PENELITIAN
HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DENGAN KEJADIAN
HIPERBILIRUBINEMIA PADA BAYI DI RUANG PERINATOLOGI
Riyanti Imron*, Diana Metti*
*Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu penyebab kematian bayi yang terbanyak disebabkan oleh
kegawatdaruratan dan penyulit pada neonatus. Berdasarkan data di RSUD Abdul Moeloek Provinsi
Lampung pada tahun 2011 terdapat bayi yang dirawat 833 bayi dengan BBLR 510 (61,2%) dengan
hiperbilirubinemia 87 (10%), tahun 2012 terdapat 859 bayi yang di rawat dengan BBLR 556 (65%) dan
hiperbilirubin 120 (14%) di ruang perinatologi. Masalah dalam penelitian ini adalah terjadinya
peningkatan bayi dengan berat badan lahir rendah dengan kejadian hiperbilirubinemia pada bayi di ruang
perinatologi pada tahun 2011 (10%) dan 2012 (14%) di RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan bayi dengan berat badan lahir rendah dengan
kejadian hiperbilirubinemia pada bayi di ruang perinatologi RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung Tahun 2013. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan Case Control, jumlah
populasi 1098 bayi dan sampel 315 bayi Teknik pengambilan sampel pada kasus kontrol studi ini adalah
Simple Random Sampling. Data yang di kumpulkan merupakan data sekunder dengan melihat
dokumentasi yang di ambil dari rekam medik atau buku register di ruang perinatologi. Alat ukur yang
digunakan yaitu checklist. Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat persentase dan bivariat
chi square. Hasil penelitian di dapatkan dari 315 bayi terdapat bayi dengan berat badan lahir rendah
berjumlah 105 bayi (33,3%) dan hiperbilirubinemia berjumlah 111 bayi (35,2%). Ada hubungan antara
berat badan lahir rendah dengan hiperbilirubinemia (p value=0,000), dengan nilai OR 2,182 berarti bayi
dengan BBLR beresiko 2,182 kali untuk mengalami hiperbilirubinemia dibandingkan bayi yang tidak
BBLR. Peneliti menyarankan bagi petugas kesehatan agar terus menerus memberikan penyuluhan,
deteksi dini dalam penjaringan resiko tinggi bekerjasama dengan dukun, kader, bidan desa, BPM dan
puskesmas untuk mencegah terjadinya BBLR sehingga angka kematian bayi (AKB) menurun.
[47]
Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN 1907 - 0357
dari seluruh kasus perinatal yang terjadi di diperoleh di RSUD Abdoel Muluk, maka
dunia (Sutrisno, 2008). Kejadian inipun penulis tertarik untuk melakukan penelitian
terjadi di Indonesia dimana angka tentang ”Hubungan antara Bayi Berat
kematian bayi masih tergolong tinggi. Lahir Rendah dengan Kejadian
Negara maju seperti Amerika Serikat Hiperbilirubinemia di ruang perinatologi
terdapat sekitar 60 % bayi menderita RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
ikterus sejak lahir, lebih dari 50 % bayi Lampung Tahun 2013.”
tersebut mengalami hiperbilirubin,
sedangkan pada tahun 2010 di RSU Dr. METODE
Pirngadi Medan terdapat insiden ikterus
sebanyak 76 (16%) dari 481 bayi baru lahir Penelitian ini merupakan penelitian
yang dirawat di ruang perinatologi analitik Casse Control. dengan
(Depkes, 2010). menggunakan pendekatan “retrospektif”
Menurut hasil penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan antara
Kusumawardani tahun 2010 tentang bayi dengan berat badan lahir rendah
Hubungan Antara Berat Badan Lahir dengan kejadian hiperbilirubinemia pada
Rendah Dengan Kejadian bayi di ruang perinatologi RSUD Dr. Hi.
Hiperbilirubinemia di RSUD Prof. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun
Dr.Margono Soekardjo Purwokerto” dapat 2013.
diambil kesimpulan bahwa dari 546 bayi Populasi adalah seluruh bayi yang
yang lahir, terdapat bayi dengan BBLR dirawat di ruang perinatologi RSUD Dr.
yaitu 123 dan yang mengalami Hi. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
hiperbilirubinemia 85 bayi (69 %) yang tahun 2013, baik yang menderita
tidak mengalami hiberbilirubinemia 53 hiperbilirubinemia dengan BBLR dan
bayi, (15%), sedangkan bayi yang lahir maupun bayi dengan penyakit yang
dengan berat badan rendah yang terkena lainnya. Jumlah populasi sebanyak 1098
hiperbilirubinemia ada 18 bayi diantaranya bayi.
meninggal. Hasil uji statistik diperoleh Peneliti membuat perbandingan
nilai p value=0,000 yang berarti antara jumlah sampel kasus dan kontrol 1:
p<=0,05, maka dapat disimpulkan ada 2 Rumus yang dipakai untuk mencari
hubungan antara BBLR dengan sampel. minimal penelitian casse control
hiperbilirubinemia (Basuki, 2000) adalah sebagai berikut :
Rumah Sakit Abdul Moeloek
merupakan rumah sakit rujukan terbesar di
m
Provinsi Lampung, berdasarkan hasil data n =
studi pendahuluan di RSUD Abdul ( p0.q1 + p1.q1 )
Moeloek Provinsi Lampung tahun 2011
terdapat bayi yang di rawat di ruang
perinatologi sebanyak 833 bayi, yang
disebabkan oleh gangguan perinatal seperti [ Z ά + Z ß √ P(1-P)²
kejadian BBLR 510 (61,2%), dengan m =
hiperbilirubin 87 (10%), asfiksia 197 (P-½)²
(24%), sepsis 24 (3%), kelainan congenital
15 (2%). Pada tahun 2012 terdapat jumlah
Jadi besar sampel yang digunakan
persalinan sebanyak 2033 kelahiran, dari
pada penelitian ini sebanyak 105 bayi
persalinan tersebut terdapat bayi yang di
BBLR dan 210 bayi yang tidak di diagnosa
rawat 859 bayi yang disebabkan oleh
BBLR (control). Jumlah total besar
gangguan perinatal seperti kejadian BBLR
sampel pada penelitian ini adalah 315 bayi
556 (65%), hiperbilirubin 120 (14%),
dengan menggunakan perbandingan antara
asfiksia 153 (18%), sepsis 20 (2,3%),
jumlah sampel kasus dan kontrol 1: 2.
kelainan congenital 10 (1,2%).
Pelaksanaan penelitian dilakukan
Berdasarkan dari data presurvei yang
September - Oktober 2014. Data yang
[48]
Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN 1907 - 0357
bahwa bayi dengan berat badan lahir gram. Berat badan lahir rendah atau bayi
rendah sebagian besar atau komplikasi dengan berat badan lahir < 2500 gram
yang timbul dari bayi yang lahir dengan juga sering mengalami hiperbilirubin
berat badan lahir rendah adalah disebabkan karena organ tubuhnya belum
hiperbilirubinemia karena bayi dengan terbentuk sempurna disebabkan karena
berat badan lahir rendah organ – organ fungsi hepar yang belum matang atau
dalam tubuhnya belum terbentuk dengan terdapat gangguan dalam fungsi hepar
sempurna karena itu sangat peka terhadap seperti hipoksia, hipoglikemi, asidosis, dll
gangguan pernafasan, infeksi, trauma sehingga mengakibatkan kadarbilirubin
kelahiran, hipotermi, dan sebagainya. meningkat. Selain itu juga sesuai dengan
Oleh karena itu, perlu dilakukan teori yang diungkapkan oleh porter (2002)
peningkatan pada pemeriksaan kehamilan yang menyatakan bahwa faktor resiko
secara berkala minimal 4 kali selama kurun terjadinya hiperbilirubinemia disebabkan
waktu kehamilan dan dimulai sejak umur salah satunya oleh factor dari neonatus
kehamilan muda terutama pada ibu hamil yaitu berat badan lahir rendah.
yang diduga beresiko, terutama faktor Hal ini sesuai dengan penelitian
resiko yang mengarah melahirkan bayi Kusumawardani tahun 2010, yang
BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau menyatakan ada hubungan antara berat
dan dirujuk pada institusi pelayanan badan lahir rendah dengan kejadian
kesehatan yang lebih mampu, memberikan hiperbilirubinemia pada bayi di RSUD
penyuluhan kesehatan kepada ibu-ibu Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto,
hamilmengkonsumsi makanan yang didapatkan hasil statistik bahwa ada
bergizi sehingga dapat menanggulangi hubungan yang bermakna (p value=0,000)
masalah ibu hamil resiko tinggi sedini antara bayi berat lahir rendah dengan
mungkin dan hendaknya ibu dapat kejadian hiperbilirubinemia.
merencanakan persalinannya. Berdasarkan hasil penelitian dan
teori diatas maka peneliti menyimpulkan
Hubungan BBLR dengan bahwa bayi dengan berat badan lahir
Hiperbilirubinemia rendah lebih besar mempunyai peluang
mengalami hiperbilirubinemia. Oleh
Pada penelitian ini jumlah bayi karena itu bayi dengan berat badan lahir
dengan berat badan lahir rendah yang rendah perlu mendapatkan pengawasan
mengalami hiperbilirubinemia adalah untuk mencegah masalah terutama
sebanyak 91 bayi (86,7%), sedangkan pemberian asupan cairan/ASI yang adekuat
jumlah bayi yang tidak BBLR yang untuk mencegah hipotermi, begitu juga
mengalami hiperbilirubinemia sebanyak 20 perlu asupan yang cukup pada saat hamil
bayi (9,5%). Dari hasil uji statistik untuk mencegah terjadinya berat badan
diperoleh p value = 0,000 maka dapat lahir rendah dengan cara meningkatkan
disimpulkan ada hubungan antara berat kualitas pelayanan kesehatan, khususnya
badan lahir rendah (BBLR) dengan pelayanan dalam mendeteksi dini serta
kejadian hiperbilirubinemia pada bayi. melakukan tindakan yang tepat kenaikan
Hasil analisis pula nilai OR= 2,182 berarti berat badan ibu saat pemeriksaan
bayi dengan berat badan lahir rendah kehamilan sesuai dengan standar,
beresiko 2,182 kali untuk mengalami memberikan konseling dan diberikan
hiperbilirubinemia dibandingkan dengan informasi kepada pasien bahaya akan
bayi yang tidak BBLR. terjadi jika tidak melakukan kunjungan
Berdasarkan teori menurut teori ulang secara rutin.
Keay dalam Ngastiyah 2005, hiperbilirubin
terjadi pada bayi dengan berat badan lahir KESIMPULAN
rendah selain itu juga produksi bilirubin
relatif lebih tinggi dibandingkan bayi-bayi Penelitian ini menyimpulkan bahwa
dengan berat badan kurang dari 2500 distribusi frekuensi berat badan lahir
[50]
Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN 1907 - 0357
rendah berjumlah 105 bayi (33,3%), yang tepat bagi bayi yang lahir dengan
distribusi frekensi hiperbilirubinemia berat badan lahir rendah sesuai dengan
berjumlah 111 bayi (35,2 %). Selanjutnya standar yang ada, memberikan dan
berdasarkan uji statistik disimpulkan ada mensosialisasikan informasi di rumah sakit
hubungan antara berat badan lahir rendah melalui media informasi seperti audio
dengan hiperbilirubinemia (p value = visual, pamvlet, poster–poster dalam upaya
0,000). pencegahan BBLR, dan bahaya terjadinya
Berdasarkan kesimpulan di atas hiperbilirubinemia serta cara
maka disarankan agar sarana dan prasarana mencegahnya.
di ruang perinatologi RSUD Dr. Hi. Abdul Selanjutnya bagi bidan diharapkan
Moeloek Provinsi Lampung harus lebih pada tenaga kesehatan khususnya bidan
ditingkatkan untuk memberikan yang memberikan pelayanan kesehatan
penanganan yang cepat dan tepat pada ibu hamil, bersalin agar lebih intensif
khususnya dalam menangani bayi dengan dalam memberikan pelayanan ANC,
berat badan lahir rendah (BBLR) dengan melakukan penyuluhan KIE setiap
cara meningkatkan kualitas pelayanan kunjungan dan persiapan persalinan pada
kesehatan dengan memberikan pelatihan ibu beresiko serta deteksi dini sehingga
pada tenaga kesehatan khususnya dalam resiko komplikasi pada ibu dapat ditangani
mendeteksi dini serta melakukan tindakan dengan cepat dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Bastaman, 2000, Aplikasi Metode RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo
Kasus Kontrol, FK-UI, Jakarta, 204 Purwokerto.
halaman. Marmi & Kukuh, 2012. Asuhan Neonatus
Depkes RI (2007) Manajemen Masalah Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah.
Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Yogyakarta:Pustaka Belajar.
Bidan, dan Perawat di Rumah Sakit Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit.
Rujukan Dasar, IDAI – Jakarta. Jakarta:EGC.
Dwi Ita Ayuningsih. 2011. Hubungan Porter & Perry. 2002. Hyperbilirubinemia
Berat Badan Lahir Rendah Dengan in the Term Newborn.
Ikterus Neonatorum. http://www.aafp.org. Diakses tanggal
Kusumawardani, Rediasty, 2010 13 Maret 2013
Hubungan antara berat badan lahir Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan.
rendah dengan kejadian Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono
hiperbilirubinemia pada bayi di Prawirohardjo.
[51]