Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 4, No.

2, Juni 2008

HUBUNGAN ANTARA ANEMIA PADA IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN BAYI


BERAT LAHIR RENDAH DI RSUD DJOJONEGORO KABUPATEN
TEMANGGUNG TAHUN 2006
Nuryamah
Jurusan keperawatan prodi keperawatan Purwokerto
ABSTRAK
Bayi berat lahir rendah merupakan penyebab langsung kematian
neonatal. Hasil SKRT 1995 menunjukkan bahwa 51% ibu hamil menderita
anemia mempunyai kecenderungan melahirkan bayi BBLR. Dari beberapa
penelitian dilaporkan pula bahwa kadar haemoglobin ibu hamil yang rendah
dapat meningkatkan kejadian BBLR.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan anemia pada ibu hamil dengan kejadian BBLR di
RSUD Djojonegoro Kabupaten Temanggung.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
retrospektif korelasional dengan pendekatan case control. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua rekam medik yang merupakan hasil pencatatan
pelaporan ibu bersalin dan neonatus di RSUD Djojonegoro Kabupaten
Temanggung periode 1 Januari 2005 30 Desember 2005. Sampel diambil
secara aksidental dari total populasi yang memenuhi kriteria inklusi.
Dari 108 kasus BBLR non rujukan didapatkan sampel yang memenuhi
kriteria inklusi sebesar 59 kasus. Kemudian dari besar sampel tersebut
diperoleh 38 kasus (64,4%) ibu yang memiliki riwayat anemia melahirkan
BBLR. Sedangkan ibu hamil tanpa riwayat anemia yang melahirkan BBLR
sebanyak 21 kasus (35,6%). Pada sampel kontrol diperoleh hasil yaitu ibu
yang memiliki riwayat anemia melahirkan bayi berat lahir normal (BBLN)
sebesar 12 kasus (20,3%). Sedangkan ibu hamil tanpa riwayat anemia yang
melahirkan BBLN sebesar 47 kasus (79,7%).
Pada analisis bivariant dengan chisquare diperoleh hasil bahwa ada
hubungan antara anemia pada ibu hamil dengan kejadian BBLR dengan nilai
OR = 7,08, p =0,00, x2 = 23,46. Jadi dapat disimpulkan dari analisis bivariant
bahwa anemia pada ibu hamil berhubungan dengan kejadian BBLR.
Kata kunci : anemia, BBLR
PENDAHULUAN
Kesakitan dan Kematian
neonatal di Indonesia saat ini
masih tinggi, menurut Survey
Demografi
dan
Kesehatan
Indonesia 1997, angka kematian
neonatal 21,8 per 1000 kelahiran
hidup, angka kematian bayi (45,7
per 1000 kelahiran hidup) dan
kematian neonatal dini (0-7 hari)
merupakan
80%
kematian
neonatal.
Menurut WHO 1998
salah satu penyebab langsung
kematian
neonatal
adalah
kelahiran kurang bulan, bayi berat

lahir rendah atau selanjutnya


disebut BBLR (Tjipta, 2003).
Bayi berat lahir rendah
(BBLR) dipengaruhi oleh perubahan
usia gestasional dan pertumbuhan
janin yang tidak sesuai.
Pada
neonatus dengan BBLR, usia
gestasionalnya mungkin memendek
atau
janin
gagal
dalam
mempertahankan
laju
pertumbuhan
normal
(Cunningham,
1995).
Dapat
diketahui hubungan antara umur
kehamilan dengan berat lahir bayi
mencerminkan
kecukupan

81

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 4, No. 2, Juni 2008

pertumbuhan
intra
uterinnya
(Pittard III, 1998).
Beberapa
faktor
yang
berpengaruh terhadap kejadian
BBLR
antara
lain
:
faktor
demografis,
perilaku
dan
lingkungan, pelayanan medis dan
faktor bio-medis yaitu : tinggi
badan ibu, berat badan ibu, umur
ibu, paritas, frekuensi / jumlah
kehamilan,
riwayat
kehamilan
terdahulu, kadar hb, tekanan
darah ibu.
Diantara beberapa
faktor risiko tersebut masalah
anemia pada ibu hamil merupakan
faktor yang sangat menarik untuk
dikaji,
khususnya
di
negara
berkembang
seperti
Indonesia
karena prevalensinya tinggi (Agtini,
1
dkk, 1994).
Hasil
Survey
Kesehatan
Rumah Tangga di Indonesia tahun
1995 menunjukan bahwa 51% ibu
hamil yang menderita anemia
mempunyai resiko kesakitan yang
lebih
besar
terutama
pada
trimester
III
kehamilan
dibandingkan dengan ibu hamil
normal. Akibatnya ibu hamil yang
menderita
anemia
mempunyai
resiko
lebih
besar
untuk
melahirkan bayi dengan BBLR,
kematian
saat
persalinan,
pendarahan pasca persalinan yang
sulit karena lemah dan mudah
mengalami gangguan kesehatan
(Depkes RI, 1996).
Sebagai
gambaran
di
Rumah
Sakit
Umum
Daerah
Djojonegoro
Kabupaten
Temanggung tahun 2005 tercatat
dari seluruh jumlah kelahiran
10.152
dan
terdapat
angka
kematian
bayi
10,54/1000
kelahiran hidup, dimana 2,34%
kematian disebabkan oleh BBLR.
Adapun penelitian yang terkait
dengan penyebab kejadian BBLR di
Rumah
Sakit
Umum
Daerah
Djojonegoro
Kabupaten
Temanggung sampai saat ini belum
pernah diteliti termasuk penelitian

tentang hubungan antara anemia


pada ibu hamil dengan kejadian
BBLR.
Berdasarkan latar belakang
tersebut di atas, penulis tertarik
untuk
mengetahui hubungan
antara anemia pada ibu hamil
dengan kejadian BBLR di Rumah
Sakit Umum Daerah Djojonegoro
Kabupaten Temanggung.
METODE PENELITIAN
Desain dari penelitian ini
adalah retrospektif korelasional
untuk
mengetahui
hubungan
antara anemia ibu hamil dengan
bayi berat lahir rendah. Jenis
penelitian
ini
sangat
relevan
digunakan
untuk
mengetahui
adakah hubungan antara faktor
resiko
dan
efek
dengan
menggunakan
data
sekunder
(Sastroasmoro dan Ismail, 1995).
Pada
keadaan
awal,
penelitian ini terdiri dari kelompok
BBLR sebagai kasus dan kelompok
bayi berat lahir normal sebagai
kontrol.
Kemudian
kedua
kelompok
tersebut
ditelusuri
pengalaman terpajan oleh faktor
resiko yaitu ibu hamil dengan
anemia pada masa lalu.
Pada
sebagian kelompok kasus BBLR
akan terpajan oleh faktor resiko
dan sebagian lain tidak terpajan,
demikian pula halnya dengan
kelompok kontrol.
Perbedaan
pengalaman terpajan oleh faktor
resiko
pada
kedua
kelompok
dibandingkan untuk mengetahui
ada atau tidaknya hubungan
antara BBLR dengan anemia pada
ibu hamil yang diduga sebagai
penyebab (Budiarto, 2003).
Penelitian ini dilaksanakan
pada
5-17
Juni
2006.
Pengumpulan dan pengolahan data
dilaksanakan pada waktu satu
bulan.
Tempat
penelitian
ini
dilaksanakan
di
RSUD
Djojonegoro
Kabupaten

82

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 4, No. 2, Juni 2008

Temanggung, dengan pertimbangan


:
1.
RSUD
Djojonegoro
Kabupaten
Temanggung
adalah tempat rujukan tingkat
kabupaten
sehingga
kunjungan kasus resiko tinggi
cukup banyak yang akan
memudahkan
penelitian
untuk mendapatkan subjek
penelitian.
2.
Sistem rekam medik yang
sistematik sehingga peneliti
mudah
melakukan
penelusuran
data
yang
dibutuhkan.
3.
Jarak antar tempat penelitian
dengan tempat tinggal peneliti
cukup
dekat
sehingga
terjangkau oleh peneliti untuk
melakukan konfirmasi data.
Populasi
adalah
setiap
subjek (dapat berupa manusia,
binatang
percobaan,
data
laboratorium, dan lain-lain) yang
memenuhi
karakteristik
yang
ditentukan (Sastroasmoro, 1995).
Populasi dalam penelitian ini
adalah semua hasil rekam medik
yang merupakan hasil pencatatan
pelaporan
ibu
bersalin
dan
neonatus yang dilahirkan di RSUD
Djojonegoro
Kabupaten
Temanggung Periode 1 Januari
2005 sampai dengan 31 Desember
2005 dan diperoleh data populasi
sebesar 108 kasus BBLR.
Sedangkan sampel adalah
bagian (subset) dari populasi yang
dipilih dengan cara tertentu hingga
dianggap mewakili populasinya
(Sastroasmoro, 1995).
Sampel
dalam penelitian ini adalah hasil
pencatatan pelaporan ibu bersalin
dan neonatus yang dilahirkan di
RSUD Djojonegoro Kabupaten
Temanggung Periode 1 Januari
2005 sampai dengan 31 Desember
2005 yang memenuhi kriteria ;
b. Inklusi :

1)

Bayi
yang
dilahirkan
memiliki
umur
kehamilan
lebih dari 37 minggu.
2)
Bayi dengan berat badan
lahir kurang dari 2500 gram.
3)
Ada data riwayat antenatal
care dan persalinan.
4)
Ada data pemeriksaan Hb
pada saat kehamilan.
c.
Eksklusi :
1)
Data riwayat antenatal dan
persalinan kurang lengkap.
2)
Data pemeriksaan kadar Hb
tidak ada.
3)
Ada
riwayat
komplikasi
selama
kehamilan
(pre
eklamsi,
perdarahan,
hipertensi, atau penyakit
lain).
Untuk
menentukan
besarnya sampel dalam penelitian
ini
dengan
menggunakan
pendekatan Accidental Sampling
yaitu suatu pendekatan untuk
menentukan jumlah sampel, yang
dilakukan berdasarkan kebetulan
yang dijumpai. Hal ini berarti
bahwa populasi yang memenuhi
kriteria inklusi dalam penelitian ini
digunakan
seluruhnya
sebagai
sampel
dalam
penelitian
ini.
Setelah melalui proses rekapitulasi
jumlah sampel yang digunakan
dalam penelitian ini sebesar 59
kasus BBLR dan diambil pula
jumlah sampel kontrol sebesar 59
kasus BBLN.
Analisa data adalah alat
statistik
untuk
mengukur
hubungan
variabel
yang
ditanyakan dalam inpartu dengan
demikian
akan
menjawab
hubungan antara anemia pada ibu
hamil dengan berat bayi lahir
rendah. Data yang akan dianalisa
dengan menggunakan :
1. Analisa univariant, yaitu
analisa tiap-tiap variabel
hasil penelitian yaitu anemia
ibu
hamil
dan
BBLR
dilakukan
dengan
menghitung prevalensinya.

83

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 4, No. 2, Juni 2008

2. Analisa
bivariant,
yaitu
analisa
yang
dilakukan
terhadap 2 varibel yang
diduga ada korelasi. Uji
korelasi
menggunakan
chisquare melalui koefisien
kontingensi, dikatakan ada
hubungan bermakna jika
p<0,05
dan
tidak
ada
hubungan jika p>0,05.
3. Untuk
mengetahui
hubungan anemia terhadap
BBLR digunakan statistik chi
square
HASIL DAN BAHASAN
Hasil pengumpulan data
selama kurun waktu satu bulan,
yang dilakukan di Ruang Rekam
Medik
RSUD
Djojonegoro
Kabupaten
Temanggung,
didapatkan bahwa pada periode 1
Januari 2005 31 Desember 2005
ditemukan sebesar 108 kelahiran
hidup non rujukan dengan BBLR.
Setelah melalui proses rekapitulasi
keseluruhan
populasi,
rekam
medik yang masuk kriteria inklusi
adalah sebesar 59 rekam medik
yang mencatat kejadian BBLR.
Untuk selanjutnya, sebagai kontrol
diambil pula sampel sebesar 59
rekam
medik
yang
mencatat
kejadian kelahiran dengan bayi
berat lahir normal (BBLN).
Pada penelitian ini diperoleh
data bahwa berat badan bayi dari
keseluruhan sampel kasus bayi
berat lahir rendah (BBLR) berada
pada rentang antara paling rendah
1250 gram dan paling berat 2450
gram, dengan rerata 2250 gram.
Modus berat badan bayi paling

banyak adalah 2300 gram, dengan


standar deviasi 122 gram.
Pada data yang mencatat
kadar haemoglobin ibu hamil yang
melahirkan BBLR dalam sampel
yang memenuhi kriteria, bervariasi
antara kadar haemoglobin 8,7
gram% sampai 12 gram% dengan
rata-rata kadar haemoglobin 10,9
gram%
sedangkan
modus
terbanyak
adalah
kadar
haemoglobin 10,4 gram% dan
standar
deviasi
0,73
gram%.
Sedangkan kadar haemoglobin ibu
hamil yang melahirkan bayi berat
lahir normal (BBLN) yaitu antara
kadar haemoglobin 10,1 gram%
sampai 14,2 gram% dengan ratarata 11,7 gram%, dan modus
terbanyak 11,8 gram%
serta
standar deviasi 1,05 gram%.
Pada penelitian ini kadar
haemoglobin dikategorikan menjadi
2
kelompok
yaitu
kadar
haemoglobin yang kurang dari 11
gram% atau yang disebut anemia
dan kadar haemoglobin sama atau
lebih dari 11 gram% atau yang
disebut
tidak
anemia.
Hasil
persalinan dengan BBLR proporsi
terbanyak pada kelompok anemia
sebesar 64,4% dan pada kelompok
tidak
anemia
sebesar
35,6%
sedangkan pada hasil persalinan
BBLN proporsi terbanyak pada
kelompok tidak anemia sebesar
79,7% dan pada kelompok anemia
sebesar 20,3%.
Distribusi persalinan BBLR
menurut kadar haemoglobin ibu
hamil dapat dilihat seperti pada
tabel 1.

84

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 4, No. 2, Juni 2008

Tabel 1.Distribusi Persalinan BBLR menurut anemia ibu hamil di RSUD


Djojonegoro Kabupaten Temanggung periode 1 Januari 2005-31
Desember 2005
Anemia Ibu Hamil
Anemia
Tidak Anemia
Jumlah

BBLR
N
38
21
59

%
64,4
35,6
100

Analisa statistik hubungan antara


anemia pada ibu hamil dengan
kejadian bayi berat lahir rendah
(BBLR)
Berdasarkan hasil analisis
chi square yang dihitung secara

BBLN
N
12
47
59

%
20,3
79,7
100

Jumlah
N
50
68
118

%
42,3
57,7
100

manual dan dinyatakan dengan


taraf signifikansi 5% dan derajat
kebebasan (db) = 1. x2 hitung yang
diperoleh dengan menggunakan
rumus, yaitu

N ad cb
=
a b c d a c b d
2

x2

Keterangan :
x2 = chi kuadrat
N = jumlah sample
a
= proporsi kasus dengan faktor resiko
b
= proporsi kontrol dengan faktor resiko
c
= proporsi kasus tanpa faktor resiko
d
= proporsi kontrol tanpa faktor resiko
Hasil yang diperoleh yaitu
kejadian BBLR sebesar 7,1%.
23,46 lebih besar dari x2 tabel
Sedangkan dari Profil Kesehatan
yaitu 3,84.
Untuk mengetahui
Indonesia bayi berat lahir rendah di
signifikansi
hasil
perhitungan
Indonesia adalah 14%. Beberapa
dilakukan secara komputasi yaitu
peneliti melaporkan angka kejadian
dengan
menggunakan
program
BBLR di Indonesia diantaranya
komputer diperoleh nilai p yaitu p =
penelitian kohort di Sukabumi
0,00 (p<0,05. Hal ini menunjukkan
memperoleh insiden BBLR 10,7%,
bahwa nilai x2 adalah signifikan
penelitian
di
Ujung
Berung
sehingga ada hubungan antara
mendapatkan angka kejadian BBLR
anemia pada ibu hamil dengan
sebesar 14,7%. Penelitian di Ciawi
kejadian BBLR. Dari perhitungan
Kabupaten Bogor mendapatkan
manual odds ratio kejadian BBLR
kejadian BBLR 16,1% (Rahman,
yang dipengaruhi anemia sebesar
2000). Sedangkan pada penelitian
7,08 dengan interval kepercayaan
ini, angka kejadian BBLR di RSUD
(95%) maka didapatkan hubungan
Djojonegoro
Kabupaten
yang bermakna antara anemia
Temanggung periode 1 Januari
terhadap BBLR.
2005-31 Desember 2005 sebesar
Angka kejadian bayi berat
14,09%.
lahir rendah (BBLR) di Indonesia
Hal
ini
berarti
angka
tergolong
tinggi,
data
yang
kejadian dalam penelitian ini
menunjukkan
hal
tersebut
menunjukkan
prosentase
yang
diperoleh
berdasarkan
analisis
mendekati sama dengan hasil
lanjut Survey Demografi Kesehatan
penelitian di daerah lain. Angka
Indonesia (1994) yaitu angka
kejadian yang mendekati sama

85

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 4, No. 2, Juni 2008

tersebut
dalam
teori
dapat
disebabkan
oleh
karakteristik
tempat yang sejenis, yaitu tempat
tinggal berada di dataran tinggi.
Hal ini nampaknya menjadi salah
satu faktor penyebab terjadinya
kasus BBLR. Kerapatan udara di
dataran tinggi relatif lebih renggang
dari pada di dataran rendah,
sehingga diperlukan lebih banyak
haemoglobin untuk
mengikat
cukup oksigen (Mokoagow, 2006).
Sehingga wanita hamil yang hidup
di dataran tinggi seperti di
Kabupaten
Temanggung
membutuhkan kadar haemoglobin
yang optimum.
Karena kerja
haemoglobin untuk manusia yang
hidup di dataran tinggi lebih berat
dibandingkan pada manusia yang
hidup di dataran rendah. Apabila
jumlah haemoglobin pada manusia
yang hidup di dataran tinggi tidak
optimum,
maka
pemenuhan
kebutuhan yang di transportasikan
melalui
haemoglobin
seperti;
oksigen,
zat
makanan,
sisa
metabolisme dan lain-lain akan
berkurang. Pada wanita hamil hal
ini sangat beresiko terutama untuk
janinnya. Dengan demikian upaya
dalam rangka membuat kondisi
haemoglobin yang optimum pada
tubuh ibu hamil terutama yang
hidup di daerah dataran tinggi
akan sangat diperlukan.
Upaya-upaya tersebut bisa
melalui
pencegahan
dan
penanggulangan anemia antara
lain
dengan
meningkatkan
konsumsi zat besi dari makanan
seperti sayuran hijau dan buahbuahan ditambah dengan kacangkacangan dan padi-padian yang
cukup banyak mengandung zat
besi dan vitamin-vitamin lain,
terutama
vitamin
C
yang
diperlukan untuk meningkatkan
penyerapan zat besi di dalam
tubuh. Upaya lain dapat dengan
pemberian
suplementasi
besi
karena dapat memperbaiki status

haemoglobin yang relatif singkat.


Hal tersebut di atas didukung oleh
data bahwa bayi dengan berat lahir
rendah di RSUD Djojonegoro
Kabupaten Temanggung proporsi
terbanyak pada kelompok yang
dilahirkan oleh ibu hamil yang
mengalami anemia sebesar 64,4%.
Jumlah prosentase yang besar
pada
kelompok
anemia
yang
melahirkan
BBLR
dapat
dipengaruhi oleh ketidakmampuan
ibu hamil memenuhi kebutuhan
zat-zat gizi bagi dirinya dan janin
dalam kandungnya. Oleh karena
itu bayi berat lahir rendah rawan
terjadi pada ibu hamil yang
menderita anemia (Wirakusumah,
1999).
Pendapat
lain
juga
mendukung
pernyataan
sebelumnya
yang
menyatakan
bahwa dengan semakin tinggi
kadar haemoglobin ibu berarti
jumlah zat besi yang berfungsi
untuk mengangkut oksigen dan
pembentukan
darah
semakin
banyak. Dengan semakin banyak
darah yang dibentuk maka janin
dan
plasenta
memperoleh
kebutuhannya sesuai dengan kadar
haemoglobin yang dimiliki ibu
(Khomsan, 2003).
Disisi lain, pada kondisi bayi
berat
lahir
normal,
proporsi
terbanyak adalah pada kelompok
bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
tidak mengalami anemia sebesar
79,7%. Hal ini berarti ibu hamil
yang tidak menderita anemia di
dalam tubuhnya memiliki zat besi
yang cukup dibutuhkan untuk
memenuhi kehilangan basal, juga
cukup
dibutuhkan
untuk
pembentukkan sel-sel darah merah
yang semakin banyak, serta untuk
janin dan plasentanya (Depkes RI,
2002).
Sedangkan pada kasus
persalinan bayi berat lahir normal
(BBLN) dengan riwayat ibu anemia
sebesar 20,3% dapat disebabkan
oleh kadar haemoglobin ibu, pada
trimester III menjelang persalinan,

86

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 4, No. 2, Juni 2008

tidak
terlalu
mempengaruhi
pertumbuhan janin yang sudah
mencapai berat badan lebih dari
2500 gram atau ibu hanya
menderita anemia fisiologis yaitu
volume plasma meningkat di atas
peningkatan jumlah sel darah
merah (Wirakusumah, 1999).
Beberapa studi terdahulu
menyebutkan
penyebab
BBLR
adalah multifaktor, antara lain
faktor demografi, biologi ibu, gizi,
riwayat obstetri, morbiditas ibu
selama hamil (prenatal care) dan
paparan toksis (merokok).
Pada
kasus BBLR yang terdapat di RSUD
Djojonegoro
Kabupaten
Temanggung
kemungkinan
termasuk dalam faktor paparan
toksis
(merokok),
hal
ini
disebabkan
oleh
banyaknya
penduduk Kabupaten Temanggung
yang
memproduksi
tembakau
sehingga
potensial
banyak
penduduk
laki-laki
yang
mengkonsumsi tembakau (rokok).
Maka ibu hamil yang berada di
lingkungan tersebut dapat menjadi
perokok pasif yang kemudian
mempengaruhi pertumbuhan janin
dalam kandungan.
Asap rokok
tersebut dapat berdampak negatif
terhadap penyerapan asam folat.
Asam folat harus dikonsumsi ibu
hamil setiap hari karena pada saat
mengkonsumsi asam folat akan
tercerna kemudian dikirim ke hati.
Hati menyimpannya sebagian, dan
mengirimkan sebagian lainnya ke
sumsum tulang. Dalam sumsum
tulang inilah asam folat digunakan
untuk membuat sel darah merah.
Sel darah merah ini mengapung di
dalam plasma dan mengalir melalui
pembuluh arteri dan vena.
Sel
darah
merah
selanjutnya
mengambil oksigen dari paru dan
mendistribusikannya pada seluruh
jaringan dan organ tubuh. Pada
kondisi
abnormal,
karena
kehamilan, tubuh ibu memerlukan
asam folat lebih banyak untuk

keperluan tubuh kembang janin.


Ibu yang mengalami defisiensi
asam folat akan berdampak pada
bayi lahir dengan berat badan
rendah (Khomsan, 2003).
Ditilik
dari
pembuktian
hubungan antara anemia pada ibu
hamil dengan kejadian BBLR dalam
penelitian ini membuktikan bahwa,
anemia
berhubungan
dengan
kejadian BBLR dengan derajat
signifikansi 5%. Sama halnya
dengan penelitian yang dilakukan
oleh
Jumirah,
dkk
(1999)
menunjukkan
bahwa
ada
hubungan kadar Hb ibu hamil
dengan berat bayi lahir, dimana
semakin tinggi kadar Hb ibu
semakin tinggi berat badan bayi
yang dilahirkan atau bayi dengan
berat lahir normal. Hasil penelitian
ini membuktikan bahwa anemia
pada ibu hamil berhubungan
dengan kejadian BBLR.
Hal ini
dapat disebabkan oleh kadar
haemoglobin yang rendah akan
mengakibatkan
gangguan
transportasi oksigen dan nutrisi
dari
ibu
ke
janin
sehingga
pertumbuhan
janin
terhambat
(Artana, dkk, 2002). Hal senada
juga dipaparkan dalam penelitian
Villar dan Belkvan (1982) yang
menyebutkan
bahwa
penyebab
BBLR yang terpenting di negara
yang sedang berkembang adalah
hambatan
pertumbuhan
janin
dalam rahim (63%) dan prematur
(17%),
sedangkan
penyebab
hambatan
pertumbuhan
janin
dalam rahim 40-45% disebabkan
oleh nutrisi ibu yang buruk saat
hamil (Kader dan Wong, 1982).
Nutrisi ibu yang buruk saat hamil
salah satunya disebabkan oleh
kurangnya konsumsi makanan
yang
mengandung
zat
besi.
Sedangkan zat besi memiliki fungsi
utama untuk pembentukan sel
darah
merah
yang
berarti
mempengaruhi
jumlah
kadar

87

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 4, No. 2, Juni 2008

haemoglobin
pada
ibu
hamil
(Khomsan, 2003).
Selama proses kehamilan,
pertumbuhan
janin
jika
berlangsung normal maka hasil
kehamilan yang diharapkan pada
bayi adalah bayi tunggal, aterm,
lahir hidup, berat badan normal
dan tidak ada cacat bawaan, akan
tetapi bila terdapat gangguan
pertumbuhan
janin
akan
termanifestasi pada berat bayi lahir
kurang dari 2500 gram.
Ada berbagai studi yang
meneliti hubungan anemia dalam
kehamilan dengan BBLR yang
menyajikan
hasil
berbeda.
Mavalankar, dkk (1992) dalam
sebuah studi kasus kontrol di India
menyebutkan ada hubungan yang
signifikan antara anemia dengan
kejadian BBLR. Adjucted Odds
Ratio kejadian berat lahir rendah
aterm pada kelompok ibu yang
anemia sedang adalah 1,8 (Cl 95%
1,4-2,4) dibanding kelompok tidak
anemia, sedangkan kelompok ibu
anemia berat Adjusted Odds Ratio
4,5 (Cl 95% 1,6-12,5) dibanding
kelompok tidak anemia.
Hasil
perbandingan kejadian bayi berat
lahir rendah antara kelompok ibu
hamil anemia dan kelompok ibu
hamil tidak anemia pada penelitian
ini adalah 7,08 dengan rata-rata
kadar haemoglobin 10,9 gr%.
Perbedaan dalam jumlah ratio
antara
penelitian
ini
dengan
penelitian
terdahulu
dapat
dipengaruhi oleh jumlah sampel
yang berbeda pula. Dimungkinkan
pada penelitian terdahulu sampel
yang digunakan adalah jumlah
sampel yang besar sehingga dapat
digeneralisasikan, sedangkan pada
penelitian ini menggunakan sampel
dengan
jumlah
yang
sedikit
sehingga
tidak
memungkinkan
hasil
penelitian
ini
dapat
digeneralisasikan.
Disamping itu terdapat hasil
penelitian yang bertolak belakang

dengan beberapa hasil penelitian


yang tersebut di atas. Pudyastuti
(1995), dengan studi potong lintang
meneliti
hubungan
kadar
haemoglobin ibu inpartu dengan
kehamilan aterm dan berat lahir
bayi. Penelitian dengan batasan
anemia
Hb
<11
gram%
ini
menghasilkan bahwa tidak ada
hubungan
antara
kadar
haemoglobin ibu inpartu dengan
kejadian BBLR.
Penelitian lain
menyebutkan
bahwa
masalah
BBLR
ternyata
tidak
hanya
berhubungan
dengan
anemia
dalam
kehamilan
tetapi
juga
berhubungan
dengan
kadar
haemoglobin (Hb) ibu yang tinggi.
Kadar
Hb
ibu
yang
tinggi
mempunyai pengaruh yang tidak
baik terhadap aliran darah utero
plasenter
karena
terjadi
peningkatan
viskositas.
Peningkatan viskositas diketahui
berhubungan dengan trombosis
pada sejumlah besar kondisi.
Intervillous thrombosis dan infark
sering ditemukan pada kehamilan
normal, menunjukan aliran utero
plasenter mempunyai predisposisi
terjadi kelainan thrombosis. Pada
keadaan ini perubahan komposisi
darah tidak berpengaruh penting
untuk ibu tetapi sangat berbahaya
buat janin (Rahman, dkk., 2002)
seperti dilaporkan Garn, dkk (1981)
adanya kematian janin prematur
dan BBLR pada Hb 13 gram%.
Murphy, dkk (1986) melaporkan
adanya peningkatan resiko satu
atau lebih luaran yang tidak baik
pada kadar Hb >13,3 gram% pada
berbagai
trimester
kehamilan.
Zhou, dkk (1998) menemukan
peningkatan 2x kelahiran preterm
dan BBLR pada konsentrasi Hb >13
gram%.
Akhirnya dapat disimpulkan
bahwa hasil penelitian ini sesuai
dengan beberapa teori dan hasil
penelitian
terdahulu
yang
menyebutkan
bahwa
ada

88

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 4, No. 2, Juni 2008

hubungan yang signifikan antara


anemia pada ibu hamil dengan
kejadian BBLR meskipun ada
beberapa hasil penelitian lain yang
menyebutkan hasil berbeda, hal ini
dapat dijadikan acuan untuk
melakukan
penelitian
lanjutan
yang lebih detail untuk mengetahui
faktor yang paling berpengaruh
terhadap kejadian bayi berat lahir
rendah.
SIMPULAN
Bayi berat lahir rendah
merupakan salah satu penyebab
langsung
kematian
neonatal.
Faktor yang berpengaruh terhadap
kejadian BBLR salah satunya
adalah anemia pada ibu hamil yang
memiliki resiko kesakitan lebih
besar terutama pada trimester III
kehamilan dibandingkan dengan
ibu hamil yang tidak menderita
anemia. Prevalensi kematian bayi
yang disebabkan oleh BBLR di
RSUD Djojonegoro Kabupaten
Temanggung cukup besar. Adapun
penelitian yang terkait dengan
penyebab kejadian BBLR sampai
saat ini belum pernah diteliti.
Berdasarkan hal tersebut di atas,
penulis tertarik untuk mengetahui
hubungan antara anemia pada ibu
hamil dengan kejadian BBLR di
RSUD Djojonegoro Kabupaten
Temanggung. Sehingga diharapkan
dapat digunakan sebagai acuan
dan informasi awal bagi petugas
kesehatan
dalam
rangka
peningkatan deteksi dini dan
penanganan anemia pada ibu
hamil.
Penelitian yang dilakukan
selama periode 5 17 Juni 2006
dengan
menggunakan
metode
retrospektif
korelasional
yang
menggunakan studi kasus control
didapatkan data melalui catatan
rekam medik berupa sampel kasus
yaitu data persalinan dengan BBLR
yang memenuhi kritera inklusi
sebesar 59 kasus dan diambil pula

sampel kontrol sebesar 59. Besar


sampel yang digunakan dalam
penelitian ini diperoleh secara
aksidental dan diperoleh hasil
persalinan dengan BBLR, proporsi
terbanyak pada kelompok anemia
sebesar 64,4%, dan pada kelompok
tidak anemia sebesar 35,6%.
Sedangkan pada hasil persalinan
BBLN proporsi terbanyak pada
kelompok tidak anemia sebesar
79,7% dan pada kelompok anemia
sebesar 20,3%. Berdasarkan hasil
chisquare yang dihitung secara
manual x2 hitung yang diperoleh
yaitu 23,46 lebih besar daripada x2
dalam tabel yaitu 3,84.
Pada
perhitungan dengan menggunakan
komputasi yaitu program SPSS
versi 11,5 diperoleh hasil p = 0,00
yang berarti p<0,05.
Hal ini
menunjukan bahwa nilai x2 adalah
signifikan
sehingga
dapat
dinyatakan bahwa ada hubungan
antara anemia pada ibu hamil
dengan kejadian BBLR. Dengan
penjelasan bahwa pada ibu hamil
yang
menderita anemia yang
melahirkan
BBLR
dapat
dipengaruhi oleh ketidakmampuan
ibu hamil memenuhi kebutuhan
zat-zat gizi bagi dirinya dan janin
dalam kandungannya.
Sehingga
kadar haemoglobin yang rendah
akan mengakibatkan gangguan
transportasi oksigen dan nutrisi
dari ibu ke janin mengakibatkan
pertumbuhan janin terhambat.
Berdasarkan hasil penelitian
di
atas
diharapkan
petugas
kesehatan
atau
bidan
lebih
meningkatkan deteksi dini anemia
pada ibu hamil dan memberikan
pencegahan dan penanggulangan
anemia secara optimal sehingga
dapat mengurangi angka kejadian
BBLR serta dapat menurunkan
angka kematian yang disebabkan
oleh BBLR. Diharapkan pula datadata hasil penelitian ini dapat
digunakan
sebagai
tambahan
informasi
tentang
keterkaitan

89

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 4, No. 2, Juni 2008

antara anemia dengan kejadian


BBLR bagi petugas kesehatan, ibu
hamil dan masyarakat luas.
SARAN
1. Bagi Instansi
Angka kejadian BBLR di RSUD
Djojonegoro
Kabupaten
Temanggung cukup besar maka
perlu
dilakukan
penelitian
lanjutan
untuk
mengetahui
faktor yang paling berpengaruh
terhadap BBLR.
Diharapkan
dengan
mengetahui
faktorfaktor
yang
mempengaruhi
BBLR
dapat
ditindaklanjuti
pencegahannya
oleh
pihak
rumah sakit terutama oleh
tenaga kesehatan yang ada.
2. Bagi Ibu Hamil
Ibu
hamil
hendaknya
melakukan perawatan masa
hamil
khususnya
dalam
konsumsi
makanan
yang
mengandung zat besi dan
suplementasi zat besi untuk
mencukupi kebutuhan tubuh,
janin
dan
plasentanya.
Sehingga anemia pada ibu
hamil
yang
berpengaruh
terhadap terjadinya bayi berat
lahir rendah dapat segera
dicegah.
3. Bagi Bidan
Peningkatan
penyuluhan
kesehatan terutama mengenai
pertumbuhan
dan
perkembangan
janin
dalam
rahim,
tanda-tanda
bahaya
selama
kehamilan
dan
perawatan
diri
selama
kehamilan agar mereka dapat
menjaga
kesehatannya
dan
janin yang dikandung dengan
baik. Peningkatan penyuluhan
kesehatan pada ibu hamil
tersebut minimal diikuti dengan
evaluasi hasil melalui program
ante natal care (ANC) yaitu
dengan
pemantauan
pertumbuhan
janin
dan
pemantauan pertambahan berat

badan
ibu
pemeriksaan
haemoglobin.

hamil

serta
kadar

DAFTAR PUSTAKA
Amirudin,
Ridwan.(2007).Pertumbuhan
dan Perkembangan Anak.
http://ridwanamirudin.word
press.com/2007/05/05/tu
mbuh-kembang-anak/
12
juli 2007.
Anwar,
Husaini
Mahdin.(2000).Peranan Gizi
dan
Pola
Asuh
dalam
Meningkatkan
Kualitas
Tumbuh
Kembang
Anak.http://anak.i2.co.id/b
eritabaru/berita.asp?id=169.
12 juli 2007
Beck,M.E. (2000). Ilmu Gizi dan
Diet.yogyakarta:
Yayasan
essentia medica.
Kartika, V.M.(2002). Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Kemampuan Motorik Anak
Usia12-18 Bulan di Keluarga
Miskin dan Tidak Miskin.
http://digilib.litbang.depkes
.go.id/go.php?id=jkpkbppkgdl-res-2002-vita-1452motorik&node=124&start=6.
29 september 2006.
Nency, Y. Thohar,A.M.(2004).Gizi
Buruk , Ancaman Generasi
Yang
Hilang.
http://digilib.litbang.depkes
.go.id/go.php?id=jkpkbppkgdl-grey-2004-yetty-1430gizi&q= 12 september 2006.
Notoatmojo, S.(2002). Metodologi
Penelitian
Kesehatan.
Jakarta: PT.Rineka cipta.
Pemerintah
propinsi
jawa
tengah.(2004).
Presentase
Status Gizi Anak Balita yang
Ditimbang
Menurut
Kabupaten/ Kota di Jawa
Tengah Tahun Anggaran
2003/2004.http://www.jaw
atengah.go.id/loader2.php?S
UB=potensi&DATA=kesej-

90

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 4, No. 2, Juni 2008

masy& kota.11 september


2006.
Pemerintah RI dan WHO .(2000).
RencanaAKSI Pangan dan
Gizi Nasional 2001-2005.
Proboningsih,
jujuk.
(2004).
Perbedaan
perkembangan
(motorik
kasar,
motorik
halus,
bahasa
dan
kepribadian) pada anak usia
12-18 bulan antara status
gizi kurang dan status gizi
normal.http://adln.lib.unair
.ac.id/go.php?id=jiptunairgdl-s2-2004-probonings874&PHPSESSID=60a34446
0096be3086452dcff4db2cbe.
12 juli 2007.14.00
Riduwan.(2005).Belajar
Mudah
Penelitian
Untuk
Guru,
Karyawan
Dan
Peneliti
Pemula.Bandung: Alfabeta.
Sihadi.(2000).
Gambaran
Perubahan Status Gizi Anak
Balita Gizi Buruk Pengunjung

Klinik
Gizi
Bogor.
http://digilib.litbang.depkes
.go.id/go.php?id=jkpkbppkgdl-grey-2000-sihadi-1430gizi&q= 12 september 2006.
Soekirman. (2000). Ilmu Gizi dan
Aplikasinya untuk Keluarga
dan Masyarakat. Jakarta:
Dirjen Pendidikan Tinggi
Nasional.
Soetjiningsih.(1995).
Tumbuh
Kembang Anak. Jakarta: EGC.
Sudjarwo,S.R.(1996).Uji
Skrining
Perkembangan
dengan
Metoda Denver II. Jakarta:
Balai penerbit FKUI.
Sunarto & Budiharjo, T.(2004).
Faktor
Determinan
Peningkatan Status Gizi Bayi
GAKIN Umur 6-11 Bulan
yang Memperoleh Blended
Food
di
Kecamatan
Pedurungan.link
2004:1(2);39-45.

91

Anda mungkin juga menyukai