Anda di halaman 1dari 78

LAPORAN

PRAKTIKUM KESEHATAN MASYARAKAT


DI SEKSI KESEHATAN KELUARGA DAN GIZI
MASYARAKAT
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MUSI RAWAS
PROVINSI SUMATERA SELATAN

OLEH

NAMA : NATASHA BELINDRA ZARMAS


NIM : 10011181620124

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

i
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019

LAPORAN
PRAKTIKUM KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PENCEGAHAN STUNTING PADA ANAK
DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN
KABUPATEN MUSI RAWAS

Laporan ini dibuat sebagai syarat


telah menyelesaikan Praktikum Kesehatan Masyarakat
Peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

OLEH

NAMA : NATASHA BELINDRA ZARMAS


NIM : 10011181620124

ii
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktikum Kesehatan Masyarakat


Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya
di Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan
dari tanggal 1 Juli 2019 sampai tanggal 30 Juli 2019,
telah disahkan pada tanggal 30 Juli 2019.

Muara Beliti, 30 Juli 2019


Mengetahui,
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Kepala Dinas Kesehatan
Universitas Sriwijaya Kabupaten Musi Rawas

Iwan Stia Budi, S.K.M., M.Kes drg. Hj. Mipta Hulummi, M.Kes
NIP. 197712062003121003 NIP. 196008101985112001

iii
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Praktikum Kesehatan Masyarakat


Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya
di Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan
dari tanggal 1 Juli 2019 sampai tanggal 30 Juli 2019, telah
dipresentasikan, diperiksa dan disetujui pada tanggal 30 Juli 2019.

Muara Beliti, 30 Juli 2019


Pembimbing Lapangan Pembimbing Materi

Dewi Kruniati, S.K.M., M.Si Asmaripa Ainy, S.Si., M.Kes


NIP. 197411182005012006 NIP. 197909152006042005

Mengetahui,
Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya

Dr. Novrikasari, S.KM., M.Kes


NIP. 197811212001122002

iv
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabil’alamin.
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat,
taufiq dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan Praktikum Kesehatan Masyarakat (PKM) di Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan serta dapat menyelesaikan
penyusunan hasil Praktikum Kesehatan Masyarakat (PKM) yang berjudul Program
Pencegahan dan Penanggulangan Stunting di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan. Laporan ini berisikan gambaran
umum implementasi Program Pencegahan Stunting Pada Anak di Wilayah Kerja
Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan yang
merupakan salah satu program di Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat.
Saya berharap laporan ini dapat memberikan manfaat bagi segenap civitas
akademika Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Musi Rawas, serta segenap pembaca pada umumnya.
Penyusunan laporan ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya dukungan,
bantuan, bimbingan, motivasi serta do’a dari semua pihak, baik instansi maupun
perorangan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu, Papa dan keluarga besarku yang amat sangat kucintai, terima kasih atas
segala do’a, ketulusan, perhatian, serta cinta kasih yang selalu diberikan. Acha
meminta maaf karena hingga saat ini kak acha belum bisa berbuat banyak untuk
membahagiakan semuanya, tetapi segala yang kakak lakukan kakak
persembahkan hanya untuk keluarga kakak tercinta.

v
2. Bapak Iwan Stia Budi, S.KM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya.
3. Ibu Dr. Novrikasari, S.KM., M.Kes selaku Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya.
4. Ibu Asmaripa Ainy, S.Si., M.Kes selaku dosen pembimbing materi sekaligus
sosok yang selalu memberikan bantuan dari proses pengajuan tempat PKM
hingga laporan ini diselesaikan.
5. Ibu drg. Hj. Mipta Hulummi, M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Rawas.
6. Ibu Dewi Kruniati, S.KM., M.Si selaku pembimbing lapangan sekaligus
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Musi
Rawas yang menjadi sosok panutan bagi saya.
7. Ibu Syarifatul Aini, SST selaku Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi
Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas.
8. Yuk Mai, Yuk Anggi, Yuk Ratna, Yuk Tika, Yuk Shifa dan Yuk Yuli selaku
staf Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Rawas, yang telah banyak membantu, berbagi pengalaman
serta memfasilitasi pengumpulan data.
9. Yuk Aida, Yuk Maya, Yuk Citra dan Pak Abang yang telah menerima saya
dengan ramah, memberikan motivasi dan selalu membantu saya.
10. Muhamad Nizar, S.KM., M.M., M.Epid selaku Sekretaris Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Rawas yang dengan sangat ramah menerima kami sebagai
Mahasiswa Praktikum Kesehatan Masyarakat (PKM) dan selalu memberi
motivasi, arahan serta bantuan.
11. Seluruh Staf dan Karyawan Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas, atas
keramahtamahannya, serta segala bentuk bantuannya.
12. Seluruh dosen, staf dan karyawan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sriwijaya yang telah membantu dari proses pengajuan tempat PKM hingga
laporan ini diselesaikan.
13. Maya Rizki, Shafia Fathina, Adelia Suryani, Karina Monica, Putri Dinda, Dian
Putra, rekan-rekan BEM KM FKM Universitas Sriwijaya terkhusus Badan
Pengurus Harian dan staf Dinas Pemuda, Olahraga dan Seni, mahasiswa

vi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya angkatan 2016, atas
persaudaraannya, motivasi, semangat dan kebersamaannya.
14. Rekan-rekan peserta Praktikum Kesehatan Masyarakat (PKM) di Dinas
Kesehatan Kabupaten Musi Rawas: Catherine, Pina, Rizka dan Yola, terima
kasih banyak atas kebersamaan, canda tawa, bantuan serta silaturahim yang
terjalin selama menjalani Praktikum Kesehatan Masyarakat (PKM). Aku
sayang kalian.
15. Febry Indra Saputra yang selalu menjadi supporter sekaligus motivator bagi
saya selama menjalani dan menyusun Laporan Praktikum Kesehatan
Masyarakat (PKM) ini.
16. Seluruh pihak yang terlibat dan berkontribusi dalam proses Praktikum
Kesehatan Masyarakat (PKM) dan penyusunan laporan ini yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan.
Oleh karena itu, saya selaku penulis, membuka diri terhadap kritik dan saran yang
membangun sebagai bahan pembelajaran saya agar lebih baik di masa mendatang.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai dan memberkahi setiap langkah kita.
Aamiin.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Muara Beliti, 30 Juli 2019


Penulis.

Natasha Belindra Zarmas


NIM. 10011181621024

vii
viii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul Luar i


Halaman Sampul Dalam ii
Halaman Pengesahan iii
Halaman Persetujuan iv
Kata Pengantar v
Daftar Isi viii
Daftar Tabel xi
Daftar Bagan xii
Daftar Gambar xiii
Daftar Lampiran xiv
BAB I Pendahuluan ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................... 5
1.2.1 Tujuan Umum ...................................................................... 5
1.2.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 5
1.3 Manfaat ......................................................................................... 5
1.3.1 Bagi Mahasiswa ................................................................... 5
1.3.2 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat .................................. 6
1.3.3 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas ................... 6
1.4 Waktu Pelaksanaan dan Lokasi Praktikum Kesehatan Masyarakat
(PKM) ........................................................................................... 7
1.4.1 Waktu PKM ......................................................................... 6
1.4.2 Lokasi PKM ......................................................................... 6
BAB II Tinjauan Pustaka ............................................................................... 7
2.1 Kesehatan Masyarakat 8
2.1.1 Definisi Kesehatan Masyarakat 8
2.1.2 Sejarah Kesehatan Masyarakat 8
2.1.3 Perkembangan Kesehatan Masyarakat 10
2.1.4 Ruang Lingkup Kesehatan Masyarakat 12
2.2 Gizi Masyarakat 13
2.2.1 Status Gizi Anak 13
2.2.2 Pengukuran Status Gizi dengan Antropometri 14
2.2.3 Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Status Gizi
Anak 17
2.2.4 Stunting Pada Anak 19
2.2.5 Pencegahan Stunting Pada Anak 21
2.3 Diagram Fishbone 22
2.3.1 Fishbone Analysis 22
BAB III Deskripsi Tempat Praktikum Kesehatan Masyarakat ................. 24

ix
3.1 Gambaran Umum Lokasi PKM 25
3.1.1 Kedudukan Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas 25
3.1.2 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Kabupaten
Musi Rawas 25
3.1.3 Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas 26
3.1.4 Tujuan Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas 27
3.1.5 Sasaran Strategis Dinas Kesehatan Kabupaten Musi
Rawas 27
3.1.6 Susunan Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Musi
Rawas 30
3.1.7 Tenaga Kesahatan 32
3.1.8 Sarana Pelayanan Kesehatan 33
3.2 Gambaran Khusus Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi
Masyarakat 33
3.2.1 Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Rawas 33
3.2.2 Struktur Organisasi Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi
Masyarakat 36
3.2.3 Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan 36
BAB IV Hasil Kegiatan Dan Pembahasan ................................................... 36
4.1 Hasil Kegiatan 38
4.1.1 Pengumpulan Data 38
4.1.2 Analisis Diagram Fishbone 50
4.1.3 Identifikasi Rumusan Masalah 51
4.1.4 Rekomendasi 58
BAB V Penutup ............................................................................................. 58
5.1 Kesimpulan 60
5.2 Saran 61
5.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas 61
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 62
LAMPIRAN ......................................................................................................... 65

x
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1
Jumlah Tenaga Kesehatan Berdasarkan Pendidikan di Kabupaten Musi
Rawas Tahun 2017 32

Tabel 3.2
Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Musi Rawas
Tahun 2017 33

Tabel 4.1
Daftar Nama Puskesmas Ramah Anak Kabupaten Musi Rawas
Tahun 2019 45

Tabel 4.2
Daftar Desa 100% Stop Buang Air Besar Sembarangan Kabupaten Musi Rawas
Tahun 2017 49

xi
DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1
Struktur Organisasi Seksi Kesehatan Keluarga dan
Gizi Masyarakat 36

Bagan 4.1
Penanggung Jawab 5 Pilar Penanganan Stunting 39

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.3
Diagram Fishbone (Akar Penyebab Masalah) 23

Gambar 4.1
Bupati Musi Rawas Kampanye Makan Buah Kepada Siswa
Sekolah Dasar 41

Gambar 4.2
Kampanye Makanan Sehat Sehari-hari Kec. Sukakarya 41

Gambar 4.3
Penandatanganan Deklarasi Bersama Rumah Tanpa Asap Rokok Oleh
Seluruh Kepala Desa Di Kecamatan Sukakarya 42

Gambar 4.4
Ruang Menyusui dan Ruang Ramah Anak di Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Rawas 44

Gambar 4.5
Tanda Peringatan Dilarang Merokok sebagai Kawasan Tanpa Rokok
di Dinkes Kabupaten Musi Rawas 44

Gambar 4.6
Ruang Menyusui Dinkes Kabupaten Musi Rawas 46

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumentasi PKM

Lampiran 2 Keputusan Bupati Musi Rawas Nomor 104/KPTS/I/2017 Tentang


Pembentukan Tim Gerakan Musi Rawas Sempurna Sehat
Kabupaten Musi Rawas

Lampiran 3 Keputusan Bupati Musi Rawas Nomor 342/KPTS/KES/2019


Tentang Pembentukan Tim Audit Maternal Perinatal di Kabupaten
Musi Rawas Tahun 2019

Lampiran 4 Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas


Nomor: 132/KPTS/KES/2019 Tentang Penetapan Puskesmas
Ramah Anak (PRA) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2019

Lampiran 5 Surat Edaran Nomor 5/SE/DINKES/2019 Tentang Inovasi


Pencegahan dan Penanggulangan Stunting

Lampiran 6 Kesepakatan Bersama Antara Dinas Kesehatan Kabupaten Musi


Rawas dengan Kantor Kementerian Agama kabupaten Musi Rawas
Tentang Penerapan INPRES No 1 Tahun 2017 Tentang Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat (Germas) Terkait Kerjasama Kemenag dan
Kemenkes Mengenai Kesehatan Reproduksi Bagi Calon Pengantin
di Kabupaten Musi Rawas

Lampiran 7 Peraturan Bupati Musi Rawas Nomor 8 Tahun 2016 Tentang


Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

Lampiran 8 Surat Permohonan PKM

Lampiran 9 Surat Izin PKM dari Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas

Lampiran 10 Lembar Pemantauan Kegiatan PKM

Lampiran 11 Daftar Hadir Mahasiswa PKM

Lampiran 12 Surat Keterangan Telah Selesai PKM

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu masalah gizi yang dihadapi oleh dunia yaitu kejadian balita
pendek atau biasa dikenal dengan stunting. Pada tahun 2017 sekitar 150,8 juta
atau 22,2% balita di dunia mengalami stunting. Namun, angka tersebut
sesungguhnya telah mengalami penurunan jika dibandingkan pada tahun 2000
angka stunting mencapai 32,6% (Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI, 2018). Menurut World Health Organization (WHO), Indonesia
menjadi negara ketiga dengan prevalensi balita stunting tertinggi di regional
Asia Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Di tahun 2005 – 2017, rata-
rata prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 36,4%.
Stunting atau kerdil merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita
(bayi di bawah lima tahun) yang baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun
sebagai akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk
usianya (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2017).
Menurut Kementerian Kesehatan RI, kondisi stunting balita diukur dengan
panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median
standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study).
Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) pada tahun 2016 masalah gizi
utama yang dihadapi oleh Indonesia yaitu prevalensi balita pendek yang
mencapai angka 27,5% dan mengalami peningkatan di tahun 2017 menjadi
29,6%. Sedangkan di tahun 2017, masalah gizi lainnya seperti prevalensi balita
gizi kurang yaitu anak dengan berat badan rendah dibanding umurnya (17,8%),
kurus yaitu berat badan kurang dibanding tingginya (9,5%) dan gemuk yaitu
IMT lebih dari 25 (4,6%) (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI, 2018).
Masalah stunting mampu mempengaruhi kualitas sumber daya manusia
di masa depan. Anak-anak akan menjadi generasi penerus bangsa yang
memikul tanggung jawab untuk meningkatkan produktifitas ekonomi dan
kemajuan suatu negara. Anak dengan masalah stunting akan mengalami
perkembangan yang lambat seperti belajar duduk, merangkak, berdiri dan

1
berjalan. Selain itu, anak dengan stunting akan mempengaruhi potensi dalam
belajar seperti mendapatkan nilai yang lebih rendah di sekolah dan lebih sering
tidak masuk kelas dikarenakan sakit, bahkan putus sekolah. Apabila tidak
segera diatasi, hal-hal tersebut dapat menyebabkan beban ekonomi yang
signifikan terutama pada keluarga miskin (Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Upaya untuk menekan angka prevalensi balita pendek (stunting) sangat
diperlukan guna diperolehnya keuntungan secara tidak langsung untuk negara
dan dalam jangka waktu yang panjang. Upaya perbaikan gizi akan mampu
menyelamatkan nyawa ibu dan anak sehingga menurunkan Angka Kematian
Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB), memperbaiki perkembangan
kognitif dan pertumbuhan fisik sehingga mampu melahirkan generasi penerus
bangsa yang tinggi, cerdas dan berprestasi dan meningkatkan produktifitas
ekonomi. Investasi gizi merupakan investasi yang cerdas, sebab untuk setiap
US$ 1 yang dikeluarkan untuk program gizi terbukti mampu mengembalikan
keuntungan US$ 16 dalam bentuk kesehatan dan ekonomi (Kementerian
Kesehatan RI, 2017).
Balita stunting dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya kondisi
kesehatan dan gizi ibu sebelum dan saat kehamilan serta setelah persalinan.
Selain itu, pemenuhan gizi di 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) akan
memberikan dampak terhadap perkembangan anak yang bersifat permanen.
Kondisi sosial ekonomi dan sanitasi tempat tinggal juga tidak dapat diabaikan
bahwa mampu mempengaruhi terjadinya stunting. Berdasarkan hal-hal yang
telah disebutkan diatas maka diperlukan pengelompokan faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya stunting guna mendapatkan prioritas masalah atau
penyebab dominan yang harus segera diatasi.
Penentuan prioritas masalah dapat dilakukan dengan fishbone analysis
sehingga diharapkan dapat membantu menentukan prioritas penyebab balita
stunting dan membantu percepatan pencegahan stunting khususnya di wilayah
kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan.
Sebagaimana sasaran strategis yang dituangkan dalam Rencana Strategis Dinas
Kesehatan Kabupaten Musi Rawas Tahun 2016 – 2021 yaitu:
1. Meningkatnya Umur Harapan Hidup dari 67,17 pada tahun 2015 menjadi
70,00 pada tahun 2021.

2
2. Menurunkan Angka kematian Bayi dari 71 pada tahun 2015 menjadi 55
pada tahun 2021.
3. Menurunkan Angka Kematian Ibu melahirkan dari 13 pada tahun 2015
menjadi 8 pada tahun 2021.
4. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita dari 19,6 % pada tahun
2015 menjadi 16,5% pada tahun 2021.
Pada poin ke-4 dijelaskan bahwa harapan Dinas Kesehatan Kabupaten Musi
Rawas ialah menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita hingga mencapai
angka 16,5% di tahun 2021. Dalam Rencana Strategis Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Rawas juga disebutkan salah satu permasalahan yang harus
diselesaikan dalam pembangunan kesehatan di Kabupaten Musi Rawas ialah
belum teratasinya permasalahan gizi secara menyeluruh. Berdasarkan hal-hal
yang telah disebutkan diatas, maka urgensi dari mengidentifikasi prioritas
penyebab masalah stunting di Kabupaten Musi Rawas dengan fishbone
analysis untuk percepatan pencegahan stunting pada anak di wilayah kerja
Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas sangat diperlukan.
Diagram tulang ikan atau dikenal pula dengan fishbone diagram
merupakan alat yang pertama kali dikembangkan oleh seorang pakar kualitas
jepang pada tahun 1950 yaitu Kaoru Ishikawa. Menurut Nasution (2005) dalam
(Khodijah, 2015) diagram tulang ikan atau diagram sebab-akibat adalah suatu
pendekatan terstruktur yang menganalisis secara terperinci penyebab-
penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian dan kesenjangan yang terjadi.
Menurut Gasperz (2002) dalam (Khodijah, 2015) menjelaskan sumber
penyebab masalah kualitas ditentukan oleh prinsip 7M yaitu:
1. Man (Sumber Daya Manusia)
Berkaitan dengan personality individu yang bekerja seperti
pengetahuan, keterampilan, keadaan mental dan fisik serta faktor lain yang
turut mempengaruhi individu antara lain kelelahan, stres, ketidakpedulian dan
lain-lain.
2. Machines (Mesin dan peralatan)
Berkaitan dengan peralatan yang digunakan selama bekerja, proses
perawatan, fungsi fasilitas yang digunakan, spesifikasi tugas hingga kondisi
mesin/alat selama pemakaian seperti terlalu rumit, terlalu panas, dan lain-lain.
3. Methods (Metode kerja)
Berkaitan dengan metode atau prosedur kerja yang digunakan
misalnya: tidak jelas, tidak terstandarisasi, tidak diketahui, tidak cocok dan
lain-lain.
4. Materials (bahan baku dan pendorong)
Berkaitan dengan bahan baku yang digunakan selama proses kerja serta
kondisi selama penggunaan misalnya: spesifikasi kualitas, penanganan yang
efektif dan lain-lain.
5. Media/Environment (Lingkungan)

3
Berkaitan dengan tempat dan waktu kerja yang diidentifikasikan antara
lain aspek kebersihan, kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan kerja yang
kondusif, nyaman serta sesuai standar yang telah ditetapkan.
6. Motivation (Motivasi)
Berkaitan dengan sistem balas jasa antara tenaga kerja dengan
perusahaan/institusi tempat bekerja yang menunjukkan sikap kerja dan
profesionalisme.
7. Money (Keuangan)
Berkaitan dengan kondisi financial atau keuangan yang mendukung
proses berjalannya suatu program atau pekerjaan.
Menurut Gasperz (1998) menyebutkan bahwa diagram sebab-akibat
dapat digunakan untuk membantu:
1. Mengidentifikasi akar penyebab suatu masalah.
2. Menumbuhkan ide-ide untuk solusi masalah.
3. Mencari dan menyelidiki fakta lebih lanjut.
Sedangkan, menurut Harrington Emerson dalam Phiffner John F. dan
Presthus Robert V. (1960) terdapat lima unsur manajemen yang terdiri dari:
1. Man (Manusia), berkaitan dengan sumber daya manusia atau tenaga kerja.
2. Machines (Mesin), berkaitan dengan mesin atau fasilitas penunjang
kegiatan institusi.
3. Money (Uang/Modal), berkaitan dengan uang atau modal guna
pembiayaan kegiatan di institusi.
4. Method (Metode/Prosedur), berkaitan dengan prosedur atau panduan
pelaksanaan kegiatan institusi.
5. Materials (Bahan baku), berkaitan dengan bahan baku utama yang diolah
hingga menjadi produk akhir dan diserahkan pada konsumen.
5M merupakan istilah yang merujuk kepada faktor-faktor dalam suatu
manajemen yang dibutuhkan oleh suatu institusi atau perusahaan agar dapat
beroperasi secara maksimal. Dalam Bahasa Inggris dikenal sebagai 5M Model
(Indawati, 2017).
Berdasarkan hal-hal diatas maka penulis tertarik membuat gambaran
umum implementasi Pencegahan Stunting Pada Anak di Wilayah Kerja Dinas

4
Kesehatan Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan dengan
menggunakan Fishbone Analysis.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan dan
keterampilan mahasiswa mengenai implementasi Pencegahan Stunting
Pada Anak di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas
Provinsi Sumatera Selatan dengan menggunakan Fishbone Analysis.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui cakupan program Pencegahan Stunting Pada Anak di
Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas Provinsi
Sumatera Selatan.
2. Mengetahui analisis situasi program Pencegahan Stunting Pada
Anak di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas
Provinsi Sumatera Selatan.
3. Mengetahui prioritas masalah dalam program Pencegahan dan
Penanggulangan Stunting di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan.
4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi program Pencegahan
Stunting Pada Anak di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan 5M Model.
5. Mengetahui rekomendasi program Pencegahan Stunting Pada Anak
di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas Provinsi
Sumatera Selatan.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari kegiatan Praktikum Kesehatan
Masyarakat di Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas antara lain:
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Sebagai sarana untuk menambah pengalaman dan pembelajaran serta
mengaplikasikan teori-teori yang telah diperoleh di perkuliahan khususnya di
bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK).

5
1.3.2 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Sebagai wadah untuk memulai dan membina kerja sama antara Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Rawas yang membutuhkan informasi mengenai analisis
implementasi dan kebijakan Pencegahan dan Penanggulangan Stunting di
Wilayah Kerja Kabupaten Musi Rawas sebagai aspek kebijakan yang dapat
diterapkan di Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas.
1.3.3 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas
1. Sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Rawas mengenai penerapan fungsi manajemen
program di bidang kesehatan.
2. Memulai dan membina jaringan kerja sama antara Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya dengan Dinas
Kesehatan Kabupaten Musi Rawas.

1.4 Waktu Pelaksanaan dan Lokasi Praktikum Kesehatan Masyarakat (PKM)


1.4.1 Waktu PKM
Kegiatan Praktikum Kesehatan Masyarakat dilaksanakan di Dinas
Kesehatan Kabupaten Musi Rawas mulai tanggal 1 Juli 2019 sampai
dengan 31 Juli 2019 pada jam kerja (08.00 – 16.00 WIB) selama 5 hari
dalam seminggu.
1.4.2 Lokasi PKM
Kegiatan Praktikum Kesehatan Masyarakat dilaksanakan di Dinas
Kesehatan Kabupaten Musi Rawas, yang beralamat di Jalan Pangeran
Moehamad Amin Komplek Perkantoran Kabupaten Musi Rawas
Kecamatan Muara Beliti Provinsi Sumatera Selatan, Telp (0733)
4540076, e-mail: dinkes@musirawaskab.go.id

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesehatan Masyarakat

2.1.1 Definisi Kesehatan Masyarakat


Menurut Winslow (Leavel & Clark, 1958), ilmu kesehatan masyarakat
(public health) merupakan ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang
hidup, meningkatkan kesehatan fisik dan mental serta efisiensi melalui usaha
masyarakat yang terorganisir untuk meningkatkan sanitasi lingkungan,
pendidikan individu tentang kebersihan perseorangan, pengorganisasian
pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosa dini, pencegahan penyakit dan
pengembangan aspek sosial yang memiliki tujuan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat setinggi-tingginya (Eliana and Sumiati, 2016).

7
Dalam penerapannya, masyarakat diharapkan tahu, mau dan mampu
menerapkan tindakan promotif dan preventif yang dimulai dari hygene
perseorangan. Menurut Ikatan Dokter Amerika (AMA), kesehatan masyarakat
adalah ilmu dan seni memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatan
masyarakat melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat (Eliana and
Sumiati, 2016).
Sehingga, dapat diartikan bahwa ilmu kesehatan masyarakat merupakan
perpaduan antara ilmu pengobatan dan sanitasi yang nantinya mampu
melakukan tindakan pencegahan penyakit yang melanda masyarakat.
Kesehatan masyarakat ialah kombinasi antara teori (ilmu) dan praktek (seni)
terhadap keterpaduan antara ilmu kedokteran, sanitasi dan ilmu sosial dalam
mencegah penyakit yang terjadi di masyarakat.

2.1.2 Sejarah Kesehatan Masyarakat


Apabila membicarakan tentang sejarah kesehatan masyarakat, maka
kedua tokoh ini yang perlu dikenal yaitu Asclepius dan Higeia. Berdasarkan
metodologi Yunani, Asclepius dikenal pandai memberikan pengobatan
penyakit terhadap seseorang setelah orang tersebut mengidap/terkena suatu
penyakit. Hal ini berarti, Asclepius cenderung melakukan tindakan kuratif atau
pengobatan. Sedangkan, Higeia cenderung menganjurkan pengikutnya untuk
melakukan pendekatan masalah melalui hidup sehat, menghindari
makanan/minuman beracun, makan makanan yang bergizi, istirahat yang
cukup dan melakukan olahraga. Melalui penjelasan ini, dapat diartikan bahwa
Higeia melakukan tindakan-tindakan preventif atau pencegahan dalam
menangani masalah/penyakit.
Berdasarkan metodologi Yunani tersebut, maka muncul dua aliran atau
pendekatan dalam menangani masalah-masalah kesehatan yaitu:
1. Aliran I, cenderung menunggu ketika penyakit tersebut sudah menyerang
individu. Maka, pendekatan ini dikenal dengan pendekatan kuratif
(pengobatan). Pendekatan kuratif pada umumnya:
a. Sasarannya merupakan perseorangan atau individu. Kontak terhadap
sasaran pada umumnya hanya satu kali saja.

8
b. Bersifat reaktif, artinya kelompok ini umunya hanya menunggu
masalah datang.
c. Menangani sasaran dengan melihat sistem biologis manusia atau
dilihat secara partial.
d. Kedekatan antara petugas kesehatan dengan sasaran cenderung jauh.
2. Aliran II, cenderung melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit
(preventif) dan meningkatkan kesehatan (promotif) sebelum terjadinya
penyakit. Pendekatan promotif dan preventif pada umumnya:
a. Sasaran pendekatan ini ialah masyarakat (bukan perorangan).
b. Masalah yang ditangani merupakan masalah-masalah di masyarakat
bukan perorangan atau individu.
c. Kedekatan antara petugas kesehatan dan masyarakat adalah
kemitraan.
d. Pendekatan bersifat proaktif yang berarti petugas kesehatan terjun
langsung ke lapangan untuk melakukan pendekatan terhadap
masyarakat sebelum masyarakat terkena penyakit.
e. Melihat klien sebagai manusia yang utuh, dengan pendekatan yang
holistik. Terjadinya penyakit tidak semata-mata karena terganggunya
sistem biologi, individual, akan tetapi dalam konteks yang luas seperti
aspek biologis, psikologis dan sosial (Eliana and Sumiati, 2016).

2.1.3 Perkembangan Kesehatan Masyarakat


Perkembangan kesehatan masyarakat dibagi menjadi tiga periode yaitu
periode sebelum ilmu pengetahuan, periode ilmu pengetahuan dan
perkembangan di Indonesia yang akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Periode Sebelum Ilmu Pengetahuan
Negara-negara dengan kebudayaan paling luas seperti Babylonia, Mesir,
Yunani dan Roma telah melakukan upaya-upaya untuk menanggulangi
masalah-masalah kesehatan dan penyakit. Pada zaman tersebut juga telah
ditemukan dokumen-dokumen tertulis hingga peraturan-peraturan tertulis
tentang pembuangan air limbah, drainase, pengaturan air minum dan
pembuangan kotoran. Peraturan bagi masyarakat untuk mencatat tentang

9
pembangunan rumah, binatang-binatang yang dikategorikan berbahaya,
bahkan pemerintah mengharuskan supervise bagi tempat-tempat minum
masyarakat, warung makan dan tempat-tempat prostitusi semenjak Zaman
Romawi Kuno.
Kesehatan masyarakat dirasa semakin penting sejak abad ke tujuh dimana
berbagai penyakit menular yang menyerang sebagian besar penduduk dan
menjadi epidemi bahkan beberapa menjadi endemi contohnya penyakit kolera.
Di India dan China mulai terjadi wabah pes di abad ke 14, namun belum
dilakukan upaya pemecahan masalah kesehatan masyarakat secara
menyeluruh.
2. Periode Ilmu Pengetahuan
Pada akhir abad 18 dan 19 ilmu pengetahuan semakin bangkit dan
memberikan dampak luas bagi seluruh aspek kehidupan termasuk kesehatan.
Di masa sebelumnya, masalah kesehatan cenderung diatasi dengan pendekatan
secara biologis dan sempit serta dilihat sebagai penomena biologis. Sehingga,
di abad ke 19 masalah kesehatan mulai menjadi masalah yang kompleks. Pada
abad ini mulai ditemukan berbagai penyebab penyakit serta vaksin sebagai
pencegah penyakit. Louis Pasteur menemukan vaksin untuk mencegah
penyakit cacar, Josep Lister menemukan asam karbor untuk sterilisasi, William
Marton menemukan ether untuk anastesi (Eliana and Sumiati, 2016)
Pada tahun 1832, Edwin Chadwiech dan kawan-kawannya melakukan
penyelidikan dan upaya-upaya kesehatan masyarakat. Pada saat itu,
masyarakat Inggris terserang penyakit epidemi wabah kolera, hasil dari
penyelidikan ternyata penyebab wabah tersebut karena masyarakat hidup di
kondisi sanitasi yang jelek, lokasi sumur penduduk yang dekat dengan air kotor
dan pembuangan kotoran manusia, air limbah yang mengalir terbuka dan tidak
teratur dan makanan yang dijual di pasar banyak dikerubungi lalat. Selain itu,
kondisi ekonomi masyarakat turut mempengaruhi karena sebagian masyarakat
tidak mampu membeli makanan yang bergizi.
Pemerintah Amerika pertama kali membentuk Departemen Kesehatan
pada tahun 1955 yang memiliki fungsi menyelenggarakan pelayanan kesehatan
bagi masyarakat. Pada tahun 1872 diadakan pertemuan bagi orang-orang yang

10
mempunyai minat terhadap kesehatan masyarakat di New York dan
menghasilkan Asosiasi Masyarakat Amerika (American Public Health
Association).
3. Perkembangan di Indonesia
Sejak pemerintahan Belanda di abad ke 16, kesehatan masyarakat di
Indonesia dimulai dengan adanya upaya pemberantasan car dan kolera yang
sangat ditakuti oleh masyarakat pada saat itu.
Di tahun 1851 didirikan sekolah dokter di jawa untuk pendidikan dokter
pribumi, kemudian di tahun 1913 didirikan sekolah dokter di Surabaya. Kedua
sekolah tersebut memberikan pengaruh yang besar dalam menghasilkan
tenaga-tenaga dokter yang mengembangkan ilmu kesehatan masyarakat di
Indonesia. Selanjutnya, di tahun 1888 didirikan laboratorium pusat di Bandung
yang turut andil dalam pemberantasan penyakit malaria, lepra, cacar dan
malaria bahkan untuk bidang kesehatan masyarakat yang lain seperti gizi dan
sanitasi. Pada tahun 1951 diperkenalkan konsep Bandung oleh dr. Y. Leimena
dan dr. Patah yang dalam konsep ini mulai dikenal konsep kuratif dan
preventif.

2.1.4 Ruang Lingkup Kesehatan Masyarakat


Ruang lingkup kesehatan masyarakat merupakan dua disiplin ilmu yang
terdiri dari bio medis (medical biology) dan ilmu-ilmu sosial (social sciences),
berdasarkan hal tersebut maka secara garis besar disiplin ilmu kesehatan
masyarakat sebagai berikut.
1. Epidemiologi
2. Biostatistik/statistik kesehatan
3. Kesehatan lingkungan
4. Pendidikan kesehatan/ilmu perilaku
5. Administrasi dan kebijakan kesehatan
6. Kesehatan kerja
7. Gizi Masyarakat
Kesehatan masyarakat merupakan disiplin ilmu yang penyelesainnya
secara multi disiplin, sedangkan kesehatan masyarakat sebagai seni

11
mempunyai ruang lingkup kegiatan untuk mencegah penyakit (preventif),
meningkatkan kesehatan (promotif) dan upaya-upaya masyarakat missalnya
pembersihan lingkungan, penyediaan air bersih, pengawasan makanan dan
lain-lain. Ruang lingkup kesehatan masyarakat dalam penerapannya dijabarkan
sebagai berikut.
1. Promotif (peningkatan kesehatan)
Peningkatan kesehatan dicapai dengan melakukan usaha-usaha seperti
peningkatan gizi, hyegene perorangan, pemeliharaan kesehatan lingkungan,
olahraga dan istirahat yang cukup hingga seseorang mencapai tingkat
kesehatan yang optimal.
2. Preventif (pencegahan penyakit)
Pencegahan penyakit diwujudkan dengan tindakan-tindakan seperti
pemberian imunisasi pada bayi dan anak, ibu hamil, pemeriksaan kesehatan
secara berkala untuk mendeteksi penyakit secara dini yang dikenal dengan
diagnosis dini.
3. Kuratif (pengobatan)
Pengobatan merupakan tindakan yang diberikan oleh petugas kesehatan
terhadap sasaran dengan pendekatan perorangan agar diobati secara tepat
sehingga dalam waktu yang singkat kesehatannya dapat dipulihkan.
4. Rehabilitatif (pemeliharaan kesehatan)
Tindakan rehabilitatif merupakan tindakan yang ditujukan terhadap
penderita yang baru pulih dari penyakit yang dideritanya (Eliana and Sumiati,
2016).

2.2 Gizi Masyarakat

2.2.1 Status Gizi Anak


Status gizi merupakan status kesehatan dimana kebutuhan dan masukan
zat gizi di dalam tubuh seimbang. Status gizi sangat ditentukan oleh kecukupan
zat gizi dalam kombinasi waktu yang tepat di dalam sel tubuh agar mampu
berkembang dan berfungsi secara optimal. Menurut Triaswulan (2012), status
gizi ditentukan oleh zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dan faktor yang

12
menentukan besarnya kebutuhan, penyerapan dan penggunaan zat-zat tertentu
(Sari, 2014).
Menurut, Notoatmodjo (2007), bayi di usia 0-12 bulan ditandai dengan
pertumbuhan dan perkembangan yang cepat disertai dengan perubahan
kebutuhan asupan gizi. Tahap pertumbuhan bayi dibagi menjadi dua terdiri dari
masa neonatus dengan usia 0-28 hari yang merupakan awal kehidupan dimana
bayi melakukan adaptasi terhadap lingkungan, perubahan sirkulasi darah serta
mulai berfungsinya organ-organ tubuh dan masa pasca neonatus dengan usia
29 hari – 12 bulan bayi akan mengalami pertumbuhan yang sangat cepat (Perry
& Potter, 2005).
Status gizi adalah keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi
yang diperlukan oleh tubuh guna tumbuh kembang terutama untuk anak balita,
aktifitas fisik, pemeliharaan kesehatan, penyembuhan bagi penderita sakit dan
proses biologis lainnya di dalam tubuh. Kebutuhan zat gizi di dalam tubuh
setiap individu akan berbeda, hal ini disebabkan oleh faktor genetic yang
mengakibatkan perbedaan dalam proses metabolisme tubuh. Sasaran dari status
gizi adalah pemenuhan zat gizi dengan pertumbuhan yang optimal dengan
meniadakan defisiensi gizi. Demi tercapainya tumbuh kembang anak yang
optimal, maka status gizi yang baik turut berperan khususnya dalam
pencegahan penyakit seperti penyakit infeksi.
Menurut Notoatmodjo (2003), kelompok bayi dan anak balita merupakan
kelompok-kelompok yang rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan gizi.
Oleh sebab itu, dibutuhkan pemantauan dan pengukuran gizi balita melalui
status gizi balita.
Menurut Depkes (2010), terdapat beberapa tindakan dalam pemeliharaan
status gizi anak diantaranya sebagai berikut.
1. Sejak dalam kandungan, diharapkan gizi ibu hamil telah terpenuhi
dengan baik, sehingga bayi yang dilahirkan nantinya akan memiliki
status gizi yang baik pula.
2. Ibu memberikan ASI Eksklusif sejak kelahiran bayi hingga usia 6 bulan.

13
3. Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang bergizi, mulai
dari usia 6 bulang secara bertahap hingga anak dapat menerima menu
lengkap dalam keluarga.
4. Memperpanjang masa menyusui selama ibu dan bayi menghendaki.
Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan pengukuran antropometri.
Berdasarkan Depkes (2010), indikator yang digunakan adalah (BB/U), (TB/U),
(BB/TB), dan (IMT/U). Untuk klasifikasi status gizi berat badan per umur
(BB/U) sebagai berikut.
a. Gizi lebih, jika lebih dari 2,0 SD
b. Gizi baik, jika -2,0 SD sampai +2,0 SD
c. Gizi buruk, jika kurang dari -3,0 SD

2.2.2 Pengukuran Status Gizi dengan Antropometri


Pengukuran status gizi yang paling sering digunakan ialah dengan
antropometri gizi. Dewasa ini, program gizi masyarakat menggunakan metode
antropometri untuk menilai status gizi anak balita. Secara ilmiah antropometri
diakui keberadaannya sebab mencakup berbagai macam pengukuran
diantaranya pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai ukuran tubuh meliputi: berat badan,
tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit. Keunggulan
penggunaan antropometri ialah alat yang digunakan mudah didapatkan dan
digunakan, pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan
objektif, biaya relatif murah dan hasilnya mudah disimpulkan (Supariasa dalam
Sari, 2014).
Terdapat parameter dan indeks antropometri yang mempengaruhi
pengukuran status gizi. Paramater antropometri merupakan dasar penilaian
status gizi atau ukuran tunggal dari tubuh manusia, sedangkan indkes
antropometri ialah kombinasi antar parameter. Menurut Supariasa (2002),
parameter antropometri antara lain:
1. Umur
Umur merupakan faktor yang sangat penting dalam penilaian status gizi,
sebab kebutuhan serta asupan gizi berdasarkan umur setiap individu akan

14
berbeda. Apabila hasil pengukuran yang tidak disertai dengan penentuan umur
yang tepat, maka pengukuran tersebut akan menjadi sia-sia.
2. Berat Badan
Berat badan bayi merupakan faktor terpenting dalam penilaian status gizi
dan seringkali digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Pada masa bayi
hingga balita, berat badan digunakan untuk pemantauan pertumuhan fisik atau
status gizi anak. Berat badan merupakan pilihan utama dalam parameter karena
merupakan parameter yang paling baik, mudah dipakai, mudah dimengerti dan
memberikan gambaran status gizi seakrang. Alat yang memenuhi persyaratan
dan dianjurkan untuk digunakan dalam penimbangan anak balita adalah dacin
(Nursalam dalam Sari, 2014).
3. Tinggi Badan
Parameter yang mampu mengukur keadaan yang telah lalu dan keadaan
sekarang ialah tinggi badan. Tinggi badan merupakan parameter yang berada
di posisi kedua terpenting, sebab ketika menghubungkan berat badan dengan
tinggi badan, maka faktor umur dapat dikesampingkan. Alat untuk mengukur
tinggi badan balita yang sudah dapat berdiri adalah mikrotoa (microtoise) yang
mempunyai ketelitian 0,1 (Supariasa dalam Sari, 2014)
Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan antara lain Berat
Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dan Berat
Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) sebagai berikut.
1. Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Jika seseorang dalam keadaan normal, ketika konsumsi dan kebutuhan
zat gizi seimbang, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan
umur. Namun, dalam keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan
perkembangan berat badan, yaitu berkembang cepat atau berkembang lambat
dari keadaan normal. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
berat badan bersifat labil, maka indeks BB/U cenderung menggambarkan
status gizi seseorang saat ini.
Indeks BB/U memiliki kelebihan mudah dipahami, oleh masyarakat
umum, baik untuk mengatur status gizi akut atau kronis, sangat sensitif
terhadap perubahan-perubahan kecil dan dapat mendeteksi kegemukan.

15
Sedangkan, kelemahan pengukuran saat penimbangan anak yaitu pengaruh
pakaian atau gerakan anak yang sering mengakibatkan kesalahan pengukuran,
interpretasi status gizi yang keliru apabila terdapat edema maupun acites,
membutuhkan data umur yang akurat terutama untuk anak di bawah usia 5
tahun (Hidayat dalam Sari, 2014).
2. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan cenderung kurang sensitive terhadap masalah kekurangan
gizi dalam jangka waktu yang pendek, sehingga apabila kekurangan gizi terjadi
maka akan terlihat dalam waktu yang relatif lama. Pada keadaan normal, tinggi
badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Berdasarkan hal tersebut,
maka indeks TB/U menggambarkan konsumsi protein masa lalu.
Indeks TB/U memiliki kelebihan untuk menilai status gizi masa lampau
dan ukuran Panjang dibuat sendiri, murah serta mudah dibawa. Sedangkan,
kekurangan indeks TB/U ialah tinggi badan tidak cepat naik bahkan tidak
mungkin turun dan pengukuran terhadap anak akan sedikit sulit karena anak
harus berdiri tegak dan membutuhkan dua orang dalam melakukannya.
3. Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan berbanding lurus dengan tinggi badan. Dalam keadaan
normal, perkembangan berat badan akan linier dengan pertumbuhan tinggi
badan dan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indeks yang
independent terhadap umur. Kelebihan indeks BB/TB antara lain tidak
memerlukan data umur dan dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal
dan urus). Kelemahan indeks BB/TB ialah tidak dapat memberikan gambaran
apakah anak tersebut pendek, tinggi badan cukup, atau kelebihan tinggi badan
menurut umurnya. Dalam proses pengukuran akan sedikit sulit dilakukan
kepada balita, membutuhkan dua macam alat ukur, pengukuran relative lebih
lama dan membutuhkan dua orang untuk melakukannya.
4. Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U)
Pengukuran antropometri menggunakan Indeks Masa Tubuh (IMT)
dengan rumus sebagai berikut.
IMT = BB (kg) x TB² (m)
Keterangan : IMT, artinya Indeks Massa Tubuh

16
: BB, artinya berat badan dalam satun kilogram
: TB, artinya tinggi badan dalam satuan meter

2.2.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak


Balita (bayi di bawah lima tahun) merupakan bibit-bibit unggul penerus
bangsa yang sepatutnya menjadi sumber daya manusia berkualitas di masa
yang akan datang dan memerlukan perhatian khusus. Usia balita biasa dikenal
pula dengan “usia emas” dimana pada masa ini balita memperlihatkan tumbuh
kembangnya dari segi fisik, kecerdasan, kemampuan, keterampilan dan hal ini
harus didukung oleh status gizi yang baik sebab status gizi menentukan
peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rona Firmana Putri, Delmi
Sulastri dan Yuniar Lestari dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo
Padang” ditemukan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan ibu, pekerjaan
ibu, pendapatan keluarga, jumlah anak dan pola asuh ibu terhadap status gizi
anak.
Pada penelitian tersebut ditemukan anak balita dengan status gizi kurang
yaitu sebesar 36,6%. Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Supadi di Puskesmas Wonosalam II Kabupaten Demak
ditemukan 39,2% anak balita berstatus gizi kurang. Apabila dikombinasikan,
kedua penelitian ini menyimpulkan bahwa pendidikan ibu yang rendah akan
mempengaruhi status gizi anak. Sebab, pemahaman terhadap pengasuhan anak
diantaranya perawatan, pemberian makanan dan bimbingan pada anak akan
mempengaruhi kualitas gizi anak (Putri, Sulastri and Lestari, 2015). Penelitian
selanjutnya yang menjelaskan bahwa pendidikan ibu mempengaruhi status gizi
balita ialah penelitian yang dilakukan oleh Farah Okky Aridiyah, Ninna
Rohmawati dan Muri Ririanty bahwasanya jumlah ibu yang berpendidikan
rendah dengan balita stunting yaitu sebesar 96,7% di desa dan 80% di kota
(Aridiyah, Rohmawati and Ririanty, 2015). Sehingga, hal-hal diatas telah
menjelaskan bahwa pendidikan ibu adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi status gizi anak atau balita.

17
Faktor yang kedua ialah pekerjaan ibu yang merupakan faktor paling
mempengaruhi status gizi anak. Hasil penelitian Miko mendapatkan bahwa
status gizi kurang pada anak umur 6-60 bulan mempunyai ibu yang bekerja
lebih banyak (22,4%) dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja (19,9%).
Hal ini dikaitkan dengan peran maksimal ibu di rumah sebagai pengasuh dan
pengatur konsumsi makanan anggota keluarga. Ibu yang bekerja diasumsikan
tidak memiliki waktu yang cukup untuk memberikan pemantauan status gizi
anaknya.
Namun, ketika dikaitkan dengan faktor ketiga yakni pendapatan keluarga
maka balita yang memiliki status gizi kurang cenderung berasal dari keluarga
yang pendapatannya rendah yaitu 43,1% sedangkan pada keluarga dengan
pendapatan tinggi sebesar 26,7% balita dengan status gizi kurang. Hal ini
disebabkan dalam penelitian, rata-rata kepala keluarga bekerja sebagai petani
dan ibu hanya sebagai ibu rumah tangga (Putri, Sulastri and Lestari, 2015).
Pada penelitian oleh Farah ditemukan bahwa terdapat hubungan signifikan
antara pendapatan keluarga terhadap kejadian stunting pada anak balita baik
daerah pedesaan maupun perkotaan (Aridiyah, Rohmawati and Ririanty, 2015).
Begitu pula penelitian lain yang menyatakan bahwa status ekonomi keluarga
rendah di Maluku Utara memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian
stunting pada balita usia 0 – 59 bulan.
Faktor yang selanjutnya yakni jumlah anak mempengaruhi status gizi
pada anak. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang menyebutkan bahwa
persentase ibu dengan jumlah anak lebih dari 2 orang lebih banyak menderita
status gizi kurang yaitu 50,8 % dibandingkan dengan ibu yang jumlah anaknya
kurang dari atau berjumlah 2 orang yaitu 31,5 % (Putri, Sulastri and Lestari,
2015). Penelitian ini pun sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ihsan
di Desa Teluk Rumbia Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil yang
menjelaskan bahwa balita dengan status gizi kurang tertinggi pada jumlah anak
lebih dari 2 orang yaitu sebesar 32,9%. Jumlah anak yang banyak akan
mempengaruhi jumlah konsumsi makanan di dalam rumah tangga.
Faktor yang terakhir yakni pengaruh pola asuh ibu terhadap status gizi
anak. Pola asuh yang meliputi tindakan-tindakan pemberian ASI Eksklusif dan

18
umur pemberian MP-ASI pertama kali akan mempengaruhi status gizi anak.
Menurut hasil penelitian dijelaskan bahwa ibu dengan pola asuh yang tidak
baik memiliki balita dengan status gizi kurang sebesar 60% dan hal ini
menunjukkan terdapat hubungan antara pola asuh ibu dengan status gizi anak
(Putri, Sulastri and Lestari, 2015). Di penelitian lainnya, ditemukan bahwa
pemberian ASI eksklusif dan pemberian MP-ASI di umur pertama merupakan
faktor yang memiliki hubungan antara pola asuh dengan kejadian stunting pada
anak balita yang baik yang berada di wilayah pedesaan maupun perkotaan
(Aridiyah, Rohmawati and Ririanty, 2015).

2.2.4 Stunting Pada Anak


Defisiensi gizi salah satunya ditunjukkan ketika anak menderita stunting.
Stunting merupakan salah satu bentuk kekurangan gizi pada anak yang ditandai
dengan terhambarnya pertumbuhan saat tinggi badan menurut usia dibawah
standar deviasi (< -2 SD) berdasarkan referensi dari World Health
Organization. Dari beberapa hasil penelitian dan literatur tentang stunting,
terdapat hubungan antara kejadian stunting dengan defisiensi gizi
(mikronutrien dan makronutrien). Beberapa zat gizi yang berkaitan dengan
kejadian stunting antara lain protein, zat besi, zink, kalsium dan vitamin A, D
dan C (Kusumawati, Rahardjo and Sari, 2013). Kejadian anak stunting
merupakan hasil dari asupan makanan yang kurang berkualitas, morbiditas,
penyakit infeksi dan masalah lingkungan turut andil dalam kejadian tersebut.
Terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi kejadian stunting
diantaranya pengetahuan orang tua dalam pengasuhan, tingkat ekonomi
keluarga, rendahnya sanitasi lingkungan, rendahnya akses terhadap pelayanan
kesehatan dasar dan rendahnya konsumsi makanan yang berkualitas.
Faktor pendidikan ibu dan bapak berpengaruh signifikan terhadap
kejadian stunting pada anak (p<0,05). Namun, pendidikan ibu lebih kuat
hubungannya dengan stunting (Briawan and Drajat Martianto, 2014).
Penelitian dengan hasil yang serupa juga diungkapkan oleh Girma dan Genebo
(2002) dimana ibu yang berpendidikan rendah (tidak sekolah/SD) berpeluang

19
memiliki anak stunting 1,8 kali lebih besar, sedangkan pendidikan bapak yang
rendah berpeluang 1,4 kali lebih besar untuk memiliki anak stunting.
Hubungan faktor status ekonomi dengan stunting memiliki pengaruh
terhadap pertumbuhan linear dibandingkan pertumbuhan berat badan. Faktor
ekonomi dan kejadian stunting juga ditemukan dalam penelitian oleh Girma
dan Genebo (2002) di Ethiopia yang menunjukkan bahwa risiko stunting paling
tinggi pada anak dari golongan status ekonomi paling miskin (Briawan and
Drajat Martianto, 2014).
Hasil penelitian menunjukkan risiko batita stunting yang memiliki
tempat tinggal dengan sanitasi kurang baik lebih tinggi daripada dengan
sanitasi yang baik. Hal ini terjadi karena sebagian besar batita tinggal di rumah
yang belum memenuhi syarat rumah sehat contohnya ventilasi dan
pencahayaan yang kurang, tidak ada tempat pembuangan sampah tertutup dan
kedap air, tidak memiliki jamban keluarga kemudian hal ini turut didukung
dengan ekonomi keluarga yang relatif rendah (Kusumawati, Rahardjo and Sari,
2013).
Pada tahun 2006 kejadian stunting mengalami penurunan dari tahun 1974
lebih dari 30% dengan melakukan empat prioritas penanganan diantaranya
ialah meningkatkan akses pelayanan kesehatan dan gizi yang berkelanjutan
pada ibu dan anak, cakupan penyediaan air dan sanitasi, serta daya beli
keluarga (Kusumawati, Rahardjo and Sari, 2013).

2.2.5 Pencegahan Stunting Pada Anak


Terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan guna pencegahan
stunting (Kemenkes RI, 2019) yaitu:
1. Memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah stunting ialah dengan
memberikan asupan makanan yang bergizi sejak bayi masih di dalam
kandungan atau ketika ibu masih mengandung. Ibu dalam masa
kehamilan disarankan untuk mengonsumsi makanan sehat dan suplemen
atas anjuran dokter, hal ini telah dijelaskan oleh Lembaga kesehatan
Millenium Challenge Account Indonesia. Selain itu, perempuan yang

20
sedang dalam program kehamilan hendaknya rutin memeriksakan diri ke
dokter atau bidan.
2. Memberikan ASI Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan
Ahli nutrisi dari Universitas Hohenheim, Jerman, bernama Veronika
Scherbaum menyatakan ASI berpotensi mengurangi risiko stunting pada
anak berkat kandungan gizi mikro dan makro. Oleh, karena itu ibu
disarankan memberikan ASI Eksklusif selama enam bulan pertama
kehidupan anak. Protein whey dan kolostrum dipercaya mampu
meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi yang terbilang rentan.
3. Mendampingi ASI Eksklusif dengan MP-ASI sehat
Saat bayi mulai berusia 6 bulan ke atas, maka ibu boleh memberikan
makanan pendamping ASI atau MP-ASI. Dalam hal ini, MP-ASI harus
mengandung gizi mikro dan makro sehingga MP-ASI merupakan bahan-
bahan pilihan. WHO turut merekomendasikan fortifikasi atau
penambahan nutrisi ke dalam makanan. Namun, ibu harus berhati-hati
menentukan makanan tambahan tersebut. Sebaiknya, dikonsultasikan
terlebih dahulu dengan dokter.
4. Memantau tumbuh kembang anak
Keluarga merupakan tempat pertama anak mendapatkan
pengetahuan dan membentuk karakter diri. Orang tua baik ibu maupun
ayah memiliki peranan penting selama masa tumbuh kembang anak.
Anak harus dibawa ke Posyandu atau klinik khusus anak secara berkala.
Orang tua harus memantau pertumbuhan anak, terutama tinggi dan berat
badan.
5. Menjaga kebersihan lingkungan
Sanitasi lingkungan adalah faktor penting yang mempengaruhi
kesehatan gizi anak. Secara tak langsung, sanitasi yang buruk akan
meningkatkan risiko kejadian stunting. Penelitian oleh Harvard Chan School
menjelaskan bahwa diare merupakan faktor ketiga yang menyebabkan
gangguan kesehatan gizi. Sementara, diare ialah gejala penyakit yang dipicu
oleh sanitasi yang buruk.

21
2.3 Diagram Fishbone

2.3.1 Fishbone Analysis


Fishbone analysis merupakan metode analisis dengan tujuan mengetahui
masalah-masalah yang dihadapi terkait manajemen institusi maupun kualitas
produk yang dihasilkan kemudian dikerucutkan hingga ditemukan prioritas
penyebab masalah. Dalam penerapannya, analisis fishbone mampu
mengidentifikasi faktor-faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap
proses maanjemen dan kualitas usaha yang output-nya nanti menghasilkan
perumusan pemecahan masalah yang paling tepat untuk diterapkan guna
peningkatan manajemen atau kualitas usaha (Vadreas, 2017).
Analisis fishbone ialah suatu pendekatan terstruktur yang memungkinkan
dilakukannya suatu analisis lebih terperinci guna menemukan penyebab-
penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian dan kesenjangan yang ada (Hamidy,
2016). Langkah-langkah yang harus dilakukan antara lain:
1. Pengumpulan data
2. Menggambarkan bagan faktor penyebab
3. Identifikasi akar masalah
4. Rekomendasi dan implementasi
Perumusan masalah atau pengumpulan data dapat dilakukan dengan
beberapa cara diantaranya sebagai berikut.
1. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan
langsung terhadap obyek yang diteliti, sehingga mendapat gambaran langsung
mengenai obyek yang diteliti.
2. Wawancara Mendalam (Indepth interview)
Teknik pengumpulan data ini dilakukan secara langsung kepada individu
atau face to face dengan komunikasi verbal yang bertujuan memperoleh
informasi. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data primer dan
menggunakan kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya.
3. Pencatatan
Pencatatan adalah teknik pengumpulan data guna memperoleh data
sekunder, sebab melalui cara mencatat data yang ada di literatur tempat

22
penelitian, instansi pemerintah atau tempat-tempat lain yang berhubungan
dengan penelitian.
Langkah kedua adalah menggambarkan bagan penyebab masalah dengan
metode 5M atau 7M yang sesuai dengan penelitian atau faktor yang
berhubungan dengan penelitian.

Man Money Materials

Prioritas
masalah

Machines Method

Gambar 2.3 Diagram Fishbone (Akar Penyebab Masalah)


Langkah ketiga yaitu mengidentifikasi akar masalah dengan membuat
tabel yang pada kolom pertama berisikan kategori penyebab masalah (dapat
menggunakan model 5M atau 7M), kolom kedua yaitu sebab potensial yang
kemudian di kolom ketiga yakni akar penyebab masalah dituliskan hingga
faktor-faktor kecil yang berhubungan dengan sebab potensial.
Tahap terakhir ialah rekomendasi dan implementasi merupakan output
dari analisis fishbone yang diharapkan nantinya rekomendasi yang dihasilkan
mampu memperbaiki atau memperbaharui faktor penyebab masalah dalam
manajemen institusi tersebut maupun kualitas produk.

23
BAB III
DESKRIPSI TEMPAT
PRAKTIKUM KESEHATAN MASYARAKAT (PKM)

3.1 Gambaran Umum Lokasi PKM


3.1.1 Kedudukan Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas
Berdasarkan Peraturan Bupati Musi Rawas Nomor 58 Tahun 2016 Pasal
4 tentang Kedudukan Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas sebagai
berikut.
1. Dinas Kesehatan merupakan Unsur Pelaksana Urusan Pemerintahan
yang menangani urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
2. Dinas Kesehatan dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris
Daerah.
3.1.2 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas

24
Berdasarkan Peraturan Bupati Musi Rawas Nomor 58 Tahun 2016 Pasal
4 tentang kedudukan dan tugas pokok Dinas Kesehatan, maka dalam
melaksanakan tugas Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas
menyelenggarakan fungsi sebagaimana terdapat di pasal 5 yaitu:
a. Tugas Pokok Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas
Tugas Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas yaitu melaksanakan
urusan pemerintahan daerah khususnya di bidang kesehatan berdasarkan
asas otonomi dan tugas pembantuan yang diberikan kepada kabupaten.
b. Fungsi Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas
1. Perumusan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan
dan pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat
kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) serta
sumber daya kesehatan.
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan
dan pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat
kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) serta
sumber daya kesehatan.
3. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang kesehatan masyarakat,
pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan,
kefarmasian, alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga (PKRT) serta sumber daya kesehatan.
4. Pelaksanaan administrasi dinas sesuai dengan ruang lingkup tugas.
5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
3.1.3 Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas
a. Visi
Visi dari Bupati dan Wakil Bupati periode 2016 - 2021 yaitu Musi
Rawas Sempurna 2021 yang berarti sejahtera, mandiri, produktif,
unggul, religious, nyaman dan aman.
b. Misi
Untuk mencapai Visi dari Bupati dan Wakil Bupati periode 2016 -
2021 maka ada 7 misi yang akan dilaksanakan sebagai berikut.
1. Memperbaiki kualitas sumber daya manusia dan
infrastruktur.
2. Menumbuh kembangkan sistem usaha agrebisnis dan
agroindustri produk unggulan.

25
3. Mengembangkan usaha ekonomi produktif masyarakat non
petani.
4. Meningkatkan kemandirian dan keberdayaan masyarakat
dalam pembangunan daerah dan pengelolaan sumberdaya
alam yang ramah lingkungan.
5. Meningkatkan tata kelola Pemerintahan yang bersih,
berwibawa dan pelayanan prima.
6. Memantapkan pembangunan masyarakat yang religius
menuju MURA Darussalam.
7. Memastikan kondisi Kabupaten MURA yang lebih aman dan
nyaman untuk berinvestasi, menarik, dan berkesan untuk
dikunjungi.
Satuan Kerja Perangkat Daerah Dinas Kesehatan Kabupaten Musi
Rawas Tahun 2016 – 2021 mengemban amanat untuk melaksanakan
misi Memperbaiki Kualitas Sumber Daya Manusia dan
Infrastruktur.

3.1.4 Tujuan Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas


Tujuan Satuan Kerja Perangkat Daerah Dinas Kesehatan Kabupaten
Musi Rawas Tahun 2016 – 2021 yaitu sebagai berikut.
1. Meningkatnya status kesehatan masyarakat.
2. Meningkatnya daya tanggap (responsif) dan perlindungan
masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang
kesehatan.
3.1.5 Sasaran Strategis Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas
Perumusan dan Indikator Sasaran Strategis yang mendukung Sasaran
Strategis Bupati dan Wakil Bupati Musi Rawas dalam RPJMD Tahun 2016-
2021 sebagai berikut.
1. Meningkatnya Kesehatan Masyarakat, dengan sasaran yang akan
dicapai adalah:
a. Meningkatnya persentase persalinan di fasilitas kesehatan
sebesar 85%.
b. Menurunnya persentase ibu hamil kurang energi kronik sebesar
18,2%.

26
c. Meningkatnya persentase kabupaten dan kota yang memiliki
kebijakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sebesar
80%.
2. Meningkatnya Pengendalian Penyakit, dengan sasaran yang akan
dicapai adalah:
a. Persentase kab/kota yang memenuhi kualitas kesehatan
lingkungan sebesar 40%.
b. Penurunan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi (PD3I) tertentu sebesar 40%.
c. Kab/Kota yang mampu melaksanakan kesiapsiagaan dalam
penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang
berpotensi wabah sebesar 100%. d. Menurunnya prevalensi
merokok pada pada usia ≤ 18 tahun sebesar 5,4%.
d. Meningkatnya Akses dan Mutu Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
1) Jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas
yang terakreditasi sebanyak 5.600.
2) Jumlah kab/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang
terakreditasi sebanyak 481 kab/kota.
3) Meningkatnya akses, kemandirian, dan mutu sediaan
farmasi dan alat kesehatan, dengan sasaran yang akan
dicapai adalah:
a) Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas
sebesar 90%. b. Jumlah bahan baku obat, obat
tradisional serta alat kesehatan yang diproduksi di
dalam negeri sebanyak 35 jenis.
b) Persentase produk alat kesehatan dan PKRT di
peredaran yang memenuhi syarat sebesar 83%.
3. Meningkatnya Jumlah, Jenis, Kualitas dan Pemerataan Tenaga
Kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Jumlah Puskesmas yang minimal memiliki 5 jenis tenaga
kesehatan sebanyak 5.600 Puskesmas.
b. Persentase RS kab/kota kelas C yang memiliki 4 dokter
spesialis dasar dan 3 dokter spesialis penunjang sebesar 60%.
c. Jumlah SDM Kesehatan yang ditingkatkan kompetensinya
sebanyak 56,910 orang.
4. Meningkatnya sinergitas antar Kementerian/Lembaga, dengan
sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Meningkatnya jumlah kementerian lain yang mendukung
pembangunan kesehatan.
b. Meningkatnya persentase kab/kota yang mendapat predikat baik
dalam pelaksanaan SPM sebesar 80%.
5. Meningkatnya daya guna kemitraan dalam dan luar negeri, dengan
sasaran yang akan dicapai adalah:

27
a. Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSR untuk program
kesehatan sebesar 20%.
b. Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber
dayanya untuk mendukung kesehatan sebanyak 15.
c. Jumlah kesepakatan kerja sama luar negeri di bidang kesehatan
yang diimplementasikan sebanyak 40.
6. Meningkatnya integrasi perencanaan, bimbingan teknis dan
pemantauan-evaluasi, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Jumlah provinsi yang memiliki rencana lima tahundan anggaran
kesehatan terintegrasi dari berbagai sumber sebanyak 34
provinsi.
b. Jumlah rekomendasi monitoring evaluasi terpadu sebanyak 100
rekomendasi.
c. Meningkatnya efektivitas penelitian dan pengembangan
kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
1) Jumlah hasil penelitian yang didaftarkan HKI sebanyak 35
buah.
2) Jumlah rekomendasi kebijakan berbasis penelitian dan
pengembangan kesehatan yang diadvokasikan ke pengelola
program kesehatan dan atau pemangku kepentingan
sebanyak 120 rekomendasi. c. Jumlah laporan Riset
Kesehatan Nasional (Riskesnas) bidang kesehatan dan gizi
masyarakat sebanyak 5 laporan.
7. Meningkatnya tata kelola kepemerintahan yang baik dan bersih,
dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
1) Persentase satuan kerja yang dilakukan audit memiliki temuan
kerugian negara ≤1% sebesar 100%.
8. Meningkatnya kompetensi dan kinerja aparatur Kementerian
Kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
1) Meningkatnya persentase pejabat struktural di lingkungan
Kementerian Kesehatan yang kompetensinya sesuai
persyaratan jabatan sebesar 90%.
2) Meningkatnya persentase pegawai Kementerian Kesehatan
dengan nilai kinerja minimal baik sebesarMeningkatkan sistem
informasi kesehatan integrasi, dengan sasaran yang akan dicapai
adalah:
a) Meningkatnya persentase Kab/Kota yang melaporkan data
kesehatan prioritas secara lengkap dan tepat waktu sebesar
80%.
b) Persentase tersedianya jaringan komunikasi data yang
diperuntukkan untuk akses pelayanan e-health sebesar 50%.

3.1.6 Susunan Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas

28
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Musi Rawas Nomor 2 Tahun
2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten
Musi Rawas dan Peraturan Bupati Musi Rawas Nomor 42 Tahun 2008 tentang
penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas,
maka Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas sebagai
berikut:
1. Kepala Dinas
2. Sekretariat, mambawahi:
a) Sub bagian Perencanaan dan Evaluasi
b) Sub bagian Keuangan dan Aset
c) Sub bagian Umum dan Perlengkapan
3. Bidang Kesehatan Masyarakat, membawahi:
a) Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat
b) Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat
c) Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga
4. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, membawahi:
a) Seksi Surveilans, Imunisasi dan Kesehatan Khusus
b) Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
c) Seksi pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular, dan
kesehatan Jiwa
5. Bidang Pelayanan Kesehatan, membawahi:
a) Seksi Pelayanan Kesehatan Primer dan Tradisional
b) Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan
c) Seksi Peningkatan Mutu, Akreditasi dan Jaminan Kesehatan
6. Bidang Sumber Daya Kesehatan, membawahi:
a) Seksi Kefarmasian dipimpin Kepala Seksi
b) Seksi Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) dan Alat
Kesehatan
c) Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK)
7. Kelompok Jabatan Fungsional
Berdasarkan Peraturan Bupati Musi Rawas Nomor 27 Tahun
2008 tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis pada Dinas
Kesehatan Kabupaten Musi Rawas kemudian dirubah dengan Peraturan
Bupati Musi Rawas Nomor 3 Tahun 2010, maka susunan Unit Pelaksana
Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas sebagai berikut :
1. UPT Laboratorium Kesehatan Daerah

29
2. UPT Instalasi Farmasi
3. UPT Pusat Kesehatan Masyarakat, terdiri dari :
1) UPT Puskesmas Muara Beliti
2) UPT Puskesmas C. Nawangsasi
3) UPT Puskesmas L. Sidoharjo
4) UPT Puskesmas Terawas
5) UPT Puskesmas Selangit
6) UPT Puskesmas O.Mangunharjo
7) UPT Puskesmas Sumber Harta
8) UPT Puskesmas Megang Sakti
9) UPT Puskesmas Kelingi IV C
10) UPT Puskesmas Ciptodadi
11) UPT Puskesmas Air Beliti
12) UPT Puskesmas Muara Kelingi
13) UPT Puskesmas Muara Lakitan
14) UPT Puskesmas Jayaloka
15) UPT Puskesmas BTS Ulu Cecar
16) UPT Puskesmas Tiang Pumpung Kepungut
17) UPT Puskesmas Karya Sakti
18) UPT Puskesmas Sungai Bunut
19) UPT Puskesmas Pian Raya

3.1.7 Tenaga Kesehatan


Tabel 3.1
Jumlah Tenaga Kesehatan Berdasarkan Pendidikan di Kabupaten Musi
Rawas Tahun 2017
No Pendidikan Jumlah
1 S-2/S-1 11
2 Dokter Spesialis 0
3 Dokter Umum (PNS + PTT) 32
4 Dokter Gigi (PNS + PTT) 7
5 S1/S2 Kesmas (SKM) (PNS + TKST) 27
6 Apoteker 4
7 S1 Keperawatan (PNS + TKST) 12
8 D3 Gigi 12
9 Akademi Perawat (PNS + TKST + PTT) 202
10 Akademi Kesehatan Lingkungan 6
11 Akademi Gizi (Akzi) 7
12 Akademi farmasi (Akpar) 10
13 Bidan (PNS + TKST + PTT) 133
14 Teknisi Medis 0
15 Keterapian Fisik 2
16 Sekolah Pembantu Penilik Higiene (SPPH) 12
17 Sekolah Pembantu Ahli Gizi (SPAG) 5
18 Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) (PNS + TKST) 61

30
19 Sekolah Pengatur Rawat Gigi (SPRG) 4
20 Sekolah Menengah Farmasi (SMF) 6
21 SMA/SMEA/SMK 20
22 LPCK -
23 SMP 0
24 SD 0
JUMLAH 503
Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Musi Rawas Tahun 2017

3.1.8 Sarana Pelayanan Kesehatan


Secara geografis, letak wilayah Kabupaten Musi Rawas sulit dijangkau
sehingga untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan diperlukan sarana
kesehatan yang tersebar secara merata dan mudah dijangkau oleh masyarakat.
Sarana kesehatan di Kabupaten Musi Rawas dapat dilihat pada tabel 3.2
Tabel 3.2
Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2017
Sarana Pelayanan Kesehatan Jumlah
Puskesmas Perawatan (Rawat Inap) 12 unit
Puskesmas Non Perawatan (Non Rawat Inap) 7 unit
Puskesmas Pembantu 92 unit
Polindesa 76 unit
Poskesdes 115 unit
Rumah Dinas Tenaga Medis 22 unit
Rumah Dinas Tenaga Paramedis 32 unit
Total 356 unit
Sumber: Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kesehatan Kab. Musi Rawas

3.2 Gambaran Khusus Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat


3.2.1 Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Musi
Rawas
Berdasarkan Peraturan Bupati Musi Rawas Nomor 58 Tahun 2016
Pasal 11 tentang tugas 3 seksi yang berada di Bidang Kesehatan
Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas sebagai berikut.
a. Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat yang dipimpin oleh
Kepala Seksi mempunyai tugas sebagai berikut.
1. Menyusun perencanaan dan pelaksanaan kebijakan bidang
kesehatan maternal dan neonatal, balita dan anak prasekolah, usia

31
sekolah dan remaja, usia reproduksi dan lanjut usia, dan KB serta
perlindungan kesehatan keluarga.
2. Melaksanakan bimbingan teknis dan supervisi pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan dibidang kesehatan maternal dan
neonatal, balita dan anak prasekolah, usia sekolah dan remaja,
usia reproduksi dan lanjut usia, dan KB serta perlindungan
kesehatan keluarga.
3. Melaksanaan peningkatan akses, kualitas dan kelangsungan
hidup anak dan anak prasekolah, kesehatan reproduksi dan KB,
serta kesehatan lanjut usia.
4. Melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan
kesehatan dibidang gizi masyarakat, pemantauan status gizi
masyarakat dan berkoordinasi lintas sektor dalam menerapkan
sistem kewaspadaan pangan dan gizi.
5. Melakukan upaya pengembangan pelayanan kesehatan dalam
rangka peningkatan mutu gizi institusi pemerintah, swasta dan
masyarakat, serta upaya peningkatan gizi keluarga.
6. Melaksanakan Peningkatan mutu dan kecukupan gizi,
kewaspadaan gizi, surveilans dan ketahanan gizi,
penanggulangan masalah gizi mikro dan makro, dan pengelolaan
konsumsi gizi.
7. Melaksanakan bimbingan teknis dan supervisi pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan dibidang gizi masyarakat
8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Kepala Dinas sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
b. Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat yang dipimpin oleh
Kepala Seksi mempunyai tugas sebagai berikut.
1. Menyusun perencanaan dan Pelaksanaan peningkatan bidang
komunikasi, informasi dan edukasi kesehatan serta advokasi dan
kemitraan untuk meningkatkan peran serta masyarakat.
2. Melaksanakan bimbingan teknis dan supervisi pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan dibidang komunikasi, informasi dan

32
edukasi kesehatan serta advokasi dan kemitraan untuk
meningkatkan peran serta masyarakat.
3. Mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menyajikan data
kegiatan promosi kesehatan dan Pemberdayaan masyarakat.
4. Menguatkan kelembagaan upaya kesehatan berbasis masyarakat.
5. Mengoordinir pelaksanaan promosi kesehatan lintas program
dengan melalui media massa, media cetak, media elektronik,
grafika dan penyuluhan langsung.
6. Melaksanakan pengembangan manajemen dan metodelogi/desain
promosi kesehatan.
7. Melaksanakan koordinasi lintas program dan sektor dalam rangka
pelaksanaan pembinaan promosi kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat.
8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Kepala Dinas sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
c. Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Kesehatan
Olahraga yang dipimpin oleh Kepala Seksi mempunyai tugas
sebagai berikut.
1. Menyusun perencanaan dan pelaksanaan kebijakan dibidang
penyehatan air dan sanitasi dasar, dan penyehatan udara, tanah
dan kawasan, pengamanan limbah, radiasi, kesehatan okupasi,
kapasitas kerja, lingkungan kerja, dan kesehatan olahraga.
2. Melaksanakan bimbingan teknis dan supervisi pemantauan dan
pengawasan, evaluasi, dan pelaporan dibidang penyehatan air dan
sanitasi dasar, penyehatan pangan, dan penyehatan udara, tanah
dan kawasan, serta pengamanan limbah dan radiasi serta
kesehatan okupasi, kapasitas kerja, lingkungan kerja, dan
kesehatan olahraga.
3. Mengukur kualitas fisik,kimia,biologi dan udara serta surveilans
kesehatan lingkungan dan kesehatan kerja.
4. Melaksanakan koordinasi lintas sektor dan program dalam rangka
analisis dampak lingkungan (amdal), upaya penyehatan

33
lingkungan (UPL), upaya kualitas lingkungan (ukl) dengan
melibatkan peran serta masyarakat dan lembaga sosial
masyarakat.
5. Melaksanakan dan mengembangkan program kesehatan
olahraga.
6. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan kepala bidang sesuai
dengan tugas dan fungsinya.

3.2.2 Struktur Organisasi Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat


Bagan 3.2 Struktur Organisasi Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi
Masyarakat
Kepala Dinas Kesehatan

Bidang Bidang Bidang Bidang Sumber


Kesehatan Pencegahan dan Pelayanan Daya
Masyarakat Pengendalian Kesehatan Masyarakat
Penyakit

Seksi Kesehatan
Keluarga dan Gizi
Masyarakat

Seksi Promosi dan


Pemberdayaan
Masyarakat

Seksi Kesehatan
Lingkungan,
Sumber: Sub Bagian Perencanaan dan Evaluasi Dinkes Kab. Musi Rawas
Kesehatan Kerja
dan Olahraga

3.2.3 Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan


Indikator atau capaian yang harus dilakukan oleh pemerintah secara
teknis dimuat dalam Permenkes No. 4 Tahun 2019 yang didalamnya berisi
tentang mekanisme pemenuhan mutu pelayanan dasar pada SPM bidang
kesehatan. SPM merupakan urusan pemerintah yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah baik Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Daerah yang
diperoleh setiap warga negara secara minimal. Berdasarkan Permenkes No. 4
Tahun 2019 Pasal 2 ayat 3 terdapat beberapa jenis pelayanan dasar pada SPM

34
kesehatan Kabupaten/Kota sebagai berikut (Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 2019).
1. Pelayanan kesehatan ibu hamil
2. Pelayanan kesehatan ibu bersalin
3. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir
4. Pelayanan kesehatan balita
5. Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar
6. Pelayanan kesehatan pada usia produktif
7. Pelayanan kesehatan pada usia lanjut
8. Pelayanan kesehatan penderita hipertensi
9. Pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus
10. Pelayanan kesehatan orang dengan ganggugan jiwa berat
11. Pelayanan kesehatan prang terduga tuberculosis
12. Pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang
melemahkan daya tahan tubuh manusia (Human Immunodeficiency Virus)
yang bersifat peningkatan/promotif dan pencegahan/preventif.

35
BAB IV
HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Kegiatan


4.1.1 Pengumpulan Data
Berdasarkan teori Harrington Emerson dalam Phiffner John F. dan
Presthus Robert V. (1960) menyebutkan 5M Model sebagai faktor-faktor yang
dianalisis dalam menentukan faktor prioritas yang berpengaruh dalam proses
manajemen suatu institusi atau perusahaan. Sedangkan, menurut Gasperz
(2002) memperkenalkan prinsip 7M untuk menemukan sumber penyebab
masalah kualitas produk. Sehingga, penulis menggabungkan kedua teori
tersebut dikarenakan prinsip dalam manajemen bersifat fleksibel maka perlu
dipertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi yang
berubah-ubah (Arifin, 2013). Dalam hasil Praktikum Kesehatan Masyarakat
(PKM) di Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas guna menemukan faktor-
faktor yang mempengaruhi program pencegahan stunting pada anak, maka
penulis menggunakan 5M yang terdiri dari man, money, materials, methods
dan media (environment) dengan perumusan masalah sebagai berikut.
1. Man
Man merupakan pelaku atau individu yang mempengaruhi pencegahan
stunting di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas.
Pencegahan dan penanggulangan stunting merupakan tanggung jawab seluruh
pihak. Pemerintah telah berupaya melakukan advokasi tingkat tinggi
berkelanjutan dengan diterbitkannya Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2013
tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dan Permenkes No. 23
Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi. Akan tetapi, pencegahan stunting
bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan semua pihak hingga ke
unit terkecil di masyarakat yakni setiap keluarga di Indonesia. Dalam jangka
Panjang, stunting dapat memberikan dampak terhadap seluruh sektor
kehidupan. Perkembangan emosi anak yang terhambat merupakan salah satu

36
dampak dari stunting, akibatnya terjadi kerugian ekonomi dalam hal ini yaitu
anggaran belanja kesehatan nasional. Maka, dibutuhkan komitmen kuat dari
berbagai pihak baik dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, lembaga
sosial kemasyarakatan dan keagamaan, akademis, organisasi profesi, media
massa, dunia usaha/mitra pembangunan dan masyarakat secara keseluruhan.
Dari kerjasama ini diharapkan tercapainya percepatan perbaikan gizi generasi
penerus bangsa yang sehat, produktif dan memiliki daya saing. Upaya yang
dilakukan mulai dari pemenuhan gizi yang baik selama 1000 HPK anak hingga
menjaga lingkungan agar tetap sehat. Dalam penanganan stunting dikenal
istilah 5 pilar yaitu:
1. Pilar 1, komitmen dan visi pemimpin tertinggi negara.
2. Pilar 2, kampanye nasional berfokus pada pemahaman, perubahan
perilaku, komitmen politik dan akuntabilitas.
3. Pilar 3, konvergensi koordinasi dan konsolidasi program nasional, daerah
dan masyarakat.
4. Pilar 4, mendorong kebijakan Nutritional Food Security.
5. Pilar 5, pemantauan dan evaluasi.
Kelima pilar penanganan stunting tersebut dilakukan melalui intervensi
spesifik oleh sektor kesehatan dan intervensi sensitif oleh lintas sektor dengan
target yang akan dicapai ialah Tumbuh Kembang Anak Yang Maksimal
(dengan kemampuan emosional, sosial dan fisik siap untuk belajar, berinovasi
dan berkompetisi). Rencana fokus lokasi intervensi terintegrasi tahun 2018
adalah pada 100 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, di tahun 2019 adalah 160
kabupaten/kota di seluruh Indonesia dan di tahun 2020 – 2024 adalah semua
kabupaten/kota prioritas secara bertahap (Sandra, Ahmad and Arinda, 2018).
Bagan 4.1 Penanggung Jawab 5 Pilar Penanganan Stunting
Tumbuh Kembang Anak Yang Maksimal (dengan kemampuan emosional, sosial dan
fisik siap untuk belajar, berinovasi dan berkompetisi)

Intervensi gizi spesifik Intervensi gizi sensitif

5 Pilar Penanganan Stunting


Pilar 1 Pilar 2 Pilar 3 Pilar 4 Pilar 5
komitmen dan kampanye konvergensi mendorong pemantauan
visi pimpinan nasional koordinasi dan kebijakan dan evaluasi
tertinggi negara berfokus pada konsolidasi

37
pemahaman, program Nutritional
perubahan nasional, Food Security
perilaku, daerah dan
komitmen masyarakat
politik dan
akuntabilitas
Setwapres/ Kemen Bappenas dan Kementan dan Setwapres/
TNP2K Kominfo dan Kemendagri Kemenkes TNP2K
Kemenkes
Pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas
mendukung pencegahan stunting pada anak, salah satunya melalui Gerakan
Musi Rawas Sempurna Sehat. Keputusan Bupati Musi Rawas Nomor:
104/KPTS/I/2017 tentang Pembentukan Tim Gerakan Musi Rawas Sempurna
Sehat Kabupaten Musi Rawas membentuk anggota tim Gerakan Musi Rawas
Sempurna Sehat (GMSS) Kabupaten Musi Rawas yang terdiri dari pengarah,
pelaksana harian, tim teknis, koordinator lapangan, kelompok kerja pelayanan
publik dan koordinator lapangan tingkat desa. Koordinator lapangan GMSS
yang terdiri dari camat setiap kecamatan di Kabupaten Musi Rawas serta tim
teknis dengan susunan sebagai berikut:
Penanggung Jawab : Kepala Dinkes Kabupaten Musi Rawas
Ketua Tim Teknis : Sekretaris Dinkes Kabupaten Musi Rawas
Sekretariat GMSS : Musolie, S.IP (Dinkes Kab. Mura)
: Sipa Himla (Dineks Kab. Mura)
: Effendi (Dinkes Kab. Mura)
: Kodri (Dinkes Kab. Mura)
Koordinator Teknis
Puskesmas Muara Beliti : Ma’rifat, SKM., M.Si
Puskesmas Muara Kati : H. Darusmansyah, SKM
Puskesmas Selangit : Risma Septri Hasnawati, SE
Puskesmas Terawas : Femi Anggerani, SKM
Puskesmas Sumberharta : Marnawati, SKM., M.Si
Puskesmas Nawangsasi : Erni Yunita, SKM
Puskesmas L. Sidoharjo : Mursimah, SE
Puskesmas Mangunharjo : Sri Yuliastini, SKM
Puskesmas Megang Sakti : Musolie, S.IP
Puskesmas Kelingi IV C : Maolub Dalimunthe, SKM

38
Puskesmas Muara Kelingi : Okvitalia Sandra, SKM
Puskesmas Karya Sakti : Sulaiman, S.Si., Apt
Puskesmas Muara Lakitan : Ismu Muliansyah P, SKM
Puskesmas Pian Raya : Nasrul Bayumi, SKM., M.Si
Puskesmas Cecar : Kgs. Aziz Achmad, AMAFm
Puskesmas Sungai Bunut : Rudi Haryansyah, S.IP., M.Si
Puskesmas Jayaloka : Ari Winarko, SKM., M.Kes (Epid)
Puskesmas Ciptodadi : Lia Anggraini, SKM
Puskesmas Air Beliti : Sulastri Tarumi Yuliana, SKM., MM
Kegiatan GMSS dilaksanakan satu bulan sekali di setiap wilayah kerja
Puskesmas Kabupaten Musi Rawas. Kegiatan GMSS di Bulan Juli Tahun 2019
dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Ciptodadi dengan kegiatan yang
terdiri dari 100% Jamban (ODF) yaitu gerakan bedah jamban sehat, Bebas
Stunting yaitu dengan kampanye makan buah oleh Bupati Musi Rawas dan
Kawasan Tanpa Rokok yaitu dengan penandatanganan deklarasi bersama
rumah tanpa asap rokok oleh seluruh kepala desa di Kecamatan Sukakarya

Gambar 4.1 Bupati Musi Rawas Kampanye Makan Buah Kepada Siswa
Sekolah Dasar

Gambar 4.2 Kampanye Makanan Sehat Sehari-hari Kec. Sukakarya

39
Gambar 4.3 Penandatanganan Deklarasi Bersama Rumah Tanpa Asap
Rokok Oleh Seluruh Kepala Desa Di Kecamatan Sukakarya

Upaya pencegahan stunting sekaligus upaya percepatan penurunan


Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia
dengan meningkatkan mutu dan menjaga kesinambungan pelayanan kesehatan
dasar dan rujukan, maka diterbitkan Keputusan Bupati Musi Rawas Nomor
342/KPTS/KES/2019 tentang Pembentukan Tim Audit Maternal Perinatal di
Kabupaten Musi Rawas Tahun 2019 yang memiliki tugas sebagai berikut.
1. Bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan AMP pengkajian
kasus kematian Maternal (ibu melahirkan) dan perinatal (bayi).
2. Memberikan rekomendasi dan memfasilitasi dilaksanakannya
rekomendasi Tim AMP
3. Merumuskan pembelajaran terhadap hasil rekomendasi Tim AMP.
Untuk mengoptimalkan pencegahan stunting diperlukan tindakan dan
upaya dari unit terkecil di masyarakat yakni keluarga serta dibantu oleh kader
kesehatan. Maka, diperlukan kader khusus gizi, surat keputusan oleh lembaga
pemerintahan terkait kebijakan kader khusus gizi dan peningkatan peran aktif
kader di bidang gizi masyarakat.
2. Money
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 61/PMK.07/2019 Tentang Pedoman Penggunaan Transfer Ke Daerah
dan Dana Desa Untuk Mendukung Pelaksanaan Kegiatan Intervensi
Pencegahan Stunting Terintegrasi menunjukkan kesungguhan dana konsistensi

40
komitmen dalam melindungi anak-anak dari bahay kondisi gagal tumbuh
kembang anak di bawah lima tahun yang dilaksanakan secara sinergi, terpadu,
tepat sasaran dan berkelanjutan (Menteri Keuangan Republik Indonesia, 2019).
Berdasarkan peraturan tersebut, dijelaskan bahwa Transfer Ke Daerah
dan Dana Desa (TKDD) merupakan bagian dari Belanja Negara yang
dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada Daerah
dan Desa dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan yang telah diserahkan
kepada Daerah dan Desa.
3. Materials
Dalam penulisan hasil Praktikum Kesehatan Masyarakat (PKM) ini,
penulis akan menjelaskan faktor materials sebagai pemenuhan sarana dan
prasarana yang menunjang pencegahan stunting pada anak.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Secara
Eksklusif Pada Bayi di Indonesia menetapkan bahwa pemberian ASI Eksklusif
bagi bayi di Indonesia dimulai sejak bayi lahir hingga berusia 6 bulan dan
dianjurkan sampai anak berusia 2 tahun dengan makanan pendamping ASI.
Tenaga kesehatan juga ditegaskan untuk menginformasikan kepada semua ibu
yang baru melahirkan untuk memberikan ASI Eksklusif dengan berpedoman
pada Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM).
Selain itu, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33
Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif berisi ketentuan yang
lebih lengkap terkait pengaturan pemberian ASI Eksklusif, tanggung jawab
pemerintah dan pemerintah daerah dan ketentuan lainnya yang salah satunya
yakni pengaturan tentang tempat kerja dan tempat sarana umum yang harus
mendukung program ASI Eksklusif. Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas
telah menerapkan ruang menyusui atau ruang laktasi di dalam gedung kantor,
sebagaimana diatur pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33
Tahun 2012 pasal 31 ayat 2 bahwa tempat kerja yang dimaksud antara lain
perusahaan dan perkantoran milik Pemerintah, Pemerintah Daerah dan swasta.

41
Gambar 4.4 Ruang Menyusui dan Ruang Ramah Anak di Dinas
Kesehatan Kabupaten Musi Rawas
Selain menyediakan ruang menyusui, Dinas Kesehatan Kabupaten Musi
Rawas juga menyediakan Ruang Ramah Anak dengan sarana berupa mainan,
wall sticker serta poster-poster terkait gizi dan stunting. Di pintu masuk Ruang
Ramah Anak terdapat stiker dilarang merokok (no smoking) yang merupakan
salah satu tindakan pencegahan stunting dengan menjauhkan anak-anak
termasuk ibu hamil dari risiko menjadi perokok pasif.

Gambar 4.5 Tanda Peringatan Dilarang Merokok sebagai Kawasan Tanpa


Rokok di Dinkes Kabupaten Musi Rawas
Selanjutnya, untuk mendukung program pemberian ASI Eksklusif
sebagai salah satu upaya pencegahan stunting, maka Dinas Kesehatan
mengeluarkan Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas
Nomor: 132/KPTS/KES/2019 tentang Penetapan Puskesmas Ramah Anak
(PRA) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2019.

42
Tabel 4.1
Daftar Nama Puskesmas Ramah Anak Kabupaten Musi Rawas Tahun 2019
Nama Kode
No Alamat
Puskesmas Puskesmas
1. Nawangsasi P1605040101 Kel. Nawangsasi, Kec. Tugu Mulyo
2. Muara Beliti P1605050101 Jln Lintas Sumatera Kel. M. Beliti
Kec. Muara Beliti
3. Megang Sakti P1605090101 Kel. Megang Sakti, Kec. Megang
Sakti
4. Muara Kelingi P1605072101 Lintas Lb Linggau – Sekayu, Kec.
Tuah Negeri
5. M. Lakitan P1605080101 Lintas Lb Linggau – Sekayu, Kec.
Muara Lakitan
6. Megang Sakti P1605090101 Kel. Megang Sakti, Kec. Megang
Sakti
7. Jayaloka P1605060101 Jln Veteran Kel. Marga Tunggal Kec.
Jayaloka
8. Muara Kati P1605051201 Jln Lintas Sumatera Ds. Muara Kati
Baru I, Kec. TPK
9. Terawas P1605030201 Jln Jambi Kel. Terawas Kec. STL
Ulu Terawas
10. Air Beliti P1605072202 Jln. Kantor Pos Desa Dharma Sakti
Kec. Tuah Negeri
11. Ciptodadi P1605060202 Desa Ciptodadi Kec. Sukakarya
12. Cecar P1605071101 Kel SP 9 Cecar Kec. Bulan Tengah
Suku Ulu
13. Selangit P1605031201 Jln Lintas Sumatera KM. 24 Kec.
Selangit
14. Mangunharjo P1605041101 Kel. O Mangunharjo Kec.
Puurwodadi
15. L. Sidoharjo P1605040202 Jln Lintas Lingkar Muara Beliti Kec.
Tugumulyo
16. Karya Sakti P1605070201 Ds. Karya Sakti Kec. Muara Kelingi
17. Pian Raya P1605080202 HTI Sp 10 Pian Raya Kec. Muara
Lakitan
18. Kelingi Ivc P1605090202 Jln Lintas Trans Kelingi IV C Ds.
Campur Sari Kec. M. Sakti
19. Sungai Bunut P1605071202 Jln. Lintas Ds. Sungai Bunut Kec.
Bulan Tengah Suku Ulu
Sumber: Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas Nomor:
132/KPTS/KES/2019
Puskesmas dapat dikatakan sebagai Puskesmas Ramah Anak minimal
memenuhi 15 indikator yang terdapat di Keputusan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Rawas Nomor: 132/KPTS/KES/2019, salah satunya yaitu

43
tersedia ruang ASI dan dimanfaatkan. Berdasarkan hasil observasi peneliti,
salah satu Puskesmas yang menerapkan ruang laktasi atau ruang menyusui
ialah Puskesmas Kelingi.

Gambar 4.6 Ruang Menyusui Dinkes Kabupaten Musi Rawas


Sehingga, dalam pemenuhan sarana untuk mendukung pencegahan
stunting, secara umum Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Musi
Rawas telah mendukung pencegahan stunting berdasarkan kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkan.
4. Methods
Methods dalam hasil Praktikum Kesehatan Masyarakat (PKM) ini
merujuk kepada kebijakan yang berpengaruh terhadap pencegahan stunting
pada anak di wilayah kerja Dinas Kesehatan kabupaten Musi Rawas.
Demi mencegah dan menanggulangi masalah gizi di Indonesia,
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi. Peraturan
ini menegaskan program percepatan perbaikan gizi masyarakat dimulai sejak
seribu hari pertama kehidupan dengan sasaran masyarakat, kader-kader
masyarakat, perguruan tinggi, organisasi profesi atau kemasyarakatan,
pemerintah dan pemerintah daerah, media massa, dunia usaha serta Lembaga
swadaya masyarakat turut berpartisipasi dalam percepatan perbaikan gizi guna
meningkatkan pembangunan nasional.
Penurunan angka prevalensi stunting juga termasuk sebagai sasaran
pokok pembangunan nasional dalam Rancangan Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019. Target prevalensi stunting pada anak

44
baduta (dibawah 2 tahun) diharapkan menurun di angka 28% pada tahun 2019
dari angka 32,9% di tahun 2013.
Selain itu, untuk mendukung upaya pencegahan masalah gizi di
Indonesia maka Pemerintah mengeluarkan Permenkes RI No. 23 Tahun 2014
tentang Upaya Perbaikan Gizi yang menegaskan agar keluarga menerapkan
perilaku gizi seimbang dan mampu mengenal, mencegah serta mengatasi
masalah gizi (KADARZI) dengan melakukan tindakan-tindakan diantaranya
sebagai berikut:
1. Menimbang berat badan bayi secara teratur
2. Memberikan ASI Eksklusif sejak lahir sampai umur 6 bulan
3. Makan beraneka ragam
4. Menggunakan garam beryodium
5. Pemberian suplemen gizi sesuai anjuran petugas kesehatan
Untuk menindaklanjuti Peraturan Presiden No 42 Tahun 2013 tentang
Gerakan Nasional Perbaikan Gizi, maka terdapat Surat Edaran Bupati Musi
Rawas Nomor.5/SE/DINKES/2019 tentang Inovasi Pencegahan dan
Penanggulangan Stunting yang diimplementasikan dalam Inovasi Gerpu
Genting di Puskesmas Pian Raya Kecamatan Muara Lakitan,
5. Media/environment
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lingkungan merupakan
semua yang mempengaruhi pertumbuhan manusia atau hewan. Sehingga,
dalam hasil Praktikum Kesehatan Masyarakat ini environment yang dimaksud
ialah setiap sektor atau faktor eksternal yang mempengaruhi pencegahan
stunting pada anak.
Hasil penelitian menunjukkan risiko batita stunting yang memiliki
tempat tinggal dengan sanitasi kurang baik lebih tinggi daripada dengan
sanitasi yang baik (Kusumawati, Rahardjo and Sari, 2013). Dapat disimpulkan
bahwa untuk mendukung pencegahan stunting pada anak, maka keluarga harus
memiliki tempat tinggal yang memenuhi indikator rumah sehat, salah satunya
adalah memiliki jamban sehat.
Dalam hal ini, pemerintah telah mengeluarkan peraturan terkait Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat (STBM) yaitu Peraturan Menteri Kesehatan

45
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat. Pada Permenkes Nomor 3 Tahun 2014 Pasal 12 berisi peran
pemerintah daerah kabupaten/kota untuk mendukung penyelenggaraan STBM
sebagai berikut.
1. Menetapkan skala prioritas wilayah untuk penerapan STBM
2. Melakukan koordinasi lintas sektor dan lintas program, jejaring kerja dan
kemitraan dalam rangka pengembangan penyelenggaraan STBM
3. Melaksanakan pelatihan teknis bagi petugas dan masyarakat kecamatan
dan/atau desa/kelurahan
4. Melakukan pemantauan dan evaluasi
5. Menyediakan materi media komunikasi, informasi dan edukasi (Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, 2014)
Penerapan di tingkat Kabupaten wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Rawas diatur dalam Peraturan Bupati Musi Rawas Nomor 8
Tahun 2016 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang didalamnya
terdapat tanggung jawab dan peran pemerintah kabupaten, kecamatan serta
desa/kelurahan, tim kerja STBM kabupaten, kecamatan dan desa/kelurahan
dan lain-lain dengan sasaran sebagai berikut.
1. Masyarakat
2. Pemerintah kabupaten, kecamatan dan desa
3. Tim penggerak PKK kabupaten, kecamatan dan desa.
4. Institusi pendidikan
5. Institusi keagamaan
6. Organisasi masyarakat/lembaga swadaya masyarakat
7. Perusahaan/swasta
Berdasarkan Laporan STBM oleh Seksi Kesehatan Lingkungan,
Kesehatan Kerja dan Kesehatan Olahraga. persentase keluarga dengan
kepemilikan sandas menurut kecamatan dan puskesmas Kabupaten Musi
Rawas Triwulan II Tahun 2017, keluarga dengan jamban sehat permanen
berjumlah 48,8%, keluarga dengan jamban sehat semi permanen berjumlah
48%, keluarga dengan kriteria jamban sharing berjumlah 3,16% dan yang

46
masih menggunakan kriteria jamban open yaitu 19,56% dari total keluarga
yang memiliki jamban yakni 80,44%.
Tabel 4.2
Daftar Desa 100% Stop Buang Air Besar Sembarangan Kabupaten Musi
Rawas Tahun 2017
No Kecamatan Desa
1. Jayaloka Bumi Rejo
Kertosono
2. Megang Sakti Marga Puspita
Tegal Sari
3. Muara Beliti Bumi Agung
4. Muara Kelingi Beliti Jaya
Mekar Sari
5. Suka Karya Bangun Rejo
Ciptodadi II
6. STL Ulu Terawas Suka Karya
7. Sumber Harta Suka Jaya
8. Tuah Negeri Air Beliti
Proyek Banpres
Suka Mulya
9. Tugu Mulyo Q2. Wono Rejo
I. Sukomulyo
Sumber: Laporan STBM Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan
Kesehatan Olahraga
Selain itu, stunting dapat dicegah sedini mungkin dengan pelayanan
kesehatan reproduksi bagi calon pengantin yang nantinya akan menjadi ibu dan
ayah dari anak-anak generasi penerus bangsa. Maka, dibuatlah kesepakatan
bersama antara Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas dengan Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Musi Rawas tentang Penerapan Inpres No.1
Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) Terkait
Kerjasama Kemenag dan Kemenkes Mengenai Kesehatan Reproduksi Bagi
Calon Pengantin di Kabupaten Musi Rawas. Dalam kesepakatan bersama
teresebut, Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas dengan Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Musi Rawas menyepakati bahwa calon
pengantin harus melakukan pemeriksaan kesehatan di fasilitas kesehatan,
setelah melakukan pemeriksaan maka calon pengantin akan memperoleh Surat
Keterangan Hasil Bimbingan/Konseling Kesehatan.

47
4.1.2 Analisis Diagram Fishbone

Keputusan Bupati Musi Rawas Nomor


342/KPTS/KES/2019 tentang Pembentukan
Tim Audit Maternal Perinatal

Keputusan Bupati Musi Rawas


Nomor:104/KPTS/I/2017 membentuk Tim
Gerakan Musi Rawas Sempurna Sehat

Peraturan Menteri Keuangan Republik Pemerintah melalui Peraturan


Indonesia Nomor 61/PMK.07/2019 Presiden No. 42 Tahun 2013
Permendes
dengan
sasaran
kader
Peraturan Pemerintah Pemerintah melalui Peraturan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor Presiden No. 42 Tahun 2013 Republik Indonesia Nomor 3
33 Tahun 2012 Tahun 2014

Permenkes RI No. 23 Tahun 2014


Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Peraturan Bupati Musi
Kabupaten Musi Rawas Nomor: Rawas Nomor 8 Tahun 2016
132/KPTS/KES/2019 Surat Edaran Bupati Musi Rawas
Nomor.5/SE/DINKES/2019

Penerapan Inpres No.1 Tahun 2017

48
4.1.3 Identifikasi Rumusan Masalah
Dalam melakukan analisis terhadap kebijakan yang berhubungan dengan pencegahan
stunting, penulis menggunakan salah satu unsur dari pendekatan analisis segitiga kebijakan
kesehatan (Walt and Gilson, 1994). Segitiga kebijakan kesehatan menganalisis empat unsur
kompleks diantaranya yaitu actor (pelaku) adalah istilah yang merujuk kepada individu,
organisasi atau bahkan negara beserta tindakan mereka yang mempengaruhi kebijakan,
content (isi) adalah rincian dari bagian-bagian dalam kebijakan, context (konteks) adalah
faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan kesehatan misalnya kondisi politik, ekonomi,
sosial dan budaya, unsur terakhir yaitu proses penyusunan kebijakan yang terdiri dari
identifikasi masalah dan isu, perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan evaluasi
kebijakan (Temesvari, 2018).
Salah satu unsur dari segitiga kebijakan kesehatan ialah content, sehingga penulis akan
menggunakan content analysis untuk memperoleh akar dari pengaruh potensial pencegahan
stunting. Content analysis merupakan pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi
tertulis dan analisis ini dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi.
Dengan menggunakan teori Harold D. Lasswell yaitu 5 unsur komunikasi (Kurniawan, 2018)
sebagai berikut.
1. Who (siapa yang menyampaikan komunikasi)
2. Says what (apa pesan yang disampaikan)
3. In which channel (saluran atau media apa yang digunakan untuk menyampaikan
komunikasi)
4. To whom (siapa penerima pesan komunikasi)
5. Whit what effect (perubahan apa yang terjadi ketika komunikan menerima pesan
komunikasi yang telah tersampaikan)
Penjelasan terkait 5 unsur komunikasi dalam analisis konten pengaruh potensial pencegahan
stunting di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas ditunjukkan oleh tabel 4.2
yakni sebagai berikut.

49
Tabel 4.2 Analisis Pengaruh Potensial Pencegahan Stunting di Wilayah Kerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Musi Rawas
Kategori Faktor
Pengaruh Potensial Analisis Pengaruh Potensial
Pengaruh
1. Presiden Republik Indonesia
2. Gerakan Nasional Percepatan
Perbaikan Gizi
3. Saluran tidak langsung melalui
media cetak berupa perpres
4. Sasaran kebijakan yaitu:
a. Masyarakat, khususnya
remaja, ibu hamil, ibu
menyusui, anak dibawah usia 2
tahun
b. Kader-kader masyarakat
c. Perguruan tinggi, organisasi
profesi, organisasi
Peraturan Presiden No. 42 kemasyarakatan/keagamaan
Tahun 2013 d. Pemerintah atau pemerintah
daerah
e. Media massa
f. Dunia usaha
Man (Sumber daya
g. Lembaga swadaya masyarakat
manusia)
dan mitra pembangunan
nasional
5. Dalam penerapannya di wilayah
kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Musi Rawas telah menerapkan
beberapa kebijakan yang
diwujudkan dalam bentuk-bentuk
kegiatan yang mendukung
percepatan perbaikan gizi.
1. Bupati Musi Rawas
2. Pembentukan Tim Gerakan Musi
Keputusan Bupati Musi Rawas Rawas Sempurna Sehat
Nomor:104/KPTS/I/2017 Kabupaten Musi Rawas
membentuk Tim Gerakan Musi 3. Saluran tidak langsung melalui
Rawas Sempurna Sehat media cetak berupa Keputusan
Bupati Musi Rawas
4. Sasaran kebijakan yaitu:
a. Pelaksana harian

50
b. Tim teknis terdiri dari:
penanggung jawab, ketua tim
teknis, sekretariat GMSS,
koordinator teknis dan
pelaksana program
c. Koordinator pengawas
d. Koordinator lapangan
e. Kelompok kerja pelayanan
publik
f. Koordinator lapangan tingkat
desa
5. Tim yang telah dibentuk
melaksanakan tugas dan fungsi
sesuai dengan yang telah
disebutkan dalam isi kebijakan.
1. Bupati Musi Rawas
2. Pembentukan Tim Audit
Maternal dan Perinatal di
Kabupaten Musi Rawas
3. Saluran tidak langsung melalui
media cetak berupa Keputusan
Keputusan Bupati Musi Rawas Bupati Musi Rawas
Nomor 342/KPTS/KES/2019 4. Sasaran kebijakan yaitu:
tentang Pembentukan Tim a. Penanggung jawab
Audit Maternal Perinatal b. Koordinator
c. Anggota/pengkaji kasus
d. Sekretariat
5. Tim yang telah dibentuk
melaksanakan tugas dan fungsi
sesuai dengan yang telah
disebutkan dalam isi kebijakan.
1. Menteri Keuangan Republik
Indonesia
2. Pedoman Penggunaan Transfer
Ke Daerah dan Dana Desa Untuk
Peraturan Menteri Keuangan Mendukung Pelaksanaan
Money Republik Indonesia Nomor Kegiatan Intervensi Pencegahan
(Pendanaan) 61/PMK.07/2019 Stunting Terintegrasi
3. Saluran tidak langsung melalui
media cetak berupa Permenkeu
4. Sasaran kebijakan ialah kegiatan
intervensi pencegahan stunting

51
terintegrasi melalui dukungan
transfer ke daerah dan dana desa
5. Sebagai harapan, pelaksanaannya
secara sinergi, terpadu, tepat
sasaran dan berkelanjutan.
1. Presiden Republik Indonesia
2. Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif
3. Saluran tidak langsung melalui
media cetak berupa PP RI
4. Sasaran kebijakan yaitu:
a. Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, pemerintah daerah
kabupaten/kota
Peraturan Pemerintah Republik b. Tenaga kesehatan
Indonesia Nomor 33 Tahun c. Pengurus tempat kerja
2012 d. Ibu hamil atau ibu yang baru
melahirkan
5. Dalam pelaksanaannya,
pemerintah dari seluruh tingkatan
bertanggung jawab dalam
pemberian ASI Eksklusif
terutama tenaga kesehatan yang
berhubungan langsung dengan
Materials (Sarana
masyarakat khususnya ibu hamil
dan Prasarana)
atau ibu yang baru melahirkan.
1. Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Rawas
2. Penetapan Puskesmas Ramah
Anak (PRA) Kabupaten Musi
Rawas Tahun 2019
3. Saluran tidak langsung melalui
Keputusan Kepala Dinas media cetak berupa Keputusan
Kesehatan Kabupaten Musi Kepala Dinas Kesehatan
Rawas Nomor: 4. Sasaran kebijakan yaitu setiap
132/KPTS/KES/2019 puskesmas yang berada di
wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Rawas
5. Secara umum penerapannya
sudah cukup baik terutama pada
salah satu indikator PRA yaitu
tersedia ruang ASI dan terdapat
tanda peringatan “dilarang

52
merokok” sebagai Kawasan
Tanpa Rokok
1. Presiden Republik Indonesia
2. Gerakan Nasional Percepatan
Perbaikan Gizi
3. Saluran tidak langsung melalui
media cetak berupa perpres
4. Sasaran kebijakan yaitu:
a. Masyarakat, khususnya
remaja, ibu hamil, ibu
menyusui, anak dibawah usia 2
tahun
b. Kader-kader masyarakat
c. Perguruan tinggi, organisasi
profesi, organisasi
Pemerintah melalui Peraturan kemasyarakatan/keagamaan
Presiden No. 42 Tahun 2013 d. Pemerintah atau pemerintah
daerah
e. Media massa
f. Dunia usaha
g. Lembaga swadaya masyarakat
Methods dan mitra pembangunan
(Kebijakan) nasional
5. Dalam penerapannya di wilayah
kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Musi Rawas telah menerapkan
beberapa kebijakan yang
diwujudkan dalam bentuk-bentuk
kegiatan yang mendukung
percepatan perbaikan gizi.
1. Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
2. Upaya Perbaikan Gizi
3. Saluran tidak langsung melalui
media cetak berupa Permenkes
Permenkes RI No. 23 Tahun 4. Sasaran kebijakan yaitu:
2014 a. Seluruh pengambil keputusan
di pusat, provinsi dan
kabupaten/kota memahami dan
mengeluarkan kebijakan yang
mendukung promosi
KADARZI

53
b. Seluruh mitra potensial yang
terkait melakukan aksi nyata
untuk menumbuhkembangkan
perilaku KADARZI
c. Terbentuknya jejaring
KADARZI pusat, provinsi dan
kabupaten/kota
d. 80% keluarga menerapkan
perilaku KADARZI
5. Keluarga menerapkan perilaku
gizi seimbang dan mampu
mengenal, mencegah serta
mengatasi masalah gizi
(KADARZI) salah satunya
dengan melakukan tindakan
pemberian ASI Eksklusif dari
sejak lahir hingga berusia 6 bulan
1. Bupati Musi Rawas
2. Inovasi Pencegahan dan
Penanggulangan Stunting
3. Saluran tidak langsung melalui
media cetak berupa Surat Edaran
Surat Edaran Bupati Musi Bupati Musi Rawas
Rawas 4. Sasaran kebijakan yaitu
Nomor.5/SE/DINKES/2019 Organisasi Perangkat Daerah
(OPD), stakeholder dan
masyarakat
5. Diimplementasikan dalam Inovasi
Gerpu Genting di Puskesmas Pian
Raya Kecamatan Muara Lakitan,
1. Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
2. Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat
Peraturan Menteri Kesehatan 3. Saluran tidak langsung melalui
Media/environment Republik Indonesia Nomor 3 media cetak berupa Permenkes
(Lingkungan) Tahun 2014 4. Sasaran kebijakan yaitu
komunitas masyarakat
(RW/dusun/desa) yaitu:
a. Semua keluarga yang belum
melaksanakan salah satu atau
lima pilar STBM

54
b. Semua keluarga yang telah
memiliki fasilitas sanitasi
tetapi belum memenuhi syarat
kesehatan
5. Di wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Rawas
menjalankan kegiatan-kegiatan
guna meningkatkan STBM
dengan baik diiringi kebijakan
yang diterbitkan pemerintah
daerah.
1. Bupati Musi Rawas
2. Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat
3. Saluran tidak langsung melalui
media cetak berupa Perbup
4. Sasaran kebijakan yaitu:
a. Masyarakat
b. Pemerintah kabupaten,
kecamatan dan desa
Peraturan Bupati Musi Rawas c. Tim penggerak PKK
Nomor 8 Tahun 2016 kabupaten, kecamatan dan
desa
d. Institusi pendidikan
e. Institusi keagamaan
f. Organisasi
masyarakat/lembaga swadaya
masyarakat
g. Perusahaan/swasta
5. Seluruh keluarga melaksanakan
salah satu atau kelima pilar
STBM
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Musi
Rawas dan Kantor Kementerian
Agama Kabupaten Musi Rawas
Penerapan Inpres No.1 Tahun 2. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
2017 (Germas) Terkait Kerjasama
Kemenag dan Kemenkes
Mengenai Kesehatan Reproduksi
Bagi Calon Pengantin di
Kabupaten Musi Rawas

55
3. Saluran tidak langsung melalui
media cetak berupa Kesepakatan
Bersama
4. Sasaran kebijakan ialah petugas
KUA, fasilitas pelayanan
kesehatan dan calon pengantin
5. Calon pengantin mendapatkan
bimbingan/konseling kesehatan
reproduksi.

4.1.4 Rekomendasi
Berdasarkan analisis isi kebijakan pengaruh potensial pencegahan stunting, maka
prioritas pengaruh pencegahan stunting ialah masyarakat. Maka, diperlukan
peningkatan terhadap pendekatan di masyarakat melalui kader-kader kesehatan dalam
bentuk kegiatan diantaranya:
1. Inovasi pelatihan kader kesehatan, dengan tujuan mempersiapkan kader kesehatan
agar mau dan mampu berperan serta dalam mengembangkan program kesehatan di
desanya. Inovasi pelatihan kader kesehatan diperlukan agar tidak monoton dan
membosankan. Inovasi pelatihan kader kesehatan dapat dilakukan melalui kegiatan-
kegiatan sebagai berikut.
a. Penyuluhan yang dilaksanakan rutin setiap bulan dengan materi yang bervariasi
diantaranya Kesehatan Lingkungan, Promkes (PHBS RT), Imunisasi, KB,
Kespro, Psikologi, Gizi Lansia dan Balita (pelatihan pengisian KMS, Pembuatan
MPASI) serta pelatihan P3P /P3K dalam bentuk lagu atau gerak tubuh sehingga
kader mudah mengingat materi yang dijelaskan. Guna evaluasi pengetahuan
kader, diakhir sesi dapat melakukan kegiatan seperti Ranking 1 Kader untuk
mengetahui sejauh mana kader memahami materi.
b. Meningkatkan keterampilan kader dengan mempraktekkan langsung membuat
MP-ASI, mengukur lingkar lengan dan praktek langsung isi piringku.
c. Membentuk Pos Gizi Desa dibantu tim penggerak gizi dan bidan desa serta dibina
oleh Puskesmas Kecamatan. Yang bentuk kegiatannya meliputi:

56
1. Peserta pos gizi yang terdiri dari bayi (6-11 bulan) dan balita (12-59 bulan)
melakukan pengukuran di Posyandu terkait data antropometri dan status gizi
yang divalidasi oleh petugas kesehatan.
2. Selama 7 hari atau satu minggu, peserta pos gizi akan dipantau penambahan
berat badannya, diajarkan personal hygiene, diberikan permainan dan orangtua
didampingi oleh kader diajarkan memasak makanan berat menggunakan bahan
pangan lokal. Diakhir kegiatan atau pada saat penutupan, dapat
diselenggarakan lomba memasak antar orang tua.
2. Tikar Pertumbuhan, dengan menyediakan tikar pertumbuhan dan menjelaskan
penggunaannya terhadap kader-kader masyarakat. Maka, pada saat pelaksanaan
posyandu, kader akan mudah mendeteksi anak tersebut berisiko stunting ataupun
tidak. Kemudahan penggunaaan tikar pertumbuhan akan memotivasi orang tua untuk
mengubah perilaku dan mendorong pertumbuhan anak.
3. Inovasi Makanan Sehat, tenaga kesehatan bersama dengan kader-kader kesehatan
dan ibu rumah tangga dalam lingkup wilayah desa memasak bersama makanan yang
dimodifikasi mirip dengan jajanan yang digemari anak-anak misalnya: siomay
seafood, mash potato udang dan pempek mujair.

57
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Kebijakan guna pencegahan stunting pada anak telah diterapkan dari tingkat nasional
hingga kabupaten dan didukung oleh kerjasama lintas sektor. Melalui 5M Model terdiri
dari faktor Man diperoleh kebijakan Pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 42 Tahun
2013, Keputusan Bupati Musi Rawas Nomor:104/KPTS/I/2017 dan Keputusan Bupati
Musi Rawas Nomor 342/KPTS/KES/2019, dari faktor Money diperoleh Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 61/PMK.07/2019, dari faktor Materials diperoleh
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 dan Keputusan Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas Nomor: 132/KPTS/KES/2019, dari faktor
Methods diperoleh Pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2013, Permenkes
RI No. 23 Tahun 2014 dan Surat Edaran Bupati Musi Rawas Nomor.5/SE/DINKES/2019
serta yang terakhir yaitu dari faktor Media/environment yaitu Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014, Peraturan Bupati Musi Rawas Nomor 8 Tahun
2016 dan Penerapan Inpres No.1 Tahun 2017.
2. Berlandaskan kebijakan terkait pencegahan stunting di tingkat nasional Peraturan Presiden
No. 42 Tahun 2013 hingga Keputusan Bupati Musi Rawas Nomor:104/KPTS/I/2017 dan
Keputusan Bupati Musi Rawas Nomor 342/KPTS/KES/2019, maka faktor sumber daya
manusia (man) yang mempengaruhi pencegahan stunting ialah keluarga sebagai unit
terkecil dari masyarakat, sebagai pelopor kesehatan di lingkungan masyarakat dan
individu/kelompok yang paling dekat dengan masyarakat sehingga sasaran untuk
pendidikan kesehatan terkait pencegahan stunting ialah kader kesehatan.
3. Berdasarkan kebijakan di tingkat nasional, untuk faktor money diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 61/PMK.07/2019 dengan sasaran yakni
dana desa yang ditujukan kepada masyarakat guna pencegahan stunting pada anak.
4. Faktor materials didukung oleh kebijakan tingkat nasional yakni Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 hingga kebijakan di tingkat kabupaten yaitu
Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas Nomor: 132/KPTS/KES/2019
dengan prioritas sasaran kebijakan ialah tenaga kesehatan dan ibu hamil. Sehingga, dapat
disimpulkan bahwa untuk pemenuhan sarana dan prasaran ditujukan kepada masyarakat.

58
5. Faktor yang mempengaruhi pencegahan stunting diikuti oleh methods (kebijakan) yang
diatur dalam Pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2013, Permenkes RI
No. 23 Tahun 2014 dan Surat Edaran Bupati Musi Rawas Nomor.5/SE/DINKES/2019
dengan sasaran yaitu keluarga atau masyarakat.
6. Faktor media/environment turut mempengaruhi pencegahan stunting yang diatur dalam
kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014,
Peraturan Bupati Musi Rawas Nomor 8 Tahun 2016 dan Penerapan Inpres No.1 Tahun
2017 yang memiliki sasaran akhir yakni masyarakat.
7. Berdasarkan kebijakan dari tingkat nasional hingga kabupaten memiliki sasaran yang sama
yaitu keluarga atau masyarakat, sehingga diperlukan pendekatan terhadap keluarga dengan
bantuan kader-kader kesehatan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas,
sebab hidup sehat dimulai dari keluarga.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas
1. Melakukan inovasi dalam pemberian informasi terkait pencegahan stunting pada
anak kepada masyarakat terutama kader-kader kesehatan di desa wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Musi Rawas.
2. Melakukan evaluasi dan monitoring terhadap pengetahuan kader-kader kesehatan
dalam deteksi dini anak stunting.
3. Menemukan cara praktis agar kader kesehatan mampu mendeteksi dini anak stunting,
sehingga mampu menginfokan sedini mungkin jumlah anak stunting yang terdeteksi
kepada tenaga kesehatan.
4. Membentuk Pos Gizi dan Kader Khusus Kesehatan Ibu dan Anak, sehingga ibu dan
anak selama 1000 HPK mampu mendapatkan konseling/edukasi terkait gizi dari
kader-kader kesehatan di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas.
5. Melaksanakan lomba Ranking 1 Kader atau lomba memasak dari bahan lokal yang
bergizi, guna memberikan apresiasi dan meningkatkan motivasi kader dalam
mendukung pencegahan stunting di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Musi
Rawas.

59
DAFTAR PUSTAKA

Aridiyah, F. O., Rohmawati, N. and Ririanty, M. (2015) ‘Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan (The Factors
Affecting Stunting on Toddlers in Rural and Urban Areas)’, e-Jurnal Pustaka Kesehatan,
3(1), pp. 163–170.
Arifin, M. (2013) Fungsi Man, Money, Methods, Material, Markets Sebagai Sarana Manajemen,
http://dinkes.lumajangkab.go.id/pengertian-5-m-dalam-manajemen/. Available at:
http://www.indonesian-publichealth.com/pengertian-5-m-dalam-manajemen/.
Briawan, D. and Drajat Martianto, D. (2014) ‘Faktor Risiko Stunting Pada Anak Usia 0—23 Bulan
di Provinsi Bali, Jawa Barat dan Nusa tenggara Timur (Risk Factors of Stunting among
0—23 Month Old Children in Bali Province, West Java and East Nusa Tenggara)’, Jurnal
Gizi dan Pangan, ISSN 1978(2), p. 125—132.
Eliana and Sumiati, S. (2016) KESEHATAN MASYARAKAT.
Hamidy, F. (2016) ‘Pendekatan Analisis Fishbone Untuk Mengukur Kinerja Proses Bisnis
Informasi E-Koperasi’, Jurnal Teknoinfo, 10(1), pp. 11–13.
Indawati, L. (2017) IDENTIFIKASI UNSUR 5M DALAM KETIDAKTEPATAN PEMBERIAN
KODE PENYAKIT DAN TINDAKAN (SYSTEMATIC REVIEW).
Kemenkes RI (2019) Pencegahan Stunting Pada Anak, http://promkes.kemkes.go.id/pencegahan-
stunting.
Kementerian Kesehatan RI (2017) Technical Brief Standar Pelayanan Minimal - Gizi : Informasi
untuk Tenaga Kesehatan Kabupaten. doi: 10.1111/j.1540-5915.1977.tb01084.x.
Khodijah, S. L. (2015) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KERUSAKAN PRODUK
PADA PROSES CETAK PRODUK.
Kurniawan, D. (2018) ‘KOMUNIKASI MODEL LASWELL DAN STIMULUS-ORGANISM-
RESPONSE’, Jurnal Komunikasi Pendidikan, 2(1), pp. 60–68. Available at:
http://journal.univetbantara.ac.id/index.php/komdik/article/viewFile/65/60.
Kusumawati, E., Rahardjo, S. and Sari, H. P. (2013) ‘Model Pengendalian Faktor Risiko Stunting
pada Anak Usia di Bawah Tiga Tahun’, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9(3), pp. 249–256.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2014) PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG SANITASI TOTAL
BERBASIS MASYARAKAT DENGAN,
https://peraturan.bkpm.go.id/jdih/userfiles/batang/Permenkes_3_2014.pdf. doi:
10.1177/1742766510373715.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2019) PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2019 TENTANG STANDAR TEKNIS
PEMENUHAN MUTU PELAYANAN DASAR PADA STANDAR PELAYANAN MINIMAL
BIDANG KESEHATAN,
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No__4_Th_2019_ttg_Standar_T
eknis_Pelayanan_Dasar_Pada_Standar_Pelayanan_Minimal_Bidang_Kesehatan.pdfupl
oads/produk_hukum/PMK_No__4_Th_2019_ttg_Standar_Teknis_Pelayanan_Dasar_Pa
da_Standar_Pelayanan_Minimal.
Menteri Keuangan Republik Indonesia (2019) PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 61/PMK.07/2019 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN

60
TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA UNTUK MENDUKUNG PELAKSANAAN
KEGIATAN INTERVENSI PENCEGAHAN STUNTING TERINTEGRASI DENGAN.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (2018) Situasi Balita Pendek (Stunting) di
Indonesia.
Putri, R. F., Sulastri, D. and Lestari, Y. (2015) ‘Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status
Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang’, Jurnal Kesehatan
Andalas, 4(1), pp. 254–261.
Sandra, F., Ahmad, S. and Arinda, V. (2018) ‘Cegah Stunting itu Penting’, in Warta Kermas, pp.
1–27.
Sari, I. P. (2014) Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Terhadap Status Gizi Bayi Usia 0-6 Bulan
Di Wilayah Puskesmas Rajabasa Bandar Lampung,
http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/2383.
Temesvari, N. A. (2018) ‘ANALISIS SEGITIGA KEBIJAKAN KESEHATAN DALAM
PEMBENTUKAN PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR
NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30
TAHUN 2013 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PEREKAM MEDIS DAN
ANGKA KREDITNYA’, INOHIM, 6(1), pp. 1–7.
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (2017) 100 Kabupaten/Kota Prioritas
Untuk Interventsi Anak Kerdil (Stunting).
Vadreas, A. (2017) ‘Aplikasi E-Commerce Dengan Metode Fishbone Analysis Pada Usaha
Dagang Hasil Laut di Sikakap Kabupaten Kepulauan Mentawai Menuju Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA)’, Jurnal Momentum, 18(2), pp. 11–18. doi:
10.21063/jm.2016.v18.2.11-18.

61
DOKUMENTASI PKM

Mengikuti Apel Pagi di Dinkes Kab. Musi Foto Bersama Kepala, Sekretaris dan
Rawas beberapa Kabid Dinkes Kab. Musi Rawas

Persiapan Lomba Balita Sehat Indonesia di Melaksanakan Bimbingan dengan


Pendopo Rumah Bupati Musi Rawas Pembimbing Lapangan 62
Membantu Persiapan Stand dalam Lomba Pengukuran Tinggi Badan Balita dalam
Balita Sehat Indonesia Lomba Balita Sehat Indonesia

Pemeriksaan Kesehatan Gigi dan Mulut Penilaian Orang Tua dan Status Imunisasi
Balita di Lomba Balita Sehat Indonesia di Lomba Balita Sehat Indonesia

Penyuluhan Gizi dan Stunting di Mengikuti Senam bersama Lansia dalam


Puskesmas Air Beliti rangka Persiapan GMSS

63

Kunjungan ke Puskesmas Ciptodadi dalam


rangka Persiapan GMSS
Bersama Bupati Musi Rawas dalam Bersama Murid SD Ciptodadi dalam
rangkaian kegiatan GMSS yaitu Kampanye rangkaian kegiatan GMSS yaitu Kampanye
Makan Buah Makan Buah

Mengikuti Penyuluhan Kepada Kader Foto Bersama Kader Posyandu Desa


Posyandu Melati tentang Gizi dan Stunting Rejosari
di Desa Rejosari

Pemaparan Hasil PKM di Dinkes Pemberian Plakat Kepada Kepala Dinkes


Kabupaten Musi Rawas Kab. Musi Rawas

64

Anda mungkin juga menyukai