Anda di halaman 1dari 21

KERANGKA ANALISIS

GENDER DAN KESEHATAN

REPRODUKSI

Dr. dr. Dien Gusta Anggraini Nursal, MKM


Dosen Pengampu
ANGGOTA
KELOMPOK 3
Chi Chi Fitriani 2011212039 Putriani Tambunan 2011211008

Iftitah Fadia Amini 2011211048 Sabilla Hanifa 2011212052

Indah Yovi Permata Putri 2011211039 Sindy Claudia 2011211013

Lidya Mega Ariani 2011213014

Neri Aziza 2011211041


OUTLINE :
1 3 2
Kerangka Analisis
Faktor yang mempengaruhi
Studi Kasus
Perbedaan antara Kesakitan

Gender dan Kesehatan

dan Kematian pada

Reproduksi Perempuan dan Laki-laki

2
Kaitan antar Gender 3
dan Akses
Pelayanan Isu Gender telah dimasukkan

Kesehatan di ke dalam Program dan

Kebijakan Kesehatn di

Beberapa Negara
Tingkat Nasional/Lokal
dan di Indonesia
A. KERANGKA ANALISIS GENDER DAN

KESEHATAN REPRODUKSI
1. Gender
Konsep yang mengacu pada peran dan

tanggung jawab perempuan dan laki-laki

yang terjadi akibat dari dan dapat berubah

oleh konstruksi atau keadaan sosial budaya

masyarakat (WHO, 2010).

2. Analisis Gender

Analisis gender adalah suatu alat untuk menyusun


kebijakan Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

rangka strategi untuk mencapai kesetaraan dan

keadilan gender. PUG dilakukan melalui penyusunan

kebijakan dan program yang memperhatikan

pengalaman, aspirasi, kebutuhan


3. Model Teknis Analisis Gender

a. Model Harvard
Model Harvard ini didasarkan pada pendekatan efisiensi WID
Tujuan kerangka Harvard adalah untuk:
Menunjukkan bahwa ada suatu investasi secara lekonomi yang dilakukan oleh perempuan

maupun laki-laki, secara rasional.


Membantu para perencana merancang proyek yang lebih efisien dan memperbaiki

produktivitas kerja secara menyeluruh.


Mencari informasi yang lebih rinci sebagai dasar untuk mencapai tujuan efisiensi dengan

tingkat keadilan gender yang optimal.


Memetakan pekerjaan lakilaki dan perempuan dalam masyarakat dan melihat faktor

penyebab perbedaa
b. Model Moser
Teknik analisis model Moser atau Kerangka Moser dikembangkan oleh Caroline Moser (Moser

1993) seorang peneliti senior dalam perencanaan gender.


Adapun tujuan dari kerangka pemikiran perencanaan gender dari Moser adalah:
Mempengaruhi kemampuan perempuan untuk berpartisipasi dalam intervensi-intervensi

yang telah direncanakan.


Membantu perencanaan untuk memahami bahwa kebutuhan- kebutuhan perempuan

adalah seringkali berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan laki-laki.


Mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan
Memeriksa dinamika akses dalam berbagai konteks ekonomi dan budaya yang berbeda-

beda.
Memadukan gender kepada semua kegiatan perencanaan dan prosedur.
Membantu pengklarifikasian batasan-batasan politik dan teknik dalam pelaksanaan praktek

perencanaan.
c. Model SWOT

Analisis SWOT adalah analisis kondisi internal maupun eksternal suatu

organisasi yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar untuk

merancang strategi dan program kerja. Analisis internal meliputi peniaian

terhadap faktor kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness).

Sementara, analisis eksternal mencakup faktor peluang (Opportunity) dan

tantangan (ThreathS

d. Model Gender Analysis Pathway atau GAP

Sejak 2012, pemerintah mencanangkan kebijakan dan tindakan

administratif tentang Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender

(PPRG). Instrumen yang digunakan yaitu Alur Analisis Gender (Gender

Analisis Pathway) yaitu kerangka alur kerja perencanaan untuk

mengidentifikasi ketimpangan gender, merencanakan kebijakan serta

merumuskan program untuk mengatasi ketimpangan gende


B. KAITAN ANTARA GENDER DAN AKSES

PELAYANAN KESEHATAN DI BEBERAPA

NEGARA DAN DI INDONESIA


A. Isu Gender dalam bidang kesehatan
Kesenjangan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat antara

perempuan dan laki-laki dalam upaya atau pelayanan kesehatan

secara langsung menyebabkan ketidaksetaraan terhadap status

kesehatan perempuan dan laki-laki, sehingga kesenjangan tersebut

harus menjadi perhatian dalam menyusun kebijakan/program

sehingga kebijakan/program bisa lebih terfokus, efisien dan efektif

dalam mencapai sasaran


B. Kesenjangan Gender Dalam Kesehatan
Anak perempuan dan perempuan mengalami sebagian besar kesenjangan kesehatan. Ini berasal dari
fakta bahwa banyak ideologi dan praktik budaya telah menyusun masyarakat sedemikian rupa sehingga
perempuan lebih rentan terhadap pelecehan dan penganiayaan, membuat mereka lebih rentan terhadap
penyakit dan kematian dini.(huma eroh, 2014)

Untuk mempromosikan kesetaraan dalam akses ke perawatan kesehatan reproduksi, program dan layanan
kesehatan harus melakukan analisis untuk mengidentifikasi ketidaksetaraan gender dan hambatan
kesehatan, dan menentukan implikasi programatik. Analisis tersebut akan membantu menginformasikan
keputusan tentang bagaimana merancang, melaksanakan, dan meningkatkan program kesehatan yang
memenuhi kebutuhan berbeda antara perempuan dan laki-laki.
C. Isu gender terhadap akses secara fisik, psikologis dan sosial terhadap sarana
Pada saat sakit, perempuan tidak dengan serta merta mengakses pelayanan kesehatan karena:

Jam pelayanan (waktu) di sarana pelayanan kesehatan seringkali tidak sesuai dengan kesibukan ibu

rumah tangga.
Dalam keadaan sakit perempuan harus mendapatkan ijin suami untuk berkunjung ke sarana pelayanan

kesehatan.
Perempuan dengan penyakit IMS cenderung tidak ke sarana kesehatan karena takut dengan stigma

sosial yang ‘miring’ atau negatif tentang perempuan penderita Penyakit Menular Seksual.
Terbatasnya akses terhadap biaya, jarak/transportasi, informasi dan teknologi memperburuk

ketidakadilan gender.
D. Perbandingan norma gender dengan Negara Lain

Amerika Serikat
Wanita hidup lebih lama dari pria di 176 negara. Data dari 38 negara menunjukkan perempuan
memiliki kehidupan yang lebih baik daripada laki-laki selama bertahun-tahun baik saat lahir
maupun pada usia 50. Laki-laki lebih mungkin meninggal dari 13 dari 15 penyebab utama kematian
di AS Namun, perempuan lebih mungkin meninggal. menderita penyakit daripada laki-laki dan
kehilangan pekerjaan karena sakit sepanjang hidup. Ini disebut paradoks mortalitas-morbiditas,
atau paradoks Health survival.

Swedia
Berdasarkan survey the best country in the world to live in for woman dari US News & World Report
pada tahun 2017, Swedia menempati posisi puncak. Faktor penilaiannya melingkupi 5 aspek, yaitu:
cares about human rights, gender equality, income equality, safe dan progressive.
Afrika

Di wilayah tertentu Afrika , banyak wanita seringkali kekurangan akses ke pengobatan malaria serta

akses ke sumber daya yang dapat melindungi mereka dari nyamuk Anopheles selama kehamilan .

Akibatnya, ibu hamil yang tinggal di daerah dengan tingkat penularan malaria rendah masih

memiliki risiko dua sampai tiga kali lebih tinggi daripada laki-laki dalam hal tertular penyakit malaria

berat.
Kesenjangan dalam akses ke perawatan kesehatan ini sering diperparah oleh norma budaya dan

ekspektasi yang dikenakan pada wanita. Misalnya, masyarakat tertentu melarang perempuan

meninggalkan rumah tanpa ditemani kerabat laki-laki, sehingga mempersulit perempuan untuk

menerima layanan kesehatan dan sumber daya saat mereka sangat membutuhkannya
C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERBEDAAN ANGKA KESAKITAN DAN

KEMATIAN PADA PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI


Terdapat beberapa faktor fisiologis yang

menyebabkan perempuan lebih panjang

umur daripada laki-laki yaitu :

a. Kemampuan menghadapi stress


b. Kematian akibat penyakit kardiovaskuler
c. Alasan biologis lainnya
d. Lingkungan
D. ISU GENDER TELAH DIMASUKKAN KE DALAM

PROGRAM DAN KEBIJAKAN KESEHATAN DI

TINGKAT NASIONAL/LOKAL KHSUSNYA YANG

BERKAITAN DENGAN KESEHATAN REPRODUKSI

Kesetaraan gender merupakan permasalahan global terkait perempuan yang

belum terselesaikan. Namun, pemerintah telah berupaya dengan cara

memasukkan isu perempuan dan anak secara spesifik pada salah satu indikator

dari pembangunan berkelanjutan yang bagian dari indikator SDG’s kelima dengan

sasaran menghilangkan praktek berbahaya seperti pernikahan dini, pernikahan

paksa, serta sunat perempuan atau Female Genitalia Mutilation (FGM).


Upaya untuk mengatasi, memberantas ataupun menolak praktik FGM

membutuhkan respon multi-sektoral. Pemerintah dan mitra

pembangunan perlu mendorong partisipasi perempuan dalam

pendidikan dan menargetkan kampanye sensitisasi terhadap FGM

terhadap perempuan. Praktik FGM dapat dikaitkan dengan tingkat

pendidikan serta pemberlakuan dan implementasi undang-undang dan

kebijakan

Berikut pandangan FGM dari beberapa sisi :

Praktik Sunat Perempuan Atas Dasar Anjuran Agama


Sunat perempuan merupakan anjuran agama, dimana dalam Islam sunat perempuan

disunnahkan. Sedangkan menurut ajaran agama Kristen dan Katolik, tidak mengenal

sunat perempuan, sunat hanya dilakukan pada lakilaki. Pelaksanaan sunat perempuan

tidak dikaitkan dengan kesetaraan gender, tetapi pelaksanaannya didasarkan pada

tuntutan kebiasaan atau budaya setempat dan tuntunan agama Islam. Sedangkan
hukum pelaksaaan sunat perempuan menurut tuntutan Islam masih belum jelas antara

wajib atau sunah.


Praktik Sunat Perempuan Sebagai Tradisi
Sunat perempuan dianggap sebagai sebuah

tradisi untuk membersihkan seorang


Sunat Perempuan dalam Perspektif Kesehatan

perempuan dengan cara menghilangkan


Reproduksi
bagian tubuh yang dianggap tidak bersih.
Implikasi Praktik Sunat Perempuan bagi Kesehatan

Sunat perempuan merupakan praktek budaya


dipandang tidak memiliki manfaat. Tidak dilakukan

turun temurun dari nenek moyang dan budaya


sunat pada perempuan bukan suatu masalah, karena

tersebut sangat melekat berkaitan erat dengan


bisa meminimalkan risiko. Namun karena

agama Islam. Sunat merupakan praktik yang


pertimbangan banyaknya permintaan atau tuntutan

dilakukan oleh masyarakat karena alasan


dari masyarakat yang menghendaki dilakukannya

agama maupun sosial buday sunat pada anak perempuan, akhirnya petugas

kesehatan tetap memberikan pelayanan sunat.

Menurut tradisi masyarakat Banten sunat perempuan

dilakukan oleh bidan selain oleh dukun. Bidan

melakukan sunat perempuan diyakini untuk

memenuhi tuntutan masyarakat untuk melaksanakan

tradisi nenek moyang. Praktik sunat perempuan di

Indonesia pernah diatur dalam Permenkes No.

1636/2010 (Menkes RI, 2010)


Implementasi Permenkes RI Nomor 6 Tahun 2014

Regulasi terait implementasi Permenkes RI nomor 6

tahun 2014 tentang pencabutan praktik sunat

perempuan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan

dianggap tepat dan penting disosialisasikan kepada

masyarakat, agar masyarakat tidak hanya mengikuti

kebiasaan adat yang turun menurun dan dapat

menghilangkan praktik sunat secara perlahan.

Meskipun demikian, masyarakat Sumbawa sebagian

besar masih menjalankan tradisi sunat perempuan

meskipun menurut regulasi kesehatan sunat

perempuan tidak dianjurkan.


E. STUDI KASUS “KEKERASAN

DALAM RUMAH TANGGA DI KOTA

MAKASSAR
Salah satu kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang terjadi di kota Makassar yakni seorang istri berinisial AI (20)

melaporkan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ke Kepolisian Resort Kota Besar (Polrestabes) Makassar pada tanggal

20 Maret 2017. Kasus KDRT dilakukan oleh suami korban berinisial AW (22). Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang

terjadi pada korban AI berupa kekerasan fisik yang berulang-ulang dilakukan oleh pelaku (AW) yang merupakan suami korban.
Dari data laporan kasus kekerasan dalam rumah tangga di kota Makassar, ada perbedaan data laporan kasus kekerasan dalam

rumah tangga yang diperoleh dari Kepolisian Resort Kota Besar (Polrestabes) Makassar dengan Pos Pelayanan Terpadu

Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Makassar. Di mana, data laporan kasus kekerasan dalam rumah tangga

(KDRT) di P2TP2A mengalami peningkatan laporan. Data laporan yang diperoleh dari P2TP2A merupakan kumpulan data dari

berbagai sumber seperti Polres serta Polsek yang ada di kota Makassar dan beberapa LSM yang peduli akan nasib perempuan dan

anak seperti LBH APIK Makassar, LPA – Sul Sel, YKPM (FIK Ornop Sul Sel), serta FPMP. Sedangkan dalam pelaporan kasus kekerasan

dalam rumah tangga (KDRT) di kepolisian, khususnya di Polrestabes Makassar, kasus yang dilaporkan mengalami penurunan dari

tahun 2014-2016. Fakta ini dapat terlihat dari data laporan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di wilayah hukum Kepolisian

Resort Kota Besar Makassar dua tahun terakhir yakni pada tahun 2014 tercatat sebanyak 140 kasus, kemudian terjadi penurunan

laporan pada tahun 2015 sebanyak 71 kasus, dan selanjutnya pada tahun 2016 terjadi penurunan menjadi 45 kasus. (Sumber:

Kepolisian Resort Kota Besar Makassar Mei


Penyebab Kasus

Adapun penyebab menurunnya laporan kasus kekerasan dalam rumah

tangga (KDRT) di Polrestabes Makassar disebabkan oleh faktor hukum

atau undang-undang, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas,

dan faktor masyarakat. Kemudian, faktor penyebab seseorang melakukan

tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di kota Makassar yakni

faktor ekonomi dan faktor perilaku. Faktor ekonomi merupakan faktor

penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang paling

banyak dilaporkan di Polrestabes Makassa


Penyelesaian/Solusi Kasus

Penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang

dilakukan pihak kepolisian dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui jalur

hukum dan mediasi. Jalur hukum ditempuh jika korban mengalami tindak

kekerasan yang sangat parah dan berdampak buruk bagi korban, serta

korban yang tetap bersikukuh ingin memperkarakan pelaku, maka pihak

kepolisian akan membantu menyelesaikan kasusnya melalui jalur hukum.

Pihak kepolisian dalam melakukan mediasi (penyelesaian secara

kekeluargaan) saat penyidikan untuk mendamaikan korban dan pelaku

bisa menjadi salah satu alasan bagi korban untuk mencabut pengaduan

kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialaminya


THANK
YOU

SEE U
NEXT

PERSENTATION

Anda mungkin juga menyukai