Anda di halaman 1dari 41

GENDER DAN

PEMBANGUNAN
KESEHATAN
TIM MK GENDER DAN KESEHATAN 2021

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


GENDER DAN PEMBANGUNAN

• Masalah gender dalam bidang kesehatan tidak hanya menjadi tanggung jawab sektor
kesehatan, karena masalah ini terkait dengan sektor-sektor lainnya, seperti sosial ekonomi,
budaya, politik, pendidikan, pertanian dan sebagainya.
• Menurut WHO, masalah ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender dalam sektor kesehatan
dapat dijumpai pada banyak kebijakan dan program pembangunan kesehatan. Namun, hal
ini oleh banyak penentu kebijakan, perencanaan program dan penyedia pelayanan (health
provider) tidak dianggap/dikenali sebagai masalah yang serius.

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


GENDER DAN PEMBANGUNAN
• Ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender ini dijumpai dalam beberapa bentuk gender inequality, yaitu perbedaan
akses pada pelayanan kesehatan antara penduduk laki-laki dan perempuan, perbedaan mutu pelayanan kesehatan
yang diberikan kepada penduduk laki-laki dan perempuan, dan bias gender dalam riset medis.

• Komitmen Indonesia tentang kesetaraan dan keadilan gender dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)
1999 telah dijabarkan dalam Program Pembangunan Nasional lima tahun (Propenas 2000-2004) dan ditetapkan
sebagai Undang-undang No. 25 tahun 2000. UU No. 25/2000 tentang Propenas 2000 - 2004 tersebut
mengamanatkan tentang pentingnya pelaksanaan strategi pengarusutamaan gender dijabarkan dalarn
pembangunan. Amanat tersebut selanjutnya dituangkan ke dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


• Dalam perspektif gender, beberapa masalah pokok kesehatan yang mendapat
prioritas dalam penanganannya, seperti Angka Kematian Ibu (AKI) yang tinggi,
pemberantasan tuberkulosis paru, malaria, HIV/AIDS, masalah gizi masyarakat
dan masalah lingkungan yang tidak sehat
• Rendahnya status kesehatan perempuan dibandingkan dengan laki-laki, sebagai
akibat faktor sosial budaya, misalnya, telah berdampak pada tingginya angka
kematian ibu dan besarnya berbagai masalah kesehatan perempuan lainnya

  Belum mendapat perhatian dan dianggap penting oleh pemangku kebijakan


atau stake holder

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Gender Dan Pembangunan Kesehatan
• Kebijakan Dan Program Pembangunan Kesehatan Dilaksanakan Untuk Seluruh Penduduk, Dengan Tidak
Membedakan Sasaran Laki Laki Dan Perempuan, Kecuali Program Yang Dirancang Khusus Untuk Laki-laki Atau
Perempuan.

• Ternyata Dengan Kebijakan Dan Program Yang Bersifat "Netral Gender Atau Buta Gender" Ini, Sering Dijumpai
Adanya Kesenjangan Dalam Pelaksanaan Serta Dampak Yang Terjadi Pada Penduduk Laki-laki Dan Perempuan

 Setiap Penentu Kebijakan Dan Pelaksana Program Pembangunan Mulai Dari Perencanaan, Pelaksanaan,
Pemantauan Dan Evaluasi Diharapkan Dapat Menerapkan Pengarusutamaan Gender (Pug) Dengan Memasukkan
Wawasan Gender Sesuai Bidang Tugas Dan Fungsi Kewenangan Masing – Masing Instruksi Presiden Nomor 9
Tahun 2000 Tentang Pengarus utamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional  Bahwa Seluruh Departemen
Maupun Lembaga Pemerintah Non-departemen Di Pemerintah Pusat, Propinsi, Maupun Kabupaten/Kota
Harus Melakukan Pengarusutamaan Gender Dalam Perencanaan, Pelaksanaan, Pemantauan Dan Evaluasi
Pada Kebijakan Dan Program Pembangunan.

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Pengarusutamaan gender
• Pengarusutamaan gender merupakan strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender
melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan
permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan
dan evaluasi dari keseluruhan kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan
pembangunan.
• Untuk mempercepat pengarusutamaan gender, perlu dilakukan pengembangan kapasitas SDM
kesehatan, antara lain melalui seminar gender bidang kesehatan.
• Dengan melaksanakan PUG diharapkan kesenjangan gender dan permasalahan gender yang ada
dapat diatasi ataupun di persempit jurang perbedaannya.

• Tujuan utama pengarusutamaan gender adalah tercapainya kesetaraan dan keadilan gender
yang dapat dilaksanakan antara lain melalui pemberdayaan perempuan dalam seluruh bidang
pembangunan dengan melibatkan institusi pemerintah dan organisasi masyarakat, dan
menumbuhkan kesadaran kesetaraan bagi kaum laki-laki

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


• Dalam mengatasi ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender  Analisis gender 
dilakukan pada awal setiap kegiatan yang akan dilakukan dan hal ini merupakan
rangkaian dari upaya pengarusutamaan gender
• Pemerintah RI melalui Bappenas (Direklorat Kependudukan, Kesejahteraan Sosial, dan
Pemberdayaan Perempuan) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan, serta dengan
bantuan CIDA telah mengembangkan metode analisis yang disebut Gender Analysis
Pathway (GAP)
• Metode ini menelaah apakah suatu kebijakan, program, atau kegiatan sudah responsif
gender dilihat dari data pembuka wawasan yang ada, apakah terdapat kesenjangan
gender dilihat dari aspek akses, partisipasi, kontrol dan manfaat suatu program, dan
akhirnya menentukan rencana aksi untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan
gender serta menetapkan indikator untuk mengukur keberhasilan

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Analisis gender dan pembangunan
kesehatan
Analisis kesenjangan gender dikembangkan melalui akses, partisipasi, kontrol dan manfaat.
Sedangkan isu gender dipilih menurut peran baku (stereotip), subordinasi, marjinalisasi,
pembebanan, bahkan sampai kepada kekerasan terhadap perempuan terdapat 4 analisis
gender dan pembangunan Kesehatan, yaitu :
a. Program lingkungan sehat, perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat
b. Program upaya Kesehatan
c. Program perbaikan gizi masyarakat
d. Program kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


PROGRAM LINGKUNGAN SEHAT, PERILAKU
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
 Sub Program Lingkungan Sehat, Penyehatan Air dan Sanitasi
 Kesenjangan Gender
a. Akses:
1) Akses laki-laki pada penyuluhan/infomasi tentang penyehatan lingkungan dan air bersih serta untuk mendapatkan
perlindungan kesehatan, lebih banyak daripada perempuan, karena laki-laki hampir selalu dapat rnenghadiri pertemuan
dan menyaksikan media elektronik di tempat umum
2) Pendidikan formal perempuan yang rendah mengakibatkan akses yang kurang terhadap peningkatan pengetahuan dan
keterampilan dalam mewujudkan kondisi rumah serta lingkungan yang sehat
3) Perempuan dan laki-laki kurang mendapat akses pada fasilitas kesehatan lingkungan yang memadai
4) Tenaga kesehatan perempuan dan laki-laki di semua jenjang administrasi kurang mendapat akses terhadap program
penyehatan lingkungan

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Sub Program Lingkungan Sehat, Penyehatan Air dan Sanitasi

b. Partisipasi:
1) Peran domestik dan peran ekonomi perempuan cenderung semakin tinggi dalam penyehatan rumah serta lingkungannya, namun
upaya perlindungan kesehatan secara umum dan kesehamn reproduksi masih kurang
2) Perempuan masih kurang dilibatkan dalam menentukan kebijakan baik dalam peran domestik maupun ekonomi, antara lain dalam
musyawarah desa untuk perencanaan air bersih
3) Partisipasi laki-laki dalam penyuluhan kesehatan lingkungan masih kurang.

c. Kontrol
1) Pengambilan keputusan di tingkat keluarga dalam urusan memperbaiki rumah dan lingkungannya, termasuk air bersih masih
didominasi laki - laki
2) Posisi perempuan untuk mendapatkan hak perlindungan kesehatan secara umum maupun kesehatan reproduksi masih lemah
3) Perempuan kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk perencanaan program kesehatan lingkungan di semua jenjang
administrasi
4) Petugas kesehatan lingkungan 60-80% laki-laki, yang kurang memahami jumlah dan beban kerja perempuan

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Sub Program Lingkungan Sehat, Penyehatan
Air dan Sanitasi

d. Manfaat
1) Perempuan kurang mendapatkan manfaat dari penyuluhan/informasi tentang
penyehatan lingkungan dan air bersih
2) Tersedianya air bersih sangat memberikan manfaat pada keluarga, khususnya
perempuan, karena beban kerja perempuan menjadi sangat berkurang
3) Perempuan belum merasakan manfaat perlindungan kesehatan dan kesehatan
reproduksi untuk meningkatkan produktivitas kerja.

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Sub Program Lingkungan Sehat, Penyehatan Air dan Sanitasi

ISU GENDER
a. Stereotip: Urusan air, sanitasi dan kebersihan rumah di rumah tangga adalah pekerjaan
domestik identik pekerjaan peretnpuan. Perempuan lebih lama berada/berperan di
rumah, sehingga lebih mudah mendapatkan resiko oleh dampak Iingkungan rumah
yang kurang sehat.
b. Subordinasi: Perempuan kurang diikutsertakan dalam musyawarah desa untuk
merencanakan pembangunan lingkungan sehat termasuk air bersih dan sanitasi.
c. Marjinalisasi: Rendahnya pendidikan perempuan di desa dan kurangnya akses terhadap
penyuluhan lingkungan sehat termasuk air bersih serta sanitasi

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Sub Program Lingkungan Sehat, Penyehatan Air dan Sanitasi

ISU GENDER
d. Pembebanan :
1. Beban kerja perempuan dalam rnengangkut air dari sumbernya ke rumah di daerah sulit air sangat berat maupun
pemeliharaan rumah dan lingkungannya, akibatnya akan mengganggu kesehatan, gizi, istirahat serta reproduksi
perempuan. Maka dengan adanya air bersih di dekat rumah sangat mengurangi beban perempuan
2. Peran perempuan dalam meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat sangat besar di keluarga serta
masyarakat, namun tidak diimbangi dengan tingkat pendidikan yang mernadai dan akses pada penyuluhan
kesehatan lingkungan yang cukup
3. Peran perempuan di sektor produksi pertanian, industri dan perdagangan cenderung meningkat, namun belum
ada perlindungan dan hak cuti yang memadai untuk kesehatan serta kesehatan reproduksi
4. Peran perempuan di sektor informal lebih besar daripada laki-laki, namun tidak mendapat kemudahan untuk
mendapatkan fasilitas perlindungan, keamanan, keselamatan dan kesehatan (K3) sehingga berakibat menjadi
kelompok resiko tinggi
5. Pandangan stereotip di kalangan tenaga kesehatan laki-laki pada umumnya kurang menyadari kemampuan
perempuan atau kegiatan perempuan dalam peran domestik dan peran produktif

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


PROGRAM UPAYA KESEHATAN

Terdapat beberapa sub program yang dilakukan terkait upaya kesehatan:


A. Sub Program Penurunan Angka Kematian Ibu melalui Making
Pregnancy Safer (MPS)
B. Sub Program Pemberantasan Tuberkulosis Paru
C. Sub Program Pemberantasan Malaria
D. Sub Program Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyakit Menular
Seksual (PMS)

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Sub Program Penurunan Angka Kematian Ibu melalui Making
Pregnancy Safer (MPS)

Kesenjangan Gender
a. Akses:
1) Pasangan Usia Subur (PUS) terutama perempuan yang tidak menginginkan anak, tidak
mendapatkan pelayanan KB yang memadai (unmet need 9%, SDKI 97)
2) Jumlah ibu hamil yang belum memanfaatkan tenaga kesehatan untuk menolong persalinannya
masih besar (akses persalinan oleh tenaga kesehatan rendah)
3) Akses informasi yang akurat untuk keluarga, terutama laki-laki, masih kurang, antara lain tentang:
(a) metode kontrasepsi ; (b) penyakit yang mengancam ibu hamil ;(c) tanda bahaya saat kehamilan,
persalinan dan nifas ; (d) hak perempuan untuk mengendalikan kesehatan reproduksi

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


b. Partisipasi
1) Suami, keluarga dan masyarakat masih banyak yang kurang peduli pada kesehatan
ibu (stereotip)
2) Suami menganggap bahwa urusan KB adalah urusan istri. Partisipasi laki-laki dalam
penyuluhan kesehatan lingkungan masih kurang.
3) Kurang mampunya isteri meneruskan informasi kesehatan kepada suami (marginal).
4) Di tingkat keluarga, laki-laki banyak yang belum mempunyai wawasan yang benar
tentang kebutuhan perempuan sesuai dengan-tahapan siklus reproduksi termasuk
pencegahan IMS, HIV/AIDS dan Hepatitis

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Sub Program Penurunan Angka Kematian Ibu melalui Making Pregnancy Safer (MPS)

c. Kontrol
1) Pengambil keputusan di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kota masih belum
mempertimbangkan isu gender dalam penyusunan kebijakan serta Program.
2) Lemahnya wewenang perempuan dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan
kesehatannya (marginal)
3) Rendahnya kesadaran/kepedulian tentang kesehatan dan keselamatan ibu serta bayi
baru lahir

d. Manfaat
1) perempuan kurang mendapatkan manfaat dari pelayanan kesehatan yang telah
tersedia
2) Perempuan tidak dapat memanfaatkan hak-hak reproduksinya

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Sub Program Penurunan Angka Kematian Ibu melalui Making Pregnancy Safer
(MPS)

ISU GENDER
1. Para penanggungjawab program di lapangan belum terpapar rencana strategis MPS yang sensitif
gender
2. Masih terdapat ketidaksetaraan gender di tingkat individu dan keluarga:
a. Kehamilan merupakan urusan perempuan ;
b. Rendahnya peran suami dalam mendukung isteri untuk mendapatkan Pelayanan kesehatan ibu.
c. Rendahnya pengetahuan ibu tentang tanda bahaya saat kehamilan, persalinan dan nifas.
d. Rendahnya peran ibu dalam mengambil keputusan bagi kesehatan dan keselamatan dirinya
(pemilihan metode kontrasepsi, jumlah persalinan oleh dukun masih tinggi).
d. Masalah kesehatan perempuan masih dianggap kurang penting
3. Peserta KB sebagian besar adalah perempuan
4. Laki - laki menganggap KB urusan perempuan

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Sub Program Pemberantasan Tuberkulosis
Paru
 Kesenjangan Gender
a. Akses:
1) Akses perempuan terhadap pelayanan kesehatan kurang karena keputusan untuk memanfaatkan pelayanan ada di
tangan suami/keluarga
2) Misopportunity ibu hamil dan ibu menyusui yang menderita TB untuk mendapat pengobatan TB di unit KIA, karena
kurangnya akses terhadap informasi, khususnya mengenai kesehatan.

b. Partisipasi
1) Suami/keluarga/masyarakat kurang peduli terhadap kesehatan ibu/ perempuan.
2) Partisipasi perempuan kurang karena kurang mampu dalam menyerap dan meneruskan informasi kesehatan kepada
suami.

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


c. Kontrol
Ibu/perempuan tidak mempunyai cukup wewenang untuk memilih
pelayanan atau menggunakan uang bagi kesehatannya sendiri,
dan sangat tergantung pada suami/laki-laki

d. Manfaat
Pelayanan untuk penderila TB kurang/tidak dimanfaatkan secara
optimal oleh perempuan, termasuk ibu hamil dan ibu menyusui

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Sub Program Pemberantasan Tuberkulosis Paru
ISU GENDER
1. Penderita TB biasanya dikucilkan dalam masyarakat. Di beberapa daerah penderita
laki-laki biasanya akan dirawat oleh keluarga atau sanak saudara, tetapi penderita
perempuan dikucilkan oleh keluarga.
2. Rendahnya kedudukan perempuan dalarn keluarga mengakibatkan kurangnya gizi,
beban yang lebih berat dalam mengurus rumah tangga dan istirahat yang kurang
menyebabkan lemahnya kondisi tubuh serta bertambah beratnva penyakit TB yang
diderita.
3. Ibu yang menderita TB akan meningkatkan resiko penularan yang lebih besar
terhadap anggota keluarga yang lain terutama anak.

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Sub Program Pemberantasan Malaria
Kesenjangan Gender c. Kontrol
a. Akses: 1) Keputusan penggunaan keuangan ada di tangan
Akses perempuan terhadap pelayanan kesehatan laki-laki
masih rendah dibandingkan dengan laki-laki 2) Keputusan untuk mendapat pelayanan kesehatan
b. Partisipasi ada di tangan laki – laki
1) Penyuluhan masih didominasi oleh laki-laki
2) Perawatan kesehatan di keluarga dan d. Manfaat
masyarakat menjadi tanggung jawab perempuan  Manfaat pelayanan kesehatan dan informasi
3) Kepedulian laki-laki/masyarakat terhadap sangat kurang dirasakan oleh perempuan
kesehatan perempuan/ibu hamil sangat kurang

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Sub Program Pemberantasan Malaria

 ISU GENDER

1. Kesadaran tentang peran/dampak penyakit malaria antara perempuan dan laki - laki masih rendah

2. Daerah endemis malaria pada umumnya berada di daerah terpencil dengan keadaan sosial ekonomi
yang rendah sehingga akses terhadap pelayanan kesehatan sangat sulit, terutama untuk perempuan

3. Pembakuan peran laki-laki di luar rumah dan pendidikan laki-laki yang lebih tinggi daripada
perempuan membuat perempuan tidak mempunyai kesempatan untuk mendapatkan informasi tentang
malaria dalam kaitannya dengan lingkungan di luar rumah; peran perempuan adalah mengurus rumah
tangga (gizi, kesehatan, kebersihan, dan lain-lain)

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


1. Akibat masalah ekonomi kesehatan perempuan dikesampingkan
2. Hak dalam keputusan penggunaan uang untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan ada di tangan laki-laki sehingga perempuan sukar/tidak
mendapatkan pelayanan kesehatan
3. Pembakuan peran perempuan di rumah dan laki-laki sebagai pencari
nafkah menempatkan laki-laki lebih diutamakan dalam pelayanan
kesehatan

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Sub Program Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyakit
Menular Seksual (PMS)
 Kesenjangan Gender
a. Akses:

1. Para pelaksana program di lapangan belum peka gender

2. Survey dan surveilans umumnya dilakukan pada kelompok berperilaku resiko tinggi pada perempuan serta
laki-laki.

3. Kurangnya akses informasi pada masyarakat, terutama laki-laki tentang pentingnya pencegahan HIV/AIDS
dengan penggunaan kondom

4. Perempuan tidak dapat menolak atau mengambil keputusan untuk melindungi diri atau orang lain.

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


b. Partisipasi
1. Kurangnya partisipasi laki-laki dalam penggunaan kondom untuk pencegahan HIV
karena kurangnya wawasan yang benar tentang HIV dan pencegahannya
2. Peran laki-laki masih kurang dalam upaya pencegahan HIV, sehingga ada
kemungkinan berakibat penularan kepada pasangannya dan selanjutnya kepada anak
yang akan dilahirkan
3. Ada anggapan atau kecenderungan bahwa perempuan adalah penyebab penularan
HIV/AIDS (resiko tinggi) melalui WPS (wanita pekerja seks)

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Sub Program Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyakit
Menular Seksual (PMS)

c. Kontrol
1) Perempuan tidak mempunyai kemampuan/hak untuk mencegah penularan IMS
- HIV.
2) Perempuan tidak ikut dalam pencegahan IMS - HIV.
3) Dampak dari penggunaan napza teman kelompok napza suntik.

d. Manfaat
1) Penyediaan kondom ada, tetapi jarang atau tidak bermanfaat/digunakan

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Sub Program Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyakit Menular
Seksual (PMS)

 ISU GENDER
1. Laki-laki tidak dianggap dapat menularkan IMS – HIV
2. Perempuan baik-baik sering dianggap tidak akan tertular IMS - HIV (diskriminasi)
3. Ibu rumah tangga belum terdeteksi HIV
4. Laki - laki dan perempuan yang berperilaku resiko tinggi sangat rendah kemauan dan
tanggung jawabnya untuk mencegah penyebaran IMS-HIV.

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Program Perbaikan Gizi Masyarakat
• Isu Pokok :
Penyediaan makanan yang bergizi lebih diutamakan kepada bapak dan anak laki-laki
daripada ibu dan anak perempuan

• Kebijakan Program :
Penyusunan kebijakan program kesehatan yang telah dilakukan pada umumnya
bersifat netral gender dengan asumsi penanggulangan masalah kesehatan harus
berdampak sama baik untuk perempuan maupun laki-laki. Program kesehatan perlu
dilakukan secara adekuat sesuai dengan permasalahan yang dihadapi berdasarkan
spesifik gender. Dengan demikian data yang dikumpulkan harus dipisahkan antara
laki-laki dan perempuan, menurut kelompok umur, dan tingkat sosial ekonomi

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Program Perbaikan Gizi Masyarakat bertujuan untuk meningkatkan
intelektualitas dan produktivitas SDM melalui:
a. Peningkatan kemandirian keluarga dalam upaya perbaikan status
gizi
b. Peningkatan pelayanan gizi untuk mencapai keadaan gizi yang baik
dengan menurunkan prevalensi gizi kurang dan gizi lebih
c. Peningkatan penganekaragaman konsumsi pangan bermutu untuk
memantapkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga.

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Program Perbaikan Gizi Masyarakat
 Kesenjangan Gender
• Pendidikan merupakan akar masalah terjadinya kesenjangan gender dalam perbaikan
gizi.
• Rendahnya pendidikan akan berdampak pada berbagai masalah kesehatan dan gizi.
• Lebih rendahnya pendidikan perempuan dari laki-laki akan mengurangi kesempatan
perempuan dalam mendapat penghasilan, berpengaruh pada pola asuh, dan tingginya
ketergantungan pada laki-laki atau rendahnya kemandirian perempuan untuk
rnengambil keputusan.

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


a. Akses
1. Pendidikan diprioritaskan pada laki-laki, sementara akses informasi
tentang gizi/ penyuluhan gizi masih diprioritaskan pada perempuan
2. Informasi tentang gizi dan pola pengasuhan anak tidak mudah
diperoleh untuk laki-laki, sehingga pengetahuan serta tanggung jawab
gizi keluarga tidak seimbang antara perempuan dan laki-laki
3. Kesempatan kerja laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, sehingga
pendapatan keluarga sangat tergantung pada laki-laki
4. Akses dan pelayanan gizi masih memprioritaskan perempuan. Laki-
laki kurang memperoleh akses terhadap informasi perencanaan
makanan di rumah tangga.

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Program Perbaikan Gizi Masyarakat
 Kesenjangan Gender
b. Partisipasi
1. Laki-laki kurang peduli/kurang berperan aktif dalam: (a) Ketersediaan/pengadaan pangan di rumah tangga. (b)
Pola pengasuhan anak dalam keluarga
2. Partisipasi perempuan masih lebih dominan daripada laki-laki, baik dalam hal tenaga (tenaga gizi, kader, PKK),
maupun pemanfaatan pelayanan gizi (misalnya Posyandu)

c. Kontrol
1. Keputusan ketersediaan/pengadaan pangan di rumah tangga sangat tergantung pada laki-laki, sementara peran
domestik rumah tangga didominasi oleh perempuan, sehingga sering terjadi ketidakseimbangan dalam
mencapai kemandirian perbaikan gizi keluarga
2. Pelayanan/intervensi gizi lebih dikondisikan pada perempuan/ ibu dan balitanya
3. Perencanaan dan penyediaan makanan di rumah tangga sebagian besar oleh perempuan, yang seharusnya
dilakukan bersama-sama (laki-laki dan perempuan) agar ada keseimbangan tentang pentingnya
penganekaragaman konsumsi di rumah tangga.

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Program Perbaikan Gizi Masyarakat

 Kesenjangan Gender
d. Manfaat
1. Kemandirian perbaikan gizi keluarga sulit tercapai, jika: (a) Tingkat pendidikan
perempuan masih rendah. (b) Pola pengasuhan anak sepenuhnya dilakukan oleh
perempuan. (c) Laki-laki masih kurang merasakan manfaat program perbaikan
gizi keluarga
2. Laki-laki kurang terpapar dengan manfaat dari kegiatan pelayanan gizi
3. Beban perempuan dalam penganekaragaman makanan di keluarga menjadi ringan
jika ada partisipasi laki-laki (kepala rumah tangga).

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Program Perbaikan Gizi Masyarakat
 Isu Gender

a. Selain dampak dari rendahnya tingkat pendidikan, banyak hal lain yang belum terungkap
(belum memiliki data/informasi) tentang kesenjangan gender

b. Antara lain tekanan budaya yang menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan gender,


mengingat budaya dan variasi di Indonesia sangat berbeda antar kabupaten

c. Masalah kekerasan kaum perempuan yang berakibat pada tingginya angka kesakitan dan
kematian. Masih belum diketahui apakah tingginya angka kematian ibu ada pengaruhnya dari
tidak bisanya ibu menolak untuk tidak menambah jumlah anak yang dilahirkan

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


a. Masalah lain tentang tidak seimbangnya perlakuan atau akses perempuan pelayanan
kesehatan:
1. Peran laki-laki dalam kemandirian perbaikan gizi keluarga lebih rendah dibanding perempuan
2. Rendahnya tingkat pendidikan perempuan
3. Kurangnya kesempatan perempuan dalam mendapatkan penghasilan
4. Laki-laki belum secara serius menjadi target intervensi gizi
5. Akses pelayanan gizi selalu lebih memprioritaskan perempuan daripada laki-laki
6. Laki-laki tidak/kurang berkontribusi dalam perencanaan dan penyediaan makanan dalam
keluarga.

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Program Perbaikan Gizi Masyarakat
 Indikator Keberhasilan Pembangunan a. Cakupan pemberian ASI eksklusif (0 - 6 bulan)
meningkat
a. Jumlah keluarga mandiri sadar gizi meningkat
b. Cakupan pemberian MP-ASI pada bayi mulai usia 6
b. Membaiknya keadaan gizi: (1) Prevalensi gizi kurang bulan, meningkat
pada balita menurun menjadi 22%. (2)Prevalensi BBLR
menurun menjadi 11%. (3) Prevalensi BB terhadap TB c. Meningkatnya jumlah tenaga gizi yang terlatih
kurang dari normal pada anak sekolah menurun menjadi
30%. (4) Prevalensi KEK pada WUS menurun menjadi d. Tersedianya data gizi yang terpilah menurut jenis kelamin
20%
e. Meningkatnya jumlah institusi yang menyelenggarakan
c. Prevalensi Gondok pada anak sekolah menurun menjadi pelayanan gizi sesuai standar dan regulasi
6,5% dan jumlah rumah tangga yang mengkonsumsi
garam yodium secara adekuat (> 30 ppm) meningkat f. Terlaksananya perbaikan gizi darurat
menjadi 70%

d. Cakupan pemberian sirup dan tablet besi meningkat serta


prevalensi AGB pada ibu hamil menurun menjadi 45%

e. Cakupan kapsul Vitamin A pada balita perempuan dan


laki-laki meningkat serta prevalensi KVA pada balita dan
ibu hamil menurun

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Program Kebijakan dan Manajemen Pembangunan
Kesehatan

 Sub Program Sistem Informasi Kesehatan


 Sistem Informasi Kesehatan (SIK) dikembangkan terutama untuk mendukung manajemen kesehatan.
Dalam rangka desentralisasi, upaya pencapaian visi Indonesia Sehat ditentukan oleh upaya pencapaian
Kecamatan Sehat, Kabupaten/Kota Sehat dan Propinsi Sehat

 ►Kesenjangan Gender
 Pada umumnya laki-laki mendapat akses lebih baik tentang kebijakan informasi daripada perempuan. Data
yang dikumpulkan pada umumnya belum terpilah menurut jenis kelamin. Data yang sudah terpilah laki-laki
dan perempuan untuk jangka pendek didapat dari pokja-pokja seperti Pokja Gerdunas TB, Gebrak Malaria
atau HIV/AIDS.

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Program Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan
Sub Program Sistem Informasi Kesehatan
 Isu Gender
a. Para penanggungjawab program belum terpapar dengan isu gender sehingga menjadi halangan dalam pengelolaan data
dan informasi dalam semua tingkat administrasi
b. Pada tingkat Puskesmas yang merupakan ujung tombak pengumpulan data sebenarnya data yang dikumpulkan sudah
berdasarkan jenis kelamin. Namun pada saat dikompilasi di tingkat kabupaten data tersebut disatukan dan tidak terpilah
menurut jenis kelamin, sehingga pada waktu dikirim ke propinsi data sudah tidak terpilah antara laki-laki dan
perempuan

 ► Indikator
a. Tersusunnya pedoman pengelolaan data yang terpilah berdasarkan jenis kelamin sebagai acuan bagi para pengelola data
di semua tingkat administrasi
b. Tersusunnya revisi pedoman penyusunan profil kesehatan propinsi dan kabupaten/kota menjadi terpilah berdasarkan
jenis kelamin

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


Program Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan
Sub Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
 Sub Program Sistem Informasi Kesehatan
 Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dilakukan, dan dikoordinasi oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (Badan Litbangkes) yang terkait dengan program termasuk yang terkait dengan
gender, walaupun pada pelaksanaannya dapat dilakukan oleh instansi lain

• Kesenjangan Gender
 Penelitian dan pengembangan kesehatan yang terkait dengan program dan gender telah banyak dilakukan
antara lingkungan sehat serta upaya kesehatan
• Isu Gender
 Para pelaksana penelitian dan pengembangan kesehatan belum secara jelas terpapar dengan isu gender,
namun selama ini gender sudah merupakan subyek dan obyek penelitian.
• Indikator
a. Jumlah tenaga peneliti tentang program-program yang responsif gender meningkat
b. Jumlah penelitian tentang program-program yang responsive gender meningkat

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA


TERIMA KASIH

Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, UHAMKA

Anda mungkin juga menyukai