PEMBANGUNAN
KESEHATAN
TIM MK GENDER DAN KESEHATAN 2021
• Masalah gender dalam bidang kesehatan tidak hanya menjadi tanggung jawab sektor
kesehatan, karena masalah ini terkait dengan sektor-sektor lainnya, seperti sosial ekonomi,
budaya, politik, pendidikan, pertanian dan sebagainya.
• Menurut WHO, masalah ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender dalam sektor kesehatan
dapat dijumpai pada banyak kebijakan dan program pembangunan kesehatan. Namun, hal
ini oleh banyak penentu kebijakan, perencanaan program dan penyedia pelayanan (health
provider) tidak dianggap/dikenali sebagai masalah yang serius.
• Komitmen Indonesia tentang kesetaraan dan keadilan gender dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)
1999 telah dijabarkan dalam Program Pembangunan Nasional lima tahun (Propenas 2000-2004) dan ditetapkan
sebagai Undang-undang No. 25 tahun 2000. UU No. 25/2000 tentang Propenas 2000 - 2004 tersebut
mengamanatkan tentang pentingnya pelaksanaan strategi pengarusutamaan gender dijabarkan dalarn
pembangunan. Amanat tersebut selanjutnya dituangkan ke dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional
• Ternyata Dengan Kebijakan Dan Program Yang Bersifat "Netral Gender Atau Buta Gender" Ini, Sering Dijumpai
Adanya Kesenjangan Dalam Pelaksanaan Serta Dampak Yang Terjadi Pada Penduduk Laki-laki Dan Perempuan
Setiap Penentu Kebijakan Dan Pelaksana Program Pembangunan Mulai Dari Perencanaan, Pelaksanaan,
Pemantauan Dan Evaluasi Diharapkan Dapat Menerapkan Pengarusutamaan Gender (Pug) Dengan Memasukkan
Wawasan Gender Sesuai Bidang Tugas Dan Fungsi Kewenangan Masing – Masing Instruksi Presiden Nomor 9
Tahun 2000 Tentang Pengarus utamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional Bahwa Seluruh Departemen
Maupun Lembaga Pemerintah Non-departemen Di Pemerintah Pusat, Propinsi, Maupun Kabupaten/Kota
Harus Melakukan Pengarusutamaan Gender Dalam Perencanaan, Pelaksanaan, Pemantauan Dan Evaluasi
Pada Kebijakan Dan Program Pembangunan.
• Tujuan utama pengarusutamaan gender adalah tercapainya kesetaraan dan keadilan gender
yang dapat dilaksanakan antara lain melalui pemberdayaan perempuan dalam seluruh bidang
pembangunan dengan melibatkan institusi pemerintah dan organisasi masyarakat, dan
menumbuhkan kesadaran kesetaraan bagi kaum laki-laki
b. Partisipasi:
1) Peran domestik dan peran ekonomi perempuan cenderung semakin tinggi dalam penyehatan rumah serta lingkungannya, namun
upaya perlindungan kesehatan secara umum dan kesehamn reproduksi masih kurang
2) Perempuan masih kurang dilibatkan dalam menentukan kebijakan baik dalam peran domestik maupun ekonomi, antara lain dalam
musyawarah desa untuk perencanaan air bersih
3) Partisipasi laki-laki dalam penyuluhan kesehatan lingkungan masih kurang.
c. Kontrol
1) Pengambilan keputusan di tingkat keluarga dalam urusan memperbaiki rumah dan lingkungannya, termasuk air bersih masih
didominasi laki - laki
2) Posisi perempuan untuk mendapatkan hak perlindungan kesehatan secara umum maupun kesehatan reproduksi masih lemah
3) Perempuan kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk perencanaan program kesehatan lingkungan di semua jenjang
administrasi
4) Petugas kesehatan lingkungan 60-80% laki-laki, yang kurang memahami jumlah dan beban kerja perempuan
d. Manfaat
1) Perempuan kurang mendapatkan manfaat dari penyuluhan/informasi tentang
penyehatan lingkungan dan air bersih
2) Tersedianya air bersih sangat memberikan manfaat pada keluarga, khususnya
perempuan, karena beban kerja perempuan menjadi sangat berkurang
3) Perempuan belum merasakan manfaat perlindungan kesehatan dan kesehatan
reproduksi untuk meningkatkan produktivitas kerja.
ISU GENDER
a. Stereotip: Urusan air, sanitasi dan kebersihan rumah di rumah tangga adalah pekerjaan
domestik identik pekerjaan peretnpuan. Perempuan lebih lama berada/berperan di
rumah, sehingga lebih mudah mendapatkan resiko oleh dampak Iingkungan rumah
yang kurang sehat.
b. Subordinasi: Perempuan kurang diikutsertakan dalam musyawarah desa untuk
merencanakan pembangunan lingkungan sehat termasuk air bersih dan sanitasi.
c. Marjinalisasi: Rendahnya pendidikan perempuan di desa dan kurangnya akses terhadap
penyuluhan lingkungan sehat termasuk air bersih serta sanitasi
ISU GENDER
d. Pembebanan :
1. Beban kerja perempuan dalam rnengangkut air dari sumbernya ke rumah di daerah sulit air sangat berat maupun
pemeliharaan rumah dan lingkungannya, akibatnya akan mengganggu kesehatan, gizi, istirahat serta reproduksi
perempuan. Maka dengan adanya air bersih di dekat rumah sangat mengurangi beban perempuan
2. Peran perempuan dalam meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat sangat besar di keluarga serta
masyarakat, namun tidak diimbangi dengan tingkat pendidikan yang mernadai dan akses pada penyuluhan
kesehatan lingkungan yang cukup
3. Peran perempuan di sektor produksi pertanian, industri dan perdagangan cenderung meningkat, namun belum
ada perlindungan dan hak cuti yang memadai untuk kesehatan serta kesehatan reproduksi
4. Peran perempuan di sektor informal lebih besar daripada laki-laki, namun tidak mendapat kemudahan untuk
mendapatkan fasilitas perlindungan, keamanan, keselamatan dan kesehatan (K3) sehingga berakibat menjadi
kelompok resiko tinggi
5. Pandangan stereotip di kalangan tenaga kesehatan laki-laki pada umumnya kurang menyadari kemampuan
perempuan atau kegiatan perempuan dalam peran domestik dan peran produktif
Kesenjangan Gender
a. Akses:
1) Pasangan Usia Subur (PUS) terutama perempuan yang tidak menginginkan anak, tidak
mendapatkan pelayanan KB yang memadai (unmet need 9%, SDKI 97)
2) Jumlah ibu hamil yang belum memanfaatkan tenaga kesehatan untuk menolong persalinannya
masih besar (akses persalinan oleh tenaga kesehatan rendah)
3) Akses informasi yang akurat untuk keluarga, terutama laki-laki, masih kurang, antara lain tentang:
(a) metode kontrasepsi ; (b) penyakit yang mengancam ibu hamil ;(c) tanda bahaya saat kehamilan,
persalinan dan nifas ; (d) hak perempuan untuk mengendalikan kesehatan reproduksi
c. Kontrol
1) Pengambil keputusan di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kota masih belum
mempertimbangkan isu gender dalam penyusunan kebijakan serta Program.
2) Lemahnya wewenang perempuan dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan
kesehatannya (marginal)
3) Rendahnya kesadaran/kepedulian tentang kesehatan dan keselamatan ibu serta bayi
baru lahir
d. Manfaat
1) perempuan kurang mendapatkan manfaat dari pelayanan kesehatan yang telah
tersedia
2) Perempuan tidak dapat memanfaatkan hak-hak reproduksinya
ISU GENDER
1. Para penanggungjawab program di lapangan belum terpapar rencana strategis MPS yang sensitif
gender
2. Masih terdapat ketidaksetaraan gender di tingkat individu dan keluarga:
a. Kehamilan merupakan urusan perempuan ;
b. Rendahnya peran suami dalam mendukung isteri untuk mendapatkan Pelayanan kesehatan ibu.
c. Rendahnya pengetahuan ibu tentang tanda bahaya saat kehamilan, persalinan dan nifas.
d. Rendahnya peran ibu dalam mengambil keputusan bagi kesehatan dan keselamatan dirinya
(pemilihan metode kontrasepsi, jumlah persalinan oleh dukun masih tinggi).
d. Masalah kesehatan perempuan masih dianggap kurang penting
3. Peserta KB sebagian besar adalah perempuan
4. Laki - laki menganggap KB urusan perempuan
b. Partisipasi
1) Suami/keluarga/masyarakat kurang peduli terhadap kesehatan ibu/ perempuan.
2) Partisipasi perempuan kurang karena kurang mampu dalam menyerap dan meneruskan informasi kesehatan kepada
suami.
d. Manfaat
Pelayanan untuk penderila TB kurang/tidak dimanfaatkan secara
optimal oleh perempuan, termasuk ibu hamil dan ibu menyusui
ISU GENDER
1. Kesadaran tentang peran/dampak penyakit malaria antara perempuan dan laki - laki masih rendah
2. Daerah endemis malaria pada umumnya berada di daerah terpencil dengan keadaan sosial ekonomi
yang rendah sehingga akses terhadap pelayanan kesehatan sangat sulit, terutama untuk perempuan
3. Pembakuan peran laki-laki di luar rumah dan pendidikan laki-laki yang lebih tinggi daripada
perempuan membuat perempuan tidak mempunyai kesempatan untuk mendapatkan informasi tentang
malaria dalam kaitannya dengan lingkungan di luar rumah; peran perempuan adalah mengurus rumah
tangga (gizi, kesehatan, kebersihan, dan lain-lain)
2. Survey dan surveilans umumnya dilakukan pada kelompok berperilaku resiko tinggi pada perempuan serta
laki-laki.
3. Kurangnya akses informasi pada masyarakat, terutama laki-laki tentang pentingnya pencegahan HIV/AIDS
dengan penggunaan kondom
4. Perempuan tidak dapat menolak atau mengambil keputusan untuk melindungi diri atau orang lain.
c. Kontrol
1) Perempuan tidak mempunyai kemampuan/hak untuk mencegah penularan IMS
- HIV.
2) Perempuan tidak ikut dalam pencegahan IMS - HIV.
3) Dampak dari penggunaan napza teman kelompok napza suntik.
d. Manfaat
1) Penyediaan kondom ada, tetapi jarang atau tidak bermanfaat/digunakan
ISU GENDER
1. Laki-laki tidak dianggap dapat menularkan IMS – HIV
2. Perempuan baik-baik sering dianggap tidak akan tertular IMS - HIV (diskriminasi)
3. Ibu rumah tangga belum terdeteksi HIV
4. Laki - laki dan perempuan yang berperilaku resiko tinggi sangat rendah kemauan dan
tanggung jawabnya untuk mencegah penyebaran IMS-HIV.
• Kebijakan Program :
Penyusunan kebijakan program kesehatan yang telah dilakukan pada umumnya
bersifat netral gender dengan asumsi penanggulangan masalah kesehatan harus
berdampak sama baik untuk perempuan maupun laki-laki. Program kesehatan perlu
dilakukan secara adekuat sesuai dengan permasalahan yang dihadapi berdasarkan
spesifik gender. Dengan demikian data yang dikumpulkan harus dipisahkan antara
laki-laki dan perempuan, menurut kelompok umur, dan tingkat sosial ekonomi
c. Kontrol
1. Keputusan ketersediaan/pengadaan pangan di rumah tangga sangat tergantung pada laki-laki, sementara peran
domestik rumah tangga didominasi oleh perempuan, sehingga sering terjadi ketidakseimbangan dalam
mencapai kemandirian perbaikan gizi keluarga
2. Pelayanan/intervensi gizi lebih dikondisikan pada perempuan/ ibu dan balitanya
3. Perencanaan dan penyediaan makanan di rumah tangga sebagian besar oleh perempuan, yang seharusnya
dilakukan bersama-sama (laki-laki dan perempuan) agar ada keseimbangan tentang pentingnya
penganekaragaman konsumsi di rumah tangga.
Kesenjangan Gender
d. Manfaat
1. Kemandirian perbaikan gizi keluarga sulit tercapai, jika: (a) Tingkat pendidikan
perempuan masih rendah. (b) Pola pengasuhan anak sepenuhnya dilakukan oleh
perempuan. (c) Laki-laki masih kurang merasakan manfaat program perbaikan
gizi keluarga
2. Laki-laki kurang terpapar dengan manfaat dari kegiatan pelayanan gizi
3. Beban perempuan dalam penganekaragaman makanan di keluarga menjadi ringan
jika ada partisipasi laki-laki (kepala rumah tangga).
a. Selain dampak dari rendahnya tingkat pendidikan, banyak hal lain yang belum terungkap
(belum memiliki data/informasi) tentang kesenjangan gender
c. Masalah kekerasan kaum perempuan yang berakibat pada tingginya angka kesakitan dan
kematian. Masih belum diketahui apakah tingginya angka kematian ibu ada pengaruhnya dari
tidak bisanya ibu menolak untuk tidak menambah jumlah anak yang dilahirkan
►Kesenjangan Gender
Pada umumnya laki-laki mendapat akses lebih baik tentang kebijakan informasi daripada perempuan. Data
yang dikumpulkan pada umumnya belum terpilah menurut jenis kelamin. Data yang sudah terpilah laki-laki
dan perempuan untuk jangka pendek didapat dari pokja-pokja seperti Pokja Gerdunas TB, Gebrak Malaria
atau HIV/AIDS.
► Indikator
a. Tersusunnya pedoman pengelolaan data yang terpilah berdasarkan jenis kelamin sebagai acuan bagi para pengelola data
di semua tingkat administrasi
b. Tersusunnya revisi pedoman penyusunan profil kesehatan propinsi dan kabupaten/kota menjadi terpilah berdasarkan
jenis kelamin
• Kesenjangan Gender
Penelitian dan pengembangan kesehatan yang terkait dengan program dan gender telah banyak dilakukan
antara lingkungan sehat serta upaya kesehatan
• Isu Gender
Para pelaksana penelitian dan pengembangan kesehatan belum secara jelas terpapar dengan isu gender,
namun selama ini gender sudah merupakan subyek dan obyek penelitian.
• Indikator
a. Jumlah tenaga peneliti tentang program-program yang responsif gender meningkat
b. Jumlah penelitian tentang program-program yang responsive gender meningkat