Disusun oleh :
1608010043
Pembimbing :
KUPANG
2020
ii
Laporan Kasus ini dengan judul “Wanita 26 Tahun Dengan Hipokalemia Periodik Paralisis”
atas nama : Franklin Pito Jella NIM : 2008020005 pada Program Studi Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Nusa Cendana telah disajikan dalam kegiatan kepaniteraan klinik bidang
Kesehatan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang pada tanggal 03
Desember 2020
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas laporan kasus pada Kepaniteraan Klinik Bagian
Ilmu Penyakit Dalam dengan judul “Wanita 26 Tahun Dengan Hipokalemia Periodik
Paralisis “ tepat waktu. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada sejumlah pihak yang
1. dr. M. Jalalul Marzuki, Sp.PD selaku pembimbing yang penuh kesabaran membimbing
dan menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penulisan
2. Rekan kelompok penulis atas bantuannya dalam penulisan dan mencari informasi.
3. Segenap pegawai Poliklinik Spesialis Ilmu Penyakit Dalam yang telah memberi motivasi
bagi saya sehingga penulisan laporan kasus ini boleh berjalan dengan lancar.
Demikian laporan kasus ini disusun, semoga bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya.Penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
segala kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan laporan
Penulis
DAFTAR ISI
LAPORAN KASUS.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.......................................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1
1.2 Tujuan....................................................................................................................................1
1.3 Manfaat..................................................................................................................................2
2.2. Anamnesa...............................................................................................................................3
2.5. Resume...................................................................................................................................17
2.7. SOAP.....................................................................................................................................18
3.2 Definisi...................................................................................................................................33
3.3 Epidemiologi..........................................................................................................................34
3.4 Klasifikasi..............................................................................................................................34
3.5 Patofisiologi...........................................................................................................................36
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................................................47
4.1. Pembahasan............................................................................................................................47
5.1 Kesimpulan............................................................................................................................50
5.2 Saran......................................................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................51
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 7 SOAP............................................................................................................................18
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
gangguan disfungsi saluran ion kalium ditandai dengan kelemasan otot akibat eksitabilitas otot.
(HyperPP) dan hipokalemia periodik paralisis (HypoPP). Meskipun periodik paralisis jarang
mengancam jiwa, serangan secara terus menerus dapat menyebabkan disabilitas dan kelemahan
Paralisis periodik adalah suatu sindrom klinis dengan kelemahan/paralisis otot akut.
Penyakit yang berat dapat dimulai pada masa anak-anak, sedangkan kasus yang ringan seringkali
mulai pada dekade ketiga. Penyakit ini sebagian besar bersifat herediter dan diturunkan secara
autosomal dominan. Paralisis periodik primer memiliki karakteristik : bersifat herediter, sebagian
besar berhubungan dengan perubahan kadar kalium dalam darah, kadang disertai miotonia,
Pada awal perjalanan penyakit ini, kelumpuhan periodik primer atau yang diturunkan
(familial), kekuatan otot normal diantara serangan. Setelah bertahun-tahun serangan ini dapat
terjadi kelemahan progresif dan menetap. Gangguan ini dapat diobati dan kelemahan progresif
1.2 Tujuan
diagnosa banding, tata laksana, komplikasi serta prognosis dari penyakit periodik paralisis.
2
1.3 Manfaat
memberikan tatalaksana.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Umur : 25 Tahun
Agama : Islam
Suku : Makasar
Alamat : Naimata
No RM. : 49 43 66
2.2. Anamnesa
Kualitas : Kaki terasa lemas sehingga susah untuk berjalan setelah itu setelah
bangun tidur kedua tangan juga sudah sulit digerakan. Pada kaki juga terasa nyeri.
Kuantitas : Lemas terus menerus dan nyeri terus menerus pada kedua kaki
malmnya kaki bagian atas dari pasien mulai merasa nyeri dan sulit digerakan. bisa untuk
Gejala Penyerta :-
2. Riwayat Penyakit Dahulu : Dulu pernah lemah kaki dan tangan setelah pasien
melahirkan anak pertama. Hipertensi (-), Asam Urat (-), Kolesterol (-) ,Diabetes (-).
3. Riwayat Penyakit Keluarga : Pada keluarga tidak ada yang memiliki lemah badan
seperti ini
4. Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien seorang ibu rumah tangga tinggal bersama suaminya.
Pasien sudah memiliki 3 anak dan anak yang paling kecil baru berumur 1 bulan 15 hari. Anak
5. Riwayat Kebiasaan: : Pasien suka minuh teh. Pada 2 minggu terakhir pasien rutin
6. Review Sistem:
Kepala : - Gastrointestinal: -
Telinga : - Reproduksi: -
Hidung: - Genital: -
Mulut: - Neurologis: -
Lidah: - Psikologis: -
5
Tenggorokan: - Kulit: -
Leher: - Endokrin: -
Paru: - bawah
Dada: -
3) Kulit
Warna kulit putih, turgor kulit normal, ikterik (-), pucat (-), ptechie (-)
4) Kepala
5) Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), katarak (-/-), edema
palpebra (-/-), cowong (-/-), pupil isokor, diameter 3mm/3mm, radang (-/-), hidung Nafas
6) Mulut
Sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), tremor (-), gusi berdarah (-), sudut bibir
7) Telinga
6
8) Tenggorokan
9) Leher
10) Toraks
11) Cor
I : pengembangan dada kanan dan kiri simetris, benjolan (-), luka (-)
Pr : Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Rhonki Wheezing
- - - -
- - - -
- - - -
12) Abdomen
P : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, pembesaran lien (-)
14) Ektremitas:
Anggota Gerak
Index Eritrosit
MCV 85,7 81-96 fL
MCH 29,3 27-36 pg
MCHC 34,2 31-37%
KIMIA DARAH
Kimia Darah
Albumin 3,6 3,5-5,2
Profil Lipid
Trigliserida 67 <150
Kolesterol Total 108 <200
HDL 37 ≥ 40
LDL 66 <115
Elektrolit
Natrium 144 132-147mmol/L
Kalium 2,3 3,5-4,5mmol/L
Klorida 104 96-111 mmol/L
Calcium Ion 1,060 1,120-1,320 mmol/L
Total Calcium 2,2 2,2-2,55
Hormon
TSH 0,8042 0,35-4,94
KIMIA DARAH
Elektrolit
Natrium 144 132-147mmol/L
Kalium 3,8 3,5-4,5mmol/L
Klorida 104 96-111 mmol/L
Calcium Ion 1,230 1,120-1,320 mmol/L
Total Calcium 2,5 2,2-2,55 mmol/L
Pemeriksaan EKG
2.5. Resume
Pasien masuk UGD dengan keluhan lemah kedia kaki dan tangan 3 hari SMRS. 4
hari SMRS pasien disuntik KB untuk 3 bulan. Setelah disuntik malmnya kaki bagian atas
dari pasien mulai merasa nyeri dan sulit digerakan. bisa untuk berjalan. 11jam setelah itu
pasien langsung dibawa ke rumah sakit. Dulu pernah lemah kaki dan tangan etelah pasien
melahirkan anak pertama. Hipertensi (-), Asam Urat (-), Kolesterol (-) ,Diabetes (-).
Pasien suka minuh teh. Pada 2 minggu terakhir pasien rutin minum teh 3 gelas sehari.
ISK Asyimtomatik
16
2.7. SOAP
Tabel 2. 7 SOAP
Hari S O A P
Tanggal
Senin, Kaki dan KU: sakit sedang Hipokalemi Injeksi KCL 25 mEq dalam 500 cc NaCl
Pulmo:
Sonor Sonor
17
Auskultas :
Cor
Perkusi:
IV
Auskultasi:
Abdomen:
Perkusi:
Tympani Tympani
Tympani Tympani
Tympani Tympani
Motorik:
5 5
2 2
Pemeriksaan Penunjang
Sonor Sonor
Auskultas :
Cor
Perkusi:
IV
Auskultasi:
Abdomen:
Perkusi:
Tympani Tympani
Tympani Tympani
Tympani Tympani
21
Motorik:
5 5
5 5
Pemeriksaan Penunjang
Nitrit +3
Keton +4
Bilirubin +3
Rabu, Kaki dan KU: sakit ringan Hipokalemi Drip KCL lanjutkan sampai 4 siklus
Kemarin Auskultas :
sudah
BAB
Saat
Cor
malam
Inspeksi: Iktus kordis telihat (-)
dirasakan
Palpasi Iktus kordis teraba (-)
kaki
Perkusi:
bengkak
23
IV
Auskultasi:
Abdomen:
Perkusi:
Tympani Tympani
Tympani Tympani
Tympani Tympani
Pemeriksaan Penunjang
Sonor Sonor
Sonor Sonor
25
Auskultas :
Cor
Perkusi:
IV
Auskultasi:
Gallop (-)
Abdomen:
Perkusi:
Tympani Tympani
Tympani Tympani
Tympani Tympani
Pemeriksaan Penunjang :
pH: 9
Protein:-
Eritrosit:-
27
Leukosit: -
28
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik dalam tubuh dan
menghantarkan aliran saraf di otot. Kalium mempunyai peranan yang dominan dalam hal
eksitabilitas sel, terutama sel otot jantung, saraf, dan otot lurik. Kalium mempunyai peran vital di
tingkat sel dan merupakan ion utama intrasel. Ion ini akan masuk ke dalam sel dengan cara
transport aktif, yang memerlukan energi. Fungsi kalium akan nampak jelas bila fungsi tersebut
terutama berhubungan dengan aktivitas otot jantung, otot lurik, dan ginjal. Eksitabilitas sel
sebanding dengan rasio kadar kalium di dalam dan di luar sel. Berarti bahwa setiap perubahan
dari rasio ini akan mempengaruhi fungsi dari sel–sel yaitu tidak berfungsinya membran sel yang
tidak seimbangnya kadar kalium. Kadar kalium normal intrasel adalah 135 –150 mEq/L dan
ekstrasel adalah 3,5–5,5mEq/L. Perbedaan kadar yang sangat besar ini dapat bertahan,
tergantung pada metabolisme sel. Dengan demikian situasi di dalam sel adalah elektro negatif
dan terdapat membran potensial istirahat kurang lebih sebesar -90 mvolt.3,4,7
Ketika sel saraf mendapat stimulus, aksi potensial dimulai. Kanal natrium terbuka,
menyebabkan ion Na+ masuk ke dalam sel. Ini merupakan proses difusi pasif. Setelah impuls
melewati bagian tertentu sel saraf, pompa sodium dan potasium memompa keluar 3 ion natrium
Selama depolarisasi pada potensial aksi, ion natrium masuk ke dalam otot (melalui tubulus
T) dan sel saraf (melalui kanal natrium) secara pasif, dimana kelistrikan/voltage nya antara -70
sampai -90 mV (saat istirahat) hingga +30 sampai +35 mV pada puncak potensial aksi. Secara
29
teknis, sel saraf mengalami depolarisasi ketika voltage mencapai 0 mV. Selama repolarisasi, ion
kalium meninggalkan sel saraf. Selama pemulihan (recovery), ion natrium dan kalium dipompa
kembali ke posisi awalnya dengan mekanisme transpor aktif menggunakan ATP. Sel saraf dan
otot harus mencapai potensi ambang sebelum masing-masing dapat meneruskan impuls atau
kontraksi.3,5,7
3.2 Definisi
Paralisis Periodik (PP) adalah sekelompok gangguan otot rangka dengan bermacam
etiologi, bersifat episodik, berlangsung sementara, hiporefleks, dengan atau tanpa miotonia
tetapi tanpa defisit sensorik dan tanpa kehilangan kesadaran. Paralisis periodik merupakan
gangguan otot rangka di mana pasien mengalami serangan kelemahan otot dengan durasi dan
derajat yang bervariasi. Serangan dapat berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa hari.
Kelemahan dalam serangan dapat general atau fokal. Dalam perjalanan penyakitnya dari
penyakit otot ini, kekuatan normal kembali setelah serangan, tetapi kemudian kelemahan otot
signifikan yang menetap sering berkembang.Pada awal perjalanan penyakit ini, kelumpuhan
periodik primer atau yang diturunkan (familial), kekuatan otot normal diantara serangan. Setelah
bertahun-tahun serangan ini, kelemahan interiktal terjadi dan mungkin progresif. Gangguan ini
dapat diobati, kelemahan progresif dapat dicegah atau bahkan dapat sembuh. 1,2,9
Periodik paralisis merupakan kelainan pada membran yang sekarang ini dikenalsebagai
salah satu kelompok kelainan penyakit chanellopathies pada otot skeletal. Paralisis Periodik
adalah penyakit yang disebabkan kelainan elektrolit atau ion terutama ion kalium pada sel-sel
otot sehingga menimbulkan gejala tubuh atau anggota badan seperti tungkai tiba-tiba lemas atau
lumpuh yang gejalanya dapat muncul berulang kali. Umumnya, penderita tidak mengalami
kelumpuhan tetapi kadang kala timbul keluhan kram pada otot. Paralisis periodik dapat
merupakan penyakit bawaan (primer) atau disebabkan penyakit lain (sekunder). 1,2,9
Periodik paralisis ini dapat terjadi pada suatu keadaan hiperkalemia atau hipokalemia.
Kadar kalium biasanya dalam batas normal diluar serangan. Pencetus untuk setiap individu
berbeda, juga tidak ada korelasi antara besarnya penurunan kadar kadar kalium serum dengan
beratnya paralisis (kelemahan) otot skeletal. Penderita dapat mengalami serangan hanya sekali,
31
tetapi dapat juga serangan berkali-kali (berulang) dengan interval waktu serangan juga
bervariasi. Kelemahan biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi kadangkadang dapat
mengenai otot mata, otot pernafasan dan otot untuk menelan, di mana kedua keadaan terakhir ini
3.3 Epidemiologi
Penderita dapat mengalami serangan hanya sekali, tetapi dapat juga serangan berkali-kali
(berulang) dengan interval waktu serangan juga bervariasi. Kelemahan biasanya terjadi pada otot
kaki dan tangan, tetapi kadang-kadang dapat mengenai otot mata, otot pernafasan dan otot untuk
menelan, di mana kedua keadaan terakhir ini dapat berakibat fatal. Angka kejadian adalah sekitar
1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari wanita dan biasanya lebih berat. Usia terjadinya
serangan pertama bervariasi dari 1–20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15–35 tahun
dan kemudian menurun dengan peningkatan usia. Hipokalemik periodik paralisis biasanya
terjadi karena kelainan genetik otosomal dominan. Hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya
hiperinsulin.2,10
3.4 Klasifikasi
konvensional yaitu paralisis periodik primer atau familial dan paralisis periodik sekunder.
Paralisis periodik primer atau familial merupakan kelompok gangguan akibat mutasi gen tunggal
yang mengakibatkan kelainan saluran kalsium, kalium natrium, dan klorida pada sel otot -
membran. Oleh karena itu, ini juga dikenal sebagai channelopathies atau membranopathies.9,11
Paralisis periodik sekunder mungkin karena terbukti diketahui oleh beberapa penyebab.
klinis atau biokimia dari gagal ginjal kronis, tirotoksikosis, paramyotonia kongenital, atau
sindrom Andersen dapat ditemukan kelumpuhan periodik sekunder. Berikut di bawah ini
- Tirotoksikosis.
3.5 Patofisiologi
Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP) merupakan bentuk umum dari kejadian periodik
paralisis yang diturunkan, dimana kelainan ini diturunkan secara autosomal dominan. Dari
kebanyakan kasus pada periodik paralisis hipokalemi terjadi karena mutasi dari gen reseptor
dihidropiridin pada kromosom 1q. Reseptor ini merupakan calcium channel yang bersama
dengan reseptor ryanodin berperan dalam proses coupling pada eksitasi-kontraksi otot. Fontaine
et.al telah berhasil memetakan mengenai lokus gen dari kelainan HypoPP ini terletak tepatnya di
kromosom 1q2131. Dimana gen ini mengkode subunit alfa dari L-type calcium channel dari otot
skeletal secara singkat di kode sebagai CACNL1A3. Mutasi dari CACNL1A3 ini dapat
disubsitusi oleh 3 jenis protein arginin (Arg) yang berbeda, diantaranya Arg-528-His, Arg-1239-
His, dan Arg-1239-Gly. Pada Arg-528-His terjadi sekitar 50 % kasus pada periodik paralisis
hipokalemi familial dan kelainan ini kejadiannya lebih rendah pada wanita dibanding pria. Pada
wanita yang memiliki kelainan pada Arg-528-His dan Arg-1239-His sekitar setengah dan
Sekitar 80% pasien dengan hyperPP hadir dengan satu mutasi missense (p.T704M,
p.M1592V) dalam gen SCN4A, menyandikan subunit alpha dari skeletal saluran natrium
tegangan-gated otot, menyebabkan inaktivasi yang rusak dari saluran. Biopsi otot mungkin
Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai dengan kelemahan
dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan dari sensoris ataupun kognitif yang berhubungan
dengan kadar kalium yang rendah di dalam darah dan tidak ditemukan tanda-tanda miotonia dan
tidak ada penyebab sekunder lain yang menyebabkan hipokalemi. Gejala pada penyakit ini
biasanya timbul pada usia pubertas atau lebih, Manifestasi periodik paralisis hipokalemia antara
lain berupa kelemahan atau paralisis episodik yang intermiten pada tungkai, kemudian menjalar
ke lengan. Serangan muncul setelah tidur/istirahat dan jarang timbul saat aktivitas, tetapi dapat
dicetuskan oleh, latihan fisik. Ciri khas paralisis pada PPHF adalah kekuatan otot secara
berangsur membaik pascakoreksi kalium.3,4. Serangan sering terjadi saat malam hari atau saat
bangun dari tidur dan dicetuskan dengan asupan karbohidrat yang banyak serta riwayat
melakukan aktivitas berat sebelumnya yang tidak seperti biasanya. Serangan ini dapat terjadi
hingga beberapa jam sampai yang paling berat dapat terjadi beberapa hari dari kelumpuhan
tersebut.2,3,11
Diagnosis ditegakkan apabila timbul kelemahan otot disertai kadar kalium plasma yang
rendah (<3,0 mEq/L) dan kelemahan otot membaik setelah pemberian kalium. Kelainan EKG
dapat berupa pendataran gelombang T, supresi segmen ST, munculnya gelombang U, sampai
dengan aritmia berupa fibrilasi ventrikel, takikardia supraventrikular, dan blok jantung. 2,3,11
35
Mulai timbul sebelum umur 10 tahun. Frekuensi dan berat serangan berkurang pada
masa remaja dan hilang pada saat dewasa. Frekuensi laki-laki dan wanita sama. Berbagai faktor
1. Lapar
4. Infeksi
5. Kehamilan
6. Anestesi
Pada paralisis periodik hiperkalemia, karbohidrat dan garam bukan merupakan faktor
berlangsung kurang dari 1 jam. Serangan lebih sering terjadi pada siang hari dan biasanya terjadi
waktu istirahat, misalnya sedang duduk. Keluhan berkurang bila penderita berjalan-jalan.
Kelemahan dimulai dari tungkai lalu menjalar ke paha, punggung, tangan, lengan dan bahu.
Sebelum timbul kelemahan biasanya terdapat rasa kaku dan kesemutan pada kedua tungkai.
Jarang terjadi gangguan menelan dan napas. Sering terdapat miotonia pada otot mata, wajah,
lidah dan faring. Pada saat serangan didapatkan tonus dan refleks fisiologis yang menurun dan
tanda Chovstek yang positif. Diluar serangan kekuatan otot normal, pada fase lanjut terdapat
kelemahan otot atau kelumpuhan yang terkait dengan peningkatan konsentrasi kalium dalam
darah (kadang-kadang sangat ringan dan berat), yang dimulai pada masa kanak-kanak dan
36
mungkin bervariasi dalam frekuensi, durasi (beberapa menit hingga jam), dan tingkat keparahan
(focal paresis kekelumpuhan total). Serangan biasanya melibatkan otot-otot tungkai, menyisakan
wajah dan otot pernafasan, dan dipicu oleh istirahat setelah latihan, puasa, paparan
dingin,konsumsi makanan yang kaya kalium, stres, infeksi, steroid, anestesi, dan kehamilan.6
klinismyotonia yang sering melibatkan otot wajah (tanda tutup-lag, penutupan matamyotonia),
sementara kebanyakan pasien datang dengan myotonia elektrik (EMG dapat merekampelepasan
hiperkalemik
Onset Dekade pertama Dekade kedua
Pemicu Istirahat sehabis latihan, Istirahat sehabis latihan, kelebihan
beberapa jam
Keparahan serangan Ringan sampai sedang, fokal Sedang sampai berat
elumpuhan tidak berlangsung lama, kadar kalium serum > 4,2 mEk/L, bisa diberikan
3. Guillain-Barre Syndrome
Sindrom Guillain-Barre adalah demielinasi polineuropati akut inflamasi (AIDP), suatu gangguan
autoimun yang mempengaruhi sistem saraf perifer, biasanya dipicu oleh proses infeksi akut.13
Persamaan:
Perbedaan :
o Terjadi didahului oleh infeksi (biasanya akibat ISPA dan infeksi GIT).
Penyakit Motor neuron (atau motor penyakit neuron) (MND) adalah kelompok gangguan
neurologis yang secara selektif mempengaruhi motor neuron, sel-sel yang mengendalikan
aktivitas otot-otot pada tubuh. Penyakit ini dapat terjadi akibat adanya degenerasi progresif yang
khas dari medulla spinalis, batang otak dan korteks serebri. sukarela termasuk berbicara,
Persamaan :
Perbedaan :
5. Poliomielitis
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh
virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke
Persamaan :
Perbedaan :
o Dapat terjadi, didahului oleh infeksi GIT lalu menyebar ke pembuluh darah limfe
Laboratorium
serangan paralisis, kalium serum abnormal pada tipe paralisis periodik sekunder, tetapi biasanya
normal pada paralisis periodik primer. Selama serangan kadar kalium serum dapat tinggi, rendah,
atau di atas batas normal dan bisa di bawah batas normal. Pemeriksaan secara random kadar
kalium serum dapat menunjukan fluktuasi yang periodik pada paralisis periodik normokalemik.
Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu keadaan klinis seperti
kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L
kelemahan otot menjadi lebih berat. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L
maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisisdan miogobinuria.11
b. Fungsi ginjal
Untuk mengetahui fungsi ginjal terkait dengan periodik paralisis primer atau
sekunder.
Pengambilan glukosa darah ke dalam sel menyebabkan kalim berpindah dari luar sel
d. Hormon tiroid
EKG
Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum dibawah 3,5 dan
3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa inversi gelombang T, timbulnya gelombang U dan ST
EMG
41
Di antara serangan, mungkin ada fibrilasi dan pengulangan keluaran kompleks. Selama
serangan, EMG akan menunjukkan listrik diam, baik pada paralisis periodik hiperkalemik dan
Terapi farmakologi
menghilangkan gejala kelemahan otot yang disebabkan hipokalemia. Terapi PPHF mencakup
pemberian kalium oral, modifikasi diet dan gaya hidup untuk menghindari pencetus, serta
farmakoterapi.3 Di beberapa literatur, disarankan pemberian kalium oral dengan dosis 20-30
mEq/L setiap 15-30menit sampai kadar kalium mencapai normal. Kalium klorida (KCl) adalah
preparat pilihan untuk sediaan oral. Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral karena
lebih mudah. Pemberian 40-60 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5 mEq/L,
sedangkan pemberian 135-160 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 2,5-3,5 mEq/L.
Pemberian oral lebih aman karena risiko hiperkalemia lebih kecil. Pemberian Kalium intravena
dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui vena yang besar dengan kecepatan 10-20
mEq/jam, kecuali disertai aritmia atau kelumpuhan otot pernafasan, diberikan dengan kecepatan
kalisehari pada anak terbukti cukup efektif mengatasi serangan, mengurangi frekuensi
serangan,dan mengurangi derajat keparahan. Mekanisme kerja asetazolamid sampai saat ini
masih belum jelas, tetapi penelitian terakhir mengungkap bahwa obat ini bekerja dengan
Penelitian yang berkembang saat ini lebih berfokus pada penelitian biomolekule runtuk
mencari dasar kelainan chanellopathy ditingkat gen, tidak banyak berpusat pada aspektata
laksana. Terapi gen sebagai terapi definitive untuk PPHF saat ini belum ada. 11
Pada pasien yang mengalami hiperkalemia periodik paralisis dapat diatasi dengan cara
Untuk serangan akut :kalsium glukonate (1-2 g) IV. Jika tidak berhasil setelah beberapa
menit berikan glukosa (IV) atau glukosa, insulin dan hydrochlorothiazide (untuk
a. Pemberian insulin 10 unit dalam glkosa 40%, 50 ml (IV), lalu diikuti peberiandextrose
b. Pemberian natrium bikarbonat (50 meq/ IV) yang akan meningkatkan PH sistemik
merangsang ion H ke luar dar intrasel, yang selanjutnya akan digantikan oleh ion K.
Edukasi pasien sangat penting karena berhubungan dengan gaya hidup, pola makan, dan
aktivitas fisik. Sumber penting kalium meliputi daging, beberapa jenis ikan, buah buahan,
sayuran, dan kacang-kacangan, dll. Selain itu,produk susu juga merupakan sumber yang kaya
kalium.2
Paralisis periodik hipokalemik familial biasanya berespons baik terhadap terapi. Terapi
dapat mencegah kelemahan otot lebih lanjut. Serangan terus-menerus dapat menyebabkan
kelemahan otot permanen, tetapi jarang dijumpai pada pasien anak. Komplikasi akut meliputi
aritmia jantung, kesulitan bernapas, bicara, dan menelan, serta kelemahan otot progresif.
Komplikasi hipokalemia kronis berupa kerusakan ginjal, batu ginjal, nefritis interstisial, dan kista
ginjal.
Pada pasien dengan periodik paralisis hiperkalemia seiring dengan bertambahnya usia,
frekuensi terjadinya periodik paralisis menurun, akan tetapi pada beberapa paisen dapat
berkembang menjadi miopati kronis dengan tingkat keparahan yang bervariasi bahkan dapat
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Pembahasan
SMRS pasien disuntik KB untuk 3 bulan. pada pemeriksaan penunjang didapatkan kadar kalium
1,7 mmol/dl. Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik dalam tubuh
dan menghantarkan aliran saraf di otot. Ion ini akan masuk ke dalam sel dengan cara transport
aktif, yang memerlukan energi. Fungsi kalium akan nampak jelas bila fungsi tersebut terutama
berhubungan dengan aktivitas otot jantung, otot lurik, dan ginjal. Pada pasien ini dicurigai
gejala pada saat remaja. Pada kasus Gentelman Syndrome didapatkan juga hipikalsiuria,
hipomagnesimia dan alkalosis metabolik. Pada kasus ini apa bila ingin ditegakan diagnosis
Gentelman syndrome maka perlu pemeriksaan lebih lanjut yaitu Analisa gas darah, Kalium urin
dan magnesium darah. Pada kasus ini dapat pula dicurigai menderita Batters syndrome yang
ditandai dengan.1,11
Pada pasien yang memiliki kelainan elektrolit dapat memiliki kelainan EKG. Kelainan
yang dapat dilihat pada EKG adalah kelainan kalium, kalsium dan magnesium. Pada
hiperkalemia gelombang T menjadi tinggi dan lancip, R menjadi lebih pendek, QRS menjadi
melebar QRS bersatu dengan T, sehingga segmen ST menghilang, P mengecil dan akhirnya
mendatar dan akhirnya terbalik Depresi ST, Interval PR memanjang. Pada kasus ini pada hari
ke-1 didapatkan depresi gelombang ST di lead 1, avL, V5 dan V6 serta didapatkan gelombang T
45
semakin mendatar di lead II, III, avF . Jika dibandingkan dengan gejala klinis pada hari pertama
peninjang didapatkan kadar kalium 1,7 mmol/L. Pada hari ke-2, pada EKG didaptkan ST depresi
di Lead I, avL, V1-V6. Sedangkan pada gejala klinis, pasien sudah memiliki motorik yang
normal. Pada pemeriksaan lab ke-2 hasil pemeriksaan elektrolit 2,3mmol/L. Pada hari ke-3, pada
EKG didapatkan ST depresi di Lead I, avL, V1-V6. Sedangkan pada gejala klinis motorik pasien
sudah normal. Pada hari ke-4, pada EKG didapatkan ST depresi di V1-V4. Sedangkan pada
gejala klinis motorik pasien sudah normal. Pada pemeriksaan lab didaptkan kadar kalium 3,8
mmol. Berdasarkan data diatas didapatkan bahwa pada pasien dengan gangguan keseimbangan
elektolit memiliki manifestasi klinis yang jelas yaitu kelumpuhan motorik ekstremitas karena
kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik dalam tubuh dan
menghantarkan aliran saraf di otot. Ion ini akan masuk ke dalam sel dengan cara transport aktif,
yang memerlukan energi. Fungsi kalium akan nampak jelas bila fungsi tersebut terutama
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan urin pada hari ke 2. BErdasarkan hasil
pemeriksaan didapatkan leukosit penuh dengan eritrosit 5-10 / lapang pandang. Pada pasien
dengan hipikalemia bisa didapatkan Infeksi saluran kencing. Pada kasus ini bisa didaptkan
penurunan kemampuan kontraksi otot polos pada pasien yang menyebabkan terlambatnya
pengeluaran urin. Hal ini juga dapat disebabkan oleh pengobatan jangka panjang pada penyakit
kronis. 18
46
Pada kasus sengan pyelonephritis kronis juga dapat menyebabkan kehilangan potassium
dari ginjal. Pada kasus tertentu juga bisa didaptkan hyperaldosteron yang menyebabkan
1. Kalium
Pada kasus ini Injeksi KCL 25 mEq dalam 500 cc NaCl ulangi 3 siklus dikarenakan
pasien telah mengalami serangan yang kedua kalinya dan tungkai kaki kanan kiri pasien sangat
lemas. Pada literatur dijelaskan indikasi penggunaan kalium IV yakni, kasus paralisis
hipokalemik berat dengan kadar kalium darah < 2 mEq/L, harus diberikan kalium intravena (IV)
dengan kecepatan pada vena perifer 10 mEq per 1 jam dengan pemantauan ketat. Pada kasus
tertentu dapat diberikan KCL melalui vena central dengan kecepatan 20 mEq per jam. Konsetrasi
maksimal pada vena perifer yaitu 60 mEq dalam NaCl isotonic 1000 mL karena bila melebihi
dapat menimbulkan rasa nyeri dan sclerosis vena. Pada kasus hipokalemi ringan berdasarkan
literatur disarankan pemberian kalium oral dengan dosis 40-60 mEq/L dapat menaikan 1-1,5
mEq/L . Kalium klorida (KCl) adalah preparat pilihan untuk sediaan oral. Suplementasi kalium
harus diberikan hati-hati karena dapat mengakibatkan. Sediaan kalium oral dapat menyebabkan
keluhan gastrointestinal dan tukak usus halus. Sediaan garam kalium mikroenkapsulasi mungkin
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemberian kalium ialah kadar kalium
plasma, gejala klinis, fungsi ginjal, dan toleransi pasien. Suplementasi kalium dibatasi jika fungsi
ginjal terganggu. Pemberian oral lebih aman karena risiko hiperkalemia lebih kecil.
2. Cefixime
47
Pada kasus ini diberikan pengobatan anti biotik Cefixime seteah dilakukkan
pemeriksaan urin. Pada kasus ISK penyebab terbanyak disebabkan oleh banteri E coli yang
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Paralisis hipokalemia merupakan kelainan yang ditandai dengan kelemahan otot atau
paralisis flaksid akibat perpindahan kalium ke ruang intraselular otot rangka. Manifestasi klinis
berupa kelemahan atau paralisis pada tungkai, kemudian menjalar ke lengan. Serangan muncul
setelah tidur/istirahat tetapi dapat dicetuskan oleh latihan fisik. Diagnosis ditegakkan apabila
timbul kelemahan otot disertai kadar kalium plasma yang rendah (< 3,0 mEq/L) dan kelemahan
5.2 Saran
Diperlukan edukasi dan kepatuhan mengenai pola hidup agar tidak terjadi serangan
berulang karena serangan yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan kelemahan otot
permanen. Pada kasus ini dapat diidentifikasi bahwa kebiasaan minum teh dapat mencetuskan
DAFTAR PUSTAKA
www.journal.unair.ac.id
SBAIPD. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI. Vol. 2, IPD FK UI
Jilid 6. 2016. 56 p.
4. Guyton, Arthur, C.Hall J. Buku Ajar Fisologi Kedokteran. 13th ed. Jakarta: EGC; 2016.
598 p.
6. Ptacek LJ, George AL, Griggs RC, Tawil R, Kallen RG, Barchi RL, Robertson M L.
1991;2:21–7.
7. Cannon SC. Myotonia and Periodic Paralysis: Disorders of Voltage-Gated Ion Channels.
In: Neurological Theurapeutics Principles and Practice. United Kingdom Mayo Found.
2003;65–77.
8. Barret KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL. Buku ajar fisiologi kedokteran. 24th ed.
2014. 462–72 p.
10. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
50
11. Elias Andrawaus M.D. Young Patient with Leg Weakness and Hypokalemia. Ramban
12. Miller TM, Dias da Silva MR, Miller HA, Kwiecinski H, Mendell JR, Tawil R, McManis
P,Griggs RC, Angelini C, Servidei S, Petajan J, Dalakas MC, Ranum LP, Fu YH PL.
15. SC C. An expanding view for the molecular basis of familial periodic paralysis. 2002;
(Neuromuscul Disord):33–43.
electrolyte disorders):137–64.
17. Nathania M. Hipokalemia - Diagnosis dan Tatalaksana. Contin Profesisonal Dev Ikat
18. Shen AL, Lin HL, Lin HC, Tseng YF, Hsu CY, Chou CY. Urinary tract infection is
20. MacDuff A, Arnold A HJ. Panduan Praktik Klinis Dokter Umum. Manag spontaneous
pneumothorax Br Thorac Soc pleural Dis Guidel 2010. 2014;(Thorax. 2010; 65:18-31).