya dari
institusi kesehatan. Penguatan sistem infomasi kesehatan secara tidak langsung akan
turut pula memperkuat sistem kesehatan nasional. Agar upaya penguatan dapat
terarah, saling terkait dan dengan langkah-langkah serta strategi yang jelas dan
komprehensif, maka disusunlah suatu roadmap rencana aksi penguatan sistem
informasi kesehatan pada tahun 2011-2014, yang merupakan rencana kerja jangka
menengah yang komprehensif dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dari
sistem informasi kesehatan dalam penerapannya.

Sampai saat ini sistem informasi kesehatan masih terfragmentasi dan belum
mampu menyediakan data dan informasi yang handal, sehingga sistem informasi
kesehatan masih belum menjadi alat pengelolaan pembangunan kesehatan yang
efektif. Untuk menyelenggarakan pengelolaan pembangunan kesehatan diperlukan
komponen yang dikelompokkan dalam tujuh subsistem, yaitu :

 Upaya kesehatan.
 Penelitian dan pengembangan kesehatan.
 Pembiayaan kesehatan.
 Sumber daya manusia kesehatan.
 Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan.
 Manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan.
 Pemberdayaan masyarakat.
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilakukan oleh semua komponen
bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya dapat terwujud, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya
manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi.

Pembangunan kesehatan juga menuntut adanya dukungan sumber daya yang


cukup serta arah kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan yang tepat. Data dan
informasi adalah sumber daya yang sangat strategis dalam pengelolaan pembangunan
kesehatan, yaitu pada proses manajemen, pengambilan keputusan, kepemerintahan
dan penerapan akuntabilitas. Namun, pembuat kebijakan sering kali mengalami
kesulitan dalam hal mengambil keputusan yang tepat dan cepat, hal ini dikarenakan
keterbatasan atau ketidaktersediaan data dan informasi yang akurat, cepat dan tepat.
Karena itulah, dengan adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
yang pesat saat ini, dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pengelolaan dan
penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

C. Kondisi Sistem Informasi Kesehatan di Indonesia


Saat ini kebutuhan data informasi yang akurat makin meningkat, namun
sistem informasi masih belum menghasilkan data yang akurat, lengkap, dan tepat
waktu. Masalah yang dihadapi sistem informasi kesehatan saat ini, terutama belum
adanya persepsi yang sama diantara penyelenggara kesehatan terutama penyelenggara
sistem informasi kesehatan terhadap sistem informasi kesehatan. Penyelenggaraan
sistem informasi kesehatan masih belum efisien, terjadi redundant data dan duplikasi
kegiatan, dan kualitas data yang dikumpulkan masih rendah, bahkan ada yang tidak
sesuai dengan kebutuhan, ketepatan waktu juga masih rendah, sistem umpan balik
tidak optimal, pemanfaatan data informasi di tingkat daerah untuk advokasi,
perencanaan program, monitoring dan manajemen masih rendah serta tidak efisiennya
penggunaan sumber daya, juga pengelolaan data informasi belum terintegrasi dan
terkoordinasi dengan baik. Masalah inilah yang sedang dihadapi sistem informasi
kesehatan dan perlu dilakukan upaya penguatan dan perbaikan.
D. Sistem Informasi Kesehatan Nasional
Visi Departemen Kesehatan pada tahun 2010, menetapkan Indonesia sehat
dengan ditandai penduduknya yang hidup sehat dalam lingkungan yang sehat,
berperilaku sehat, dan mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu yang
disediakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat sendiri, serta ditandai adanya peran
serta masyarakat dan berbagai sektor pemerintah dalam upaya meningkatkan
kesehatan. Infrastruktur pelayanan kesehatan dibangun mulai dari tingkat nasional,
provinsi, kabupaten dan seluruh pelosok. Setiap jenjang memiliki sistem kesehatan
yang saling terkait, sehingga jaringan sistem pelayanan kesehatan itu memerlukan
sistem informasi yang saling mendukung dan terkait. Setiap kegiatan dan program
kesehatan yang dilaksanakan dan dirasakan oleh masyarakat dapat diketahui,
dipahami dan diantisipasi serta dikelola dengan sebaik-baiknya.
Departemen Kesehatan telah membangun sistem informasi kesehatan yang
disebut SIKNAS (sistem informasi kesehatan nasional) yang melingkupi sistem
informasi kesehatan mulai dari kabupaten sampai ke pusat. Sistem yang dibangun
adalah sistem informasi kesehatan yang terintegrasi, baik di dalam sektor kesehatan,
dan di luar sektor kesehatan, yaitu dengan sistem jaringan informasi pemerintah
daerah dan jaringan informasi di pusat.
Jaringan sistem informasi kesehatan nasional adalah sebuah koneksi jaringan
virtual sistem informasi kesehatan elektronik yang dikelola oleh Kementerian
Kesehatan dan hanya bisa diakses bila telah dihubungkan. Jaringan sistem informasi
kesehatan merupakan infrastruktur jaringan komunikasi data terintegrasi dengan
menggunakan wide area network (WAN), jaringan telekomunikasi yang mencakup
area yang luas serta digunakan untuk mengirim data jarak jauh antara local area
network (LAN) yang berbeda, dan arsitektur jaringan lokal komputer lainnya.
Untuk penguatan sistem informasi kesehatan, dilakukan dengan
mengembangkan model sistem informasi kesehatan nasional yaitu sistem informasi
kesehatan yang terintegrasi, yang menyediakan mekanisme saling hubung antar sub
sistem informasi dengan berbagai cara yang sesuai, sehingga data dari satu sistem
secara rutin dapat mengalir, menuju atau diambil oleh satu atau lebih sistem yang lain.
Model sistem informasi kesehatan yang terintegrasi terdiri dari 7 komponen
yang saling terhubung dan saling terkait, yaitu :
 Sumber data manual.
Merupakan kegiatan pengumpulan data dari sumber data yang masih
dilakukan secara manual atau secara komputerisasi offline. Model sistem
informasi kesehatan nasional yang memanfaatkan kemajuan teknologi informasi
dan komunikasi masih tetap dapat menampung sistem informasi kesehatan manual
untuk fasilitas kesehatan yang masih mempunyai keterbatasan infrastruktur.
 Sumber data komputerisasi.
Merupakan kegiatan pengumpulan data dari sumber data yang sudah
dilakukan secara komputerisasi online. Pada fasilitas pelayanan kesehatan dengan
komputerisasi online, data individual langsung dikirim ke Bank Data Kesehatan
Nasional dalam format yang telah ditentukan. Selain itu juga dikembangkan
program mobile health (mHealth) yang dapat langsung terhubung dengan sistem
informasi puskesmas.
 Sistem informasi dinas kesehatan.
Merupakan sistem informasi kesehatan yang dikelola oleh dinas kesehatan
baik kabupaten/kota dan provinsi. Laporan yang masuk ke dinas kesehatan
kabupaten/kota dari semua fasilitas kesehatan dapat berupa laporan softcopy dan
laporan hardcopy.
 Sistem informasi pemangku kepentingan.
Merupakan sistem informasi yang dikelola oleh pemangku kepentingan terkait
kesehatan. Mekanisme pertukaran data terkait kesehatan dengan pemangku
kepentingan di semua lingkungan dilakukan dengan mekanisme yang disepakati.
 Bank data kesehatan nasional.
Mencakup semua data kesehatan dari sumber data (fasilitas kesehatan). Oleh
karena itu di unit-unit program tidak perlu lagi melakukan pengumpulan data
langung ke sumber data.
 Penggunaan data oleh kementerian kesehatan.
Data kesehatan yang sudah diterima di bank data kesehatan nasional dapat
dimanfaatkan oleh semua unit-unit program di Kementerian Kesehatan dan UPT-
nya serta dinas kesehatan dan UPT/D-nya.
 Pengguna data.
Semua pemangku kepentingan yang tidak/belum memiliki sistem informasi
sendiri serta masyarakat yang membutuhkan informasi kesehatan dapat
mengakses informasi yang diperlukan dari bank data kesehatan nasional melalui
website Kementerian Kesehatan.

E. Kebijakan Sistem Informasi Kesehatan


Untuk mencapai visi sistem informasi kesehatan yang terarah, yang mampu
mendukung proses pembangunan kesehatan menuju masyarakat sehat yang mandiri
dan berkeadilan, maka dilakukan kebijakan-kebijakan diantaranya :
a) Pengembangan kebijakan dan standar dilaksanakan dalam rangka
mewujudkan sistem informasi kesehatan yang terintegrasi.
b) Pengembangan dan penyelenggaraan sistem informasi kesehatan dilakukan
dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan termasuk lintas sektor dan
masyarakat.
c) Pengembangan sistem informasi kesehatan dilakukan melalui kegiatan
perencanaan sistsem, analisis sistem, perancangan sistem, pengembangan
perangkat lunak, penyediaan perangkat keras, uji coba sistem, implementasi
sistem, serta pemeliharaan dan evaluasi sistem. Dan pengembangan sistem
informasi kesehatan tersebut dilakukan berdasarkan hasil pengkajian dan
penelitian.
d) Penetapan kebijakan dan standar sistem informasi kesehatan dilakukan dalam
kerangka desentralisasi di bidang kesehatan.
e) Penataan sumber data dan penguatan manajemen sistem informasi kesehatan
pada semua tingkat sistem kesehatan dititik beratkan pada ketersediaan
standar operasional yang jelas, pengembangan dan penguatan kapasitas SDM
dan pemanfaatan TIK, serta penguatan advokasi bagi pemenuhan anggaran.
f) Pengembangan SDM pengelola data dan informasi kesehatan dilaksanakan
dengan menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi dan lintas sektor terkait
serta terpadu dengan pengembangan SDM kesehatan lainnya.

F. Ketuban Pecah Dini (KPD)


Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum ada tanda-tanda
persalinan (Sofian, 2012). Ketuban pecah dini merupakan pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan yang dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktu melahirkan (Rukiyah dan Yulianti, 2010). Ketuban dinyatakan pecah dini bila
terjadi pada saat sebelum persalinan berlangsung (Saifuddin, dkk. 2009). Ketuban
pecah dini aterm dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu. Jika terjadi
sebelum usia gestasi 37 minggu disebut KPD preterm atau preterm premature rupture
membranes (PPROM) (POGI 2016).
Penyebab dari ketuban pecah dini tidak atau masih belum jelas (Sofian, 2011).
Menjelang usia kehamilan cukup bulan, terjadi kelamahan pada selaput janin yang
memicu robekan. Selain itu hal-hal yang bersifat patologis seperti perdarahan dan
infeksi juga dapat menyebabkan terjadinya KPD (Rukiyah dan Yulianti, 2010).
Penyebab terjadinya KPD diantaranya karena trauma pada perut ibu, kelainan letak
janin dalam rahim, atau pada kehamilan grande multipara (Manuaba, 2009). KPD
disebabkan oleh berkurangnya kekuatan membran karena suatu infeksi yang dapat
berasal dari vagina dan serviks atau meningkatnya tekanan intrauterine atau oleh
kedua faktor tersebut (Saifuddi, dkk. 2009).

Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu mengalami perubahan


biokimia yang menyebabkan selaput ketuban mengalami kelemahan. Perubahan
struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah
dan menyebabkan selaput ketuban pecah (Negara, dkk. 2017). Selaput ketuban sangat
kuat pada awal trimester kehamilan. Akan tetapi di trimester ketiga selaput ketuban
mudah pecah karena melemahnya kekuatan selaput ketuban yang berhubungan
dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim serta gerakan janin. Pada trimester akhir
ini terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Jika ketuban pecah pada
kehamilan aterm adalah hal fisiologis. Namun, jika terjadi pada kehamilan premature
dapat disebabkan oleh faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina.
KPD pada premature sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten serviks dan
solusio plasenta (Prawirohardjo, 2014).

Ketuban pecah dini terjadi karena multifaktorial dan berbagai mekanisme.


Faktor epidemiologi dan faktor klinis dipertimbangkan sebagai pencetus dari ketuban
pecah dini. Faktor reproduksi wanita (Bakterial vaginosis, Trikomoniasis, Gonorhea,
Chlamydia, dan Korioamnionitis subklinis). Faktor perilaku (merokok, penggunaan
narkoba, status nutrisi, dan kotus). Komplikasi obstetric (polihidramnion, kehamilan
multiple, insufisiensi servik, trauma antenatal dan perdarahan dalam kehamilan)
(Negara, dkk. 2017)

Faktor pencetus dari KPD diantaranya jika terdapat kehamilan multiple,


riwayat persalinan preterm sebelumnya, perdarahan pervaginam, serviks tipis, stress
psikologi, dan sebagainya dapat menjadi stimulasi persalinan preterm yang pada
akhirnya melahirkan bayi dengan BBLR (Rukiyah dan Yulianti, 2010).
Berdasarkan anamnesa pada pasien merasakan basah pada vagina atau mengeluarkan
cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir atau “ngepyok”. Cairan berbau
khas dan perhatikan warnanya. Pada pemeriksaan dalam selaput ketuban sudah tidak
ada lagi. Perlu dipertimbangkan pemeriksaan dalam (VT) pada kehamilan kurang
bulan yang belum dalam persalinan. Pemeriksaan dalam dilakukan pada kasus KPD
yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan. Diagnosa juga
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan ada tidaknya
infeksi. Dan juga pemeriksaan ultasonografi (USG) untuk melihat jumlah cairan
ketuban dalam kavum uteri.

Komplikasi pada KPD dapat menyebabkan infeksi intrapartum


(korioamnionitis), persalinan preterm yang menyebabkan bayi lahir dengan berat
rendah, gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia, oligohidramnion, bahkan
sering terjadi partus kering (dry labor) karena air ketuban habis (Rukiyah dan
Yulianti, 2010). Komplikasi yang timbul akibat KPD bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal maupun neonatal, persalinan premature,
hipoksia karena kompresi tali pusat, meningkatnya insiden seksio sesarea atau
gagalnya persalinan normal (Prawirohardjo, 2014).

.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Sistem informasi kesehatan merupakan sarana untuk menunjang pelayanan kesehatan


yang diberikan kepada masyarakat. Sistem informasi kesehatan yang efektif memberikan
dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan di semua jenjang, bahkan di
puskesmas atau di rumah sakit kecil sekalipun. Bukan hanya data, bahkan juga informasi
yang lengkap, tepat, akurat, dan cepat yang dapat disajikan dengan adanya sistem informasi
kesehatan yang tertata dan terlaksana dengan baik
DAFTAR PUSTAKA

PP nomor 46 tahun 2014 tentang sistem informasi kesehatan

Kebijakan sistem informasi kesehatan nasional. Pusat data dan informasi.

Rancangan peraturan pemerintah tentang sistem informasi kesehatan

Pengembangan sistem informasi

Roadmap sistem informasi kesehatan tahun 2011-2014

Anda mungkin juga menyukai