Anda di halaman 1dari 5

HUBUNGAN BBL DENGAN KADAR BILIRUBIN lainnya, jika dibandingkan dengan target dari MDGs (Millenium

TRANSCUTANEUS BILIRUBIN (TcB) YANG LAHIR Development Goals) tahun 2015 yaitu 23 per 1000 kelahiran
DI RSUD BANYUMAS PADA BULAN JULI SAMPAI hidup. Dalam upaya mewujudkan visi “Indonesia Sehat“ maka
AGUSTUS salah satu tolak ukur adalah menurunnya angka mortalitas dan
TAHUN 2018 morbiditas neonatus, dengan proyeksi pada tahun 2018 AKB
dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup. Untuk wilayah
Wiediyati Hari Purwanti 1, EkoWinarto 2 Kabupaten Banyumas AKB pada tahun 2015 adalah 4 per 1000
kelahiran hidup (Profil Kesehatan Kabupaten Banyumas, 2015)
Berdasarkan penyebabnya, kematian bayi ada dua macam
Abstrak
yaitu dalam kandungan dan luar kandungan. Kematian bayi
dalam kandungan adalah kematian bayi yang dibawa oleh bayi
Latar Belakang : Hiperbilirubinemia merupakan salah satu
sejak lahir seperti asfiksia. Sedangkan kematian bayi luar
penyebab kematian bayi yang terbanyak disebabkan oleh
kandungan atau kematian post neonatal disebabkan oleh faktor-
kegawatdaruratan dan penyulit pada neonatus. Berdasarkan data
faktor yang bertalian dengan pengaruh dari luar (Vivian, 2014).
di RSUD Banyumas pada bulan Juni sampai Juli terdapat 300
Salah satu penyebab kematian bayi luar kandungan
bayi yang dirawat di RSUD Banyumas dengan kasus
adalah hiperbilirubin, dimana hiperbilirubin merupakan salah
hiperbilirubin 60 bayi (20%).
satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi
Tujuan : penelitian ini untuk mengetahui hubungan BBLR dan
baru lahir dalam minggu pertama dalam kehidupannya. Insiden
BBLC dengan kejadian hiperbilirubin pada bayi di RSUD
hiperbilirubinemia di Amerika 65%, Malaysia 75%, Indonesia
Banyumas bulan Juli dan Agustus Tahun 2018.
51,47 % (Putri dan Mexitalia, 2014).
Metode : penelitian ini adalah menggunakan metode observasi
Ikterus adalah salah satu faktor yang mempengaruhi angka
analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi seluruh bayi
kematian bayi, dapat terlihat kuning pada sclera selaput lendir,
yang lahir di RSUD banyumas pada bulan Juli – Agutus tahun
kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin, keadaan yang
2018 dengan sampel 60 bayi. Teknik pengambilan sampel
seperti ini merupakan penyakit darah dan akan ditemukan dalam
penelitian ini adalahTotal Sampling. Data yang di kumpulkan
minggu pertama kehidupannya (Marmi, 2012). Dikemukakan
adalah data primer yang merupakan hasil dari pengukuran dan
bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 50% bayi cukup
data sekunder dengan melihat dokumen yang di ambil dari rekam
bulan (aterm) dan 75% bayi kurang bulan (preterm)
medik atau buku register di beberapa ruang RSUD Banyumas.
(Winkjosastro, 2007).
Hasil: pada penelitian ini, dengan 60 sampel bayi terdapat 30 bayi
Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF)
(50 %) BBLR dengan kondisi Normal 5 Bayi (16,7%) dan kondisi
terdapat 1,8% kematian bayi yang disebabkan oleh hiperbilirubin
hiperbilirubin 25 bayi (83,3%). Untuk BBLC diperoleh sampel
dari seluruh kasus perinatal yang terjadi di dunia (Sutrisno, 2008).
30 (50%) dengan kondisi normal 19 bayi ( 63,30%) dan kondisi
Kejadian inipun terjadi di Indonesia dimana angka kematian bayi
hiperbilirubin 11 bayi (36,7%).
masih tergolong tinggi. Negara maju seperti Amerika Serikat
Dengan Analisa data bivariat chi square diperoleh 36 bayi (60%)
terdapat sekitar 60 % bayi menderita ikterus sejak lahir, lebih dari
dengan kasus hiperbilirubin pada bayi BBLC 11 bayi (30,60%)
50 % bayi tersebut mengalami hiperbilirubin,
dan pada bayi BBLR sebanyak 25 bayi (69 %). Sedang untuk
Angka kejadian bayi hiperbilirubin berbeda di satu tempat ke
bilirubin normal ditemukan 24 bayi (40%), pada bayi BBLC 19
tempat lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam faktor
bayi (79,20%) dan pada bayi BBLR sebanyak 5 bayi (38,89%).
penyebab dan penatalaksanaan. Angka kejadian hiperbilirubin
Hasil uji statistik SPSS 20, diperoleh p Value = 0,001 dengan
pada bayi sangat bervariasi. Di RSCM tahun 2007, persentase
demikian ada hubungan antara BBL dengan kejadian kadar
hiperbilirubin pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada
bilirubin dengan nilai OR 0,11 berarti bayi dengan BBLR
bayi kurang bulan sebesar 42,95%.(Depkes, 2007).
beresiko 0,11 kali untuk mengalami hiperbilirubina dibandingkan
Menurut hasil penelitian Kusumawardani tahun 2010 tentang
bayi BBLC.
Hubungan Antara Bayi Berat Lahir Rendah dengan Kejadian
Simpulan : terdapat hubungan yang siginifikan antara BBL
Hiperbilirubinemia di RSUD Prof. Dr.Margono Soekardjo
dengan kejadian hiperbilirubin di RSUD Banyumas pada bulan
Purwokerto” dapat diambil kesimpulan bahwa dari 546 bayi yang
Juli – Agustus 2018.
lahir, terdapat bayi dengan BBLR yaitu 123 dan yang mengalami
hiperbilirubinemia 85 bayi (69 %) yang tidak mengalami
Kata Kunci: BBLR, BBLC, BBL, Hiperbilirubin
hiberbilirubinemia 53 bayi, (15%), sedangkan BBLR yang
terkena hiperbilirubinemia ada 18 bayi diantaranya meninggal.
PENDAHULUAN
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi
METODE PENELITIAN
dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
Angka Kematian Bayi menurut WHO (World Health
observasi analitik dengan pendekatan Cross Sectional dimana
Organization) (2015) pada negara ASEAN (Association of
data yang di ambil melihat ke belakang (Dahlan, 2011). Sumber
South East Asia Nations) seperti di Singapura 3 per1000
data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang di
kelahiran hidup, Malaysia 5,5 per 1000 kelahiran hidup, Thailan
ambil dari rekam medik dan buku register yang ada di RSUD
17 per 1000 kelahiran hidup, Vietnam 18 per 1000 kelahiran
Banyumas Periode Juli - Agustus 2018.
hidup, dan Indonesia 27 per 1000 kelahiran hidup. Angka
Dalam penelitian ini ada 2 variabel penelitian yaitu :
kematian bayi di Indonesia masih tinggi dari negara ASEAN

1
- Variable Bebas atau independent variable postterm tidak ditemukan bayi. Urutan anak dari responden
- Variabel terikat atau dependent variabel meliputi anak pertama 36 bayi (60%), anak kedua 14 bayi
(23%), anak ketiga 9 bayi (15%) dan anak keempat sebanyak
Tabel. Definisi operasional
1 bayi (2%).
Skala
Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur
Ukur
Variabel bebas Berat badan bayi yang Di Dinyatakan dalam Ordinal Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Kejadian BBL terhadap
(independent) : diukur sesaat setelah timbang satuan gram : Kadar Bilirubin TcB
Berat Bayi Lahir dilahirkan di RSUD
Banyumas - Berat Bayi Lahir Variabel Frek
Rendah (BBLR) % BBLR % BBLC %
(n=60)
Bayi dengan berat
> 2500 gram
Bilirubin
- Berat Bayi Lahir 24 40 5 16,7 19 63,3
Cukup (BBLC) Bayi Normal
dengan berat Hipebilirubin 36 60 25 83,3 11 36,7
>=2500 gram. 10
Total 60 30 100 30 100
0
Variabel terikat Kadar bilirubin yang diukur Bilirubino Dinyatakan dalam Ordin
(Dependent) dengan TcB Meter TcB satuan mg/dl al
Kadar bilirubin TcB Hasil ukur skala Berdasarkan tabel 4.2. di atas adalah bayi yang mengalami
BBLR = lebih dari
9mg/dL hiperbilirubin sebanyak 36 bayi (60%), sedang yang bilirubin
BBLC= lebih dari normal 24 bayi (40 %).
11mg/dL
Pada bayi BBLR 30 bayi yang mengalami hiperbilirubin sebanyak
25 bayi (83,30%), sedangkan yang normal 5 bayi (16,70 %).
Untuk bayi BBLC sebanyak 30 bayi (50%), yang mengalami
HASIL DAN PEMBAHASAN hiperbilirubin sebanyak 11 bayi (36,7%), sedangkan yang normal
Penelitian telah dilakukan di ruang perinatology RSUD 19 bayi (63,3 %).
Banyumas pada bulan Juli – Agustus 2018 dengan jumlah
responden yang diambil sebanyak 60 sampel. Karakteristik Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Hubungan BBLC dan
responden dalam penelitian ini meliputi berat lahir, jenis kelamin, BBLR terhadap Kadar Bilirubin TcB
usia kehamilan dan urutan anak. Kadar bilirubin
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Variabel Normal Hiperbilirubin
frekuensi Persentase
Responden f % f % Pvalue OR
(n=60) %
BBLC 19 79,20 11 30.60
Berat Lahir BBLR 5 20,80 25 69.40 0.001 0.11
BBLR 30 50 Total 24 100 36 100
BBLC 30 50
Total 60 100
Jenis Kelamin
Laki-laki 28 46,67
Berdasarkan tabel 4.3. di atas, ditemukan 36 bayi (60%) dengan
Perempuan 32 53,33
kasus hiperbilirubin pada bayi BBLC 11 bayi (30,60%) dan pada
Total 60 100
bayi BBLR sebanyak 25 bayi (69 %). Sedang untuk bilirubin
Usia Kehamilan
normal ditemukan 24 bayi (40%), pada bayi BBLC 19 bayi
Preterm 33 55
(79,20%) dan pada bayi BBLR sebanyak 5 bayi (38,89%).
Aterm 27 45
Hasil uji statistik dengan software SPSS 20, diperoleh p Value =
PostTerm 0 0
0,001 dengan demikian ada hubungan antara BBL dengan kejadian
Total 60 100
Kadar Bilirubin. Didapatkan juga nilai OR sebesar 0,11 yang
Urutan Anak
berarti bayi dengan BBLR beresiko lebih bisa meningkat kadar
Pertama 36 60
bilirubinnya 0,11 kali lebih banyak dibanding bayi dengan BBLC.
Kedua 14 23
Ketiga 9 15
BBLR dan Hiperbilirubin
Keempat 1 2
Total 60 100
Pada penelitian ini di dapatkan hasil dari 60 responden, di dapatkan
jumlah bayi dengan BBLR sebanyak 30 bayi (50%), yang
mengalami hiperbilirubin sebanyak 25 bayi (83,30%), sedangkan
Dari Tabel 4.1 diatas diketahui dari jumlah 60 bayi adalah 30
yang normal 5 bayi (16,70 %).
bayi kondisi BBLR (50%) dan 30 bayi kondisi BBLC (50%).
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Marmi yang
Untuk jenis kelamin laki laki sebanyak 28 bayi (46,67%) dan
mengatakan bahwa kejadian BBLR dapat menyebabkan komplikasi
perempuan sebanyak 32 bayi (53.33%). Usia kehamilan
langsung terhadap bayi baru lahir yaitu antara lain: hipotermia,
dengan kriteria Preterm sebanyak 33 bayi (55%) dan kriteria
18 hipoglikemia, gangguan cairan dan elektrolit, hiperbilirubinemia,
aterm sebanyak 27 bayi (45%) sedang untuk kriteria
sindroma gawat nafas, paten duktus arteriosus, infeksi, perdarahan
intraventrikuler dan anemia. Selain itu prognosis bayi dengan berat menyatakan ada hubungan antara berat bayi lahir rendah dengan
badan lahir rendah ini tergantung dari berat ringannya masalah kejadian hiperbilirubinemia pada bayi di RSUD Prof. Dr. Margono
perinatal, keadaan sosial ekonomi, pendidikan orangtua dan Soekardjo Purwokerto, didapatkan hasil statistik ada hubungan
perawatan pada saat kehamilan, persalinan, dan postnatal yang bermakna (p value=0,000) antara BBLR dengan kejadian
(pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan, mencegah hiperbilirubinemia.
infeksi, mengatasi gangguan pernafasan, asfiksia, Keterbatasan Penelitian
hiperbilirubinemia, hipoglikemia) (Wijakosastro, 2005).
Penelitian yang dilakukan Dwiayutiningsih tahun 2011 yang 1. Penelitian ini dilakukan dalam skala kecil dengan sampel 60
menyatakan bahwa dari 141 bayi dengan BBLR terdapat 79 bayi Bayi, Penelitiabn ini bisa bersifat bias, dan mungkin masih
yang sebagian besar mengalami hiperbilirubinemia di RSUD Ibnu terdapat kesalahan Human Eror dalam metode penelitiannya
Sina Gersik tahun 2011. sehingga penelitian ini tidak bisa dijadikan acuan atau
pedoman yang menceminkan keadaan sebenarnya.
BBLC dan Hiperbilirubin 2. Hasil ini dipengaruhi factor-faktor lain yang belum terukur
Pada penelitian ini di dapatkan hasil dari 60 responden, di dapatkan yang ikut mempengaruhi resiko dari variable-variabel yang
jumlah bayi dengan BBLC sebanyak 30 bayi (50%), yang digunakan, seperti kesalahan alat yang belum dikalibrasi pada
mengalami hiperbilirubin sebanyak 11 bayi (36,70%), sedangkan kurun waktu tertentu sebelum digunakan .
yang normal 19 bayi (63,30 %).
Ladewig (2005) mengatakan bahwa kejadian ikterus patologis
umumnya dihubungkan dengan perbedaan golongan darah,
infeksi, maupun ketidaknormalan metabolik. Pada hasil penelitian KESIMPULAN DAN SARAN
ini umur bayi adalah 2 hari. Dengan perbandingan bayi dengan
kasus Hiperbilirubin dan bayi Normal yang signifikan, dapat Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan di RSUD Banyumas
diasumsikan bahwa kejadian hiperbilirubin di RSUD Banyumas
dapat disimpulkan :
tidak disebabkan karena faktor umur bayi. Hal ini bisa terjadi
1. Penelitian ini menunjukan kasus bilirubin terjadi lebih banyak
karena bayi yang mengalami infeksi yang hampir sama, hal ini
pada bayi dengan kondisi BBLR
memberikan gambaran bahwa kemungkinan kejadian
2. Hasil uji statistik ada hubungan antara BBL dengan kadar
hiperbilirubin yang dialami bayi BBLC di RSUD Banyumas
hiperbilirubin.
disebabkan oleh kejadian infeksi. Hal ini sesuai dengan faktor-
3. Dari hasil penelitian didapatkanjuga bayi dengan BBLR
faktor yang merupakan risiko ikterus salah satunya adalah infeksi
beresiko lebih tinggi terkena hiperbilirubin lebih banyak
(Depkes RI, 2004).
dibanding bayi dengan BBLC.
Hubungan BBL dengan Hiperbilirubin
Saran
Pada penelitian ini jumlah dari BBL 60 bayi, ditemukan 36 bayi
1. Bayi BBLR perlu mendapatkan pengawasan untuk mencegah
(60%) dengan hiperbilirubin pada bayi BBLC sebanyak 11 bayi
masalah terutama pemberian asupan cairan/ASI yang adekuat
(30,60%) dan pada bayi BBLR sebanyak 25 bayi (69 %). Sedang
untuk mencegah hipotermi, begitu juga perlu asupan yang
untuk bilirubin normal ditemukan 24 bayi pada bayi BBLC
cukup pada saat hamil untuk mencegah terjadinya berat badan
sebanyak 19 Bayi (79,20%) dan pada bayi BBLR sebanyak 5 bayi
lahir rendah dengan cara meningkatkan kualitas pelayanan
(38,89%).
kesehatan, khususnya pelayanan dalam mendeteksi dini serta
Dari hasil uji statistik diperoleh p value = 0,001 maka
melakukan tindakan yang tepat untuk meningkatkan kenaikan
ada hubungan yang signifikan antara BBL dengan kejadian
berat badan ibu saat pemeriksaan kehamilan sesuai dengan
hiperbilirubin pada bayi baru lahir. Hasil analisis juga menunjukan
standar, memberikan konseling dan informasi kepada pasien
nilai OR= 0,11 berarti bayi BBLR beresiko 0,11 kali untuk
tentang resiko jika tidak melakukan pemeriksaan secara rutin.
mengalami hiperbilirubin dibandingkan dengan bayi BBLC.
2. Selain itu, perlu dilakukan peningkatan pada pemeriksaan
Berdasarkan teori menurut teori Keay dalam Ngastiyah 2005,
kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun waktu
hiperbilirubin terjadi pada bayi dengan berat bayi lahir rendah
kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda terutama
selain itu juga produksi bilirubin relatif lebih tinggi dibandingkan
pada ibu hamil yang beresiko, terutama faktor resiko yang
bayi-bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Berat badan
mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan,
lahir rendah atau bayi dengan berat badan lahir < 2500 gram juga
dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang
sering mengalami hiperbilirubin disebabkan karena organ tubuhnya
lebih mampu.
belum terbentuk sempurna disebabkan karena fungsi hepar yang
3. Memberikan penyuluhan kesehatan kepada ibu-ibu hamil
belum matang atau terdapat gangguan dalam fungsi hepar seperti
untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi sehingga dapat
hipoksia, hipoglikemi, asidosis, dan lain-lain. Sehingga
menanggulangi masalah ibu hamil resiko tinggi sedini mungkin
mengakibatkan kadar bilirubin meningkat. Selain itu juga sesuai
dan hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya
dengan teori yang diungkapkan oleh porter (2002) yang
4. Sarana dan prasarana di ruang perinatologi RSUD Banyumas
menyatakan bahwa faktor resiko terjadinya hiperbilirubinemia
harus lebih ditingkatkan untuk memberikan penanganan yang
disebabkan salah satunya oleh factor dari neonatus yaitu berat bayi
cepat dan tepat khususnya dalam menangani bayi dengan berat
lahir rendah.
badan lahir rendah (BBLR) dengan cara meningkatkan kualitas
Hal ini sesuai dengan penelitian Kusumawardani tahun 2010, yang
pelayanan kesehatan, memberikan pelatihan pada tenaga
kesehatan khususnya dalam melakukan tafsiran berat janin,
tindakan yang tepat bagi bayi yang lahir dengan berat badan Elli Hidayati & Martsa Rahmaswar. (2016). “Hubungan Faktor
lahir rendah sesuai dengan standar yang ada, memberikan dan Ibu dan Faktor Bayi dengan Kejadian
mensosialisasikan informasi di rumah sakit melalui media Hiperbilirubinemia pada Bayi Baru Lahir (BBL) di
informasi seperti audio visual, pamvlet, poster–poster dalam Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja, Jakarta
upaya pencegahan BBLR, dan bahaya terjadinya Utara Tahun 2015” Rakernas AIKEMA Temu Ilmiah
hiperbilirubinemia serta cara mencegahnya. hasil penelitian dan Pengabdian masyarakat ( Online).
1. Penambahan alat TcB meter yang mungkin dilakukan https://media.neliti.com/.../169438-ID-hubungan-faktor-ibu-dan-
pihak RSUD Banyumas untuk beberapa ruang terkait, faktor-bayi-deng.pdf Diakses pada 5 Juli 2018
sehingga kasus Hiperbilirubin bisa dideteksi lebih
awal.
Adnan Haris Naufal. (2016) “Pengaruh Masage terhadap
penurunan kadar Bilirubin pada Neunatus di RSUD
DAFTAR RUJUKAN dr. Mawardi Surakarta” Skripsi UMS ( online)

Indiarti. (2005). Panduan Lengkap Kehamilan, Persalinan,dan


Prawirohadjo, Sarwono. (2005). Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : Perawatan Bayi. Diglosia : Yogyakarta.
Yayasan Bina Pustaka
(Hanifah, 1987), dan (Callhon, 1996), (Tarigan, 2003) dalam
Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. (2015). Profil Kesehatan (Schwats, 2005). Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan
Kabupaten Banyumas 2015 : Dinkes Banyumas. Bina Pustaka
(Online).
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KAB A.H. Markum, et.al., (1991). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
_KOTA_20153302_Jateng_Kab_Banyumas_2015 Penerbit FKUI
Diakses pada 15 Juli 2018
Amru, Sofian. Rustam mochtar. 2012. Esti, N. Asuhan Kebidanan
Badan Pusat Statistik. (2008). Survei Demografi dan Kesehatan Patologi. Yogyakarta: Pustaka Rihama.
Indonesia (SDKI) 2012. Badan Pusat Statistik : Jakarta
Wong. (2009). Wong, L. Donna. 2009. Buku Ajar Keperawatan
Vivian N.L ( 2014) Asuhan Kebidanan Pada Ibu Melahirkan. Pediatrik. Vol. 1. Edisi 6. Jakarta : Yayasan Bina
Jakarta : Salemba Medika. Pustaka

Putri, R.A., Mexitalia, M., Rini, A.E., Sulistyowati, E. (2014). Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi.( 2013). Aplikasi Asuhan
Faktor hiperbilirubinemia pada neonates. (Online). Keperawatan. Berdasarkan Diagnosa Medis
(http://www.medicahospitalia.rskariadi.co.id/index.php/mh/search/ & NANDA NIC NOC Jilid 2. Yogyakarta : Mediaction
search
Diakses pada 14 Juli 2018) Hidayat, A. Aziz Alimul. (2005). Pengantar ilmu keperawatan
. anak, Edisi 1. Jakarta : Salemba Medika.
Sarwono.( 2005). Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka .Saifudin, Abdul Bari.2001. Buku Acuan Nasional, Pelayanan
Kesehatan. Maternal Jakarta : Gramedia Pustaka
Marmi. (2012). Asuan Kebidanan Pada Masa Nifas “ Peurperium Utama.
Care”. Yogyakarta: pustaka pelajar.
Depkes RI. (2007). Pelatihan pelayanan obstetri neonatal
Wiknjosastro H.(2007) Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan ke-2. emergensi dasar.
Jakarta: Yayasan Bina. Pustaka . Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Depkes RI (2007) Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Prinsip kerja Bilirubinometer Transkutaneous Bilirubin (TcB)
Dokter, Bidan, dan Perawat di Rumah Sakit Rujukan http://pajjakadoi.blogspot.com/2010/01/bilirubinometer-
Dasar. Jakarta : IDAI. transkutaneous.html diakses pada 10 Juli 2018

Riyani& Diana Metti.(2015) “Hubungan Antara Berat Badan Dahlan, Sopiyudin., (2011). Statistik Untuk Kedokteran dan
Lahir Rendah Dengan Kejadian Hiperbilirubinemia di Kesehatan Edisi 5. Jakarta : Salemba Medika.
Ruang Perinatologi RSUD Abdul Moeloek Provinsi
Lampung” penelitian - e-Jurnal Poltekkes Sugiyono.(2007, 2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif
Tanjungkarang . (Online). dan R&D. Bandung: Alfabeta.
https://ejurnal.poltekkes-
tjk.ac.id/index.php/JKEP/article/view/517/475.
Diakses pada 15 Juli 2018
Sugiyono. (2015). Cara Mudah Belajar SPSS & LISREL: Teori
dan Aplikasi untuk Analisis Data Penelitian. Bandung:
Alfabeta.

Ridwan. (2008). Implementasi Problem Based Learning pada.


Proses Pembelajaran. Bandung : BTPBP.

Saryono. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta :


Rineka Cipta.

Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian.


Jakarta : JNPKKR POGI dan Yayasan Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai